Share

Bab 06 - I Got It.

Sampai di ruangannya. 

Aelyn dengan wajah cerianya berjalan mendekati Revan yang masih sibuk dengan layar monitor dihadapannya, tanpa berpikir panjang Aelyn memberikan minuman kaleng itu padanya, dengan senyuman bahagia yang terus mengisi wajahnya, tidak ragu untuk memperlihatkan indahnya lesung pipinya.

“I Got It, Van!” Ucapnya dengan senang, dirinya tidak sabar untuk menjelaskan ide brilian yang muncul begitu saja, rasanya Aelyn yakin jika ide kali ini akan langsung disetujui oleh Ellena dan pria menyebalkan itu, Ethan Stevano.

“Why Aelyn?” Revan memutuskan untuk menatap ke arahnya, dia mengabaikan pekerjaannya sejak untuk mengetahui hal apa yang membuat gadis itu tersenyum bahagia, momen yang sang langka ketika Aelyn begitu, karena seceria apapun gadis itu tidak pernah dia menunjukkan lesung pipinya.

“Kamu tahu?”

“Tentu saja tidak, itulah kenapa aku bertanya!” ucap Revan, dia bukan orang yang suka menebak-nebak sebuah teka-teki entah itu sebuah permainan atau bukan, to the point adalah dirinya.

Aelyn mengendus tidak suka, tapi secepat itu langsung kembali berubah saat ide itu tersimpan di kepalanya, “Aku mendapatkan ide baru dari minuman ini!” 

Aelyn menunjukkan kaleng minum itu, Revan memberikan reaksi lain, alasanya terangkat dengan tatapan bingung melihat kaleng minum, ide apa yang sedang gadis itu pikirkan? 

“Aku tidak paham, coba jelaskan padaku tanpa harus menebak idemu itu.” ucap Revan, tangannya menarik kursi milik Aelyn dan memerintahkan untuk segera duduk. 

“masa kamu tidak merasa apa yang sedang aku tunjukan?” tanya Aelyn, mau tidak mau dia mengikuti keinginan pria itu.

“Baiklah, dengarkan baik-baik. Aku akan menjelaskannya secara singkat dan kita harus menyelesaikannya malam ini.”

Revan mengangguk, dia mengambil ponselnya untuk mencatat poin penting untuk merancang semua itu menjadi sebuah proposal yang lebih baik dari buatan mereka sebelumnya dan berharap ide ini tidak lagi mendapatkan tolakan.

“Itulah ide yang terlintas karena minuman kaleng ini,” jelas Aelyn, dia tersenyum dengan bangganya dan mengapresiasi otak pintarnya yang selalu tepat waktu dalam menggambarkan sebuah hal.

“Wow, aku sungguh tidak tahu ide itu akan datang begitu saja, aku yakin Tuan Stevano akan sangat menyukai ide ini, kamu yang terbaik, jika project ini berhasil, aku akan mentraktirmu apapun!”

“Janji?” Aelyn, dia menunjukkan jari kelingking-nya untuk sebuah tradisi dalam mengikat sebuah janji.

“Tentu.” Revan melakukan apa yang Aelyn perintahkan, kedua jari saling bertautan dan janji-pun terbentuk, “Untuk apa menunggu lagi, kita selesaikan malam ini dan kita buat mereka tidak bisa menolak besok!”

Aelyn mengangguk penuh antusias, darahnya mendidih dan seluruh tubuhnya kembali proaktif setelah rasanya dia membenci hari ini, jiwa pekerja keras begitu memenuhi semangatnya.

dengan cepat keduanya langsung berbagi tugas masing-masing seperti biasanya, mengabaikan waktu yang sudah menunjukkan pukul 10 malam, dimana biasanya semua orang sudah meninggalkan gedung kantor Vic Stevano.

Beberapa jam berlalu, Revan berhenti sejenak untuk meregangkan tubuhnya, rasa kantuknya sudah tidak tertahan lagi dan rasanya tidak bisa lebih lama berada di depan monitor, dia menolak dan terkejut pada Aelyn tertidur di meja dan Revan baru menyadari itu sekarang. 

Pria itu melangkah mendekati gadis itu, membuka jas miliknya, mengenakan di tubuh Aelyn dan tidak lupa untuk mematikan layar monitornya, dengan mudahnya Revan menggendong Aelyn, membawanya pada sofa di sudut ruangan kantor. 

“Kamu tidak pernah berubah Aelyn, kamu begitu semangat bekerja sehingga tidak memperhatikan kondisimu.” ucap Revan. Memberikan selimut yang tersedia disana, mematikan beberapa lampu didalam ruangan.

Pria itu berjongkok di hadapan Aelyn yang tertidur pulas, merapikan helai rambut Aelyn yang menutupi wajahnya. “sampai kapan aku akan seperti ini Aelyn?”

Revan menghela nafas, dia lelah menunggu tapi dia memahami bagaimana karakter Aelyn, tapi berada berada di dekatnya dengan perasaan rumit membuat Revan tidak bisa melakukan apapun. “Aku harap, suatu hari bisa melupakanmu.”

Setelah cukup lama menatap Aelyn, pria itu memutuskan kembali pada meja kantornya, menyelesaikan tugasnya walau dirinya juga butuh istirahat tapi Revan tidak bisa melihat wajah kecewa dari Aelyn.

*********

Keesokan paginya. 

Aelyn membukakan dengan keadaan panik, dia langsung terduduk di sofa dan menatap bingung ke seluruh arah, dengan kesal memukul kepalanya. 

‘Bodoh! Kau tertidur Aelyn?’ ucapnya, Aelyn memaki dirinya yang memang tidak bisa menahan diri jika sudah begitu mengantuk.

Aelyn menyingkirkan selimut yang ada di tubuhnya, dengan cepat berjalan menuju meja kantornya, dia seharusnya bersyukur bisa bangun sebelum ruangan ini penuh dengan karyawan yang datang, dengan kondisi kacau Aelyn mengambil tas miliknya.

“Kamu sudah bangun?” tanya Revan, dia kembali setelah memberikan dirinya dan membawa secangkir kopi.

Aelyn terkejut sampai menjatuhkan tas miliknya, dia sangat membenci saat kondisi kacau seperti ini harus dilihat orang lain. “Ya, Van maaf. Aku tertidur!”

Revan hanya mengangguk, dia menjauh dari Aelyn untuk mengambil kotak yang ada di meja kerjanya, lalu memberikannya pada Aelyn.

“Ini pakaian untukmu, aku tidak tahu akan muat di tubuhmu tapi aku harap cocok untukmu dan pergilah mandi sebelum mereka datang.” 

Aelyn menerimanya dengan ragu, dia memang berencana untuk mandi di kantor tapi pakaian? Bukankah itu juga penting, kenapa dirinya begitu bodoh! 

“Terimakasih Van, aku akan menggantinya nanti.” 

Tanpa berpikir panjang Aelyn langsung membawa kotak itu dan juga tas miliknya, dia tidak mau satu kantor membicarakan dirinya karena penampilan yang begitu kacau.

Aelyn berjalan tergesa-gesa setelah meninggalkan toilet, waktu sudah menunjukkan jam bekerja dan 10 menit lagi dia harus keruangan Nona Ellena.

“Akh!!!” Aelyn terjauh dengan seluruh barang yang dibawa, dia segera mengambil dan tatapan tertuju pada pria yang mengulurkan tangannya, dengan ragu Aelyn mengangkat kepalanya.

‘Ethan?’

“Bisakah jalan lihat ke depan, Nona Aelyn?” ucap Ethan, dia memang berusaha ingin membantu gadis yang padahal seharusnya dia memarahinya, tapi dia tidak bisa melakukan di depan karyawan yang berlalu-lalang.

Aelyn mengabaikan uluran tangan pria yang bahkan rela membungkuk sedikit, dia lebih memilih untuk segera merapikan barang miliknya, tapi saat akan meninggalkan tempat lengannya dicekal oleh pria itu dan membuat Aelyn bisa menatapnya sedekat itu wajah pria yang menjadi perbincangan seluruh karyawan. 

“Apa?” ucap Aelyn dengan ketusnya, dia tidak suka jika sembarangan pria menyentuh dirinya.

Ethan terkejut dengan apa yang Aelyn ucapan, wow. Hanya gadis itu yang berarti berbicara ketus padanya, benar-benar seperti yang dikatakan Kevano jika Aelyn berbeda, dia tidak tertarik dengan pria tampan dan sikapnya.

“Kau punya mata bukan? Kau pikir aku tidak tahu? Apakah dirumah tidak ada air? Tidaknya sopanlah dengan atasanmu!” 

Ethan melepaskan kecekalannya, dengan egoisnya melangkah dengan kalimat yang begitu jahat, dia juga merapikan pakaiannya seakan Aelyn adalah debu untuknya, dengan langkah angkuhnya pria itu terus melangkah jauh.

Mulut Aelyn terbuka lebar, dia tidak habis pikir pria yang dikatakan lembut oleh temannya ternyata memiliki mulut yang begitu brengsek! Tidak punya Air? Apakah Aelyn perlu membawa air di rumahnya dan mengirimkannya pada pria Arrogant itu?

Dengan kesal Aelyn kembali melangkah dengan suara ketukan heels yang begitu kencang.

“Lihat saja, aku pastikan kau akan memuji-muji project yang aku buat hingga kau malu mengatakan itu padaku!” ucap Aelyn dalam hatinya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status