Aku melirik ke arah Bisma. Kaget? Tentu saja. Sebelumnya aku belum pernah mendengar dia berucap sepanjang itu. Dan juga, untuk apa dia minta maaf? Seorang Bisma? CEO perusahaan properti itu minta maaf sama aku?
Tunggu! Benar juga ucapannya. Aku nggak punya alasan buat kesel sama dia sampai kayak gini. Soal perjodohan itupun, aku yakin dia tak mengerti apapun.
Aku rasa dia benar, dia berusaha baik padaku. Dia mau mengantar jemputku meski aku yakin pekerjaannya di kantor menumpuk. Dia juga sama sekali tak memarahiku setelah aku membanting pintu mobil mewahnya dua kali. Padahal aku yakin dia sangat menjaga mobilnya itu. Dia juga sabar menghadapiku yang selalu kasar padanya. Cara bicaranya pun sopan padaku. Padahal dia seorang CEO terhormat sementara aku hanya mahasiswi biasa.
Cukup lama terdiam, ternyata mobil Bisma sudah berhenti di halaman rumahku. Aku segera tersadar dari lamunanku.
Detik berikutnya, aku turun dari mobil, diikuti oleh Bisma. Bisma mengikuti langkahku hingga masuk rumah. Ia duduk di ruang tamu, bahkan sebelum aku mempersilahkannya.
"Lo...eh..kamu mau minum apa?" tanyaku kaku.
"Nggak usah. Aku nggak akan lama kok." Bisma.
Ibu muncul dari pintu penghubung antara ruang tamu dan ruang makan. Wajah beliau tampak ceria menyambut kedatanganku dan Bisma.
"Eh Nak Bisma..." ucap Ibuku ramah.
Bisma bangkit berdiri kemudian menyalami Ibuku.
Ibu menarikku untuk duduk di sampingnya, tepat di hadapan Bisma. Akupun menurut.
"Mau minum apa?" tanya Ibu pada Bisma.
"Saya kesini cuma mau mengantar Mawar saja, Tante. Saya harus segera kembali ke kantor. Jadi lebih baik tidak usah repot-repot." jawab Bisma sopan.
Entahlah. Semenjak ucapannya tadi, segala kesan burukku tentangnya hilang. Aku mulai belajar melihat sisi baik yang ada pada pria itu. Bagaimanapun dia sudah berusaha. Jadi apa salahnya jika aku menghargainya?
"Nggak istirahat disini dulu?" tanya ibu.
Bisma menggeleng.
"Maaf Tante, tapi kerjaan di kantor masih banyak. Masih mau nyiapin bahan meeting besok pagi juga." Bisma.
Aku manggut-manggut mendengar penjelasan Bisma.
"Eh! Em..kalo kamu besok pagi ada meeting nggak usah jemput aku!" sambungku
Bisma menoleh ke arahku kemudian tersenyum.
"Nggak papa. Masih sempat kok kalau cuma nganter ke kampus doang." Bisma.
Aku menggeleng cepat. Aduh!! Dia tidak tau saja jika aku suka ngaret. Aku nggak mau meetingnya gagal cuma gara-gara aku. Yang ada nanti dia ngomel-ngomel lagi.
"Eng..bukan gitu. Masalahnya aku nggak bisa berangkat pagi. Aku pasti ngaret." ujarku jujur.
Bisma terkekeh kecil, begitupun Ibu.
"Iya Nak Bisma, Mawar ini kalau pagi susah dibangunin. Dan kalau ngapa-ngapain lelet banget. Benar kata Mawar, mending besok Nak Bisma langsung ke kantor saja! Jangan sampai meeting Nak Bisma keganggu cuma karena Mawar." sambung Ibu.
Hufftt..entah kenapa aku jadi kesal. Kenapa Ibu harus menjelek-jelekkanku di depan Bisma sih?
Lagi, Bisma tersenyum. Ekspresinya masih sama seperti beberapa waktu lalu.
"Kamu taruh aja HP kamu di nakas. Besok pagi aku telfon buat bangunin kamu." Bisma.
"Eh!! Emang kamu punya nomorku?" kagetku.
Tentu saja. Aku tidak pernah merasa memberi taunya nomor handphoneku.
Bisma mengangguk sebagai jawaban pertanyaanku. Aku menyeritkan alisku, menatapnya bingung.
"Ibu yang kasih nomor kamu, Mawar. Biar kalian lebih mudah berkomunikasi." sambung Ibu.
Aku berpikir sejenak.
"Em...okay deh. Tapi kalau besok aku nggak bisa bangun ditinggal aja ya! Aku nggak mau bikin masalah di kerjaan kamu." ucapku. Bisma mengangguk.
"Em...yaudah Tante, Bisma pamit dulu ya. Masih mau ke kantor soalnya." pamit Bisma pada Ibuku.
Ibu mengangguk.
"Iya, Nak. Hati-hati ya! Makasih udah nganterin anak Tante dengan selamat." balas ibu sembari bersalaman dengan Bisma.
Aku dan Ibu mengantar Bisma hingga pintu utama rumah kami. Ketika Bisma berhasil menuruni tangga terakhir terasku, aku memanggilnya.
"Bis..." panggilku. Pria itu menoleh ke arahku. "Em...thanks!" ujarku kaku. Bisma tersenyum kemudian melanjutkan langkahnya.
Aku menatap punggung Bisma yang akhirnya menghilang ke dalam mobil mewah itu. Aku terkejut saat tangan Ibu tiba-tiba sudah ada di pundakku. Aku menoleh ke arah Beliau.
"Gimana?" tanya Ibu. Aku menyeritkan alisku bingung.
"Dia baik, kan? Berbudi pekerti, pekerja keras. Ibu sama Ayah nggak salah pilih, kan?" lanjut Ibu.
"Iya Ibu, dia baik." balasku.
"Ibu sama Ayah cuma mau yang terbaik buat kamu. Kalau Nak Bisma itu bukan orang baik, walaupun sudah ada perjanjian diantara Kakek kalian, kami nggak akan menerima perjodohan ini. Kami menerimanya karena kami tahu, Nak Bisma itu pria yang baik. Yang bisa menyayangi dan membahagiakan kamu." terang Ibu.
Aku menatap haru ke arah Ibu. Detik berikutnya aku memeluk wanita yang telah melahirkanku itu dengan erat. Beliau sempat terkejut, namun segera membalas pelukanku.
"Maaf ya Ibu, selama ini Mawar udah berpikiran yang enggak-enggak. Mawar akan coba menerima perjodohan ini kalau Ibu sama Ayah yakin memang dia yang terbaik." ujarku.
"Iya, sayang. Bagi kami, kebahagian putri kecil kami ini yang paling penting." Ibu.
❤❤❤
Bersambung ....
Akumenutup telingaku dengan bantal. Aku mengerang kesal mendengar nada dering hand phoneku yang terus berbunyi itu. Aku yakin mentaripun belum menampakkan dirinya. Tapi kenapa sudah ada yang mengusik hidupku sepagi ini.Aku tak tahan lagi. Aku meraihhandphoneku kemudian mematikannya tanpa sedikitpun menoleh ke layarsmartphoneku itu.
Malam yang dinantikan telah tiba. Malam pertunanganku dengan Bisma. Suasana pesta cukup ramai. Kedua orang tuaku tampak sibuk berbincang dengan rekan bisnis mereka. Sementara kakakku? Dia berkeliling kesana-kemari bak seorang EO yang bertanggung jawab atas terlaksananya acara malam ini."Mawar...."Aku merasakan tubuhku di peluk dari samping. Sebuah tangan mungil yang sangat aku kenali. Aku tersenyum kemudian memutar tubuhku menghadapnya.
Hujan turun cukup deras sore ini. Aku melihatnya dari jendela kelasku. Karena memang aku cukup senang duduk di dekat jendela."Yah hujannya makin gede aja." keluh Fany di sampingku."Terus kenapa? Lo juga di kelas nggak kehujanan." Balasku."Eh Mawar, lo nanti di jemput tunangan lo ya? Ih..gue iri." Fany.
Aku mendengus kesal saat makan siang bersama Fany. Kali ini bukan karena ocehan sahabatku itu, tapi deringanhandphoneku yang terasa sangat mengganggu. Bisma. Namanya tertera jelas disana. Tapi...rasanya aku masih malas berdebat dengannya. Rasanya aku ingin lepas dari perjodohan ini. Sangat menyiksa."Mawar, angkat kali! Dia kan tunangan lo." Fany."Nggak usah bahas deh, Fan. Gue lagi males ngomongin dia." kesalku. Fany terdiam. Kemudian kembali m
Waaahhh...Aku berdecak kagum ketika pintu rumah Bisma terbuka. Rumah yang ku yakini harganya lebih dari 10M itu berisi perabot mewah dan guci-guci antik."Ayo masuk!" ajak Bisma membuyarkan lamunanku.Aku mengikuti langkah Bisma kemudian duduk di sebuah sofa ruang tamu. Seorang pelayan datang meletakkan sebuah minuman di hadapanku.
Kini aku sudah berada di rumah Bisma. Tepatnya, duduk sembari mengerjakan laporanku di meja makan rumah Bisma. Sementara Bisma, kini ia tengah asyik berbincang di ruang tamu bersama clientnya. Sejak hampir satu jam yang lalu mereka bicara di sana. Tak lama kemudian, ku dapati sosok Bisma sudah duduk tepat di samping kananku."Sampai mana?" tanya Bisma ketika aku asyik membaca jurnal di tanganku."Lagi mikir soal tabel ini, nuanginnya ke laporan gimana ya?" tanyaku sembari memperlihatkan bagian yang tak ku mengerti
Sebelum acara resepsi, Bisma mengajakku makan malam di restoran hotel. Letaknya berada satu lantai dengan kamar kami, namun seakan berbeda bangunan karena desain bangunannya yang begitu unik. Restoran ini menjorok ke arah pantai, hingga kami dapat menyaksikan pemandangan pantai di malam hari, dengan beberapa lampu hias yang didesain khusus. Makanan pesanan kami baru saja tiba dan aku segera menyantapnya dengan lahap."Pelan-pelan aja makannya! Kalo kurang masih bisa nambah." Bisma sembari terkekeh kecil.Aku mengangguk memakan makananku de
Sudah lebih dari sepuluh menit, tapi Bisma belum juga kembali. Rasa kantuk mulai menyelemutiku. Aku bangkit dan menuju toilet untuk mencuci tangan. Aku menatap pantulan diriku di cermin. Ternyata warnalipstickku sangat cocok ku pakai. Apalagi dengandressyang ku kenakan kini. Tampak alami dan pas dengan umurku.Kemudian aku melangkah keluar dari toilet. Langkahku terhenti tepat di depan toilet saat seseorang menahan lenganku.
Satu jam berlalu. Bisma dan Mawar berjalan beriringan menuju meja makan. Bisma tersenyum melihat putri kecilnya sudah duduk di salah satu kursi sembari memakan martabak manis yang ia belikan. Namun ia bingung dengan ekspresi anak sulungnya yang tampak kesal.“Papa!!” girang Devania menyambut kedatangan Bisma.‘Ratapan seorang Ibu kandung yang di anak tirikan oleh anaknya.’ batin Mawar.
AUTHOR POVWanita berusia 37 tahun itu kembali berdecak kesal ketika acara nonton TVnya terganggu. Dia adalah Mawar Renandi. Ia menatap kesal putrinya yang baru pulang sekolah dan langsung merecokinya menonton acara gosib siang ini.
Bisma menuntunku untuk kembali berdiri. Sekarang, kami berhadapan dengan Kak Elang yang membawa kue ulang tahun yang di atasnya terdapat lilin berbentuk angka 21."Ayo, tiup lilinnya, sayang!" ujar Tante Kamila. Aku mengangguk kemudian meniup lilinnya. Detik berikutnya, aku menoleh ke arah Bisma yang masih mempertahankan senyumannya untukku."Tadinya aku minta mereka buat acara sendiri, biar nggak ganggu kita, tapi mereka menolak." terang Bisma.
Mawar's POV***Aku memeluk leher Bisma dari belakang. Kepalaku ku sandarkan pada bahunya. Mataku terpejam, menikmati semilir angin yang mengenai wajahku. Pantai. Saat ini aku dan Bisma ada di pantai. Salah satu supir keluarga Bisma yang membawa kami kemari. Tak terasa, sudah
BRIAN POV***Aku melirik arloji di tangan kiriku. Mungkin ini sudah yang ke sepuluh kalinya siang ini. Dua puluh menit aku menunggu, tapi Mawar tidak kunjung tampak. Berkali-kali aku menelfon gadis itu, namun tidak ada jawaban. Akhirnya, aku memutuskan untuk mencarinya ke dalam. A
Mawar mendorong kursi roda Bisma hingga ke taman halaman belakang rumahnya. Sudah seminggu terakhir, Mawar selalu datang ke rumah orang tua Bisma untuk merawat pria itu. Bagaimana kondisi Bisma?Saat ini dia hanya bisa duduk di kursi roda. Tulang kaki kirinya bergeser dan perlu pemulihan selama satu bulan. Selain itu, dokter mem-vonis Bisma buta. Hal itulah yang membuat Mawar terus merasa bersalah."Bis, kamu mau makan sesuatu?" tawar Mawar. Bisma tersenyum kemudian menggenggam tangan
AUTHOR POV***Bisma masih setia menanti di depan halaman rumah Mawar. Berkali-kali Elang mengusirnya, tapi ia tetap bersikeras untuk bertahan. Ia harus bisa menemui Mawar. Hingga pada sekitar pukul 19.00, terlihat sebuah mobil memasuki gerbang rumah Mawar. Dari kaca samping, Bisma dapat melihat sosok Mawar, gadis itu duduk di samping Brian.
BISMA POV***Aku bertemu dengan teman lamaku, Arya dan kami memiliki proyek bersama. Aku mengajaknya berkeliling kantorku sebelummeetingdi mulai. Kami berjalan hingga melewati lobby. Namun, langkahku terhenti. Aku melihat gadis yang menghilang dari pandanganku lebih dari tiga bulan ter
Semua telah di tetapkan. Satu bulan lagi, aku dan Kak Brian akan bertunangan. Dan pagi ini, aku dan Kak Brian akan memesan kebutuhan untuk pertunangan kami. Namun sebelum itu, kami akan ke kantor Kak Brian sebentar karena ada beberapa file yang harus Kak Brian tanda tangani. Aku menunggu Kak Brian di lobby. Aku duduk di sebuah sofa panjang yang terletak di ujung ruangan. Tanganku asyik menari di atas layarsmartphoneku. Hingga sebuah suara berhasil mengalihkan perhatianku. Memaksaku untuk segera menemukan sang pemilik suara itu."Bisma?" kagetku.