Keesokan pagi hari.
Ethan membuka kedua matanya saat suara nada dering terus mengganggu telinganya, tangannya menggapai ponselnya yang tergeletak di meja, satu panggilan masuk dari asisten yang ada di rumahnya.
Bukannya menjawab pria itu sengaja mematikan ponselnya, dia sudah bisa menebak apa yang akan asistennya katakan dan sangat malas untuk Ethan menjawabnya, tatapannya tertuju pada gadis yang tertidur dengan memeluk bantal.
“jadi semalam itu benar dirinya?” tanya Ethan, suara yang dia keluar cukup kecil, bahkan seperti mengudara tanpa angin, kalimat yang tidak mungkin bisa Aelyn dengar.
Ethan tersenyum tipis, luka di perutnya sudah tidak sesakit tadi malam dan bahkan dia melakukan rasa sakit sang miliknya ditendang oleh gadis itu
Aelyn menatap cermin di depannya dengan harapan jika pakaian yang dia kenakan pantas untuk menghadiri sebuah acara, jika bukan karena permintaan Revan sungguh dirinya tidak akan bersedia memakai gaun, apalagi heels yang lebih tinggi, gaun yang sedikit mengekspos punggungnya dan kaki jenjangnya. Dering nada ponselnya mengalihkan pandangan Aelyn, dia mengambilnya. “Kamu sudah ada dibawah? Baiklah aku akan segera turun.” ucap Aelyn, mengambil tas selempang berwarna hitam, dia segera meninggalkan apartemennya. Di Dalam lift-pun dirinya masih sibuk untuk menatap dirinya, dia sengaja mengurai rambut panjangnya untuk menutupi gaun yang memang sedikit mengekspos tubuh bagaimana atas, jika Aelyn tidak memikirkan malu yang akan Revan katakan mungkin dirinya sudah memilih memakai pakaian kantornya.
Aelyn mengangkat kepalanya, mata hitamnya bertemu dengan irisan coklat milik Ethan, pria itu mengulurkan tangannya, tapi Aelyn tidak menanggapinya, dia sedang sibuk menahan rasa sakit dari kakinya, setiap bertemu dengannya pasti ada sesuatu hal terjadi entah itu dirinya atau situasi menyebalkan. Ethan menghela nafas, tanpa berpikir panjang untuk langsung menggendong gadis itu, membuat Aelyn berteguh dan menatap ke arahnya dengan tatapan terkejutnya, dia berpegangan erat pada bahu Ethan. “Apa sulitnya untuk menerima uluran tangan dariku?” tanya Ethan, walau menyampaikan seperti seakan dia marah tapi sebenarnya itulah nada bicara. “Turunkan aku!” protes Aelyn, dia sedikit menggerakan tubuhnya, kenapa dirinya baru merespon sekarang saat Ethan membawanya keluar dari gedung itu, keluar dari sana.
Rasanya Aelyn kembali ingin mandi, membenamkan tubuhnya dalam bathup dengan air hangat, sayang sekali hal itu tidak bisa dilakukan sekarang, untuk sementara bathroom adalah tempat yang tidak boleh didatangi, kakinya adalah masalah utama dan Aelyn harus mengikuti ucapan sang dokter, jika tidak Aelyn bisa pastikan Revan akan memaksa untuk merawatnya. Saat Aelyn akan masuk ke ruang tamunya, matanya langsung bertemu dengan seorang pria yang sedang duduk disana dengan segelas wine di tangannya, dia begitu tenang disana. “Apa yang kau lakukan di rumahku?” ucap Aelyn, dia tidak mengerti apa yang Ethan pikirkan, tidak bisakah satu hari dia bernafas dengan baik. “Aku tidak punya tujuan lain, dan kebetulan aku mengingat password apartemenmu,” ucap Ethan, dia meneguk habis Wine di gelas dan meletakkanny
Satu minggu berlalu, hari berlalu. Benar-benar berganti seperti hitungan jam, namun tetap saja hari kemarin akan berlalu, tidak bisa kembali berputar seperti jam. Mungkin rasa cepat dan tidak terasa, tapi dalam waktu singkat itu banyak hal terjadi, suatu hal yang mengubah segalanya, perubahan Ethan di kantor dan ketika bertemu diluar selalu membuat Aelyn bingung dan semakin ingin tahu tentangnya. Dia bekerja seperti biasanya, kakinya? Keesokan harinya Aelyn sudah bisa melompat dan menuruni anak tangga, seperti sihir pria itu menyembuhkan kakinya hanya dengan sekali gerakan. Project yang Nona Ellena berikan sepenuhnya sudah terselesaikan, dimana Aelyn dapat sebuah keberanian untuk berbicara di depan 40 orang, mempresentasikan idenya dengan percaya dirinya, dan Aelyn menyadari jika saatnya untuk kembali pada dirinya, mengembalikan kepercayaan diri pada dunia kerja dan berhenti bersembunyi di gelapnya ruangan tanpa suara. Siapa lagi? Jika bukan kar
Aelyn berdiri di sudut ruangan dengan tatapan yang sungguh malas, belum lagi di harus kembali diganggu oleh Ethan yang memaksanya tidak memakai gaun yang mengekspos tubuhnya, baiklah itu masih bisa ditoleransi tapi jika Aelyn terus menuruti perintah tanpa sadar akan sangat menyebalkan jika hidupnya terus berputar tentang Ethan.Dia menatap jam tangannya, baru pukul 7,30. Seperti Aelyn datang lebih awal, dia sudah menghubungi Revan dan Kiera yang kedua kompak mengatakan sedang dalam perjalanan, padahal Aelyn yang tidak ingin berada disana malah berakhir dengan dirinya yang datang lebih awal.‘dimana pria brengsek itu!’ Aelyn menatap ke seluruh ballroom untuk mencari sosok Ethan, sebenarnya Aelyn menanyakan kenapa pria itu memberikan dirinya gaun?Ya, saat sampai ke apartemennya d
Cinta dan sebuah perasaan aneh, dua hal yang berbeda dalam setiap maknanya. Cinta hal universal yang bisa berhubungan dengan apapun lain berbeda dengan perasaan aneh yang selalu diikuti dengan kegelisahan dan menganggap itu hanya hal biasa.Tapi kedua kalimat itu bisa menjadi sebuah jalur yang sama, perasaan aneh yang diikuti dengan berdebarnya degup jantung dan kegugupan yang terasa begitu menyekat, timbulan benih perasaan aneh pada unsur level awal dalam tahap menyukai lalu semakin tumbuh menjadi benih cinta.Hal yang selalu diabaikan bisa jadi hal yang akan disesalkan suatu hari.Aelyn tidak tahu harus bagaimana, selalu berakhir sebuah kejadian yang tidak pernah dialami, hal yang menurunkan begitu aneh dan itu selalu berkaitan dengan Ethan, pria yang tiba-tiba datang dalam hidupnya, mengacauka
Keesokan paginya, mentari seperti sebuah alarm pertama untuk bumi jika malam sudah berlalu, dimana memulai hari dari angka 0 dan melupakan sejuta angka di sisi gelap malam hari.Seperti pepatah yang mengatakan jika ‘hari kemarin adalah sebuah buku dan keesokan waktunya membalik halaman, karena hal yang sudah berlalu tidak akan bisa dikembalikan.’Sinar mentari mengintip sedikit melalui cela gorden di penthouse. Dimana dalam kamar itu ada dekapan eratnya dalam sebuah pelukan dan tebalnya sebuah selimut putih, siapa yang akan tahu jika dibalik itu ada kedua orang yang sama-sama terlelap akibat aktivitas malam.Sinar itu mengenai tepat di wajah Aelyn, perlahan kedua matanya terbuka karena sinar yang semakin panas, wanita itu terbangun dengan tubuh yang d
far Away“Bagaimana dengan tugasmu?” tanya seorang pria tua baya yang sedang menikmati sebatang rokok ditangannya, duduk tegak di sebuah kursi seperti singgasana, di depannya ada putranya yang terduduk menunduk, dengan beberapa pukulan di wajahnya.Ya. Mungkin pria itu habis diberikan pelajaran olehnya.“Ayah tahu sendiri bukan?” ucap pria yang tertunduk itu, dia mengusap sudut bibirnya, menyingkirkan darah yang masih mengalir.“berhenti memanggilku ayahmu!”“Lalu aku harus memanggilmu siapa? Tuanku? Rajaku?” ucapnya, selalu membalas dengan cepat ucapan pria yang dia panggil 'ayah'. Bahkan tidak ada rasa takut walau sekitarnya berdiri penuh dengan gemetar di tubuhnya, bahkan menat