BRIAN POV
***
Aku melirik arloji di tangan kiriku. Mungkin ini sudah yang ke sepuluh kalinya siang ini. Dua puluh menit aku menunggu, tapi Mawar tidak kunjung tampak. Berkali-kali aku menelfon gadis itu, namun tidak ada jawaban. Akhirnya, aku memutuskan untuk mencarinya ke dalam. A
Mawar's POV***Aku memeluk leher Bisma dari belakang. Kepalaku ku sandarkan pada bahunya. Mataku terpejam, menikmati semilir angin yang mengenai wajahku. Pantai. Saat ini aku dan Bisma ada di pantai. Salah satu supir keluarga Bisma yang membawa kami kemari. Tak terasa, sudah
Bisma menuntunku untuk kembali berdiri. Sekarang, kami berhadapan dengan Kak Elang yang membawa kue ulang tahun yang di atasnya terdapat lilin berbentuk angka 21."Ayo, tiup lilinnya, sayang!" ujar Tante Kamila. Aku mengangguk kemudian meniup lilinnya. Detik berikutnya, aku menoleh ke arah Bisma yang masih mempertahankan senyumannya untukku."Tadinya aku minta mereka buat acara sendiri, biar nggak ganggu kita, tapi mereka menolak." terang Bisma.
AUTHOR POVWanita berusia 37 tahun itu kembali berdecak kesal ketika acara nonton TVnya terganggu. Dia adalah Mawar Renandi. Ia menatap kesal putrinya yang baru pulang sekolah dan langsung merecokinya menonton acara gosib siang ini.
Satu jam berlalu. Bisma dan Mawar berjalan beriringan menuju meja makan. Bisma tersenyum melihat putri kecilnya sudah duduk di salah satu kursi sembari memakan martabak manis yang ia belikan. Namun ia bingung dengan ekspresi anak sulungnya yang tampak kesal.“Papa!!” girang Devania menyambut kedatangan Bisma.‘Ratapan seorang Ibu kandung yang di anak tirikan oleh anaknya.’ batin Mawar.
Malas. Sangat malas. Itulah yang aku rasakan kini. Harus duduk manis di hadapan kedua orang tuaku, dan juga dua orang paruh baya yang ku ketahui bernama Tuan dan Nyonya Renandi. Tepatnya, Tuan Rio Renandi dan Nyonya Kamila Renandi. Keempatnya tampak asyik berbincang. Entah apa isi pembicaraan itu sebenarnya, aku tak mau mengerti. Yang ku lakukan hanya duduk diam sambil tersenyum dan sesekali mengangguk ketika Ayah mengajakku berbicara.Yups. Lupa aku katakan, bahwa keluarga Renandi, adalah salah satu keluarga paling kaya di negeri ini. Renandi grup, sebuah perusahaan properti yang sudah tak asi
Aku memelankan langkah kakiku. Mataku menyipit, melihat dengan seksama ke arah meja makan. Biasanya hanya ada ibu dan ayah yang menungguku. Tapi...siapa yang kini duduk tepat di hadapan ibuku itu?"Bis... ma?" kagetku."Oh... itu dia yang kita tunggu." ujar Ayah sembari menunjukku,"Buruan kesini sayang! Nak Bisma sud
Aku melirik ke arah Bisma. Kaget? Tentu saja. Sebelumnya aku belum pernah mendengar dia berucap sepanjang itu. Dan juga, untuk apa dia minta maaf? Seorang Bisma? CEO perusahaan properti itu minta maaf sama aku?Tunggu! Benar juga ucapannya. Aku nggak punya alasan buat kesel sama dia sampai kayak gini. Soal perjodohan itupun, aku yakin dia tak mengerti apapun.Aku rasa dia benar, dia berusaha baik padaku. Dia mau mengantar jemputku meski aku yakin pekerjaannya di kantor menumpuk. Dia ju
Akumenutup telingaku dengan bantal. Aku mengerang kesal mendengar nada dering hand phoneku yang terus berbunyi itu. Aku yakin mentaripun belum menampakkan dirinya. Tapi kenapa sudah ada yang mengusik hidupku sepagi ini.Aku tak tahan lagi. Aku meraihhandphoneku kemudian mematikannya tanpa sedikitpun menoleh ke layarsmartphoneku itu.