Anne semakin khawatir karena ternyata Liam tidak kunjung membuka pintu kamarnya yang terkunci. Mau tak mau, ia pun segera meminta bantuan maid untuk mencarikannya kunci duplikat kamar Liam itu. Setelah berhasil menemukan kuncinya, tanpa mengetuk kembali Anne pun membuka pintu kamar Liam. Namun, sayangnya tetap tidak bisa karena kunci yang berada didalam masih menggantung di lubang kunci pintu kamar tersebut.
"Liam, waktumu sudah habis. Ayo buka pintunya dan makan siang. Daddy bisa marah jika kau tidak makan siang, Liam. Oma mohon buka pintunya..." Ujar Anne sambil mengetuk-ngetuk pintu kamar cucunya itu.
"Liam, Oma minta maaf jika membuatmu kesal. Tapi Oma hanya ingin kau sembuh terlebih dahulu. Kau dengar ucapan Miss Mila dan Kepala sekolah tadi, kan? Liam harus banyak istirahat dan cepat sembuh baru deh boleh datang ke sekolah lagi." Bujuk Anne yang memang mengetahui jika Liam kesal karena ia menolak permintaannya untuk kembali ke sekolah.
"Liam, Oma harus melakukan apa agar dimaafkan olehmu? Oma hanya ingin kau makan lalu minum obat. Kau ingin cepat kembali bersekolah, bukan? Makanya ayo keluar dan kita makan siang bersama. Kepala koki memasak nugget ayam berbentuk roket loh. Ayo keluar, Liam." Ucap Anne yang terus berusaha membujuk Liam.
"Liam---"
*Ceklek*
Anne pun tersenyum dan bernapas lega ketika Liam membukakan pintu dan berdiri dengan lesu dihadapannya. Anne mengubah posisinya menjadi menyamakan tingginya dengan Liam dan membelai lembut pipi cucunya itu yang masih terasa sedikit panas.
"Mau susu." Rengek Liam yang dianggukki oleh Anne.
"Ayo kita masuk kamar Liam saja. Kita hubungi Bibi Susi agar membuatkan Liam susu dan membawakan makan siang untuk Liam ya?"
Liam hanya mengangguk saja dan berjalan pelan menuju kasurnya. Ia hanya menatap sang Oma yang sedang menggunakan telepon di kamarnya yang terhubung ke telepon di dapur sana. Memang setiap ruangan mansion ini memiliki telepon khusus untuk menghubungkannya dengan para supir, koki, maid ataupun bodyguard agar cepat menghampirinya ketika membutuhkan sesuatu yang mendesak.
Setelah menghubungi maid, Anne pun kembali menghampiri cucunya yang masih tertunduk lemas.
"Liam, Oma minta maaf. Oma bukannya tidak ingin menuruti permintaan Liam, hanya saja kondisi Liam sedang tidak memungkinkan untuk kembali ke sekolah. Memangnya di sekolah ada apa? Bukankah semuanya terlihat sama saja?" Tanya Anne.
"Mommy." Jawab Liam yang membuat Anne menghela napasnya.
"Liam rindu mommy?" Liam pun menganggukkan kepalanya.
"Liam mau bertemu mommy?" Bocah tampan itu kembali menganggukkan kepalanya.
"Liam mau pergi ke makam mommy?" Liam pun mendongakkan kepalanya menatap Anne. Bukan itu yang ia inginkan saat ini. Liam ingin menemui mommy-nya di sekolah. Namun, Liam kembali menundukkan kepalanya saat tersadar jika sang mommy sudah meninngal sejak lama.
"Nanti sore, Kita akan pergi ke makam mommy. Bagaimana?" Liam menggeleng pelan. Ia tidak ingin lagi pergi kesana karena takut David akan kembali memarahinya.
Liam pun langsung menidurkan tubuhnya dan memeluk guling kesayangannya itu.
"Oma akan pastikan jika Daddy tidak akan memarahimu. Liam bisa bertemu mommy---"
Liam menggelengkan kepalanya berkali-kali. Ia hanya ingin memeluk sang mommy seperti yang tadi ia lakukan. Rasa nyaman dan penuh aman itu hadir ketika Liam memeluk sosok mommy-nya.
"Hiks...Mommy..." Isak Liam.
"Liam ayo kita ke ruang bioskop mini di lantai dasar, Oma akan putarkan video dokumentasi mommy dan daddy. Bagaimana? Liam mau sambil makan disana?" Tanya Anne yang lagi-lagi dibalas gelengan kepala oleh Liam.
Anne pun menatap sedih cucunya. Ia bingung karena entah kenapa hari ini Liam terlalu mengingat Luna hingga seperti ini. Padahal biasanya jika ia sedang merindukan Luna, Liam hanya meminta Anne untuk memutarkan video dokumentasi itu dan setelah itu Liam akan kembali ceria seperti semula.
***Malam Harinya.Liam terperanjat kaget ketika pintu kamarnya dibuka secara kasar. Ia pun tersenyum ketika melihat sang daddy memasukki kamarnya setelah sekian lama.
"Bangun! Cepat pergi ke ruang makan dan makan malam disana!" Tegas David yang kemudian langsung beranjak keluar, namun Liam segera menahannya.
"Daddy, Liam lemas. Liam makan disini saja." Rengek Liam namun David segera menepis tangan Liam dan menatap Liam dengan tatapan tajamnya.
"Kamar tidur bukanlah tempat untuk makan. Kau hanya demam jadi tak ada alasan apapun untuk tidak turun ke ruang makam untuk makan malam. Cepat jalan dan jangan membuat energiku yang terpakai untuk ke kamarmu itu terbuang sia-sia." Liam pun segera berdiri disamping David dan mengenggam erat tangan David seraya tersenyum manis.
"Untuk kali ini kau aku izinkan untuk menyentuhku, huh semoga saja tidak ada kesialan yang akan aku dapatkan setelah ini." Ujar David yang membuat Liam tersenyum senang karena ia diizinkan untuk menggandeng tangan David menuju meja makan.
"Daddy, hari ini Liam melihat mommy. Liam juga memeluk mommy. Mommy terlihat cantik jika dilihat langsung." Cerita Liam yang membuat langkah David terhenti ketika menuruni anak tangga.
"Dengar! Jangan banyak bicara mengenai omong kosong atau halusinasimu yang berlebihan. Istriku tidak akan sudi menemuimu atau bahkan dipeluk oleh tangan kotormu itu." Ucap David dengan kasarnya.
"Tangan Liam bersih kok daddy. Liam juga tidak membuat baju mommy kotor. Mommy juga memeluk Liam. Mommy wangi sekali dan Liam suka. Liam mau memeluk mommy lagi nanti. Oh iya, Liam tidak mimpi daddy." Ujar Liam yang mencoba meyakinkan David.
"Berhenti bicara! Cepat jalan ke bawah!" Perintah David yang tidak ingin mendengar ucapan Liam lebih banyak lagi.
"Daddy pasti sangat mencintai mommy karena mommy cantik ya? Hihi, sama Liam juga." Bocah laki-laki itu seakan tak mendengar perintah David untuk berhenti bicara, ia senang membicarakan tentang mommy.
"Dengar, jika kau tidak berhenti bicara aku tidak akan segan mendorongmu hingga terguling ke bawah sana!" Ancam David yang membuat Liam memeluk erat lengan David dan menggelengkan kepalanya.
"No Daddy, Liam takut..." Cicit Liam yang semakin mengeratkan pelukannya pada David.
David pun hanya memandang malas putranya dan berjalan cepat menuruni anak tangga hingga membuat Liam seperti terseret olehnya. Namun, tentu ini berbeda dengan yang David lakukan pada Liam semalam.
Liam yang sejak pagi murung itu mendadak bahagia kembali ketika sang Daddy menghampirinya ke kamar dan mengizinkan dirinya untuk menggandeng tangan menuju ruang makan. Liam bahkan seakan melupakan rasa sedih dan kecewanya atas penolakan David semalam ataupun tadi pagi.
Anne yang melihat David mau berdekatan dan bersentuhan dengan Liam cukup lama itu pun melebarkan senyumannya. Meskipun itu semua karena paksaan darinya, namun Anne yakin jika David tetap memiliki rasa kasih sayang yang murni sebagai sosok seorang daddy pada anaknya.
2 Hari Kemudian.Ketika bangun tidur Liam begitu semangat karena akhirnya hari ini ia mendapatkan izin dari sang Oma untuk berangkat ke sekolah setelah 2 hari hanya berdiam diri di kamar. Padahal sejak kemarin Liam sudah merasa baik-baik saja dan ingin sekali pergi ke sekolah untuk memastikan sesuatu yang hingga saat ini masih sangat menganggu pikirannya. Liam merasa sedang tidak bermimpi namun David dan Anne selalu kekeh dan menegaskan jika Liam hanyalah bermimpi atau halusinasi karena terlalu merindukan Luna. Bahkan selama sakit, Anne membiarkan Liam untuk terus menonton video dokumentasi itu, padahal biasanya Anne hanya mengizinkan Liam menonton video itu sebulan tiga kali tanpa sepengetahuan David."Good morning, Oma." Sapa Liam dengan senyum manis miliknya."Morning cucu tampan, Oma." Balas Anne seraya mengecup singkat pipi Liam.Liam pun mengedarkan pandangannya seakan mencari sang Daddy yang tumben sekali belum turun dan duduk di kursi meja makanny
Mia pun segera memangku Liam. Tangannya bahkan terulur mengusap air mata Liam. Entahlah, ia justru merasa bersalah karena menjadi penyebab salah satu muridnya ini menangis sedih seperti ini. Ia pun menarik lembut tubuh Liam kedalam pelukannya dan mengusap punggung Liam dengan penuh kasih sayang."Maaf..." Bisik Mia. "Maafkan Miss Mia, Liam..." Lanjutnya seraya mengusap kepala Liam.Tangis Liam pun semakin menjadi ketika ia dipeluk oleh sang guru pengganti itu. Harapannya untuk dipeluk oleh mommynya seakan menjadi kenyataan saat ini. Liam sangat bahagia dan tidak ingin melepaskan pelukan Mia sama sekali."Jangan pergi lagi, Mommy. Jangan meninggalkan Liam dan Daddy. Liam dan Daddy butuh mommy." Ucap Liam yang menenggelamkan wajahnya didada Mia. Liam benar-benar takut untuk ditinggalkan kedua kalinya oleh sang mommy.Mia hanya terdiam. Ia tidak tahu harus merespon apa. Pikirannya masih kacau dan tidak mengerti situasi yang sedang terjadi saat ini.Li
Bel pulang sekolah telah berbunyi, anak-anak pun berlarian keluar kelas menghampiri orang tua mereka yang sudah menunggu didepan sekolah untuk menjemputnya. Tak sedikit juga yang dijemput oleh baby sitter dan supir seperti Liam biasanya.Tidak seperti hari biasanya, Liam memilih tetap tinggal di kursinya seraya menatap Mia yang masih membereskan buku dan alat tulisnya di meja guru. Mia yang menyadari masih ada seseorang yang berada di kelas selain dirinya pun terkejut dan menggelengkan kepalanya melihat Liam yang ternyata menunggunya. Mia pun segera menghampiri Liam yang ternyata menyambutnya dengan senyuman manis dilengkapi lesung pipi."Kenapa belum keluar kelas, Liam? Apa jemputan Liam belum datang?" Tanya Mia."Liam menunggu mommy." Jawab Liam yang membuat Mia sedikit meringis karena masih merasa aneh dipanggil mommy oleh anak yang bukan anaknya. Terlebih Ia belum menikah, mungkin jika kekasihnya tau ada sosok anak kecil yang memanggilnya dengan panggi
Anne tampak begitu tidak percaya dengan apa yang ia lihat saat ini. Sosok yang begitu mirip dengan mendiang menantunya ada dihadapannya dan tidak ada perbedaan sedikitpun diantara mereka berdua. Bahkan dari cara berbicara dan tersenyum mereka sama. Keduanya seperti duplikat yang susah dibedakan."Oma, mommy tidak mau ikut pulang bersama Liam. Padahal Liam mau mommy ikut pulang bersama kita dan akan membuat daddy bahagia lagi seperti di video itu. Daddy selalu terlihat bahagia ketika bersama mommy, tapi kenapa mommy tinggal di rumah yang berbeda dengan kita sekarang?" Ujar Liam yang membuat Anne mengalihkan pandangannya kearah cucunya.Kepalanya benar-benar berdenyut pusing saat ini, ia seperti melihat sosok Luna kembali dihadapannya. Namun, Anne sadar jika sosok dihadapannya ini bukanlah menantunya melainkan orang lain yang merupakan guru baru di sekolah Liam."Jadi Liam tidak berbohong ketika mengatakan ia tidak bermimpi saat ketemu sang mommy. Liam pasti kelir
"Dari awal pun sudah aneh, kenapa juga Liam terus memanggilmu mommy. Kau tau, mommy kandungnya Liam itu sudah meninggal setelah melahirkan Liam. Tapi tidak biasanya Liam sampai memanggil orang lain dengan panggilan mommy ketika ia merindukan mommy-nya. Aku sering kali bertanya dan memergoki Liam yang diam sendiri merindukan sang mommy, namun dia tidak pernah memanggilku ataupun guru lain sebagai mommy."WHATT?!!"Mila mendelik tajam kearah Mia yang menurutnya respon Mia terlalu berlebihan hingga berteriak seperti itu."Tunggu, apa katamu barusan? Mommy Liam sudah meninggal setelah ia melahirkan Liam?" Tanya Mia dan Mila pun menganggukkan kepalanya karena memang informasi itu bukan lagi rahasia di sekolah ini."Astaga!" Kedua mata Mia terbelalak lebar, tangannya bahkan spontan membekap mulutnya ketika memikirkan ucapan Liam tadi lalu ditambah dengan penjelasan baru dari Mila."Jangan katakan jika daddy Liam menyalahkan kehadiran Liam yang membuat is
Anne pun menghampiri Liam yang tengah memunggunginya. Anne sadar jika ucapannya mungkin membuat Liam sedih dan kecewa. Namun, Anne hanya tidak ingin Liam keliru terlalu lama mengenai sosok yang sangat mirip dengan mommy kandungnya itu. Terlebih ia sudah bisa menebak jika Liam bersemangat cerita kepada David mengenai hal ini mungkin akan berakhir Liam yang kembali disakiti oleh ucapan kasar ataupun sikap kejam dari David. Sungguh, Anne tidak ingin hal itu sampai terjadi."Jangan menyentuh, Liam!" Tegas Liam ketika bahunya disentuh oleh Anne."Liam sayang, Oma tidak bermaksud membuat Liam sedih. Tapi---""Oma tidak sayang mommy! Oma jahat!" Marah Liam.Anne pun menghembuskan napas beratnya, ini akan sedikit sulit untuk menjelaskannya pada Liam."Sekarang Oma tanya deh, nama mommy Liam itu siapa?" Tanya Anne. Namun, Liam terdiam dan enggan menjawab."Nama mommy Liam kan mommy Luna. Sementara tadi yang Liam panggil mommy itu namanya Miss Mia. Be
David hanya menghembuskan napas beratnya, entah kenapa hatinya sedikit tersentuh mendengar permintaan Liam yang terdengar begitu lirih saat ini. Tatapan tajamnya bahkan berubah menjadi tatapan sendunya. Ia ingin sekali memeluk putranya, namun ia tidak bisa melakukannya. Hatinya terasa masih sangat marah dan menyalahkan Liam atas segalanya yang terjadi pada Luna. Melihat wajah Liam selalu membuat David teringat Luna dan itu membuat rasa benci dan enggan berlama-lama dengan Liam itu semakin tinggi."Harapanmu terlalu jauh dan bahkan tidak akan bisa dicapai hingga kapanpun. Masuklah ke kamar dan berhentilah membuatku emosi." Ujar David seraya melepaskan cekalannya pada pergelangan tangan Liam.Liam pun menatap sendu sang daddy. Ia menarik-narik tangan David agar tubuh David sedikit menunduk. Entah apa yang terjadi, David pun dengan mudahnya mencondongkan tubuhnya mendekati Liam. Tanpa bisa dicegah sedikitpun Liam mengecup sayang pipi David dan segera menjauhkan tubuhnya d
Senyum Mia pun langsung merekah ketika melihat anak laki-laki kesayangannya itu sedang celingukkan mencari dirinya. Ya, Mia sangat yakin jika Liam mencarinya. Lagipula siapa lagi yang akan Liam cari selain Miss Mia yang ia anggap mommy-nya itu. Liam memang terkenal dikalangan beberapa guru, namun Liam sendiri tidak mengenal guru manapun selain Miss Mia dan Miss Mila yang pernah mengajar dikelasnya.Mia pun segera beranjak membawa tasnya dan menghampiri Liam. Senyum Liam pun seketika melebar ketika melihat sang mommy kini sedang berjongkok dihadapannya. Ia pun dengan cepat mengecup pipi Mia dan hal itu sontak saja membuat Mia membukatkan matanya. Pasalnya mereka masih di lingkungan sekolah, terlebih saat ini adalah di depan ruang guru."Mom---"Mia pun segera meletakkan jari telunjuknya dibibir Liam seraya menggelengkan kepalanya. Liam yang sudah paham pun menganggukkan kepalanya. Ia memang terkadang tidak bisa mengontrolnya dan selalu keceplosan."Hihi, L