Happy Reading!
No Bully!
No Edit!
Author pov on.
Jessica datang ke kantor Xaiver dan di depan ruangan Xaiver, Jessica melihat seorang gadis yang terlihat gugup berdiri di depan ruangan Xaiver dengan kepala tertunduk. Jessica bertanya sebentar lalu ia masuk keruangan Xaiver, ia tau apa yg membuat gadis di depan itu gugup. Awalnya ia kira itu gadis panggilan Xaiver, makanya ia bertanya dengan nada sinis dan menatapnya tajam. Tapi ternyata ia gadis yang akan bekerja di kantor Xaiver dan bukan gadis panggilan Xaiver.
"Bisakah kau tidak melakukan ini di saat jam kerja." gerutu Jessica saat ia sudah di dalam ruangan Xaiver.
Xaiver dan perempuan tadi sudah berpakaian lengkap tidak seperti saat Deeva melihatnya.
"Nanti uangnya aku transfer." kata Xaiver pada perempuan itu dan perempuan itu pun berlalu keluar ruangan.
"Mau apa kau kemari?" tanya Xaiver menghiraukan perkataan Jessica sebelumnya.
Jessica berdecak kesal melihat tingkah Xaiver yang tidak membalas ucapannya. "Mom merindukanmu, pulanglah ke rumah, dan bisakah kau tidak melakukan itu di saat jam kerja! " Jessica berseru di akhir kalimatnya.
"Aku tidak akan pulang ke rumah selama masih ada lelaki itu di rumah! Dan ya aku tidak bisa." jawab Xaiver enteng, ia merapikan dasinya lalu kembali duduk di kursi kerjanya dengan santai.
"Kau tidak boleh begitu, Xaiver! Bagaimana pun dia Ayah kita! Kau bisa melakukan itu tapi tidak di saat jam kerja!" teriak Jessica geram dengan kelakuan adiknya yang player itu.
"Dia bukan Ayahku, tapi penghancur keluarga kita. Sudahlah jika kau ke sini hanya untuk mengomeliku lebih baik kau pergi saja, aku sibuk" ucap Xaiver dengan terus terang mengusir Jessica dari kantornya.
Jessica memutar bola matanya kesal. Percuma ia berdebat dengan Xaiver, tidak akan pernah ada ujungnya. Xaiver adalah anak yang keras kepala. Jika bukan karena kemauannya sendiri ia tidak akan melakukannya.
"Sibuk bercumbu dengan para perempuan jalang." ucap Jessica kesal.
"Itu kau tau." balas Xaiver santai kayak lagi di pantai.
Jessica menghela nafas lelah, lalu ia menghempaskan dirinya di sofa single.
"Xaiver dia itu bukan penghancur keluarga kita, semua itu hanya kecelakaan." ucap Jessica kemudian setelah cukup lama diam.
"Kecelakaan? Dia memang sengaja membunuh Daddy agar bisa memiliki semua harta Daddy." ucap Xaiver dengan nada yang tinggi.
"Xaiver, dia tidak seperti yang kau pikirkan selama ini." ucap Jessica juga dengan nada tinggi. Sudah di bilang jika Xaiver anak yang keras kepala 'kan?
"Memangnya kau tau apa yang aku pikirkan?" tanya Xaiver dengan alis terangkat satu dan tak lupa dengan senyuman menyeringai.
"Terkadang yang kita lihat tidak seperti kenyataannya, Xaiver." ucap Jessica.
"Harusnya kata kata itu pantas untukmu, Jes." ucap Xaiver.
"Ck, sudahlah berbicara denganmu hanya akan membuatku darah tinggi saja! Jangan lupa nanti malam pulang ke rumah makan malam bersama Mommy, ia sangat merindukanmu, setidaknya datanglah untuk Mommy." ucap Jessica.
Setelah mengucapkan itu Jessica langsung bangkit dari sofa dan melenggang pergi dari ruangan itu dengan menghentakkan kakinya kesal.
Xaiver menghela nafas lalu memanggil Deeva untuk masuk ke ruangannya karena ia akan meng-interview langsung karyawan barunya. Tentu saja hanya calon karyawan bagian sekretaris pribadi, bukan karyawan yang lain. Karena hanya perempuan cantik yang bisa menjadi sekretaris pribadinya.
Kini Deeva telah berada di ruangan Xaiver, duduk di kursi yang telah di sediakan ia hanya menunduk tidak berani menatap sang bos besar.
Jika ia sebelumnya berdoa agar ia diterima di perusahaan ini maka sekarang ia berdoa agar ia tidak diterima di perusahaan ini. Ia tidak bisa membayangkan punya boss mesum, lebih baik ia bekerja di perusahaan biasa dan dengan bos yang biasa pula. Dari pada bekerja di perusahaan besar tapi memiliki bos mesum macam Xaiver!
"Berapa umurmu?" tanya Xaiver menatap perempuan di hadapannya.
Perempuan yang duduk di bangku depan mejanya. Perempuan berambut panjang dengan rambut yang di ikat menjadi satu dengan kacamata baca yang sedikit kebesaran, kemeja putih dan blazers hitam dengan bawahan celana bahan hitam.
"22 tahun Mr.Maximilian." balas Deeva masih dengan menundukkan kepalanya.
Author pov end.
Deeva pov on.
Aku menyerahkan dokumen berisi tentang data diriku pada Mr.Maximilian, ia membaca lalu menutupnya kembali. Ralat bukan membacanya, hanya membukanya lalu memutupnya kembali, maksudku apakah ia tidak benar - benar membacanya atau mungkin ia punya kekuatan super untuk membaca. Seperti super dede sinetron mnctv yang sering Ibuku tonton setiap hari?
"Berapa umurmu?" tanyanya.
"22 Tahun, Mr.Maximilian." balasku lirih. Aku menundukkan kepalaku, aku takut jika harus menatap mukanya yang mesum itu.
Aku bisa melihat dari ekor mataku jika Mr.Maximilian memerhatikanku sebentar, lalu berkata. "Kau diterima. Hari ini juga langsung bekerja." kata Mr.Maximilian santai.
"Apa!!!" teriakku refleks karena kaget, bagaimana bisa ia langsung memutuskannya begitu saja bahkan ia belum meng-interviewku. Boro-boro interview, membaca tentang diriku saja tidak. Apa dengan hanya menanyakan umur saja sudah termasuk interview ?
"Kenapa?" tanyanya sambil menaikkan satu alisnya. Bingung dengan reaksi yang aku berikan mungkin.
"Anda bahkan tidak-maksud Saya Anda bahkan belum membaca data tentang diri Saya lalu Anda juga belum Meng-interview saya bagaimana bisa Anda langsung memutuskannya!" Seruku lantang.
"Aku bos nya jadi terserah Aku." ucapnya datar namun terkesan santai.
"Tapi--"
"Jadi kau ingin aku mempersulit kau hmm." Mr.Maximilian berdiri dan mencondongkan tubuhnya kearahku, membuatku menjadi gugup setengah mati karena wajahnya terlalu dekat dengan wajahku.
"Ti-tidak." ucapku gugup karena saat ini jarak antara aku dan Mr.Maximilian semakin dekat bahkan aku sampai bisa merasakan hembusan nafasnya di wajahku.
"Bagus, sekarang pergilah keruanganmu. Kau menjadi sekertaris pribadiku." ucapnya di depan wajahku lalu kembali menjauh kan wajah nya dari hadapanku.
"Tapi aku melamar menjadi managers bukan sekertaris, apalagi pribadi!" ucapku lagi, dengan nada yang sedikit keras.
Mr.Maximilian menatapku kesal. "Siapa bosnya di sini? Kau atau aku?" tanyanya.
Dia bodoh atau apa? Kenapa bertanya hal yang jelas jelas dia sudah tau jawabannya sih?
"Anda." balasku.
"Aku bosnya kan? Jadi keputusan ada di tanganku." Jawabnya, sepertinya ia mulai marah bukan lagi kesal.
"Tapi--"
"Pergi keruanganmu sekarang juga atau aku akan menciummu." ucapnya dengan nada mengintimidasi yang membuat bulu lenganku langsung meremang seketika.
Astaga atasan macam apa ini?
Bicara seenaknya sendiri! Aku tidak tau kalau ternyata Mr.Maximilian itu masih muda dan juga mesum seperti dia kalau aku tau aku tidak akan pernah akan melamar bekerja di sini!
"Apalagi!" tanyanya saat aku berbalik menghadapnya. Karena aku sudah melangkah agak jauh dari meja kerjanya.
Bersambung
Happy Reading!No Bully!No Edit!Deeva pov on."Ruangan saya di mana?" tanyaku, masih sedikit gugup seraya menggaruk belakang kepalaku yang tidak gatal sama sekali."Tuh.." katanya seraya menunjuk sebuah pintu yang ada di sebelah kanan ruangan ini.Aku pun terburu buru berjalan memasuki ruangan yang ada di sebelah. Karena terdapat pintu terhubung di ruangan itu mungkin agar tidak repot harus keluar ruangan, dan dinding ruangan yg memisahkan ruangan itu dan Mr.Maximilian hanyalah sebuah kaca besar termasuk juga pintunya. Jadi untuk apa di pisah jika dinding dan pintunya adalah kaca?Aku membuka pintu kaca itu, begitu pintu terbuka aku terkejut bukan main melihat ruangan yang berantakan. Astaga ruangan macam apa ini, berantakan sekali di mana mana ada bekas kondom."ASTAGA RUANGAN APA INI!!" teriakku refleks.Aku berbalik kembali ke meja Mr.Maximilian dengan kesal. Aku tidak peduli dia akan mar
Happy Reading!No Bully!No Edit!Deeva pov on."Aku menyuruhmu membeli makanan untukku. Tapi kenapa kau malah bergosip!" ucapnya tepat di depan wajahku."Aku--"Aku menelan ludah dengan susah payah, wajah Mr.Maximilian kini sangat dekat denganku. Membuatku bisa mencium aroma wewangian yang ia gunakan."Uh maaf saya tidak tau, saya tadi sudah mengetuk pintu berkali-kali, tapi karena tidak ada jawaban saya langsung masuk saja. Sekali lagi maaf Mr.Maximilian, permisi..." ucap seseorang yang baru saja membuka pintu, lalu saat ia akan kembali menutup pintu dari luar Mr.Maximilian memanggilnya.Hal itu membuat pipiku memanas karena malu. Aku tidak tau apa yang akan orang itu pikirkan melihat posisi kami tadi yang sangat dekat. Yang pasti su
Happy Reading!!No Bully!!No Edit!!Author pov on."Deeva!!" teriak Xaiver menggelegar di ruangannya, membuat Deeva harus menutup telinganya sendiri."Mr.Maximilian Anda memanggil Saya?" tanya Deeva sedikit gugup, ia takut jika bosnya itu ngamuk padanya.Barusan ia melihat boss-nya itu habis ngamuk ngamuk sama salah satu karyawan yang kurang beruntung, entah karena apa Deeva juga tidak tau karena ia hanya melihat itu semua dari balik pintu kaca ruangannya."Tidak!!" sungut Deeva kesal.Deeva pun mulai berbalik hendak menuju ruangannya, namun langkahnya berhenti saat mendengar ucapan Xaiver."Hei! Jangan pergi!""Mmm,.""Huh!"
appy Reading!!No Bully!!No Edit!!Author pov on."Rossa di mana Deeva?" tanya Xaiver bertanya pada sekertarisnya.Rossa mendongak untuk melihat wajah sang bos yang sepertinya sedang kesal. "Maaf, saya tidak tau Mr.Maximilian... Tapi sepertinya dia akan mencari makan untuk makan siang mungkin." balas Rossa sedikit gugup."Ck!"Xaiver mendecakkan lidahnya dengan kesal, tadi niatnya ia akan beristirahat dan menyuruh Deeva sang sekertaris pribadi untuk mengerjakan tugasnya. Namun belum sempat matanya terpejam sempurna, tiba tiba seorang perempuan datang tanpa di undang dan menggodanya.Saat Xaiver berhasil menyingkirkan perempuan yang menggodanya. Xaiver pun menyuruh perempuan itu untuk pergi, karena ia sedang malas untuk bermain dengan
Happy Reading!!No Bully!!No Edit!!Deeva pov on."Aku tidak suka kau berteman dengannya." ucap Mr.Maximilian kembali bersuara."Siapa?" tanyaku, sebenarnya aku tau siapa yang dia maksud."Alfian, siapa lagi!" ucapnya dengan nada yang sedikit lebih tinggi. Seakan-akan dia membenci Alfian. Dan Aku pikir memang begitu!"Memangnya kenapa? Saya rasa Alfian orang yang cukup baik untuk di jadikan teman." balasku tanpa menoleh ke arahnya sedikit pun."Kau belum mengenalnya, Deeva. Dia itu bajingan." ucap Mr.Maximilian.Kali ini aku menatapnya tidak percaya, oh ayolah kalian pasti tau jika Mr.Maximilian itu bajingan, lalu bisa bisanya dia mengatakan Alfian seperti itu."Yan
Happy Reading!!No Bully!!No Edit!!Deeva pov on."Xaiver, bukankah harusnya siang ini Anda ada pertemuan dengan Mrs.Joseph?" tanyaku.Mr.Maximilian menggelengkan kepalanya, membuat aku mengerutkan dahiku karena bingung."Aku sudah memberitahukan Rossa untuk meng-cancel pertemuan kami." balas Mr.Maximilian."Kenapa?" tanyaku."Bisa kah kau tidak perlu berbicara se-formal itu jika bersamaku."Aku hanya memutar bola mataku malas, karena Mr.Maximilian tidak menjawab pertanyaanku dan malah mengalihkan pembicaraan."Aku hanya ingin menghabiskan waktu bersamamu hari ini. Apa kau tidak suka?" tanya Mr.Maximilian, ia meraih wajahku yang tadinya Aku palingkan untuk kembali m
Happy Reading!!No Bully!!No Edit!!Deeva pov on."Terimakasih."Hanya itu yang aku ucapkan sebelum aku keluar dari mobil dan meninggalkannya di sana, tanpa harus sudah payah dan berepot-repot mengajaknya mampir terlebih dahulu ke rumahku.Katakan aku jahat! Karena aku sama sekali tidak peduli akan hal itu.Aku membalikkan badanku setelah memencet bel rumahku, rumah Ibuku lebih tepatnya. Karena aku merasa seperti ada yang mengikuti, dan ternyata benar. Ada yang mengikutiku.Mr.Maximilian berdiri tepat di hadapanku dengan tersenyum lebar tanpa dosa."Apa yang kau lakukan di sini?" tanyaku."Mengatarmu sampai tujuan." ucapnya santai.
Happy Reading!!No Bully!!No Edit!!Xaiver pov on.Aku bisa melihat Deeva yang menatapku heran. Jangankan Deeva, bahkan aku juga heran mengapa aku melakukan semua ini?Untuk apa? Aku pun tidak mengerti."Tapi--""Makanlah dan setelah itu temani aku bertemu dengan Arabella." ucapku memotong perkataannya yang hendak protes lagi.Arabella adalah satu satunya harapanku, maksudku jika aku bisa bekerja sama dengannya. Maka aku tidak perlu bekerja sama dengan si bajingan Alfian.Aku pun memeriksa kertas putih itu dan mulai menandatangani nya. Sebenarnya aku tidak benar benar membacanya, karena aku hanya membuka lembaran yang seharusnya aku tandatangani saja. Karena sesungguhnya Rossa sudah lebih dulu memeri