Share

MBF-10

Sebelum acara resepsi, Bisma mengajakku makan malam di restoran hotel. Letaknya berada satu lantai dengan kamar kami, namun seakan berbeda bangunan karena desain bangunannya yang begitu unik. Restoran ini menjorok ke arah pantai, hingga kami dapat menyaksikan pemandangan pantai di malam hari, dengan beberapa lampu hias yang didesain khusus. Makanan pesanan kami baru saja tiba dan aku segera menyantapnya dengan lahap.

"Pelan-pelan aja makannya! Kalo kurang masih bisa nambah." Bisma sembari terkekeh kecil.

Aku mengangguk memakan makananku dengan lebih perlahan.

"Bis.." panggilku saat kami asyik makan.

Bisma menoleh ke arahku sekilas kemudian kembali menyuapkan makanan ke mulutnya.

"Besok kita pulang jam berapa?" tanyaku.

"Seharusnya jam satu siang kita sudah berangkat dari hotel. Kenapa?" Bisma.

"Yah..nggak bisa lihat sunset lagi dong." Keluhku.

Jujur saja, seumur hidup sepertinya aku belum pernah melihat sunset, apalagi di tepi pantai dimana aku bisa melihat garis cakrawala yang membuat seakan-akan matahari tenggelam di lautan.

"Besok kapan-kapan kita kesini lagi." Bisma.

"Kapan?" tanyaku lesu.

Bisma menatapku serius.

"Maunya kapan? Minggu depan?" tawarnya.

Aku menggeleng cepat. Bagaimana bisa secepat itu? Aku juga tidak mau dia menghabiskan uangnya hanya untuk pulang-pergi Bali berkali-kali denganku. Lagi pula, belum pasti minggu depan aku bebas dari tugas perkuliahan.

"Terus kamu maunya kapan?" tawar Bisma lagi.

Aku berpikir. Mencari waktu yang pas untuk kami kembali kesini dan menikmati indahnya matahari terbenam di tepi pantai, yang merupakan harapan baruku.

Aha!

"Bagaimana jika di liburan semesterku besok? Dua minggu lagi aku UAS. Dan minggu selanjutnya aku libur semester. Untuk tanggalnya, itu sebisa kamu aja." usulku.

Bisma terlihat menimbang-nimbang ideku.

"Yakin mau nunggu tiga minggu? Lagian, kamu nggak pengen kemana... gitu pas libur panjangmu? Selain ke Bali?" Bisma.

"Yakinlah. Lagian tiga minggu bukan waktu yang lama. Mmm..sebenarnya banyak tempat yang pengen aku kunjungi, tapi besok-besok lagi aja lah." balasku.

Bisma mengangguk setuju. Kemudian pembicaraan antara kami terhenti hingga kami selesai makan.

"Udah? Langsung balik kamar aja yuk!" ajak Bisma.

Setelah sampai ke kamar, aku membuka lemari pakaianku dan mengambil dress merah maroon yang telah ku siapkan dari rumah. Setelah itu, aku berganti pakaian dan memoles wajahku dengan make up yang aku beli beberapa hari lalu.

'Tok tok tok'

Aku yakin itu Bisma. Aku segera berlari kecil arah pintu dan membukanya.

Aku melihat Bisma dengan tatapan bingung saat pria itu menyipitkan matanya memperhatikanku dengan... aneh.

"Kenapa?" bingungku.

Dia beralih menatap mataku. Kali ini tatapannya sangat mengesalkan. Dingin.

"Ganti pakaianmu!" suruhnya.

Aku menganga tak percaya dengan apa yang baru saja ia katakan. Aku melirik jam di handphone ku dan mendesah kesal.

"Dua puluh menit lagi kita harus sampai tempatnya bukan? Lagian kenapa sih? Aku rasa dress ini cukup bagus untuk ke pesta. Dandananku juga cocok-cocok aja." bingungku.

Aku terpenjat saat Bisma mengusap bibirku dengan ibu jarinya. Sembari menatapku tajam.

"Hapus ini!" suruhnya lagi.

Aku benar-benar tak mengerti dengan pria di hadapanku ini. Memang apa yang salah?

"Kamu kenapa sih? Udah ayo kita berangkat! Seadanya gini aja. Aku udah lihat dicermin dan nggak ada masalah, Bisma." ujarku sembari menarik lengannya paksa.

"Aah.."

Aku kembali terkejut saat tiba-tiba tubuhku tertarik ke belakang.  Bisma menarik lengannya kembali dan membuat tubuhku ikut tertarik. Kini kami kembali berhadapan. Dia masih menatapku tajam.

"Ganti pakaianmu dan hapus make up mu!" suruhnya dengan nada dingin.

"Tapi kenapa?" protesku.

"Bagian lenganmu terlalu transparan, dan bawahannya terlalu pendek,"

"Lipstickmu terlalu mencolok. Pakai saja warna lain!"

"Nah..dan heels mu juga. Terlalu tinggi."

Hh...aku memutar bola mataku malas mendengar komentarnya.

Aku rasa pakaianku tidak terlalu terbuka. Hanya bagian lengan saja yang agak transparan dan..panjangnya hanya sekitar 5cm dari lutut. Modelnya memang seperti ini. Lagi pula, kami mau ke pesta pernikahan, dan pakaianku cukup cocok untuk itu.

Lipstick? Bahkan aku hanya memakainya tipis. Ini sangat serasi dengan bajuku. Dan heels? Bahkan tingginya tidak lebih dari 8cm. Dengan heels inipun dia masih jauh lebih tinggi dariku. Apa dia ingin orang-orang mengiraku sebagai anaknya nanti saat di pesta?

"Aku tidak mau!" tolakku.

Bisma menghela napas frustasi kemudian memencet beberapa tombol di handphonenya lalu menempelkannya di telinga kanannya. Aku kembali menyerit bingung. Kali ini apa yang akan ia lakukan?

"Halo!"

"..."

"Segera kirimkan perias terbaik ke kamar 206 serta beberapa pakaian pesta dalam waktu 5 menit!"

"..."

"Okey!!" ucapku membuat Bisma menatapku.

"Aku akan ganti pakaianku, dan semua yang kau perintahkan tadi. Tapi batalkan soal perias-perias itu!" kesalku.

Bisma segera membatalkan pesanannya kemudian mengantongi handphone nya kembali.

"Cepatlah! Dan jangan mengecewakanku!" ujar Bisma.

Aku menghentakkan kakiku beberapa kali sebelum memutar tubuhku dan berjalan kembali memasuki kamar.

Tak sampai sepuluh menit, aku kembali dengan dress navy selutut dengan lengan nyaris menutupi siku dan lipstick pink pastel yang terlihat natural, serta heels yang tingginya kurang dari 5cm. Aku masih menatap Bisma dengan tatapan pembunuhku. Namun kali ini, ia membalasnya dengan senyuman. Dia menarik tanganku untuk di kaitkan dengan tangannya. Kemudian kami berjalane arah lift.

"Kamu terlihat cantik." bisik Bisma sembari sedikit menunduk, agar mulutnya bisa pas di depan telingaku.

Meleleh...

Entahlah. Mungkin seperti itulah aku saat ini. Kekesalanku padanya sirna begitu saja. Dan ku rasakan pipiku memanas. Mungkin kini warnanya menjadi kemerah-merahan. Namun aku cukup bersyukur karena Bisma tak menyadarinya.

Aku baru saja turun dari mobil Bisma. Tatapanku tertuju pada sebuah bangunan megah yang telah didekorasi dengan begitu elegan dominasi warna biru.

"Wah.." kagumku.

Aku hampir saja menjerit saat seseorang menarik tanganku. Ternyata dia adalah Bisma. Dia mengaitkan tanganku pada lengannya, kemudian tersenyum.

"Ih ih.. nggak usah gini lah, Bis. Malu, tahu?" bisikku setelah melihat beberapa orang terlihat berlalu lalang sembari asyik membicarakan kami.

"Kenapa? Biar mereka tau kamu tunanganku." balas Bisma santai, mengeratkan lengannya sendiri hingga aku lebih menempel padanya.

Kini bahuku benar-benar bersentuhan dengan lengan kemejanya. Ku rasakan pipiku kembali memanas. Aku menunduk untuk menyembunyikan rona merah di pipiku dari Bisma.

"Jangan seperti itu! Tatap lurus ke depan dan tersenyumlah!" Bisma.

Aku dan Bisma mulai melangkah masuk ke dalam gedung mewah itu. Aku semakin terkesima melihat dekorasi bagian dalamnya. Ya.. bisa di katakan pesta ini seperti pesta pernikahan impian mayoritas perempuan, termasuk aku.

Tamu yang datangpun terlihat dari kalangan atas, tampak dari pakaian mereka yang ku yakini harganya di atas angka lima juta tiap orangnya. Banyak dari mereka yang datang berpasangan, meski beberapa tampak sendiri, atau bersama rekan sejenisnya.

"Hey Bis!"

"Hey"

Bisma menarik langkahku untuk menghampiri dua orang pria bersama pasangan masing-masing.

Lihatlah! Mereka terlihat cukup mencolok dari pada tamu yang lain. Terutama dua gadis berpakaian super mewah itu. Satu mengenakan dress ungu, dan yang satu biru laut. Jujur aku merasa minder ketika sampai tepat di hadapan mereka. Aku terlihat terlalu. Biasa.

"Wah..lama nggak ketemu ya, Bro. Udah dapet gandengan aja sekarang." ujar salah seorang pria.

"Oh ya. Kenalkan, dia Mawar, tunanganku." Bisma memperkenalkanku pada teman-temannya.

"Dan Mawar, mereka sahabatku saat kami kuliah di luar negeri. Ferdi, Reza, Lucy dan Clara." lanjutnya sembari menunjuk temannya satu per satu.

"Hay, aku Mawar." kataku sopan.

"Tunangan? Lo udah tunangan Bis?" tanya Ferdi.

Bisma mengangguk.

"Sama... dia?" Clara menunjukan wajah seakan tak percayanya.

Bisma kembali mengangguk.

"Hehe..sorry sebelumnya, tapi kayaknya usia kalian beda cukup jauh dan gadis ini terlihat bi..." Bisma memotong ucapan Lucy yang nampaknya akan menghinaku.

"Benar. Dia tunanganku." potong Bisma tegas.

Keempat teman Bisma terdiam sembari memasang senyuman kikuknya. Kenapa? Mereka tampak sangat berhati-hati dengan Bisma. Apa di mata mereka Bisma sangat menyeramkan? Aku kembali tersentak saat tiba-tiba Bisma menarik tanganku menjauhi empat sahabatnya.

"Loh kok nggak pamitan dulu sama mereka? Kan nggak sopan, Bis." Protesku. Bisma menatapku dengan tatapan datarnya.

"Mereka masih tidak berubah. Suka mencampuri hidup orang lain. Aku malas." jawabnya.

Aku memutar bola mataku. Jengah menatap pria disampingku ini.

"Bis.. lepas ih! Malu, tahu?" ujarku menarik paksa tanganku dari himpitan lengan Bisma.

Bisma mengalah kemudian meleaskan tanganku. Dia membalikkan badannya sembilan puluh derajat hingga kini kami berhadapan.

"Ada apa?" tanyaku.

"Mau minum? Biar aku ambilkan." tawarnya.

Aku menggeleng.

"Nanti saja." balasku.

"Mau bersalaman dengan pengantinnya sekarang?" Bisma.

"Boleh" jawabku.

Kemudian Bisma menggandeng tanganku ke arah sebuah panggung dimana sepasang pengantin dan kedua orang tuanya masing-masing berada.

Bisma dan aku menyalami satu per satu dari mereka kemudian juga sempat berbincang dengan mereka.

"Siapa Bis? Calon ya?" tanya sang memlepai pria sembari menunjukku dengan dagunya.

Bisma hanya terkekeh kecil menyahutinya

"Buruan nyusul! Nanti di ambil orang loh!" lanjutnya.

"Udah gue iket kok." balasnya santai sembari memperlihatkan cincin di jari manisnya. Cincin yang ku pasang beberapa bulan lalu.

Iket? Dia kira aku kambing apa?

"Oh iya siapa nama kamu?" tanyanya sembari menatapku.

"Mawar." balasku.

"Dia masih kayak mahasiswa ya, Bis. Pinter lo milihnya." ujar orang itu.

Bisma tersenyum tipis. "Dia emang masih mahasiswa." Bisma.

"Serius, Bis? Kok dia mau sih sama lo?" sambung si pengantin wanita.

"Takdir ya nggak bakal bisa ngelak." jawab Bisma dengan nada bercandanya sembari menoleh ke arahku.

Oh ya. Nama pasangan pengantin itu adalah Davin dan Amel. Keduanya adalah teman akrab Bisma saat kuliah. Dan Bisma sudah menceritakan cukup banyak hal tentang mereka tadi saat di perjalanan menuju kemari.

Setelah berbincang beberapa saat dengan Davin dan Amel, Bisma mengajakku duduk di bangku yang terletak cukup jauh dari panggung.

"Mereka sepertinya beda ya sama temen kamu yang tadi?" tanyaku memecah kesunuian antara kami.

"Siapa?"Bisma

"Kak Davin dan Kak Amel, dengan Kak Ferdi dan yang lainnya."

"Mereka memang begitu dari dulu. Udah, nggak usah di pikirkan!" Bisma.

Lebih dari sepuluh menit Bisma mengabaikanku dan sibuk dengan handphonenya. Akupun mulai merasa bosan. Aku melirik jam tanganku yang menunjukkan pukul 21.20.

"Bis, kok kamu nggak keliling nyapa temen kamu kek, apa gitu?" bingungku.

Bisma hanya membalas dengan jawaban yang sangat mengesalkan. "Hmm."

Rasanya tanganku sangat gatal ingin merebut ponsel itu dan membantingnya segera.

"Bis!" panggilku.

"Hmm." hh... jawaban ini lagi.

"Kamu ngajak aku kesini sebagai tunangan kamu atau sebagai kambing congek sih?" kesalku.

Bisma menghentikan aktivitasnya mengetik di ponsel kemudian menatapku.

"Maksud kamu?" Bisma.

"Ya.. aku cuma ngerasa kalau opsi kedua lebih mengarah ke keberadaanku saat ini." jawabku santai.

"Hh... Senin siang akan ada meeting dadakan dengan clien dari Korea. Jadi sekarang aku sedang menyuruh karyawanku untuk menyiapkan semuanya." terang Bisma.

Aku mengangguk-anggukkan kepalaku. Tak lama kemudian Bisma mengantungi handphonenya. Dia memanggil seorang pelayan dan meminta dua gelas minuman untuk kami.

"Minumlah!" suruhnya.

Aku mengangguk kemudian meminum larutan dalan gelas itu hingga setengahnya

"Kau mau makan sesuatu?" tawarnya.

Aku menggeleng.

"Bis!"

Aku dan Bisma menoleh ke arah sumber suara. Bisma tersenyum pada seorang pria yang berdiri cukup jauh dari kami.

"Aku mau kesana sebentar. Mau ikut?" Bisma.

"Aku tunggu sini aja deh." balasku.

Bisma bangkit dari duduknya kemudian berjalan ke arah pria yang tadi memanggilnya. Aku memainkan handphoneku sembari menunggu Bisma kembali.

❤❤❤

Bersambung ....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status