Malam yang dinantikan telah tiba. Malam pertunanganku dengan Bisma. Suasana pesta cukup ramai. Kedua orang tuaku tampak sibuk berbincang dengan rekan bisnis mereka. Sementara kakakku? Dia berkeliling kesana-kemari bak seorang EO yang bertanggung jawab atas terlaksananya acara malam ini.
"Mawar...."
Aku merasakan tubuhku di peluk dari samping. Sebuah tangan mungil yang sangat aku kenali. Aku tersenyum kemudian memutar tubuhku menghadapnya.
"Fany? Akhirnya lo datang. Gue pikir lo lupa kalau hari ini gue tunangan. Gue merasa sendirian dari tadi." ujarku menyambut sahabat terbaikku itu.
Fany tersenyum.
"Bagaimana mungkin? Ini kan hari spesial lo. Semua orang datang untuk lo, Mawar." Fany.
"Oh iya, mana calon tunangan lo? Gue nggak sabar banget buat bertemu sama dia." Fany.
Oh... ayolah.... disini aku yang akan bertunangan. Kenapa malah gadis di sampingku ini yang tampak sangat antusias?
"Hay! Aku disini."
Suara itu membuatku dan Fany segera membalikkan badan.
Aku menelan salivaku kasar. Dia nampak berbeda. Ya. Bisma. Masih dengan jas rapi berwarna hitam yang menjadi ciri khasnya. Tapi... aku merasa dia berbeda. Terlihat lebih....... keren.
"Apa kau Bisma? Em... eh maksud saya Tuan Bisma? Calon tunangan Mawar?" Fany.
Bisma tersenyum tipis kemudian berjalan lebih mendekat ke arahku dan menarikku perlahan menjauhi Fany. Aku hanya diam. Menurut kemana ia akan membawaku pergi. Dan ternyata, dia membawaku ke sebuah mimbar yang cukup luas, dimana sudah ada orang tua kami dan Kak Elang di sampingnya.
Semua mata tertuju pada kami. Namun ada pula beberapa yang asyik berbisik dan bergosip. Entahlah. Mungkin mereka tidak menyangka bahwa Bisma akan bertunangan denganku, gadis biasa yang masih berstatus sebagai mahasiswa.
"Sudah tiba pada puncak acara, dimana putra-putri kami akan menyematkan cincin ke jari pasangannya sebagai tanda ikatan diantara mereka." ujar Om Rio.
Tante Kamila datang memberikan sebuah kotak merah pada Bisma. Bisma menerimanya dan segera membukanya. Aku nyaris menjerit terkejut. Sungguh, cincin yang sangat indah. Terkesan simple dengan sebuah berlian biru jernih yang membuatnya tampak elegan. Ia mengambil salah satu cincin itu kemudian menyematkannya ke jari manisku.
Aku terdiam. Masih membeku dan melihat cincin cantik di jari tanganku. Namun, Bisma segera menyadarkanku dengan melambaikan tangannya di hadapanku.
Aku mengambil pasangan cincin itu kemudian menyematkannya di jari Bisma. Setelah itu, aku mendongak untuk menatap Bisma. Pandangan kami bertemu. Matanya seakan menarikku untuk terus menatapnya. Sepertinya..... aku menyukainya.
Aku menyukai mata indah Bisma.
Bisma menarik tanganku lembut, membawaku untuk bertemu satu per satu rekan bisnisnya. Tapi, dalam acara seperti inipun mereka lebih banyak membicarakan tentang bisnis.
Aku bosan. Aku tak mengerti apa yang mereka katakan. Mereka hanya bertanya nama dan latar belakang keluargaku, kemudian asyik memperbincangkan soal bisnis.
"Bis.." panggilku. Bisma mendekatkan telinganya padaku.
"Aku haus. Aku ambil minum dulu ya." pamitku.
"Nanti kesini lagi!" balasnya. Aku mengangguk kemudian pergi.
Aku mengambil sebuah minuman dingin yang telah tersedia. Namun, aku tak langsung kembali ke tempat Bisma. Aku melihat kesana-kemari, mencari sosok sahabatku, Fany.
Ah...itu dia.
Aku menghampiri gadis bergaun maroon itu. Dia melihatku. Kemudian melambaikan tangannya padaku.
Tunggu! Tampaknya dia tengah berbincang dengan seseorang. Aku mempercepat langkahku.
"Mawar lo pasti nggak akan nyangka." girang Fany.
Pria yang tengah berbincang dengan Fany menoleh ke arahku.
"Hh? Pak Brian?" kagetku.
Brian Renandi. Dosen muda terkeren, most wanted di kampusku.
Dulu. Mungkin sekitar setengah tahun lalu. Kini Beliau sudah pindah. Ada yang bilang, dia bekerja di kantor pusat yang membawahi yayasan kampusku.
"Hay Mawar! Senang sekali bertemu kamu disini." ujar Pak Brian sembari berjabat tangan denganku.
"Pak Brian kenapa bisa disini?" bingungku.
Pak Brian terkekeh sebentar. Apa ada yang lucu?
"Saya disini untuk menghadiri pertunangan saudara sepupu saya." pak Brian,
Aku menyeritkan alisku. Sepupu?
Aku hampir saja menjatuhkan gelasku saat merasakan seseorang merengkuh pinggangku. Aku segera menoleh, dan mendapati sosok Bisma yang melakukannya. Aku melemparkan tatapan protes padanya. Namun ia tak memperdulikannya.
"Kau sudah datang?" tanya Bisma sembari menatap Pak Brian.
Tunggu! Mereka saling kenal?
Pak Brian mengangguk.
"Aku tidak menyangka jika tunanganmu adalah mantan mahasiswaku." Pak Brian.
Bisma beralih menatapku.
"Perkenalkan, dia Brian, adik sepupuku. Dan... Brian, dia tunanganku, Mawar." ujar Bisma memperkenalkanku dengan Pak Brian.
Aku berdecak kesal. Bukankah tadi sudah Pak Brian katakan jika kami sudah saling mengenal?
"Pak Brian sudah mengatakannya, Bisma." kesalku.
"Eh tunggu! Jangan panggil aku 'Pak' lagi dong! Aku kan sudah bukan dosen kalian. Lagian, kamu tunangan Bisma, dan dia kakak sepupuku." Brian.
Aku mengangguk paham.
"Baiklah. Akan ku coba." balasku sembari tersenyum.
"Bukankah tadi ku bilang untuk segera kembali?" bisik Bisma.
"Aku bosan. Aku tidak mengerti dengan apa yang kamu dan rekan kerjamu katakan." jawabku apa adanya.
Bisma menghela napas panjang kemudian kembali menatapku.
"Kapan akan kau minum isi gelas itu?" tanya Bisma menatap gelas di tanganku yang masih terisi penuh.
Ah..benar saja. Sedari tadi aku belum jadi meminum minumanku.
*
Aku dan Bisma tengah berada di mobil Bisma. Ini adalah hari pertamaku menjadi tunangan seorang Bisma Renandi.
"Bis..." panggilku.
Bisma mengangkat tangannya pertanda ia sedang tak bisa berbicara denganku.
"Iya. Iya segera hubungi penanggung jawab cabang yang di Bengkulu."
"Laporan keuangan? Belum sampai mejaku. Segera antar sebelum aku sampai ruanganku!"
"Akan ku tanda tangani."
"Baik."
Bisma masih begitu sibuk dengan ponselnya. Sepertinya pekerjaannya di kantor menumpuk.
Tak lama kemudian Bisma memutuskan sambungan teleponnya.
"Ada apa?" tanyanya tanpa menolehku.
Aku menarik napas panjang.
"Jam terakhir kosong. Aku bisa pulang pukul 13.00. Kau mau menjemputku? Kita bisa mak..." tanyaku terpotong.
"Tidak bisa. Aku ada meeting." Bisma.
"Yah...bentar doang juga nggak bisa? Aku kan nggak bawa mobil." Rengekku.
"Anak buahku akan menjemputmu." Bisma.
Baru saja aku akan membuka mulutku, handphone Bisma kembali berdering. Bismapun segera mengangkatnya.
Aku menghela napas kesal. Hari pertama tunangan, tapi rasanya...... bad.
*
'Brakks'
Aku membanting keras pintu mobil Bisma. Hh! Sudah lama aku tak melakukannya. Aku berjalan ke arah kelasku tanpa menoleh sedikitpun ke arah Bisma. Rasanya aku kesal. Aku kesal karena dia mendiamkanku sejak di perjalanan tadi.
"Mawar!"teriakan itu berhasil menghentikan langkahku.
Aku tak menoleh sedikitpun. Aku yakin sang pemilik suara itu akan segera sampai di hadapanku. Fany.
"Mawar! Tadi itu Bisma kan? Kok dia nggak turun dari mobil sih? Oh iya... semalem dia keren banget. Cool banget. Auranya itu loh...."
Aku memutar bola mataku malas mendengar ocehan Fany. Apakah dia tidak mengerti jika aku tengah kesal dengan sosok yang ia bicarakan?
"Mawar, kok lo diem aja sih? Ih..mentang-mentang punya tunangan yang cool abis terus lo jadi sok cool gini." Fany.
"Apaan sih?" kesalku kemudian meninggalkan Fany.
"Eh tunggu dong.. gue kan masih mau tanya-tanya soal Bisma." ujar Fany sembari menyamakan langkahnya dengan langkahku.
Rasanya jarum jam berjalan melambat hari ini. Hari yang panjang.
Aku keluar dari gerbang kampusku dan melihat sebuah mobil Pajero hitam terparkir tepat di hadapanku. Sang supir keluar dari mobil dan menghampiriku.
"Maaf, Nona Mawar. Saya di perintahkan Tuan Muda Bisma untuk mengantarkan Anda pulang." ujar lelaki paruh baya itu.
Aku mengeja namanya. Yuda.
"Em..Bisma kok nggak bilang saya ya?" bingungku.
"Tadi pagi Tuan Muda sudah mengabari jika siang ini ada rapat penting. Dan Tuan Muda langsung mengirim pesan pada saya. Jika Nona tidak percaya....."
"Okey okey saya percaya." potongku ketika pak Yuda hendak memperlihatkan pesan dari Bisma di ponselnya.
"Mari, Nona." pak Yuda mempersilahkanku masuk di bangku belakang.
"Makasih pak." ujarku kemudian segera masuk dan duduk manis tepat di belakang bangku kemudi.
"Nona mau langsung pulang?" tanya pak Yuda.
"Iya," balasku.
Aku mengambil handphone ku dan mengetik sebuah pesan.
'Pak Yuda sudah menjemputku. Terima kasih. Oh ya, jangan lupakan makan siangmu! Dan...semoga meetingnya sukses.'
Aku mengirimkan pesan itu pada kontak bernama 'Bisma' di handphoneku
Sesekali aku melirik handphoneku, menanti balasan Bisma. Tapi hingga sampai rumahpun masih tak ada pesan masuk dari Bisma. Aku berdecih kesal. Pandai sekali dia menarik perhatianku agar aku menerima perjodohan ini. Dan setelah bertunangan, dia langsung berubah menjadi sosok aslinya.
Waktu menunjukkan pukul 16.40. Aku baru saja keluar dari kamar mandi dan segera menyambar handphoneku. Tertera notifikasi pesan baru disana.
From: Bisma
'Aku makan siang. Dan meeting berjalan lancar.'
Hanya itu???
Entah mengapa aku jadi kesal. Kenapa tiba-tiba dia dingin seperti ini? Dan... seharian ini dia tak ke rumahku. Hanya tadi pagi saat ia mengantarku ke sekolah dan itupun tidak sampai masuk pintu rumahku. Aneh sekali.
*
Hari berganti. Terdengar bel dari arah pintu utama saat keluargaku sarapan. Aku yakin, pasti Bisma.
"Maaf Nona, Tuan Bismanya sudah menunggu di depan. Katanya Tuan Bisma tidak masuk karena buru-buru." ujar Bibi.
Aku menghela napas panjang kemudian bangkit berdiri.
"Tunggu Mawar! Makananmu?" Kak Elang.
"Aku udah cukup kenyang kok, Kak." balasku kemudian bersalaman dengan keluargaku satu per satu.
Aku melangkahkan kakiku santai, dengan ekspresi se-santai mungkin ke arah pintu utama. Aku melihat Bisma, dan dia juga melihatku. Aku berjalan melewatinya tanpa mengubah kecepatan berjalanku.
"Ayo!" ujarku singkat saat melewatinya.
Bisma mengikutiku dari belakang tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Aku dan Bisma segera masuk ke dalam mobil dan mengenakam seatbelt.
"Aku ada rapat pagi ini. Jadi maaf kalau terlalu ngebut." Bisma.
Aku diam tak menyahuti. Detik berikutnya, Bisma menyalakan mesin mobilnya dan segera mengendarainya dengan kecepatan di atas kata 'sedang'.
"Pulang jam berapa?" tanya Bisma masih fokus pada jalanan.
"Kayaknya jam 3." Balasku.
"Oh.. nanti aku jemput." Bisma. Aku kembali terdiam.
Ada yang beda. Nada bicaranya, tak seperti Bisma yang ku kenal sebelumnya. Ada kesan 'dingin' seperti saat pertama kali aku melihatnya. Ada apa dengannya?
"Ada apa?" tanya Bisma membuyarkan lamunanku.
"Hah? Apa?" bingungku.
"Lupakan!" Bisma.
Aku menghela napas panjang kemudiam mengalihkan pandanganku ke luar jendela.
❤❤❤
Bersambung ....
Silakan follow ig @riakandria06 untuk info ceritaku yang lain, yaaa...
Hujan turun cukup deras sore ini. Aku melihatnya dari jendela kelasku. Karena memang aku cukup senang duduk di dekat jendela."Yah hujannya makin gede aja." keluh Fany di sampingku."Terus kenapa? Lo juga di kelas nggak kehujanan." Balasku."Eh Mawar, lo nanti di jemput tunangan lo ya? Ih..gue iri." Fany.
Aku mendengus kesal saat makan siang bersama Fany. Kali ini bukan karena ocehan sahabatku itu, tapi deringanhandphoneku yang terasa sangat mengganggu. Bisma. Namanya tertera jelas disana. Tapi...rasanya aku masih malas berdebat dengannya. Rasanya aku ingin lepas dari perjodohan ini. Sangat menyiksa."Mawar, angkat kali! Dia kan tunangan lo." Fany."Nggak usah bahas deh, Fan. Gue lagi males ngomongin dia." kesalku. Fany terdiam. Kemudian kembali m
Waaahhh...Aku berdecak kagum ketika pintu rumah Bisma terbuka. Rumah yang ku yakini harganya lebih dari 10M itu berisi perabot mewah dan guci-guci antik."Ayo masuk!" ajak Bisma membuyarkan lamunanku.Aku mengikuti langkah Bisma kemudian duduk di sebuah sofa ruang tamu. Seorang pelayan datang meletakkan sebuah minuman di hadapanku.
Kini aku sudah berada di rumah Bisma. Tepatnya, duduk sembari mengerjakan laporanku di meja makan rumah Bisma. Sementara Bisma, kini ia tengah asyik berbincang di ruang tamu bersama clientnya. Sejak hampir satu jam yang lalu mereka bicara di sana. Tak lama kemudian, ku dapati sosok Bisma sudah duduk tepat di samping kananku."Sampai mana?" tanya Bisma ketika aku asyik membaca jurnal di tanganku."Lagi mikir soal tabel ini, nuanginnya ke laporan gimana ya?" tanyaku sembari memperlihatkan bagian yang tak ku mengerti
Sebelum acara resepsi, Bisma mengajakku makan malam di restoran hotel. Letaknya berada satu lantai dengan kamar kami, namun seakan berbeda bangunan karena desain bangunannya yang begitu unik. Restoran ini menjorok ke arah pantai, hingga kami dapat menyaksikan pemandangan pantai di malam hari, dengan beberapa lampu hias yang didesain khusus. Makanan pesanan kami baru saja tiba dan aku segera menyantapnya dengan lahap."Pelan-pelan aja makannya! Kalo kurang masih bisa nambah." Bisma sembari terkekeh kecil.Aku mengangguk memakan makananku de
Sudah lebih dari sepuluh menit, tapi Bisma belum juga kembali. Rasa kantuk mulai menyelemutiku. Aku bangkit dan menuju toilet untuk mencuci tangan. Aku menatap pantulan diriku di cermin. Ternyata warnalipstickku sangat cocok ku pakai. Apalagi dengandressyang ku kenakan kini. Tampak alami dan pas dengan umurku.Kemudian aku melangkah keluar dari toilet. Langkahku terhenti tepat di depan toilet saat seseorang menahan lenganku.
Mataku masih terpejam saat terdengar bel kamarku berbunyi berkali-kali.Handphoneku di nakaspun sedari tadi sudah bergetar.Oh... ayolah, ini hari Minggu.Aku bangun dari tidurku kemudian mengucek kedua mataku.Hoammm..masih jam 6.30. Biasanya aku bangun jam delapan di hari Minggu. Aku mengikat rambutku asal sebelum berjalan ke arah pintu dan membukanya.
Aku menghentakkan kakiku kesal. Sudah hampir satu jam aku berdiri di depan gerbang fakultasku, menunggu Bisma yang tak kunjung menjemputku.Sudah berkali-kali aku menghubungi nomorhandphoneBisma, tapi hanya suara seorang wanita yang menyahutinya. Membuatku kesal."Nomor yang anda tuju sedang tid...."