Hari terus berjalan. Waktu terus berputar dan kesibukkan membuat Aelyn tidak menyukai hari ini.
Layar komputer di hadapannya menampil beberapa sheet, tangan dan mata terus melihat sambil mengetik. Sungguh walau Aelyn menyukai pekerjaan, tapi lain berbeda jika semua yang harus diselesaikan hari ini.
Rasa kepala Aelyn terasa begitu penat, bahkan bisa berasap mungkin. Hari ini Aleyn harus memikirkan konsep yang sudah Revan berikan padanya, padahal sebisa mungkin Aelyn memeriksa konsep itu. Namun Nona Ellena selaku sebagai director creative dirinya dan Revan, tidak juga menerima konsep atau setidaknya menentukan mana yang akan ditentukan, padahal deadline untuk konsep itu yang minggu ini sedang Aelyn jalankan dengan Revan, harus segera diselesaikan.
Deadline akan jatuh tiga hari lagi. Jika sampai semua konsep ditolak oleh Nona Ellena, itu berarti Aelyn dan Revan harus memutar otak membuat konsep lain, waktu yang tidak banyak. Itu berarti Aelyn harus mengambil lembur lagi selama hampir seminggu ini, belum lagi dirinya harus mencari klien?
Bersandar di kursinya, Aelyn memijat pelipis hidungnya, dia melewatkan makan siang dan sehari-hari belum banyak mengkonsumsi kopi daripada makanan sehat, melirik jam yang sudah seharusnya dia pulang.
Revan yang baru saja merapikan mejanya, berjalan mendekati Aelyn yang belum juga menunjukkan akan pulang.
“Kamu tidak pulang?” tanya Revan.
Aelyn mengangkat kepalanya, menatap Revan yang menjulang tinggi di sampingnya, pria itu sudah memakai mantel dan membawa tas kantornya. Revan seperti akan pulang, itu berarti Aelyn harus mengerjakan semuanya sendiri?
Wajah kusam, kantung mata bertambah, lalu penampilan begitu berantakan dan jangan lupa betapa lemas tubuhnya saat ini. Bagaimana tidak, dirinya tidak akan bisa tidur dengan baik jika semua ini masih menggantung di kepalanya, menghantui setiap dirinya menutup mata.
“Aku sangat ingin pulang tapi—,” Aelyn berhenti sejenak, meluruskan tubuhnya lagi.
“Konsep. Bagaimana semua ini bisa membuatku pulang?”
“Aelyn. Santai saja, deadline masih tiga hari lagi. Jangan terlalu dipikirkan.” ucap Revan. Jika melihat Aelyn seperti bagaimana dia bisa kembali?
Revan menarik kursi di samping Aelyn, lalu duduk di hadapan gadis itu, mengelus punggung yang begitu kurus baginya. Lalu mengelus kepala dan dengan sengaja mengacak rambutnya. Tersenyum mencoba menghilangkan kesepian kantor ini.
“Aelyn, aku yakin semua ini akan berjalan dengan baik, kita sudah berusaha dan aku yakin Nona Ellena akan menyukai salah satu konsep itu.”
“Aku tahu, tapi begitu membenci diriku yang sangat khawatir dengan semua ini, kau tahu sendiri bukan? Jika aku tidak akan tenang jika semua ini belum selesai.” jawab Aelyn.
Revan mengangguk mengerti, dia menarik tangan lain dan menatap gadis itu lagi. Pria itu sangat tahu, Aelyn tidak akan bisa tenang sebelum semua hal yang dia kerjaannya terselesaikan, Aelyn gadis pekerja keras yang paling terkenal di Crop Vic Stevano. Bahkan seperti sebuah obsession yang begitu berlebihan dan terkadang membuat Revan takut.
“Aku akan memesan makanan untukmu, maaf Aelyn. Aku tidak bisa menemani-mu lebih kali ini, Ayah dan Ibu hari ini kerumahku, mereka baru saja kembali dari London.”
Aelyn mengangguk, masih dengan posisi menatap lurus ke arah komputer.
“Hm—Baiklah.”
Revan tersenyum, kadang gadis itu yang kelihatannya begitu dewasa, bisa bertindak manja dan aneh, Aelyn tiba-tiba menatap ke arah Revan disampingnya.
“Pulang, aku tidak apa-apa. Orang tuamu pasti sedang menunggu-mu, Van.” Usir Aelyn dengan bahasa halusnya.
Aelyn begitu mengenal keluarga Revan, bagaimana tidak pria itu selalu mengajaknya lalu keluarganya sedang ada acara entah itu makan malam, pesta ulang tahun, sampai pernikahan sepupunya.
“makanan akan sampai 10 menit lagi. Baiklah, aku akan pergi, jangan lupa untuk menghabiskan semuanya.” Ucap Revan, dia melepaskan tangan Aelyn, dan mulai bersiap meninggalkan ruangan itu.
“Tentu saja.” Ucap Aelyn, dia menunjukkan senyuman saat Revan sudah siap akan pergi, melambaikan tangannya untuk salam perpisahan.
Revan yang melihat tingkah gemas Aelyn, sedikit menunduk dan mencubit pipi gadis itu, mengelus kepalanya sebagai tambahan.
“Sudah! Pergi sana.” Ucap Aelyn, dia mengelus pipinya yang mungkin bisa semakin lebar jika Revan terus melakukan itu. Dan Aelyn sangat tidak menyukai diperlakukan seperti anak kecil begitu.
Revan mengerti, dia mulai berbalik arah dan melangkah meninggalkan ruangan ini. “Jangan pulang terlalu larut.” teriak Johan, sebelum menutup pintu.
Tanpa Aelyn dan Revan sadari, interaksi intern menjadi tontonan untuk Ethan kedua kalinya, ada raut penasaran tercetak jelas di jawab Ethan, ada sebuah perasaan antara kedua sahabat itu yang membuat Ethan meringai dalam senyumnya, Ethan yakin itu bukan perasaan antara sahabat melainkan perasaan cinta, melihat betapa dekatnya mereka.
Dan tidak ada kecanggungan sama sekali dalam segala bentuk sentuhan mereka, cukup lama Ethan memandangi Aelyn yang kini sedang memainkan pulpen di sekitar bibirnya, sampai Aelyn menjatuhkan tempat pulpen dan menimbulkan suara yang cukup bising, barulah Ethan tersadar.
Apa yang dia lakukan disini?
Lagipula untuk apa dirinya memandang Aelyn?
Tanpa berpikir panjang, Ethan kembali melanjutkan langkahnya, segera meninggalkan gedung itu.
Setelah merasa tubuhnya sudah tiga jam lebih mengetik sesuatu atau mengamati layar komputer dihadapannya, Aelyn mulai merenggangkan tubuhnya, rasanya mulai lelah dan mengantuk, kopi sudah tidak lagi berguna. Sekarang tubuhnya butuh istirahat lebih, dan Aelyn menyerah, dia melepaskan semua pekerjaannya hari ini. Dan memutuskan mengakhiri lemburnya, tangan mulai merapikan mulai barang miliknya yang berserakan di meja kantornya, tidak juga lupa untuk memesan taksi online, mengingat waktu bukan lagi jam dimana
orang sibuk berlalu-lalang.
Dan setelah mendapatkan notifikasi dari sang supir, secepat mungkin kakinya melangkah meninggalkan gedung Crop Vic Stevano.
Pikirannya berubah setelah dia melihat Mall terbesar di pusat kota Chicago, dia menghentikan sang supir untuk berhenti pintu utama Mall tersebut.
"terimakasih." ucap Aelyn, pada sang supir taksi. Di membungkukkan badannya saat taksi meninggalkan tempat, kaki mulai melangkah masuk ke dalam Mall, perasaan lelah mulai berkurang setelah melihat Mall itu yang masih ramai, padahal waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam.
Aelyn melihat-lihat seluruh arah, semua orang seperti pada pertuju pada bioskop di lantai 3. Dirinya yang merasa sudah sangat lama tidak kesana, memutuskan untuk menonton salah satu film yang sedang ditayangkan hari ini.
Rasanya mungkin sedikit aneh karena ini pertama kalinya dia pergi ke bioskop sendirian.
Saat sedang mengantri membeli tiket, tidak sengaja tatapan Aelyn jatuh pada seorang pria yang tampak tidak asing baginya, bukankah itu pria yang menjadi perbincangan Kiera selama seminggu. Siapa lagi jika bukan Ethan Stevano. Sang Ceo baru yang terkenal begitu perfeksionis.
bahkan karena pria itu, berkali-kali ide ditolaknya, padahal Aelyn dan Johan sudah bekerja keras memikirkan ide itu, karena pria itu ikut campur tangan, membuat Aelyn tidak bisa tidur tenang dan Jika bukan karena, maka mungkin mereka tidak akan sekacau ini dalam menentukan konsep, Sang Ceo ingin konsep baru dan anti-mainstream, itulah yang membuat Aelyn hampir pecah. Memikirkan ide konsep yang baru.
Lama memperhatikan Ethan yang malam itu ternyata tidak sendirian, pria itu yang masih mengenakan seragam kantornya itu terlihat menggandeng seorang wanita dari para model, tentu saja. Memangnya seorang Ethan mau bermain-main dengan wanita bisa saja seperti Aelyn. Yang lebih nyaman mengenakan kaos dan jeans daripada dress fit body. Yang membuat penampilan para wanita lebih feminim dan elegan.
Aelyn bukan wanita sejenis itu,.
‘Dan, apa yang kamu pikirkan Aelyn? Untuk apa kamu memikirkan selera wanita pria itu? Tidak ada hubungannya denganmu!'
Aelyn menggelengkan kepalanya, menghilangkan pikiran anehnya, dan memilih fokus untuk menentukan film apa yang akan dirinya pilih, setelah memesan tiket, dirinya memutuskan membeli beberapa makan seperti popcorn dan minuman. Dan mengabaikan segala yang terjadi hari ini, dia kesini untuk meninggalkan stress-nya bukan untuk memperhatikan orang lain.
Keesokan harinya.Aelyn pikir hari ini dia bisa sedikit tenang, tapi seperti itu hanya halusinasi saja. Crop Vic Stevano.Rasanya hari ini seluruh wanita di perusahaan ini terus menyebarkan berita panas tentang sang Ceo, siapa lagi jika bukan Ethan Stevano, bahkan telinga Aelyn begitu panas mendengar saat berpapasan dengan beberapa orang, padahal ini masih terlalu pagi untuk memulai sebuah gosip tidak penting, Aelyn ingin sekali memarahi Kiera dan wanita lainnya, yang terus membahas pria itu, padahal Aelyn masih pusing dengan konsep yang belum menemukan titik terang,menambah buruk suasana hatinya saja.Berita itu terus di bicarakan saat Aelyn ingin makan siang di kantor, suasana sangat ramai sampai dirinya tidak tenang untuk memakan satu sendok nasi, membuat
Sampai di ruangannya. Aelyn dengan wajah cerianya berjalan mendekati Revan yang masih sibuk dengan layar monitor dihadapannya, tanpa berpikir panjang Aelyn memberikan minuman kaleng itu padanya, dengan senyuman bahagia yang terus mengisi wajahnya, tidak ragu untuk memperlihatkan indahnya lesung pipinya. “I Got It, Van!” Ucapnya dengan senang, dirinya tidak sabar untuk menjelaskan ide brilian yang muncul begitu saja, rasanya Aelyn yakin jika ide kali ini akan langsung disetujui oleh Ellena dan pria menyebalkan itu, Ethan Stevano. “Why Aelyn?” Revan memutuskan untuk menatap ke arahnya, dia mengabaikan pekerjaannya sejak untuk mengetahui hal apa yang membuat gadis itu tersenyum bahagia, momen yang sang langka ketika Aelyn begitu, karena seceria apapun gadis itu tidak pernah dia menunjukkan lesun
Aelyn meletakan barangnya di bawah mejanya, dia mengeluarkan ponselnya untuk melihat penampilan make-up walau tidak begitu tebal, setidaknya wajahnya tidak terlihat seperti bangun tidur, dia memoleskan sedikit lipcream pada bibirnya dan memutuskan untuk menguncir rambutnya. “Kopi untukmu,” ucap Revan, meletakan secangkir kopi panas, mengabaikan beberapa orang menatap ke arahnya. “Dan aku sudah menyelesaikannya, kita hanya perlu memberikan pada Nona Ellena.” Aelyn menoleh ke arah Revan, pria itu memang sangat bisa diandalkan, alasan kenapa Aelyn begitu senang bertemu dengannya karena bukan seperti karyawan lain yang hanya ingin tahu tanpa ingin membantu, pada seperti Aelyn yang terlalu banyak merepotkan pria itu. “Terimakasih Van, kamu memang yang terbaik, tak terhitung aku akan terus mengucapkan te
Aelyn melangkahkan kakinya di sepinya lorong lantai 15, apalagi tujuannya kesini?Setelah kembali ke kantor dan baru saja ingin duduk di kursi, Aelyn di panggil untuk langsung menghadap keruangan Tuan Stevano, entah kenapa rasa gugup terus mengikuti langkahnya, untuk pertama kalinya dia melangkah ke sana dan ada hal apa penting apa yang ingin pria itu sampaikan?Aelyn kurang nyaman jika harus berada didalam ruangan dengan orang yang masih asing dengannya, dia memang sulit beradaptasi tapi dia bukan seorang yang pengecut dan langsung menolaknya, yang di hadapannya adalah atasan, pemegang tunggal Stevano Vic Crop.Jauh sebelum Aelyn lahir, perusahaan ini sudah mudah beroperasi, menghela nafas sejenak Aelyn menguatkan kakinya untuk berdiri dengan ‘Room Ceo.’ kalimat yang membuat degup jant
“Akhh!”Aelyn tersentak dengan tubuh yang menabrak dinding begitu keras, ketika wajahnya terangkat untuk melihat situasi apa yang sedang terjadi, tiba-tiba pria yang mendorongnya dan membuat dirinya berada didalam kekukuhannya, itu langsung mencium bibirnya tanpa mengucapkan satu kalimat-pun.Bola mata Aelyn berbuka lebar, dia bahkan harus melepaskan ciuman pertamanya pada pria yang kurang ajar itu, dia panik dengan keadaan seperti itu, tenaganya begitu lemah jika memaksa mendorong jadi dengan kesal Aelyn menendang titik kelemahan pria dihadapannya.Ciuman itu terputus, kesempatan itu Aelyn gunakan untuk melarikan diri tapi kecepatan pria itu tidak bisa diremehkan, pria berpakaian serba hitam itu kembali menarik Aelyn dan menghantamkan tubuhnya di dinding, kembali menyatukan benda kenyal itu.
Keesokan pagi hari.Ethan membuka kedua matanya saat suara nada dering terus mengganggu telinganya, tangannya menggapai ponselnya yang tergeletak di meja, satu panggilan masuk dari asisten yang ada di rumahnya.Bukannya menjawab pria itu sengaja mematikan ponselnya, dia sudah bisa menebak apa yang akan asistennya katakan dan sangat malas untuk Ethan menjawabnya, tatapannya tertuju pada gadis yang tertidur dengan memeluk bantal.“jadi semalam itu benar dirinya?” tanya Ethan, suara yang dia keluar cukup kecil, bahkan seperti mengudara tanpa angin, kalimat yang tidak mungkin bisa Aelyn dengar.Ethan tersenyum tipis, luka di perutnya sudah tidak sesakit tadi malam dan bahkan dia melakukan rasa sakit sang miliknya ditendang oleh gadis itu
Aelyn menatap cermin di depannya dengan harapan jika pakaian yang dia kenakan pantas untuk menghadiri sebuah acara, jika bukan karena permintaan Revan sungguh dirinya tidak akan bersedia memakai gaun, apalagi heels yang lebih tinggi, gaun yang sedikit mengekspos punggungnya dan kaki jenjangnya. Dering nada ponselnya mengalihkan pandangan Aelyn, dia mengambilnya. “Kamu sudah ada dibawah? Baiklah aku akan segera turun.” ucap Aelyn, mengambil tas selempang berwarna hitam, dia segera meninggalkan apartemennya. Di Dalam lift-pun dirinya masih sibuk untuk menatap dirinya, dia sengaja mengurai rambut panjangnya untuk menutupi gaun yang memang sedikit mengekspos tubuh bagaimana atas, jika Aelyn tidak memikirkan malu yang akan Revan katakan mungkin dirinya sudah memilih memakai pakaian kantornya.
Aelyn mengangkat kepalanya, mata hitamnya bertemu dengan irisan coklat milik Ethan, pria itu mengulurkan tangannya, tapi Aelyn tidak menanggapinya, dia sedang sibuk menahan rasa sakit dari kakinya, setiap bertemu dengannya pasti ada sesuatu hal terjadi entah itu dirinya atau situasi menyebalkan. Ethan menghela nafas, tanpa berpikir panjang untuk langsung menggendong gadis itu, membuat Aelyn berteguh dan menatap ke arahnya dengan tatapan terkejutnya, dia berpegangan erat pada bahu Ethan. “Apa sulitnya untuk menerima uluran tangan dariku?” tanya Ethan, walau menyampaikan seperti seakan dia marah tapi sebenarnya itulah nada bicara. “Turunkan aku!” protes Aelyn, dia sedikit menggerakan tubuhnya, kenapa dirinya baru merespon sekarang saat Ethan membawanya keluar dari gedung itu, keluar dari sana.
Aelyn mengusap air matanya setelah rasanya cukup untuk menangisi seorang pria lagi, masalahnya Aelyn tidak bisa lagi menahan diri untuk berhenti menyakiti dirinya, sudah berulang kali dirinya untuk sadar tapi tetap saja terus jatuh seakan dirinya bisa melewati rasa sakit itu, tidak ada yang benar-benar baik dan buruk, hanya saja harus lebih berhati-hati menentukan. Aelyn menyadarkan kepalanya di kursi, tatapannya mengarah pada keluar jendela dimana sudah tidak lagi aktivitas yang begitu sibuk seperti pagi hari, tapi malam selalu di hiasi dengan lampu jalan yang begitu indah, Aelyn tidak ingin lagi menyukai siapapun, jika perlu hisakah hatinya mati rasa saja? “Nona, Menangis bukanlah hal buruk, terkadang kita butuh hal itu untuk sedikit menghilangkan rasa sedih,” Ucap sang supir, dia memberikan tisu saat mobilnya berhenti untuk menunggu lampu hijau. “Terimakasih Pak,” Ucap Aelyn, dia mengambil beberapa lembar tisu dan mengusap wajahnya, lalu kembali menatap ke arah luar lagi, dia but
Hari ini berjalan cepat di luar perkiraan Aelyn, dipukul yang sudah menunjukkan 7 malam, Aelyn masih berada di gedung Crop Vit Stevano. bukan dirinya sedang menunggu siapa-siapa tapi dimana malam ini dirinya akan tidur, dia tidak mau kembali ke apartemen Ethan atau kembali ke apartemennya yang lama, karena laporan yang Aelyn terima barang miliknya sudah hancur terbakar dan hanya beberapa yang bisa diselamatkan. Dia sudah mendapatkan apartemen baru yang ternyata milik Samuel, harganya cukup sedikit menyisihkan tabungannya, Aelyn memilih untuk menyudahi pekerjaannya dan memutuskan untuk merapikan seluruh barang di atas meja kerjanya, dirinya tidak tahu akan kembali tapi tidak ada pilihan selain pulang ke apartemen barunya. Di dalam sana sudah disediakan seperti apartemen pada umumnya, hanya saja Aelyn tidak memiliki pakaian untuk pergi ke kantor besok atau setidaknya piyama untuk tidur malam ini. Haruskah dirinya pergi ke Mall? Tapi ini sudah malam bukan? bagai
Aelyn kembali ke ruangan kantornya dengan perasaan yang tidak nyaman, sorotan mata itu membuatnya tidak bisa melakukan pembelaan untuk dirinya, sudah jelas jika semua orang memiliki pemikiran mereka sendiri tentang kejadian itu, dan percuma saja Aelyn membuka suaranya, menjelaskan segalanya tidak akan membalikan keadaan, itu sudah terjadi dan Aelyn hanya mencoba berpura-pura tidak mengetahui apa yang terjadi.Gadis itu melewati ruangan kantor yang sudah di penuhi oleh karyawan lainnya, menarik kursinya dan duduk di sana, tidak mempedulikan apa yang mereka pikirkan dan berharap kejadian itu bisa di lupakan secepatnya, padahal hari ini Aelyn masih ada beberapa hal yang harus di lakukan di ruangan pria itu tapi—seperti dirinya akan menunda atau menyerahkannya pada yang lain.semua yang di dalam satu departemen dengan Aelyn hanya menatap gadis itu dan memperhatikan kekacauan yang tertulis jelas di wajahnya, tidak sedikit yang berpikir jika Aelyn diam-diam memiliki hu
Aelyn membalik tubuhnya hingga harus melangkah beberapa, dia terkejut melihat saat melihat siapa yang menarik tangannya, dia bahkan menjatuhkan Americano yang ada di tangannya.“Hai! Aelyn,” Sapanya, dengan senyuman manis yang membuat dirinya semakin tampan dan tidak tahu kenapa dirinya bisa berada di sini lalu bertemu dengan Aelyn.Aelyn hanya diam saat pria itu terus menatap dengan jarak yang begitu dekat, Aelyn sampai tidak bisa bergerak sedikitpun dan masih dalam balutan keterkejutannya, bagaimana bisa—jika seperti ini dirinya semakin tidak bisa hidup tenang! kenapa semua datang di waktu yang sulit untuk dirinya terima, Aelyn harus bagaimana?“Aelyn? Kau mendengarku?” Tanyanya, pria itu sampai melambaikan tangannya ke wajah gadis itu, lalu terpaksa menariknya menjauh dari lift karena mereka cukup mengganggu berada di depan sana.“Ah? Ya—Apa yang kamu lakukan di sini Samuel?” Tanya Aelyn, dia menepis perg
Bagaimana menceritakannya, ketika dering alarm bergema di seluruh ruangan, membangunkan kedua sosok yang tertidur dibalik selimut dengan terkejut hingga tidak sadar jika hari ini adalah hari waktunya mulai kembali bekerja, keduanya lupa jika kemarin adalah hari terakhir akhir pekan, dan malam panjang membuat keduanya lelah dalam kabut malam.Dengan terburu-buru mereka langsung bersiap, Aelyn sampai harus kembali mengenakan pakaian hotel dan meninggalkan Ethan begitu saja di sana, walau berbahaya dia tidak ingin mengambil resiko bersama pria itu, memikirkan kejadian apa yang sudah terjadi benar-benar membuat dirinya canggung untuk bertatapan dengan pria itu.Dan kini Aelyn terduduk di meja kerjanya dengan perasaan sulit untuk dimengerti, dia tidak percaya dan rasanya ingin menghilang saja dari muka bumi ini, bodoh sekali! sihir apa yang sudah pria itu lakukan pada dirinya, hingga tidak tahu sudah berapa kali Aelyn membiarkan dirinya kembali tidur dengan pria itu.
Aelyn kembali membuka kulkas yang bahkan sama seperti milik pria itu, banyak sekali makanan sayang sekali mereka hanya satu hari berada di sana, tangan Aelyn terulur untuk mengambil daging yang masih terbungkus dengan baik, sungguh lama dia tidak menikmati steak dan spaghetti.Aelyn memutuskan membuat makan malam sendiri di sana, karena sungguh Aelyn tidak bisa menahan jika perutnya sudah sangat lapar, dirinya lemah dengan jika berusaha dengan perut.Mengeluarkan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat Steak dan spaghetti, sejak kapan dirinya jadi kembali rajin masak, bukankah dirinya sangat malas jika urusan masak, dia memang suka memang suka memasak tapi dia tidak suka saat membersihkan peralatan yang dirinya jugakan.Lebih tepatnya, Aelyn malas melakukannya.Dia memakai sarung tangan karena menurutnya itu hal penting, lalu membersihkan bahan sebagai hal penting lainnya, kemudian tangannya terulur untuk mengambil pisau dan mengiris daging setipi
Setelah tiga puluh lima menit berlalu, akhirnya Ethan keluar dari bathroom dengan pakaian sederhananya, dia tidak lagi memakai setelan rapi seperti tadi pagi, mungkin karena pekerjaannya sudah selesai jadi tidak ada salahnya dirinya mengenakan pakaian seperti itu, lagi pula dirinya selalu cocok memakai pakaian apapun, dia selalu terlihat tampan.Ethan menatap bingung ke arah Aelyn yang masih terdiam di sofa dengan handuk yang menutupi tubuhnya, bukankah di kamar lain masih ada bathroom kenapa dia hanya duduk di sana? apakah dia tidak tahu dirinya akan sakit nanti? suhu ruangan ini cukup dingin karena pendingin udara menyala.“Kenapa kau hanya duduk di sana?” Tanya Ethan, dia berjalan mendekati gadis itu sambil melihat ponselnya, duduk di salah sofa di sana.Aelyn menoleh ke arahnya, wajahnya hanya datar ketika Ethan melihat dirinya, seharusnya pria itu mengerti kenapa dia masih duduk di sana! apakah semua pria seperti itu? Tidak! Revan berbeda dengan
Aelyn bersandar pada penyangga sofa yang begitu lembut, menatap bosan pada layar televisi di hadapannya, sudah hitungan lima jam Ethan membiarkan dirinya terus berada di dalam kamar hotel ini, banyak hal yang sudah dirinya lewati dan Aelyn bisa mati karena kebosanan yang semakin membuatnya ingin keluar dari sana.Tapi setiap akan melangkah keluar dari kamar hotel, Aelyn harus berhadapan dengan seseorang dengan setelan rapi yang berdiri tepat di depan pintu, membuat dirinya mau tidak mau harus kembali mengurungkan niatnya, dia punya alasan kuat jika mereka bertanya.Aelyn ke arah luar balkon kamarnya, hotel dengan fasilitas kelas atas memang tidak perlu diragukan, di balkon sudah ada kolam renang dan tempat yang bisa digunakan untuk dinner, entah kenapa Aelyn jadi ingin mencelup kakinya di antara kolam sana.
Ethan sibuk dengan ponselnya dan sesekali melirik ke arah Aelyn yang sibuk menatap jalanan kota, mungkin karena lebih sering menghindari tempat, Aelyn jadi memiliki keterbatasan dalam kebebasannya, Ethan sadar secara perlahan dia membawa gadis itu pada dunianya yang sebenarnya.Apakah ini terlalu cepat atau mungkin sudah waktu perlahan Aelyn tahu siapa dirinya, siapa sebenarnya pria yang selama ini diam-diam menjaganya dan seseorang yang jauh di sana mengharapkan gadis itu tahu keberadaannya, berharap ada sebuah interaksi dirinya dengan Aelyn.Hari ini ada acara tender yang hampir setiap bulan dilakukan oleh banyak perusahaan, selain mencari investor lebih banyak, di acara sana bisa menemukan partner kerja yang bermutu, tapi itu hanya namanya sebenarnya itu adalah pertemuan para informan dan beberapa perusahaan untuk mendapatkan informasi lebih.