Fanny baru sampai di ruangan kerjanya. Dari tempatnya ini, Fanny bisa melihat salah satu staf Schwaley Group melangkah masuk ke dalam lobi.“Map biru itu, kenapa sama dengan map yang disodorkan oleh Walikota New Valleand?” gumam Fanny sembari menggulirkan bola matanya ke arah tumpukan map di meja kerjanya saat ini. Di mana sebuah map berwarna biru berada di sana.Kesibukan di kantor,membuat Fanny berkonsentrasi dan berhasil untuk tidak mengingat kerikil kecil yang saat ini tengah mengusik keluarga kecilnya ini. Dia berhasil fokus di setiap pekerjaannya. Sehingga Fanny bisa menjadi seorang lawyer yang semakin berkarir cemerlang.Sejumlah kasus yang ditanganinya, sukse membuat popularitas Fanny meroket tajam di kalangan para pengacara. Kini, firma hukum milik Fanny menjadi salah satu pendatang baru yang dipertimbangkan oleh firma hukum kawakan lainnya yang berada di New Filla.Siang harinya, seperti biasa saat jam makan siang Fanny akan bertemu dengan Adam. Keduanya ja
“Kau sudah siap?” “Seperti yang kau lihat,” jawab Fanny sambil menyimpulkan scarf di lehernya.Keduanya kini tersenyum bahagia sembari menatap pantulan wajah mereka di depannya. Adam mengeratkan kedua tangannya di pinggang Fanny dan beberapa kali mengusap lembut perut buncit sang istri yang semakin terlihat besar.Fanny sendiri melingkarkan kedua tangannya di leher sang suami yang memeluknya dari belakang itu.“Tikus dara yang kutemukan di semak ini akan menjadi ibu dari bayiku,” ucap Adam selalu saja menyematkan kalimat ejekannya itu di setiap pujian dan perhatiannya.“Sayang sekali, aku harus berakhir dengan seseorang yang berotak kerang rebus,” jawab Fanny sambil tersenyum memandangi suaminya yang justru menunjukan warna kemerahan di wajahnya.Keduanya kini berhadapan. Saling menatap dengan intens.“Aku mencintaimu, sangat mencintaimu,” ucap Adam.“Aku juga,” jawab Fanny singkat.Kehangatan yang sesungguhnya dari sebuah ikatan hati adalah keti
“Tidak Adam! Aku sudah menunggu sangat lama! Aku tidak akan bisa diam saja dengan semua ini!” Ucap Maya sambil melepaskan infusan di tangannya. Bukan itu saja, Maya pun sekarang melepaskan penutup kepala botaknya.“Kau bergurau?” Ucap Fanny dengan mulut menganga melihat Maya yang kini tengah membuka kartu AS dirinya sendiri.Di sebelahnya, Adam semakin mengeratkan rangkulan kepada Fanny. Adam seolah sudah menduganya namun dia tidak bisa membuktikannya. “Kau memang ular berbisa, Maya. Itulah kenapa aku tak bertahan lama denganmu!” Ucap Adam sambil menggelengkan kepalanya. “Sayang, ayo kita pulang!” Ucap Adam kemudian.Fanny masih merasa bingung dengan apa yang dilihatnya. Namun sosok Maya benar-benar sudah kembali ke dalam dirinya sendiri yang jauh berbeda dari karakter sebelumnya. “ Dam, nyaris saja,” ucap Fanny sambil mengeratkan genggaman tangannya kepada sang suami. Dia masih tidak percaya jika Maya hanya membodohi mereka dan memanfaatkan rasa simpatinya saja.“A
Pagi harinya.Fanny sudah harus berangkat karena dia harus ke New Vealland untuk peresmian proyek di sana. Adam awalnya akan ikut ke sana mendampingi sang istri, namun karena ada Lucy maka Adam pun membatalkannya.“Aku akan menemani Ibu, mungkin dia bisa melunak nantinya. Kau tidak masalah berangkat kesana hanya bersama Sandra?” Ucap Adam meyakinkan diri.“Tenanglah, hanya satu setengah jam perjalanan ke New Vealland, aku akan segera pulang setelah acara selesai,” jawab Fanny sambil melepaskan handuk dari rambutnya.Adam tersenyum,. Fanny bisa melihatnya dari pantulan di cermin. “Tidak, jangan mengambil bagianku!” Ucap Adam sambil meraih gagang hair dryer dari tangan Fanny.Pasangan ini memiliki sebuah kebiasaan pagi yang hangat dan sangat intim. Ya, seperti biasa Adam membantu mengeringkan rambut istrinya itu dengan sangat antusias.“Sudah,” ucap Adam sambil menekan tombol off lalu meletakkan kembali hair dryer tersebut di tempatnya.“Terima kasih,
Fanny keluar dari kamarnya dan dia melihat Adam sudah tidak ada di sana. Suaminya sepertinya sangat kesal hingga berangkat tak berpamitan seperti biasanya. Pintu kamar tamu pun terbuka, Fanny menyelinapkan pandangan matanya ke arah dalam.Lengang dan kosong.“Apa Ibu sudah pulang?” Gumam Fanny.Dia kemudian mengaduk sereal di mangkuknya sambil menyalakan televisi. Masih tentang kabar longsoran besar di jalur menuju New Valleand yang menjadi topik utama berita kali ini. Tidak ada lagi yang lain kecuali kabar entertainment.Hampir kesiangan, Fanny sampai di kantornya.Terburu-buru berangkat hingga Fanny lupa membawa ponselnya yang masih tergeletak di meja kamar. Alhasil, Fanny hanya bisa menjadwalkan yang sudah terjadwal oleh Sandra saja. Ini artinya, seharian ini Fanny akan stay di kantor.“Bu, maaf jika lancang. Tadi pagi, Pak Adam meneleponku,” Beliau menanyakan beberapa hal yang membingungkan Bu,” ucap Sandra dengan raut wajah yang bingung.Fanny mendengarkannya dengan seksama. “La
Kedua mata Fanny tak lepas mengawasi pergerakan Adam yang sedang mondar-mandir di dalam kamar. Meskipun mereka tidur bersama, nyatanya tak ada sikap hangat yang diperlihatkan oleh Adam semenjak Fanny pulang dari New Valleand.Fanny memilin jarinya bingung karena Adam pun irit sekali berbicara. Bahkan bisa dihitung, kapan waktu bagi Adam mau menjawab pertanyaan darinya. Itu pun dengan nada bicara yang cenderung ogah-ogahan.Saat ini Adam tengah berdiri di depan cermin. Adam memasang sendiri simpul dasinya tanpa meminta bantuan dari Fanny. Padahal biasanya, tak pernah sekalipun Adam melakukan sesuatu tanpa meminta pertolongan pada sang istri.Tidak betah dengan situasi yang seperti ini, Fanny memutuskan untuk bangkit dan menghampiri Adam. Sampai akhirnya, kedua mata Fanny dan Adam saling bersitatap di cermin.“Ada apa?” tanya Adam dingin seraya membuang muka.Dada Fanny berjengit karena Adam tak pernah menunjukkan ekspresi seperti ini selama pernikahan. Bahkan Fanny seperti berhadapan d
Saat ini Fanny tengah berada di dapur menyiapkan sarapan untuk dirinya dan Adam. Sengaja Fanny bangun terlebih dahulu agar tidak terlibat perdebatan seperti kemarin yang menyebabkan mereka pergi tanpa berpamitan satu sama lain.Fanny menggigit bibirnya menahan rasa sakit di dadanya kala mengingat pertengkaran mereka berdua kemarin pagi. Rasanya, ucapan Adam ketika di kamar kemarin cukup menusuk jantungnya. Sebagai manusia normal, sangat wajar apabila Fanny merasakan kecewa.Gerakan tangan Fanny begitu cekatan ketika meracik bahan-bahan yang nantinya akan menjadi salad. Memang akhir-akhir ini Fanny selalu membuatkan menu sehat untuk dirinya dan juga Adam.Sesekali Fanny mengusap peluh yang membasahi keningnya padahal suhu di sekitar cukup dingin. Fanny sendiri tak memungkiri jika karena keringat itu, tubuhnya terasa sedikit menggigil.Dari ambang pintu dapur, sepasang mata menatapnya dengan kedua tangan dilipat di depan dada. Itu adalah Adam yang sejak beberapa menit
Merasa tidak nyaman berada dalam radius berdekatan dengan Ardian, Fanny pun bangkit dari kursi makan. Berpamitan pada yang lain untuk pergi ke kamar kecil terlebih dahulu.Ardian memerhatikan kepergian Fanny lewat ujung mata dan tetap melanjutkan acara makannya. Suasana ramai tidak memungkinkan untuk mengejar sang dambaan hati walaupun ingin. "Perlu saya temani Bu Fanny?" Sandra menawarkan diri sembari membenahi roknya, bersiap bangkit. "Tidak usah. Aku sendiri saja," tolak Fanny. Dia juga ingin memastikan sesuatu. Tadi, dia melihat sekelebat orang bersembunyi dan flash kamera yang lupa dinyalakan mengarah ke arahnya. Sepertinya ada paparazzi di sekitar sini. Fanny melangkah cepat keluar dari ruangan. Matanya awas mengawasi sekitar. Memindai siapa saja yang mungkin dikenalnya dan bisa dijadikan tersangka. Seseorang berseragam pelayan dan membawa baki kosong lewat di hadapan Fanny, wanita itu pun menahannya sebentar dan bertanya, "Permisi, Kak. Tadi melih