Keesokan harinya.
Aelyn pikir hari ini dia bisa sedikit tenang, tapi seperti itu hanya halusinasi saja. Crop Vic Stevano.
Rasanya hari ini seluruh wanita di perusahaan ini terus menyebarkan berita panas tentang sang Ceo, siapa lagi jika bukan Ethan Stevano, bahkan telinga Aelyn begitu panas mendengar saat berpapasan dengan beberapa orang, padahal ini masih terlalu pagi untuk memulai sebuah gosip tidak penting, Aelyn ingin sekali memarahi Kiera dan wanita lainnya, yang terus membahas pria itu, padahal Aelyn masih pusing dengan konsep yang belum menemukan titik terang,
menambah buruk suasana hatinya saja.
Berita itu terus di bicarakan saat Aelyn ingin makan siang di kantor, suasana sangat ramai sampai dirinya tidak tenang untuk memakan satu sendok nasi, membuat dirinya ingin berteriak kencang dan membuat semuanya diam, tapi.
Apalah daya Aelyn yang terlalu takut membuat dirinya menjadi pusat perhatian, belum lagi Keira yang mengajaknya berbicara dan mengajak beberapa temannya untuk duduk di satu meja dengannya.
"aku tidak percaya jika Tuan Stevano, akan mengajak seorang wanita pergi ke sebuah hotel!" ucap Kiera. Dengan cepat teman-temannya merespon dengan wajah tidak percaya.
Aelyn meletakkan sendoknya, menyelesaikan makan siangnya tanpa menyentuhnya sama sekali, dia mulai meninggalkan meja makan dan melangkah kembali keruangan kerjanya, persetanan dengan segalanya dirinya begitu muak dengan segala hal yang mereka bicarakan.
"Aelyn, kenapa tidak dihabiskan? Dan kau juga selalu menghindar jika kita mengajak bicara." Ucap Kiera.
"Aku hanya teringat memiliki pekerjaan lain, lain kali aku akan mendengarkan apa yang kalian bicarakan." Jawab Aelyn, dia memaksakan diri untuk tersenyum dan dengan segera mungkin meninggalkan ruang makan.
"Aelyn, dia akhir-akhir begitu aneh, apa hanya aku yang merasa dia tidak begitu tertarik pada Ceo baru kita?" tanya teman Kiera.
Kiera mengangkat bahunya, menggelengkan kepalanya dan melanjutkan makan siang yang sempat tertunda itu.
Aelyn menghempaskan punggungnya ke sandaran kursi miliknya, sungguh. Aelyn tidak habis pikir dengan para wanita yang jatuh cinta. Dalam dirinya Aelyn bahkan tidak ingin merasakan jatuh cinta, seperti apa jatuh cinta itu?
Dari pengakuan semua orang. Mengaku pernah jatuh cinta, rasanya sulit dijelaskan dengan kata-kata. Tapi, mereka selalu mengatakan bahwa saat jatuh cinta, jantung mereka akan berdegup dengan cepat saat melihat pria pujaan hatinya.
Dadanya berdesis, seperti ada kupu-kupu terbang di dalam perut, terlebih ketika sang pujaan hati membalas perasaan mereka.
Bullshit! Tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata, tapi mereka mampu merangkaikan kata klise untuk mendeskripsikan bagaimana rasanya rasanya jatuh cinta.
Demi seluruh alam semesta ini, Aelyn tidak pernah merasakannya. Entah apa yang salah dalam dirinya hingga tidak bisa dan tak pernah tahu rasanya jatuh cinta.
Aelyn bukan wanita yang memiliki wajah biasa saja, dia cantik. Itu yang dipercaya dari ucapan sang ibu. Entah sudah berapa banyak pria yang mengaku dan menyatakan ketertarikannya pada Aelyn dulu.
Namun, tidak ada satupun yang mampu membuat Aelyn jatuh cinta yang dikatakan orang lain, Aelyn sendiri juga bingung. Revan mengatakan mungkin saja ada masalah dengan hati dan jantungnya, mungkin semua ini memiliki hubungan dengan masa kecilnya, dimana Aelyn tidak pernah merasakan apa itu kasih sayang dari sang Ayah, itulah kenapa dia sulit mengartikan perasaan jatuh cinta.
Karena semua wanita selalu mengatakan jika pertama mereka adalah ayahnya, lalu kenapa Aelyn tidak bisa mengatakan itu?
Entahlah Aelyn tidak mau terlalu larut dalam memikirkan hal ini, isi kepalanya masih dipenuhi rasa kesal penolakkan lima konsepnya. Padahal sebisa mungkin dirinya sudah mengikuti keinginan Nona Ellena dan pria itu.
Dua hari lagi!
Jika dalam hitungan dalam dua hari Aelyn dan Revan tidak juga menemukan ide untuk konsepnya, maka Ellena terpaksa harus membuat Aelyn dan Revan melepaskan project ini, dan membiarkan tim lain yang mengerjakannya. Tentu saja Aelyn
menolaknya dan menentangnya.
Mereka berdua sudah berusaha keras untuk mendapatkan project itu, tadinya sudah hampir deal dengan salah satu perusahaan.
Tapi, kedatangan Ceo baru yang tidak lain adalah Ethan, menggagalkan semuanya.
Ethan bilang konsep yang lebih matang dan berbeda dari konsep lainnya. Aelyn sudah putus asa, begitu juga Revan. Tapi, pertanyaan Ethan dan perkataannya, membuat Aelyn begitu kesal dan hatinya terasa sakit.
Menghempaskan tubuhnya dengan kasar di kursinya, dia tidak ada ide lagi untuk memikirkan konsep lain yang diinginkan Ethan.
Sudah pukul tujuh malam dan Aelyn hanya menatap layar komputernya sejak tadi, tangannya juga hanya sibuk melihat-lihat konsep terbaru di internet. Dia melirik jam dan memutuskan untuk membeli sesuatu untuk menghilangkan suasana hatinya yang buruk.
"Van. Ingin membeli suatu? Aku ingin membeli kopi." Tanya Aelyn. Sedikit menggeser kursinya untuk menghadap kearah Revan.
"ice Americano." Ucap Revan, dia memutar kursinya dan mematikan ponselnya, dia baru saja selesai menghubungi seseorang.
Aelyn membuang nafas resah, dia mengerutkan keningnya, dia tidak bermaksud ingin membeli diluar kantor ini, dia hanya ingin membeli sesuatu yang dijual di lantai satu, dan Aelyn tahu įika di lantai bawah tidak ada kopi yang Revan inginkan. Padahal Crop Vic Stevano. Cukup besar dan termasuk dalam perusahaan maju di kota Chicago.
"Van, aku hanya ingin membeli minum di mesin minuman, tidak keluar dari gedung ini, aku terlalu malas keluar di udara yang dingin." Jelas Aelyn. Dia mengambil berapa dollar dari dompetnya.
"baiklah, aku juga ingin minuman kaleng.”
Aelyn beranjak dari ruangannya untuk bergerak ke lantai dasar, sambil menunggu lift terbuka, Aelyn bermain dengan lantai dengan kakinya, sampai terdengar bunyi dentingan lift, tanpa melihat kakinya melangkah masuk ke dalam lift. Yang Aelyn tidak sadari, tidak hanya dirinya yang berada didalam ruangan lift tersebut, melainkan ada satu sosok yang awalnya
fokus pada ponsel di tangan, seketika menumpukkan pandangannya pada gadis berpakaian biasa, penampilan Aelyn yang sederhana menarik perhatian Ethan.
Apalagi rambut coklat yang dia kuncir asal hingga menyisakan beberapa helai di sekitar tengkuk lehernya, hingga lift berhenti di lantai satu. Aelyn tidak menyadari keberadaan Ethan yang berada di belakang dirinya.
Anehnya, saat Aelyn melangkah kakinya keluar lift, Julian justru malah mengikutinya dari jarak yang aman, dan mengikutinya tanpa terdeteksi, hingga kemudian Aelyn yang tiba-tiba menghentikan langkahnya di depan mesin minuman, Ethan juga berhenti, tapi tidak memutuskan untuk meninggalkan gadis itu, memutuskan untuk melihat apa yang akan dilakukan gadis itu.
Sampai saat Aelyn berhasil mengambil satu kaleng kopi dan akan mengambil yang lain nya, dia kesulitan. Mesin minuman tiba-tiba macet, tanpa berpikir panjang Aelyn memukul mesin minuman berulang-ulang, bahkan menabrakkan tubuhnya ke mesin, dan saat gadis itu merintih kesakitan sambil memegang lengan atasnya, Ethan menahan tawanya.
Kesal tidak mendapatkan minumannya, Aelyn menendang mesin hingga menimbulkan suara, Ethan akhirnya tertawa lepas tidak percaya, wanita yang terlihat dari luar kalem itu bisa bertindak brutal?
Namun, secepat itu dia menghilangkan tawanya dan menggantinya dengan seringai.
Setelah perjuangan untuk mendapatkan minumnya, sepintas sebuah ide melintas dalam otak cerdasnya, dia tersenyum sedang sambil memandangi minuman di tangannya, seakan dia begitu mengagumi benda tersebut.
"I got it." Teriak Aelyn mengangkat kedua tangannya yang memegang kaleng minuman ke udara.
“Van, I got it."
tiba-tiba saja gadis itu berlari menuju lift sambil meneriaki ide penemuannya yang luar biasa, membuat Ethan menggelengkan kepalanya, takjub akan tingkah gadis itu, tawa geli tidak lepas dari bibir pria itu. Merasa cukup dengan apa yang tadi dia saksikan, Ethan memilih kembali pada tujuan awalnya tentu saja pulang ke apartemennya.
Sampai di ruangannya. Aelyn dengan wajah cerianya berjalan mendekati Revan yang masih sibuk dengan layar monitor dihadapannya, tanpa berpikir panjang Aelyn memberikan minuman kaleng itu padanya, dengan senyuman bahagia yang terus mengisi wajahnya, tidak ragu untuk memperlihatkan indahnya lesung pipinya. “I Got It, Van!” Ucapnya dengan senang, dirinya tidak sabar untuk menjelaskan ide brilian yang muncul begitu saja, rasanya Aelyn yakin jika ide kali ini akan langsung disetujui oleh Ellena dan pria menyebalkan itu, Ethan Stevano. “Why Aelyn?” Revan memutuskan untuk menatap ke arahnya, dia mengabaikan pekerjaannya sejak untuk mengetahui hal apa yang membuat gadis itu tersenyum bahagia, momen yang sang langka ketika Aelyn begitu, karena seceria apapun gadis itu tidak pernah dia menunjukkan lesun
Aelyn meletakan barangnya di bawah mejanya, dia mengeluarkan ponselnya untuk melihat penampilan make-up walau tidak begitu tebal, setidaknya wajahnya tidak terlihat seperti bangun tidur, dia memoleskan sedikit lipcream pada bibirnya dan memutuskan untuk menguncir rambutnya. “Kopi untukmu,” ucap Revan, meletakan secangkir kopi panas, mengabaikan beberapa orang menatap ke arahnya. “Dan aku sudah menyelesaikannya, kita hanya perlu memberikan pada Nona Ellena.” Aelyn menoleh ke arah Revan, pria itu memang sangat bisa diandalkan, alasan kenapa Aelyn begitu senang bertemu dengannya karena bukan seperti karyawan lain yang hanya ingin tahu tanpa ingin membantu, pada seperti Aelyn yang terlalu banyak merepotkan pria itu. “Terimakasih Van, kamu memang yang terbaik, tak terhitung aku akan terus mengucapkan te
Aelyn melangkahkan kakinya di sepinya lorong lantai 15, apalagi tujuannya kesini?Setelah kembali ke kantor dan baru saja ingin duduk di kursi, Aelyn di panggil untuk langsung menghadap keruangan Tuan Stevano, entah kenapa rasa gugup terus mengikuti langkahnya, untuk pertama kalinya dia melangkah ke sana dan ada hal apa penting apa yang ingin pria itu sampaikan?Aelyn kurang nyaman jika harus berada didalam ruangan dengan orang yang masih asing dengannya, dia memang sulit beradaptasi tapi dia bukan seorang yang pengecut dan langsung menolaknya, yang di hadapannya adalah atasan, pemegang tunggal Stevano Vic Crop.Jauh sebelum Aelyn lahir, perusahaan ini sudah mudah beroperasi, menghela nafas sejenak Aelyn menguatkan kakinya untuk berdiri dengan ‘Room Ceo.’ kalimat yang membuat degup jant
“Akhh!”Aelyn tersentak dengan tubuh yang menabrak dinding begitu keras, ketika wajahnya terangkat untuk melihat situasi apa yang sedang terjadi, tiba-tiba pria yang mendorongnya dan membuat dirinya berada didalam kekukuhannya, itu langsung mencium bibirnya tanpa mengucapkan satu kalimat-pun.Bola mata Aelyn berbuka lebar, dia bahkan harus melepaskan ciuman pertamanya pada pria yang kurang ajar itu, dia panik dengan keadaan seperti itu, tenaganya begitu lemah jika memaksa mendorong jadi dengan kesal Aelyn menendang titik kelemahan pria dihadapannya.Ciuman itu terputus, kesempatan itu Aelyn gunakan untuk melarikan diri tapi kecepatan pria itu tidak bisa diremehkan, pria berpakaian serba hitam itu kembali menarik Aelyn dan menghantamkan tubuhnya di dinding, kembali menyatukan benda kenyal itu.
Keesokan pagi hari.Ethan membuka kedua matanya saat suara nada dering terus mengganggu telinganya, tangannya menggapai ponselnya yang tergeletak di meja, satu panggilan masuk dari asisten yang ada di rumahnya.Bukannya menjawab pria itu sengaja mematikan ponselnya, dia sudah bisa menebak apa yang akan asistennya katakan dan sangat malas untuk Ethan menjawabnya, tatapannya tertuju pada gadis yang tertidur dengan memeluk bantal.“jadi semalam itu benar dirinya?” tanya Ethan, suara yang dia keluar cukup kecil, bahkan seperti mengudara tanpa angin, kalimat yang tidak mungkin bisa Aelyn dengar.Ethan tersenyum tipis, luka di perutnya sudah tidak sesakit tadi malam dan bahkan dia melakukan rasa sakit sang miliknya ditendang oleh gadis itu
Aelyn menatap cermin di depannya dengan harapan jika pakaian yang dia kenakan pantas untuk menghadiri sebuah acara, jika bukan karena permintaan Revan sungguh dirinya tidak akan bersedia memakai gaun, apalagi heels yang lebih tinggi, gaun yang sedikit mengekspos punggungnya dan kaki jenjangnya. Dering nada ponselnya mengalihkan pandangan Aelyn, dia mengambilnya. “Kamu sudah ada dibawah? Baiklah aku akan segera turun.” ucap Aelyn, mengambil tas selempang berwarna hitam, dia segera meninggalkan apartemennya. Di Dalam lift-pun dirinya masih sibuk untuk menatap dirinya, dia sengaja mengurai rambut panjangnya untuk menutupi gaun yang memang sedikit mengekspos tubuh bagaimana atas, jika Aelyn tidak memikirkan malu yang akan Revan katakan mungkin dirinya sudah memilih memakai pakaian kantornya.
Aelyn mengangkat kepalanya, mata hitamnya bertemu dengan irisan coklat milik Ethan, pria itu mengulurkan tangannya, tapi Aelyn tidak menanggapinya, dia sedang sibuk menahan rasa sakit dari kakinya, setiap bertemu dengannya pasti ada sesuatu hal terjadi entah itu dirinya atau situasi menyebalkan. Ethan menghela nafas, tanpa berpikir panjang untuk langsung menggendong gadis itu, membuat Aelyn berteguh dan menatap ke arahnya dengan tatapan terkejutnya, dia berpegangan erat pada bahu Ethan. “Apa sulitnya untuk menerima uluran tangan dariku?” tanya Ethan, walau menyampaikan seperti seakan dia marah tapi sebenarnya itulah nada bicara. “Turunkan aku!” protes Aelyn, dia sedikit menggerakan tubuhnya, kenapa dirinya baru merespon sekarang saat Ethan membawanya keluar dari gedung itu, keluar dari sana.
Rasanya Aelyn kembali ingin mandi, membenamkan tubuhnya dalam bathup dengan air hangat, sayang sekali hal itu tidak bisa dilakukan sekarang, untuk sementara bathroom adalah tempat yang tidak boleh didatangi, kakinya adalah masalah utama dan Aelyn harus mengikuti ucapan sang dokter, jika tidak Aelyn bisa pastikan Revan akan memaksa untuk merawatnya. Saat Aelyn akan masuk ke ruang tamunya, matanya langsung bertemu dengan seorang pria yang sedang duduk disana dengan segelas wine di tangannya, dia begitu tenang disana. “Apa yang kau lakukan di rumahku?” ucap Aelyn, dia tidak mengerti apa yang Ethan pikirkan, tidak bisakah satu hari dia bernafas dengan baik. “Aku tidak punya tujuan lain, dan kebetulan aku mengingat password apartemenmu,” ucap Ethan, dia meneguk habis Wine di gelas dan meletakkanny