David Giovinno adalah seorang pria muda kaya raya berumur 30 tahun yang memiliki bisnis hingga mancanegara. Tak tanggung-tanggung, ia bahkan memiliki tanggung jawab yang besar pada puluhan cabang perusahaannya yang tersebar hampir di seluruh Asia.
Diusianya yang baru menginjak 10 tahun ia sudah kehilangan sang ayah dan menjadi anak yatim. Warisan yang ditinggalkan tentu tidak sedikit mengingat dia hanyalah anak tunggal di keluarganya. Dituntut paksa untuk belajar dan mengelola bisnis keluarga yang kini menjadi bisnis miliknya membuat ia harus kehilangan masa-masa bebas remaja yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya.
Menjadi CEO perusahaan DG Company yang bergerak di bidang pembangunan mall dan gedung bangunan, otomotif, elektronik dan bahkan sampai interior mewah yang hanya mampu dibeli oleh kalangan tertentu saja. Hampir seluruh Asia mengetahui mengenai identitasnya sebagai pengusaha muda yang sukses dengan banyak cabang dan memiliki sikap yang begitu dingin dan tak berperasaan.Begitu banyak wanita yang mencoba mendekati dan mengambil hati pria tampan tersebut, namun tak ada satupun yang berhasil bertahan berjuang sampai akhir karena tak tahan dengan sikap David yang terlalu tidak peduli pada siapapun itu.
David memang sangat setia pada istrinya, wanita pertama yang berhasil memikat hatinya dengan segala kelembutan dan kesabaran yang dimilikinya dalam menghadapi David. Wanita pertama yang berhasil mengenalkan cinta yang tulus sekaligus menjadi wanita pertama yang membuatnya tak ingin mengenal cinta kembali.Wanita itu berhasil membuat David ketergantungan hingga rasanya sebagian jiwanya ikut menghilang ketika wanita pujaan hatinya harus menghembuskan napas terakhirnya tepat didepan kedua matanya. Dan dari sanalah kepribadiannya berubah, putra kecilnya yang sama sekali tak bersalah harus kena imbas dan menjadi sasaran utama kebenciannya atas kematian mendiang istrinya.
***-Mansion-07:12 Pagi.
Suara derap langkah kaki yang menuruni anak tangga itu terdengar hingga membuat wanita paruh baya itu segera menolehkan kepalanya menatap sosok pria muda tampan yang tengah sibuk mengancing kemeja bagian pergelangan tangannya yang berwarna biru muda. Aura dingin darinya seakan selalu berhasil membekukan suasana sekitarnya. Ia menarik kursi dan mendudukkan dirinya tepat didepan hidangan sarapan yang sudah disiapkan oleh kepala koki di mansion tersebut.“Dimana anak sialan itu?” Tanya David tanpa mengalihkan pandangannya sedikitpun dari makanan yang belum ia sentuh itu.Wanita paruh baya yang bernama Anne itu pun hanya bisa menghela napas panjangnya ketika mendengar ucapan tak mengenakan dari putranya.“Berhenti melabeli putramu sendiri dengan kata sialan itu, David. Liam bukanlah---”Ucapan Anne pun terhenti ketika David mengangkat wajahnya dan memberikan tatapan tajam pada wanita tersebut yang tak lain adalah ibu kandungnya sendiri.“Bangunkan dia sekarang juga! Dia tidak boleh hidup seenaknya saja bahkan kalau bisa dia seharusnya sudah bangun sebelum aku bangun!” Potong David.“Dan satu hal lagi aku tegaskan, sampai kapan pun dia tetap akan selalu membawa kesialan jadi jangan terlalu dekat dengannya dan berhenti memanjakan dia, Mah!” Lanjut David.
“Setidaknya jangan terlalu keras padanya, David. Liam masih berumur 4 tahun.” Ujar Anne.
“Karena dia masih kecil jadi harus dididik tegas agar tidak menyusahkan hidupnya.” Jawab David yang membuat Anne menghela napas dan menggelengkan kepalanya.“Mau sampai kapan kau bersikap seperti ini, Dav? Mana merindukan putra mama yang dulu. Kemana David yang penuh kelembutan itu? Setidaknya kembalilah menjadi David yang dulu untuk Mama dan Liam.” Lirih Anne menatap sendu putranya itu.
“David yang dulu sudah mati dan pergi bersama istrinya. Jadi berhenti mengharapkan sosoknya kembali. Karena Luna istriku pun tidak akan pernah kembali lagi.” Desis David seraya memegang kuat sendok dan garpunya.
“Luna pun pasti bersedih melihat cara kau memperlakukan anak yang sangat ia tunggu itu dengan penuh kebencian. Menantuku pasti menangis melihat putra kecil yang ia tinggalkan tak mendapatkan kasih sayangmu. Luna---"
*PRANGGG*
Anne memejamkan kedua matanya sejenak ketika David membuang kasar piringnya yang berisi makanan sarapannya hingga terjatuh dan pecahannya berserakan di lantai.“Daddy, kenapa makanannya dibuang?” Tanya bocah laki-laki yang berdiri diujung tangga dengan raut kebingungannya.
David yang mendengar suara putranya itu pun seketika mengalihkan pandangannya dan menatap Liam tanpa ekspresi. Bahkan dengan langkah cepat ia menghampiri bocah laki-laki tersebut dan mencengkram kuat kedua bahu Liam. Rasa sakit itu tentu Liam rasakan namun ia tetap berusaha tersenyum manis pada sang daddy.
“Good morning, Daddy.” Sapa Liam dengan riangnya seakan –akan semuanya sedang terlihat baik-baik saja.
David pun semakin mencengkram kuat kedua bahu Liam kala melihat senyum yang dimilikki Liam sangatlah mirip dengan senyum Luna. Anne yang mengetahui jika cucunya pasti merasakan sakit pada bahunya itu pun segera bangun dan beranjak menghampiri keduanya.
“JANGAN PERNAH TERSENYUM PADAKU!” Bentak David yang membuat senyum Liam sirna seketika.“Lepaskan Liam, David! Kau menyakitinya!” Perintah Anne seraya berusaha melepaskan Liam dari cengkraman David.“Tidak sakit kok, Oma. Liam senang disentuh daddy seperti ini.” Ucap Liam dengan senyum tulusnya pada Anne.“KUBILANG JANGAN PERNAH TERSENYUM DIDEKATKU, SIALAN!” Teriak David seraya mengguncang kuat tubuh kecil Liam.“David, lepaskan Liam! Mama mohon…” Mohon Anne seraya memegang lengan David.Tatapan David semakin menajam menatap putranya yang sangat mewarisi wajah istrinya itu. Hal itu semakin membuat amarah dan benci yang tertanam selalu muncul setiap kali David melihat wajah tampan Liam.“DENGARKAN AKU, MAH! GARA-GARA ANAK INI AKU KEHILANGAN ISTRIKU! GARA-GARA ANAK INI JUGA DUNIAKU HANCUR! SEHARUSNYA ANAK INI YANG MENINGGAL BUKAN LUNA! SEHARUSNYA AKU TIDAK MEMBIARKAN LUNA MELAHIRKAN BOCAH SIALAN INI JIKA KEHADIRANNYA MEMBUAT WANITAKU PERGI! DASAR ANAK PEMBAWA SIAL! KAU MEMBAWA KESIALAN YANG BESAR DALAM HIDUP ISTRIKU! ARGHHHH!!!”David pun segera melepaskan cengkraman kasarnya pada Liam hingga membuat tubuh bocah kecil itu terhuyung hampir menabrak ujung pegangan tangga. Untung saja Anne dengan sigap menahan tubuh Liam sehingga bocah kecil itu aman didalam pelukan sang Oma.David pun segera meraih jas berwarna hitam di sofa dan beranjak keluar mansion tanpa mempedulikan dirinya yang bahkan belum sarapan. Ia benar-benar tidak bisa jika terlalu lama melihat wajah putranya.Anne pun menangkup wajah mungil Liam dan mengusap pipinya dengan penuh kelembutan, “Jangan dengarkan ucapan Daddy barusan, Liam. Kehadiran William selalu menjadi kebahagiaan bagi kita semua. Lupakan ucapan Daddy dan jangan pernah sekalipun memasukkannya ke dalam hati karena ucapan daddymu itu tidaklah benar. Liam mengerti ucapan Oma, bukan?”Liam lagi-lagi hanya menampilkan senyumnya. Namun Anne bisa menyadari jika senyuman yang selalu Liam tampilkan terkadang menutupi seluruh kesedihan yang bocah laki-laki itu rasakan.
“Daddy hanya sedang lelah kan, Oma? Makanya marah-marah deh, kasihan Daddy kelelahan karena terus bekerja. Tapi Oma tenang saja, Liam tidak marah kok sama Daddy. Liam sayang banget sama Daddy dan Liam tau kok kalau Daddy juga sayang sama Liam. Iya kan, Oma?”Anne hanya tersenyum lirih dan menganggukkan kepalanya. Ia pun kembali menarik cucunya ke dalam pelukannya dan memeluknya dengan sangat erat.“Lihatlah David, kau sangat beruntung memiliki putra seperti Liam. Tak peduli seberapa kasar kau memperlakukannya dia selalu mengatakan kata cinta dan saying untukmu. Dia bahkan sangat pandai menyembunyikan kesedihannya, bagaimana mungkin anak sekecil ini kau biarkan menangis sendirian disetiap malamnya? Kau tak pantas menjadi daddy untuknya, David.” Batin Anne diiringi dengan tetesan air matanya yang terjatuh membasahi pipinya.Liam pun tidak lama kemudian melepaskan pelukan Anne dan berjalan kearah pecahan piring serta sarapan yang berantakan. Belum sempat Liam menyentuh pecahan piring tersebut, Anne pun segera menarik tangan Liam agar menjauhi makanan yang berserakan itu. Liam pun sontak menatap kearah sang Oma.“Liam mau membantu Bibi Susi, Oma.” Ucap Liam yang kemudian mengalihkan pandangannya kearah asisten rumah tangga yang sedang membersihkan pecahan piring dan makanan di lantai tersebut.Anne pun menggelengkan kepalanya dengan tegas. Ia jelas tak mengizinkan Liam karena pecahan piring itu bisa saja melukai tangan Liam.“Ayo kita duduk dan sarapan. Liam harus segera berangkat sekolah, bukan? Daddy tidak suka jika Liam datang terlambat ke sekolah.” Liam hanya menganggukkan kepalanya.Anne pun segera menggandeng Liam menuju meja makan dan membantu cucunya itu untuk menyiapkan sarapannya. Sejak Liam berusia 2 tahun, David meman
Hanya membutuhkan waktu 5 menit untuk Liam menyelesaikan sisa tugasnya itu. Bocah laki-laki itu pun segera merapikan buku dan alat tulisnya ke dalam tas lalu menghampiri sang Oma dengan wajahnya yang sedikit murung."Oma, Liam lapar sekali..." Keluh Liam.Anne pun mengangguk dan segera menggandeng Liam untuk menuju ruang makan, "Ayo kita ke meja makan, Kepala koki sudah menyiapkan banyak makanan kesukaan Liam. Perut Liam dijamin akan langsung kenyang deh."Liam dengan semangatnya menarik Anne, langkah kecilnya terkesan cepat meskipun terlihat biasa saja kalau bagi orang dewasa. Bocah laki-laki itu seakan tak sabar ingin menyantap menu makan siangnya."Oma, apa Daddy lupa membawa bekalnya?" Tanya Liam ketika melihat kotak bekal milik David yang ada diatas counter dapur."Daddy buru-buru, Liam. Tapi tidak perlu khawatir, di kantor Daddy sangat banyak makanan dan Daddy juga bisa makan sepuasnya disana." Ujar Anne seraya m
Liam dan Anne pun spontan menantap kearah David yang tumben sekali sudah pulang. Padahal biasanya pria itu sampai rumah sekitar jam 9 atau jam 10 malam. David memang sengaja pulang larut karena ia enggan bertemu putranya.Raut ekspresi Liam pun mendadak sedih ketika permintaannya kembali ditolak oleh sang Daddy. Padahal harapan bisa bermain di Taman sudah ada diangan-angannya."David, tidak apa-apa sesekali mengajak Liam bermain di Taman bersama anak-anak seumurannya. Liam juga perlu mengenal dunia luar dan itu bagus untuk tumbuh kembangnya." Bela Anne."Kubilang tidak, ya tidak! Anak itu terlalu banyak membawa kesialan jadi lebih baik berdiam diri di mansion daripada membuat kacau dan masalah." Ujar David seraya menatap benci Liam.Liam yang takut ditatap seperti itu oleh David memilih menundukkan kepalanya seraya memainkan jari-jari tangannya."Tidak bisakah kau membuka m
Didalam kamar yang bernuansa serba biru itu, Liam menunduk menahan rasa sakit yang ia rasakan ketika sang Oma sedang mengobati pergelangan tangannya yang dicengkram kuat habis-habisan oleh David."Apa terasa sangat sakit, Liam?" Tanya Anne seraya meniup-niup lengan Liam setelah diobati."Tidak sakit sama sekali kok, Oma. Daddy memegang tanganku begitu lembut. Kulit Liam putih jadi merah deh, Hihi." Ujar Liam seraya memamerkan deretan gigi susunya yang begitu terawat.Anne pun terenyuh mendengar jawaban Liam yang sudah dipastikan berbohong. Tangan Anne mengusap lembut pipi kanan Liam dan tersenyum tipis."Jangan sedih, Oma. Liam tadi hanya kaget jadi nangis deh. Tapi lihat, sekarang Liam sudah tidak menangis lagi kan? Oma jangan menatap Liam seperti itu." Ujar Liam yang tidak suka melihat tatapan sedih dari Anne."Ikut Oma pergi ke rumah lama Oma dan Opa, kita tinggal berdua disan
Di salah satu TK internasional ternama di Jakarta, bocah laki-laki itu tampak tak peduli ketika teman-temannya kembali mengejeknya dan mengatakan jika dirinya tidak memiliki orangtua karena memang David sama sekali tidak pernah menginjakkan kakinya di sekolah lama maupun sekolah baru Liam. Tak jarang Liam dikatain oleh teman-teman seumurannya, ia bahkan lebih memilih menyendiri dan tak mau berteman dengan siapapun karena terlalu takut diejek.Tidak seperti hari biasanya, Liam kali ini benar-benar terlihat tak bersemangat. Sejak datang ke kelas ia bahkan menyembunyikan wajahnya diatas kedua tangannya yang dilipat diatas meja."Pagi anak-anak." Sapa salah satu guru kesayangan anak-anak dikelas tersebut."Pagi Miss Mila." Sahut seluruh anak-anak kecuali Liam yang enggan melakukan apapun saat ini."Seperti yang Miss Mila katakan minggu lalu, hari ini kita kedatangan Miss baru untuk menggantikan Miss Mila mengajar dikelas ini karena Miss Mila harus pindah ke k
Miss Mia pun semakin panik ketika menyadari Liam sudah tidak sadarkan diri dalam pelukannya. Tanpa menunggu lama lagi ia segera menggendong Liam dan pamit pada anak-anak yang lain untuk membawa Liam menuju ruang kesehatan di sekolah tersebut.Karena Dokter yang seharusnya selalu standby di sekolah untuk berjaga itu sedang berhalangan hadir, kepala sekolah pun langsung menyuruh kepala tata usaha untuk mencoba menghubungi orang tua dari Liam. Mereka menghubungi nomor David yang ditulis di nomor prioritas sebagai orang tua Liam, namun tak kunjung diangkat hingga ketiga kalinya. Hingga akhirnya kepala tata usaha itu mencoba menghubungi nomor kedua dalam daftar diri Liam yang merupakan nomor yang terhubung langsung dengan telepon di mansion."Halo, dengan siapa saya berbicara?" Jawab Anne."Halo, saya perwakilan dari tata usaha tempat Liam bersekolah ingin memberi kabar jika Liam sedang tidak sadarkan diri saat ini. Dokter yang bertugas di sekolah sedang berhal
- DG COMPANY -David yang baru saja menyelesaikan meeting itu dengan beberapa kolega pentingnya itu pun terkejut ketika melihat notifikasi panggilan yang begitu banyak dari sekolah Liam dan juga sang mama. Ia pun segera membuka beberapa pesan yang dikirimkan oleh Anne.• David kau dimana? Liam tidak sadarkan diri di sekolah dan dilarikan ke rumah sakit •• Liam berada di rumah sakit terdekat dengan sekolahnya. Tolong datang jika kau tidak terlalu sibuk •• Liam demam dan sedikit mengalami stress ringan karena akhir-akhir ini terlalu berpikir berlebihan, bisakah mama menyalahkanmu atas penyebab sakitnya Liam? •• Putramu sakit, tolong pulang lebih awal. Mama sudah membawanya pulanh ke mansion •• Jangan memarahi Liam, tapi dia berkata jika dia baru saja bertemu dan memeluk mommy sebelum tidak sadarkan diri. Mama pikir Liam bermimpi tapi sepertinya Liam hanya berhalusinasi. Mungkin dia terlalu merin
Anne semakin khawatir karena ternyata Liam tidak kunjung membuka pintu kamarnya yang terkunci. Mau tak mau, ia pun segera meminta bantuan maid untuk mencarikannya kunci duplikat kamar Liam itu. Setelah berhasil menemukan kuncinya, tanpa mengetuk kembali Anne pun membuka pintu kamar Liam. Namun, sayangnya tetap tidak bisa karena kunci yang berada didalam masih menggantung di lubang kunci pintu kamar tersebut."Liam, waktumu sudah habis. Ayo buka pintunya dan makan siang. Daddy bisa marah jika kau tidak makan siang, Liam. Oma mohon buka pintunya..." Ujar Anne sambil mengetuk-ngetuk pintu kamar cucunya itu."Liam, Oma minta maaf jika membuatmu kesal. Tapi Oma hanya ingin kau sembuh terlebih dahulu. Kau dengar ucapan Miss Mila dan Kepala sekolah tadi, kan? Liam harus banyak istirahat dan cepat sembuh baru deh boleh datang ke sekolah lagi." Bujuk Anne yang memang mengetahui jika Liam kesal karena ia menolak permintaannya untuk kembali ke sekolah."Liam, Oma harus mel