Share

MBF-12

Penulis: riskandria06
last update Terakhir Diperbarui: 2020-09-22 09:41:22

Mataku masih terpejam saat terdengar bel kamarku berbunyi berkali-kali. Handphoneku di nakaspun sedari tadi sudah bergetar.

Oh... ayolah, ini hari Minggu.

Aku bangun dari tidurku kemudian mengucek kedua mataku. Hoammm..masih jam 6.30. Biasanya aku bangun jam delapan di hari Minggu. Aku mengikat rambutku asal sebelum berjalan ke arah pintu dan membukanya. Pria yang berdiri di depan pintu kamarku tampak terkejut melihat penampakanku. Hh...seperti baru pertama kali melihatku bangun saja.

"Ini sudah jam enam lebih. Kau baru bangun?" tanyanya seakan tak percaya.

"Ini hari Minggu." jawabku malas.

"Apa kalau Hari Minggu itu artinya kau juga libur makan?" Bisma.

Aku kembali mengucek mataku kemudian menyandarkan punggungku pada pintu.

"Cepat mandi! Kita cari sarapan!" lanjutnya.

"Aku masih ngantuk. Kamu makan duluan saja ya!" keluhku.

"Cepat Mawar! Daripada aku menyeretku dalam kondisi seperti ini." Bisma.

Aku menghembuskan napasku kesal. Menyebalkan sekali pria yang berstatus tunanganku ini. Selalu memaksa.

"Fine. Okey aku mandi sekarang." akhirnya aku mengalah kemudian segera masuk ke dalam kamarku dan membanting pintunya dengan keras.

Sarapan di tepi pantai? Not bad. Aku lebih menyukainya daripada Bisma mengajakku makan di restoran mewah. Aku selalu menyukai Bisma saat mengenakan pakaian santai. Kaus hitam polos dan celana jeans selutut. Dia terlihat lebih muda.

"Mau makan apa?" tawar Bisma yang masih fokus mengamati menu.

"Cumi lada hitam sama kepiting asam manis." jawabku cepat.

Kini Bisma mengalihkan tatapannya padaku. Kenapa? Aku memang menyukai dua makanan itu. Bisma tersenyum kemudian kembali beralih pada buku menu di hadapannya.

"Ikannya apa? Sayur?" Bisma.

"Enggak. Itu aja plus nasi sama es kelapa muda." jawabku.

"Baiklah." Bisma.

Bisma menuliskan pesanannya di sebuah kertas. Kemudian memanggil pelayan untuk membawa pesanan kami.

"Kemarin Reza ngomong apa aja sama kamu?" Bisma.

Aku terdiam. Aku tidak tau harus cerita dari mana.

"Kenapa? Apa kamu lupa siapa Reza? Kemarin yang menggenggam tanganmu di depan toilet." terang Bisma dengan nada berbeda dari sebelumnya. Dingin.

Wajahnya mulai memerah yang menandakan jika ia tengah marah. Aku semakin bingung harus menjawab apa. Aku tidak mau sampai dia memarahiku.

"Jangan seperti itu, Bis! Aku nggak suka kamu marah-marah terus." ujarku hati-hati.

Bisma masih dengan tatapan tajamnya. Mimik mukanya masih sama.

"Okey. Tapi kamu jangan marah-marahin aku!"

"Kemarin waktu aku keluar dari toilet, dia menahan lenganku. Aku sendiri juga kaget. Dia pengen kami kenalan, tapi aku merasa dia aneh jadi aku menghindar. Terus tiba-tiba dia genggam tanganku, udah gitu aja." terangku panjang lebar sembari memainkan jari-jariku.

"Dan kamu diam saja? Terus, kalian bisa bertemu disana apa sudah kalian rencanakan sebelumnya?" Bisma.

Aku menggeleng cepat.

"Sudah ku katakan, aku juga kaget saat tiba-tiba dia ada disana dan menahan tanganku. Dan juga, bukankah saat kamu datang aku juga masih berusaha melepaskan diri dari dia?"

Kini Bisma terdiam. Dia mengusap wajahnya kasar kemudian mengalihkan pandangannya dariku.

"Kamu kenapa sih, Bis? Kok jadi aneh banget. Padahal itu bukan masalah besar." tanyaku merasa aneh.

Bisma kembali menatapku dengan tatapan menusuknya.

"Kau tunanganku. Aku tidak suka apa yang menjadi milikku disentuh orang lain. Apalagi dia terlihat begitu menginginkanmu." balasnya penuh penekanan.

Mulutku menganga, menatapnya dengan tatapan tak percaya.

"Tapi kemarin Kak Reza cuma..."

"Maaf menunggu lama. Silahkan dinikmati makanannya!" ujar seorang pelayan sembari menata pesanan kami di atas meja.

Aku menghela napasku lega, berharap percakapan tak mengenakan ini akan segera berakhir.

"Jaga tatapanmu dari tunanganku!" pekik Bisma tajam hingga beberapa tamu mengalihkan pandangannya pada kami.

Aku melihat ke arah pelayan pria di sampingku yang kini nampak sangat gugup, atau mungkin ketakutan.

"Cepat pergi!" usir Bisma.

Setelah membungkukan badan dengan sopan pelayan itu segera pergi. Aku menatap kesal ke arah Bisma. Memalukan sekali dia.

"Kenapa? Dia terus saja menatapmu." ujar Bisma seakan tau isi otakku.

Aku kembali menghela napas kemudian beralih pada makanan dan minuman di hadapanku. Abaikan saja, Mawar. Dia memang gila.

Waktu menunjukkan pukul 8.40. Bisma membawaku berkeliling ke daerah pedesaan Bali. Aku membuka kaca di sebelahku dan mengarahkan wajahku ke arah luar. Menikmati semilir angin yang menerpa wajahku. Aku menormalkan posisi dudukku setelah merasa pegal. Aku sedikit menoleh ke arah Bisma.

"Bis, boleh aku ngeluarin tanganku? Anginnya segar banget." ucapku meminta izin.

Bisma balas menatapku sebentar kemudian mengangguk. Akupun segera mengeluarkan tangan kiriku. Seakan menabrakan kulit tanganku pada angin yang melewatiku.

Mataku terpejam, menikmati desiran angin yang terasa sejuk khas pedesaan. Tak lama kemudian, mataku terbuka saat merasakan mobil Bisma berhenti. Aku menoleh ke arah Bisma, melemparkan tatapan bingungku. Bisma tersenyum ke arahku. Ia mencondongkan dagunya seolah menunjuk sesuatu di belakangku. Akupun mengikuti arah yang ia tunjuk.

"Wahhh...."

Aku tercengang melihat pemandangan di depan mataku. Sebuah padang cukup luas yang terbalut warna putih bak salju.

"Sampai kapan mau disitu terus? Ayo turun!" suara Bisma mengintrupsiku untuk segera turun dari mobil.

Aku mengikuti langkahnya mendekat ke arah padang berwarna putih itu.

"Ladang Bunga Kasna." Ujarnya.

Aku menoleh ke arahnya, detik berikutnya aku mengangguk mengerti.

"Kau belum pernah kesini?" tanyanya setelah menghentikan langkahnya.

"Belum. Bahkan aku tak pernah tau jika ada tempat seperti ini." jawabku, masih fokus melihat pemandangan di hadapanku.

Sejenak, kami sama-sama terdiam. Ku rasa Bisma sengaja membiarkanku menikmati pemandangan langka ini.

"Bis.." panggilku. Bisma segera menoleh ke arahku.

"Kamu tidak ingin mengajakku bermain di sana?" tanyaku sembari menunjuk ke arah tengah padang bunga itu.

Bisma terkekeh sembari mengacak-acak poniku.

"Aku sudah terlalu tua untuk bermain. Mainlah sendiri! Nikmati sesukamu biar aku mengambil gambarmu dari sini saja." Bisma.

Aku menatap tak setuju ke arahnya.

"Ayolah, aneh rasanya kalau main sendirian. Kamu harus ikut. Kapan lagi kita bisa datang kesini? Pasti Fany ngiranya kita ke luar negeri." rengekku.

Bisma terdiam. Dia menatapku dengan tatapan yang tak bisa ku artikan. Aku balas menatapnya. Melemparkan tatapan penuh tanyaku padanya. Aku terpenjat saat ku rasakan sebuah tangan menggenggam jemariku dan menarikku memasuki area ladang bunga kasna. Ternyata itu adalah tangan Bisma. Ia membimbingku untuk menuju tengah area ladang.

Di sepanjang perjalanan, aku terus melihat tangannya yang menggandengku. Rasanya sangat nyaman, hampir sama seperti saat Ibu memelukku.

"Kita sudah sampai. Apa yang kamu inginkan sekarang?" Bisma membuyarkan lamunanku.

"Entahlah." Jawabku.

Aku mengulurkan tanganku untuk menyentuh bunga-bunga itu. Sesekali aku mendekatkan wajahku ke arahnya kemudian mencium aromanya.

"Kau menyukainya?" Bisma. Aku mengangguk mantab.

"Indah. Seperti salju meski tidak sedingin salju." balasku masih fokus dengan apa yang kini ada di hadapanku.

Aku menoleh saat mengetahui Bisma baru saja mengambil gambarku.

"Bagus tidak? Coba aku lihat!" ujarku berusaha meraih handphone Bisma.

Bisma menjauhkan handphonenya dariku. Membuatku terpaksa berjinjit dan berusaha lebih keras mengambil handphone yang harganya belasan juta rupiah itu.

"Mana? Aku mau lihat Bisma." desakku.

"Ini milikku, jangan coba-coba merebutnya!" balas Bisma santai

"Aku tidak peduli dengan handphonemu. Aku cuma mau melihat fotoku disana."

"Semua yang ada di handphoneku adalah milikku." Bisma.

Hh... menyebalkan sekali dia. Sudah ku bilang, aku hanya ingin melihat fotoku disana.

"Kau mengesalkan sekali sih." kesalku, masih berusaha keras merebut handphone Bisma.

Aku melompat-lompat seperti anak kecil yang tengah merengek pada ayahnya.

"Aahhh..."

Hampir saja aku terjatuh, tapi dengan segera Bisma menangkap tubuhku dengan memeluk erat pinggangku. Hampir tak ada jarak di antara kami. Sehingga aku dapat melihat wajahnya dari jarak yang sangat dekat.

'Dug'

'Dug'

'Dug'

Lagi. Jantungku berdegup tak karuan. Mungkin dua atau tiga kali lebih cepat dari biasanya.

Aku menatapnya. Tepat ke arah matanya yang kini juga tengah menatapku. Seakan ada magnet yang membuat mataku tak bisa berpaling darinya. Matanya begitu indah. Membuat wanita manapun pasti akan jatuh cinta saat melihatnya seperti ini. Pantas saja, ia banyak memiliki penggemar wanita meski sifatnya sangat dingin.

"Matamu indah."

Aku mengejapkan mataku berkali-kali, tersadar dari lamunanku saat mendengar suara Bisma.

"Em.. Bis." panggilku.

Sepertinya ia juga mulai kembali ke dunia nyata. Ia segera membantuku menegakkan badanku kemudian melangkahkan kakinya mundur dariku. Untuk sesaat, kecanggungan mulai melanda antara aku dan Bisma.

"Kamu serius nggak mau ngeliatin foto tadi? Pelit banget sih?" keluhku berusaha mencairkan suasana.

Bisma tersenyum kemudian menggeleng.

"Aku yakin kau akan menghapusnya setelah melihatnya." balasnya.

Astaga! Apa aku tampak begitu buruk dalam foto itu? Pikiran-pikiran negatif mulai bergelanyut di otakku. Aku menghentakkan kakiku kesal. Membuat pria yang berstatus tunanganku itu kembali terkekeh.

"Bis, jangan iseng kenapa sih? Jangan malu-maluin aku!"

"Aku hanya akan menyimpannya. Tidak akan ada yang melihatnya selain aku. Aku jamin." Bisma.

Aku masih mengerutkan bibirku meski rasa kesalku mulai mereka. Ya... setidaknya ia tak akan meng-upload atau men-share nya. Bisma melirik arloji mahalnya kemudian kembali menatapku.

"Sudah hampir jam sepuluh. Mau pulang sekarang?" Bisma.

"Bentar dong, Bis. Ini pertama kalinya aku kesini, aku sangat suka." ucapku dengan nada manja.

"Okey, sepuluh menit lagi ya?" Bisma.

Aku mengangguk.

"Kau tidak ingin foto denganku?" tanyaku.

Bisma tampak berpikir, sepertinya ia tidak tertarik dengan ideku.

"Aku tidak suka diambil gambarnya." Bisma.

"Ayolah... aku harus memamerkannya pada Fany. Dia pasti heboh." desakku.

Bisma hanya menatapku dengan tatapan datarnya, tanpa berniat menyahuti ucapanku.

"Ayolah, Bis. Tiga kali aja deh. Buat kenang-kenangan. Mumpung tempatnya mendukung juga."

Aku adalah gadis 20 tahun biasa, yang suka mengabadikan momen-momen indah atau tempat indah yang ku kunjungi. Tapi akankah CEO berumur 28 tahun di hadapanku ini dapat mengerti dan mau sedikit membantuku?

"Baiklah." ujar Bisma pada akhirnya.

Aku bersorak girang kemudian segera mengeluarkan handphoneku.

"Sekali saja!" Bisma.

Aku kembali mengkerutkan bibirku.

"Tiga kali!" ujarku.

Bisma menggeleng.

"Hanya satu, atau tidak sama sekali." tegas Bisma.

Aku mendengus kesal kemudian menyetujuinya. Setelah kekesalanku mereka, aku segera mengarahkan kamera depan handphone ku ke arah kami kemudian...

'Satu'

'Dua'

'Tiga'

'Ckrek..'

Seperti yang telah kami sepakati, hanya satu foto.

Aku melihat hasil jepretanku. Tak terlalu bagus. Tapi aku yakin suatu saat akan mendapatkan foto kami yang jauh lebih baik dari ini.

"Sudah jam sepuluh. Ayo ke mobil dan kembali ke hotel untuk mengambil barang!" ajak Bisma kemudian berjalan mendahuluiku.

'Ckrek'

Entah apa yang mendorongku, aku mencuri satu gambarnya dengan handphoneku.  Hanya terlihat Bisma dari belakang. Namun jaraknya tak terlalu jauh sehingga tampak jelas jika itu adalah gambar Bisma. Setelah itu aku berlari kecil menyusul langkah Bisma hingga berada tepat di sampingnya.

Ku rasakan ia kembali menggandengku setelah aku sampai di sampingnya. Aku mengayunkan tanganku seperti anak kecil dan semakin mendekat padanya.

❤❤❤

Bersambung ....

Bab terkait

  • My Beloved Fiance   MBF-13

    Aku menghentakkan kakiku kesal. Sudah hampir satu jam aku berdiri di depan gerbang fakultasku, menunggu Bisma yang tak kunjung menjemputku.Sudah berkali-kali aku menghubungi nomorhandphoneBisma, tapi hanya suara seorang wanita yang menyahutinya. Membuatku kesal."Nomor yang anda tuju sedang tid...."

    Terakhir Diperbarui : 2020-09-25
  • My Beloved Fiance   MBF-14

    Jam kuliahku telah usai. Lebih tepatnya, karena jam terakhir yang di ganti dengan tugas. Aku berdiri di depan gerbang menunggu taxi lewat. Aku tak ingin menambah pekerjaan Pak Yudha dan memintanya segera datang sekarang. Biarlah beliau istirahat selama majikannya itu pergi."Mawar Kusuma?"Aku menolehkan kepalaku ke arah seseorang yang menyebutkan nama lengkapku. Aku terpenjat kemudian memundurkan langkahku.

    Terakhir Diperbarui : 2020-09-26
  • My Beloved Fiance   MBF-15

    Dua hari berlalu. Ini adalah hari keempat kepergian Bisma ke Dubai. Dan sejak malam itu, aku tak pernah mendapat kabar darinya. Kak Reza? Dia masih sering menerorku. Dia sering ke kampusku, menungguku pulang kuliah meski selalu berakhir perdebatan dengan kak Brian."Sayang!"Panggilan itu membuyarkan lamunanku. Aku menutup buku di hadapanku kemudian beralih menatap Ibu yang kini berdiri di pintu.

    Terakhir Diperbarui : 2020-09-26
  • My Beloved Fiance   MBF-16

    Sembari menunggu jeda sebelum jam terakhir, aku memainkanhandphoneku. Namun sebuah pesan mengganggu aktivitasku."Kapan kamu ada waktu untuk jalan denganku? Nanti malam?"Pengirimnya adalah Kak Reza. Aku hanya mendengus kesal tanpa ada niatan membalasnya. Aku sama sekali tak menggubris panggi

    Terakhir Diperbarui : 2020-09-27
  • My Beloved Fiance   MBF-17

    Jumat malam. Artinya, besok dan lusa aku libur. Kini aku tengah berkutat dengan beberapa tugas yang ku yakini akan selesai tak lama lagi. Sedari tadi aku mematikanhandphoneku agar tak mengganggu kesibukanku.'Cklek'Aku menolehkan kepalaku ke arah pintu yang terbuka.

    Terakhir Diperbarui : 2020-09-28
  • My Beloved Fiance   MBF-18

    Kami sama-sama terdiam hingga kami masuk kembali ke mobil Bisma. Setelah memasangseatbeltnya, Bisma menoleh ke arah ku sembari tersenyum."Ada apa?" bingungku."Aku hanya lega karena kamu tidak tergoda dengan Reza," Bisma."Ka

    Terakhir Diperbarui : 2020-09-29
  • My Beloved Fiance   MBF-19

    Aku meregangkan badanku yang terasa pegal-pegal. Tunggu! Sepertinya ini bukanlah mobil Bisma. Aku membuka mataku dengan sempurna dan melihat kesana-kemari sembari berpikir, dimana tempat ini. Ah...aku ingat. Ini adalah rumah Bisma. Tepatnya aku baru saja bangun di sebuah kamar yang dulu pernah ku gunakan sebentar untuk mandi."Kok aku bisa disini sih? Bukannya tadi di mobil Bisma ya?" bingungku. Aku melangkahkan kaki ke arah pintu dan membukanya, kemudian berjalan mencari sosok Bisma.

    Terakhir Diperbarui : 2020-09-30
  • My Beloved Fiance   MBF-20

    Aku melangkahkan kakiku keluar darilift. Aku terus berjalan menuju sebuah ruangan yang terletak di ujung lantai ini. Ruangan milik CEO sekaligus pewaris tunggal perusahaan properti yang tersohor ini. Bisma Renandi."Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang wanita berpakaian formal di hadapanku."Saya ada janji dengan Bis..eh maksud saya Pak Bisma. Apa Beliau ada di tempat?"

    Terakhir Diperbarui : 2020-10-01

Bab terbaru

  • My Beloved Fiance   MBF-36 (ENDING)

    Satu jam berlalu. Bisma dan Mawar berjalan beriringan menuju meja makan. Bisma tersenyum melihat putri kecilnya sudah duduk di salah satu kursi sembari memakan martabak manis yang ia belikan. Namun ia bingung dengan ekspresi anak sulungnya yang tampak kesal.“Papa!!” girang Devania menyambut kedatangan Bisma.‘Ratapan seorang Ibu kandung yang di anak tirikan oleh anaknya.’ batin Mawar.

  • My Beloved Fiance   MBF-35

    AUTHOR POVWanita berusia 37 tahun itu kembali berdecak kesal ketika acara nonton TVnya terganggu. Dia adalah Mawar Renandi. Ia menatap kesal putrinya yang baru pulang sekolah dan langsung merecokinya menonton acara gosib siang ini.

  • My Beloved Fiance   MBF-34

    Bisma menuntunku untuk kembali berdiri. Sekarang, kami berhadapan dengan Kak Elang yang membawa kue ulang tahun yang di atasnya terdapat lilin berbentuk angka 21."Ayo, tiup lilinnya, sayang!" ujar Tante Kamila. Aku mengangguk kemudian meniup lilinnya. Detik berikutnya, aku menoleh ke arah Bisma yang masih mempertahankan senyumannya untukku."Tadinya aku minta mereka buat acara sendiri, biar nggak ganggu kita, tapi mereka menolak." terang Bisma.

  • My Beloved Fiance   MBF-33

    Mawar's POV***Aku memeluk leher Bisma dari belakang. Kepalaku ku sandarkan pada bahunya. Mataku terpejam, menikmati semilir angin yang mengenai wajahku. Pantai. Saat ini aku dan Bisma ada di pantai. Salah satu supir keluarga Bisma yang membawa kami kemari. Tak terasa, sudah

  • My Beloved Fiance   MBF-32

    BRIAN POV***Aku melirik arloji di tangan kiriku. Mungkin ini sudah yang ke sepuluh kalinya siang ini. Dua puluh menit aku menunggu, tapi Mawar tidak kunjung tampak. Berkali-kali aku menelfon gadis itu, namun tidak ada jawaban. Akhirnya, aku memutuskan untuk mencarinya ke dalam. A

  • My Beloved Fiance   MBF-31

    Mawar mendorong kursi roda Bisma hingga ke taman halaman belakang rumahnya. Sudah seminggu terakhir, Mawar selalu datang ke rumah orang tua Bisma untuk merawat pria itu. Bagaimana kondisi Bisma?Saat ini dia hanya bisa duduk di kursi roda. Tulang kaki kirinya bergeser dan perlu pemulihan selama satu bulan. Selain itu, dokter mem-vonis Bisma buta. Hal itulah yang membuat Mawar terus merasa bersalah."Bis, kamu mau makan sesuatu?" tawar Mawar. Bisma tersenyum kemudian menggenggam tangan

  • My Beloved Fiance   MBF-30

    AUTHOR POV***Bisma masih setia menanti di depan halaman rumah Mawar. Berkali-kali Elang mengusirnya, tapi ia tetap bersikeras untuk bertahan. Ia harus bisa menemui Mawar. Hingga pada sekitar pukul 19.00, terlihat sebuah mobil memasuki gerbang rumah Mawar. Dari kaca samping, Bisma dapat melihat sosok Mawar, gadis itu duduk di samping Brian.

  • My Beloved Fiance   MBF-29

    BISMA POV***Aku bertemu dengan teman lamaku, Arya dan kami memiliki proyek bersama. Aku mengajaknya berkeliling kantorku sebelummeetingdi mulai. Kami berjalan hingga melewati lobby. Namun, langkahku terhenti. Aku melihat gadis yang menghilang dari pandanganku lebih dari tiga bulan ter

  • My Beloved Fiance   MBF-28

    Semua telah di tetapkan. Satu bulan lagi, aku dan Kak Brian akan bertunangan. Dan pagi ini, aku dan Kak Brian akan memesan kebutuhan untuk pertunangan kami. Namun sebelum itu, kami akan ke kantor Kak Brian sebentar karena ada beberapa file yang harus Kak Brian tanda tangani. Aku menunggu Kak Brian di lobby. Aku duduk di sebuah sofa panjang yang terletak di ujung ruangan. Tanganku asyik menari di atas layarsmartphoneku. Hingga sebuah suara berhasil mengalihkan perhatianku. Memaksaku untuk segera menemukan sang pemilik suara itu."Bisma?" kagetku.

DMCA.com Protection Status