Liam dan Anne pun spontan menantap kearah David yang tumben sekali sudah pulang. Padahal biasanya pria itu sampai rumah sekitar jam 9 atau jam 10 malam. David memang sengaja pulang larut karena ia enggan bertemu putranya.
Raut ekspresi Liam pun mendadak sedih ketika permintaannya kembali ditolak oleh sang Daddy. Padahal harapan bisa bermain di Taman sudah ada diangan-angannya.
"David, tidak apa-apa sesekali mengajak Liam bermain di Taman bersama anak-anak seumurannya. Liam juga perlu mengenal dunia luar dan itu bagus untuk tumbuh kembangnya." Bela Anne.
"Kubilang tidak, ya tidak! Anak itu terlalu banyak membawa kesialan jadi lebih baik berdiam diri di mansion daripada membuat kacau dan masalah." Ujar David seraya menatap benci Liam.
Liam yang takut ditatap seperti itu oleh David memilih menundukkan kepalanya seraya memainkan jari-jari tangannya.
"Tidak bisakah kau membuka matamu lebar-lebar? Anakmu tidak pernah membawa kesialan bagi siapapun. Lihat mama! Mama yang selalu berada didekatnya setiap saat tetap baik-baik saja, mama justru merasa bahagia jika berdekatan dengan Liam. Begitupun dengan seluruh penghuni mansion disini, jadi berhentilah mengatakan hal buruk mengenai putramu sendiri!" Marah Anne yang lepas kendali. Padahal disana masih ada Liam yang mendengarkan.
"ANAK ITU MEMBUAT ISTRIKU MENINGGALKANKU! DIA MEMBUAT LUNA MENINGGAL! DIA ANAK---"
*plakkkk*
Anne benar-benar hilang kendali, ia tidak mengerti lagi dengan jalan pikiran David yang terlalu buntu itu mengenai Liam.
"Lihat anak sialan! Gara-gara kau, mama menamparku untuk yang pertama kalinya. Kau memang pembawa sial! Pergi kau dari sini!" Liam pun terperanjat ketika David menyeretnya dengan kasar dan cepat menuju luar mansion.
Anne pun panik dan segera menyusul David yang dengan begitu mudahnya menyeret Liam tanpa rasa kasihan sedikitpun.
"PERGI DARI HIDUPKU!"
"KAU YANG SEHARUSNYA MATI!"
"KAU TIDAK SEHARUSNYA BERADA DI DUNIA INI!"
"DASAR ANAK SIALAN!"
"KELUAR KAU! MENJAUHLAH DARI KELUARGAKU!"
Liam pun sudah menangis ketakutan melihat David yang kembali marah besar padanya. Ia bahkan tidak mempedulikan rasa sakit akibat cengkraman David pada lengan kecilnya yang begitu kuat dan perih.
"Daddy lepaskan aku..."
"Daddy maaf..."
"Liam tidak mau main ke taman bermain, Daddy..."
"Liam akan menurut, Daddy..."
"Hiks...Hiks...Hiks, Daddy tangan Liam sakit..."
"Maaf...Maaf...Maaf..."
"Mommy hiks...tolong Liam..."
Tangisan Liam sudah tersedu-sedu membuat siapapun yang mendengarnya pasti akan merasa iba. Bocah laki-laki itu diseret kuat oleh daddy kandungnya sendiri hingga ke depan gerbang utama mansion. Tak ada satupun yang berani mengejar ataupun menghentikan tindakan David. Mereka semua diam-diam menyaksikan dan ikut merasa sedih. Namun para maid, supir, bodyguard, koki pun tak ada yang berani menolong Tuan mudanya yang sedang disiksa Tuan besar mereka.
Kecuali Anne, wanita paruh baya itu berteriak dan menangis melihat putranya memperlakukan cucunya dengan begitu buruk. Larinya bahkan sudah tertatih-tatih mengejar David yang menyeret Liam. Jarak pintu dan gerbang utama lumayan jauh hingga membuat Anne sedikit kelelahan. Namun ia tak menyerah, Anne harus menolong cucunya. David tidak boleh menyakiti Liam lebih parah lagi.
"BERHENTI MEMANGGIL ISTRIKU DENGAN SEBUTAN MOMMY! DIA BUKAN MOMMYMU! AKU BAHKAN TIDAK SUDI MENJADI DADDYMU!"
"JIKA AKU TAHU LEBIH AWAL KAU AKAN MEMBUAT ISTRIKU PERGI, MAKA AKU TIDAK AKAN MENGIZINKAN KAU HADIR DI DUNIA INI!"
"KAU YANG SEHARUSNYA PERGI!"
"ARGGHHH ANAK PEMBAWA SIAL!"
"KENAPA DARAHKU HARUS MENGALIR DALAM TUBUHMUUUUU!"
Liam benar-benar lemas, tenaganya seakan menghilang hingga akhirnya ia hanya pasrah diperlakukan apapun oleh sang Daddy. Hati kecilnya selalu membuatnya kuat dan mengatakan jika Daddy-nya sangatlah mencintai dirinya. Liam bahkan tersenyum samar menatap wajah David yang dipenuhi amarah saat ini.
"Berhentilah menyiksa putraku, David! Kau jahat! Kau tega menyakiti darah dagingmu sendiri? Hentikan David, dia putraku, anak kita. Kenapa kau melupakan janjimu, David? Kenapa kau membuat anak kita menangis? Kumohon hentikan, David..."
Tindakan David yang hendak mendorong kasar Liam ke luar gerbang utama itu pun mendadak terhenti. Tubuhnya membeku ketika suara yang sangat ia kenal dan rindukan itu menyapa indera pendengarannya. Ya, suara Luna baru saja terdengar seakan menyadarkan David atas perbuatan jahatnya.
Tubuh David bergetar, ia melepaskan tangannya dari tangan kecil Liam. Sorot matanya seakan mencari-cari sumber suara yang baru saja memperingati dirinya.
"Luna..." Lirih David.
"Luna sayang, kau dimana? Munculah, aku merindukanmu. Kumohon aku tidak bisa...aku tidak bisa menepati janji itu, aku membencinya...sangat membencinya. Dia yang membuatmu pergi meninggalkanku..." Lanjut David yang benar-benar terdengar lirih dan terus mencari-cari suara Luna yang terdengar jelas itu.
"Liammm!" Anne pun langsung meraih tubuh Liam dan menjauhkannya dari David yang seperti orang tak sadar mencari dan memanggil-manggil Luna.
Liam memeluk erat Anne. Tubuh mungilnya bergetar kuat karena rasa takut yang luar biasa itu.
"Hiks...Hiks...Hiks...Oma..."
Hati Anne terasa remuk mendengar tangisan sedih cucu kesayangannya itu. Terlebih setelah melihat David saat ini, ia bingung harus melakukan apa agar David bisa menyadari jika ini semua takdir yang kuasa dan bukanlah kesalahan Liam.
"Ayo kita masuk, Liam." Ajak Anne. Namun, Liam segera melepaskan pelukannya dan berjalan mendekati sang Daddy.
"LUNAAAAAA KEMBALILAHHHH!!!" Teriak David seraya menjambak kuat rambutnya. Tubuhnya bahkan ambruk ke tanah diiringi rasa tangis dan sesak yang bersamaan itu.
"Daddy, ayo kita masuk ke dalam..." Ajak Liam dengan pelan. Sejujurnya Liam masih merasa takut dengan David, namun disisi lain ia juga tidak ingin meninggalkan David berlama-lama diluar.
"Daddy ayo masuk~" Liam pun perlahan memegang tangan David namun langsung ditepis kasar oleh David hingga membuat tubuh Liam mundur beberapa langkah.
"Liam sayang, ayo masuk duluan sama Oma! Jangan pedulikan daddy untuk saat ini. Biarkan Daddy melakukan apapun yang dia inginkan. Ayo Liam kita masuk!" Bujuk Anne.
Liam pun menggelengkan kepalanya dan kembali mendekati David. Ia berjongkok tepat dihadapan David dan menatap sedih sang Daddy.
"Daddy, ayo kita masuk. Daddy nanti bisa sakit kalau terlalu lama diluar. Ini sudah malam, Daddy. Ayo masuk---"
"MENJAUHLAH DARIKU BOCAH SIALAN!" Bentak David seraya mendorong kuat hingga Liam terlentang diatas tanah.
"DAVID CUKUP!" Teriak Anne yang segera menghampiri Liam.
"Kau benar-benar keterlaluan, David. Mama sama sekali tidak mengenalimu sebagai putra mama. Mama bahkan tidak pernah merasa pernah melahirkan putra kejam seperti dirimu!" David hanya terdiam mendengar ocehan dari sang Mama.
Anne pun segera menggendong Liam dan beranjak pergi meninggalkan David sendirian.
"Oma, Daddy---" Tangan Liam terulur melambaik kearah David yang posisinya sedang membelakanginya.
"Biarkan saja, Liam. Jangan pedulikan Daddy sementara waktu! Dia telah berbuat kasar padamu, jadi jangan pedulikan daddy!" Tegas Anne namun Liam menggelengkam kepalanya berkali-kali dan terus memanggil-manggil David agar masuk ke dalam bersamanya.
"Daddy..."
Didalam kamar yang bernuansa serba biru itu, Liam menunduk menahan rasa sakit yang ia rasakan ketika sang Oma sedang mengobati pergelangan tangannya yang dicengkram kuat habis-habisan oleh David."Apa terasa sangat sakit, Liam?" Tanya Anne seraya meniup-niup lengan Liam setelah diobati."Tidak sakit sama sekali kok, Oma. Daddy memegang tanganku begitu lembut. Kulit Liam putih jadi merah deh, Hihi." Ujar Liam seraya memamerkan deretan gigi susunya yang begitu terawat.Anne pun terenyuh mendengar jawaban Liam yang sudah dipastikan berbohong. Tangan Anne mengusap lembut pipi kanan Liam dan tersenyum tipis."Jangan sedih, Oma. Liam tadi hanya kaget jadi nangis deh. Tapi lihat, sekarang Liam sudah tidak menangis lagi kan? Oma jangan menatap Liam seperti itu." Ujar Liam yang tidak suka melihat tatapan sedih dari Anne."Ikut Oma pergi ke rumah lama Oma dan Opa, kita tinggal berdua disan
Di salah satu TK internasional ternama di Jakarta, bocah laki-laki itu tampak tak peduli ketika teman-temannya kembali mengejeknya dan mengatakan jika dirinya tidak memiliki orangtua karena memang David sama sekali tidak pernah menginjakkan kakinya di sekolah lama maupun sekolah baru Liam. Tak jarang Liam dikatain oleh teman-teman seumurannya, ia bahkan lebih memilih menyendiri dan tak mau berteman dengan siapapun karena terlalu takut diejek.Tidak seperti hari biasanya, Liam kali ini benar-benar terlihat tak bersemangat. Sejak datang ke kelas ia bahkan menyembunyikan wajahnya diatas kedua tangannya yang dilipat diatas meja."Pagi anak-anak." Sapa salah satu guru kesayangan anak-anak dikelas tersebut."Pagi Miss Mila." Sahut seluruh anak-anak kecuali Liam yang enggan melakukan apapun saat ini."Seperti yang Miss Mila katakan minggu lalu, hari ini kita kedatangan Miss baru untuk menggantikan Miss Mila mengajar dikelas ini karena Miss Mila harus pindah ke k
Miss Mia pun semakin panik ketika menyadari Liam sudah tidak sadarkan diri dalam pelukannya. Tanpa menunggu lama lagi ia segera menggendong Liam dan pamit pada anak-anak yang lain untuk membawa Liam menuju ruang kesehatan di sekolah tersebut.Karena Dokter yang seharusnya selalu standby di sekolah untuk berjaga itu sedang berhalangan hadir, kepala sekolah pun langsung menyuruh kepala tata usaha untuk mencoba menghubungi orang tua dari Liam. Mereka menghubungi nomor David yang ditulis di nomor prioritas sebagai orang tua Liam, namun tak kunjung diangkat hingga ketiga kalinya. Hingga akhirnya kepala tata usaha itu mencoba menghubungi nomor kedua dalam daftar diri Liam yang merupakan nomor yang terhubung langsung dengan telepon di mansion."Halo, dengan siapa saya berbicara?" Jawab Anne."Halo, saya perwakilan dari tata usaha tempat Liam bersekolah ingin memberi kabar jika Liam sedang tidak sadarkan diri saat ini. Dokter yang bertugas di sekolah sedang berhal
- DG COMPANY -David yang baru saja menyelesaikan meeting itu dengan beberapa kolega pentingnya itu pun terkejut ketika melihat notifikasi panggilan yang begitu banyak dari sekolah Liam dan juga sang mama. Ia pun segera membuka beberapa pesan yang dikirimkan oleh Anne.• David kau dimana? Liam tidak sadarkan diri di sekolah dan dilarikan ke rumah sakit •• Liam berada di rumah sakit terdekat dengan sekolahnya. Tolong datang jika kau tidak terlalu sibuk •• Liam demam dan sedikit mengalami stress ringan karena akhir-akhir ini terlalu berpikir berlebihan, bisakah mama menyalahkanmu atas penyebab sakitnya Liam? •• Putramu sakit, tolong pulang lebih awal. Mama sudah membawanya pulanh ke mansion •• Jangan memarahi Liam, tapi dia berkata jika dia baru saja bertemu dan memeluk mommy sebelum tidak sadarkan diri. Mama pikir Liam bermimpi tapi sepertinya Liam hanya berhalusinasi. Mungkin dia terlalu merin
Anne semakin khawatir karena ternyata Liam tidak kunjung membuka pintu kamarnya yang terkunci. Mau tak mau, ia pun segera meminta bantuan maid untuk mencarikannya kunci duplikat kamar Liam itu. Setelah berhasil menemukan kuncinya, tanpa mengetuk kembali Anne pun membuka pintu kamar Liam. Namun, sayangnya tetap tidak bisa karena kunci yang berada didalam masih menggantung di lubang kunci pintu kamar tersebut."Liam, waktumu sudah habis. Ayo buka pintunya dan makan siang. Daddy bisa marah jika kau tidak makan siang, Liam. Oma mohon buka pintunya..." Ujar Anne sambil mengetuk-ngetuk pintu kamar cucunya itu."Liam, Oma minta maaf jika membuatmu kesal. Tapi Oma hanya ingin kau sembuh terlebih dahulu. Kau dengar ucapan Miss Mila dan Kepala sekolah tadi, kan? Liam harus banyak istirahat dan cepat sembuh baru deh boleh datang ke sekolah lagi." Bujuk Anne yang memang mengetahui jika Liam kesal karena ia menolak permintaannya untuk kembali ke sekolah."Liam, Oma harus mel
2 Hari Kemudian.Ketika bangun tidur Liam begitu semangat karena akhirnya hari ini ia mendapatkan izin dari sang Oma untuk berangkat ke sekolah setelah 2 hari hanya berdiam diri di kamar. Padahal sejak kemarin Liam sudah merasa baik-baik saja dan ingin sekali pergi ke sekolah untuk memastikan sesuatu yang hingga saat ini masih sangat menganggu pikirannya. Liam merasa sedang tidak bermimpi namun David dan Anne selalu kekeh dan menegaskan jika Liam hanyalah bermimpi atau halusinasi karena terlalu merindukan Luna. Bahkan selama sakit, Anne membiarkan Liam untuk terus menonton video dokumentasi itu, padahal biasanya Anne hanya mengizinkan Liam menonton video itu sebulan tiga kali tanpa sepengetahuan David."Good morning, Oma." Sapa Liam dengan senyum manis miliknya."Morning cucu tampan, Oma." Balas Anne seraya mengecup singkat pipi Liam.Liam pun mengedarkan pandangannya seakan mencari sang Daddy yang tumben sekali belum turun dan duduk di kursi meja makanny
Mia pun segera memangku Liam. Tangannya bahkan terulur mengusap air mata Liam. Entahlah, ia justru merasa bersalah karena menjadi penyebab salah satu muridnya ini menangis sedih seperti ini. Ia pun menarik lembut tubuh Liam kedalam pelukannya dan mengusap punggung Liam dengan penuh kasih sayang."Maaf..." Bisik Mia. "Maafkan Miss Mia, Liam..." Lanjutnya seraya mengusap kepala Liam.Tangis Liam pun semakin menjadi ketika ia dipeluk oleh sang guru pengganti itu. Harapannya untuk dipeluk oleh mommynya seakan menjadi kenyataan saat ini. Liam sangat bahagia dan tidak ingin melepaskan pelukan Mia sama sekali."Jangan pergi lagi, Mommy. Jangan meninggalkan Liam dan Daddy. Liam dan Daddy butuh mommy." Ucap Liam yang menenggelamkan wajahnya didada Mia. Liam benar-benar takut untuk ditinggalkan kedua kalinya oleh sang mommy.Mia hanya terdiam. Ia tidak tahu harus merespon apa. Pikirannya masih kacau dan tidak mengerti situasi yang sedang terjadi saat ini.Li
Bel pulang sekolah telah berbunyi, anak-anak pun berlarian keluar kelas menghampiri orang tua mereka yang sudah menunggu didepan sekolah untuk menjemputnya. Tak sedikit juga yang dijemput oleh baby sitter dan supir seperti Liam biasanya.Tidak seperti hari biasanya, Liam memilih tetap tinggal di kursinya seraya menatap Mia yang masih membereskan buku dan alat tulisnya di meja guru. Mia yang menyadari masih ada seseorang yang berada di kelas selain dirinya pun terkejut dan menggelengkan kepalanya melihat Liam yang ternyata menunggunya. Mia pun segera menghampiri Liam yang ternyata menyambutnya dengan senyuman manis dilengkapi lesung pipi."Kenapa belum keluar kelas, Liam? Apa jemputan Liam belum datang?" Tanya Mia."Liam menunggu mommy." Jawab Liam yang membuat Mia sedikit meringis karena masih merasa aneh dipanggil mommy oleh anak yang bukan anaknya. Terlebih Ia belum menikah, mungkin jika kekasihnya tau ada sosok anak kecil yang memanggilnya dengan panggi