Aelyn meletakan barangnya di bawah mejanya, dia mengeluarkan ponselnya untuk melihat penampilan make-up walau tidak begitu tebal, setidaknya wajahnya tidak terlihat seperti bangun tidur, dia memoleskan sedikit lipcream pada bibirnya dan memutuskan untuk menguncir rambutnya.
“Kopi untukmu,” ucap Revan, meletakan secangkir kopi panas, mengabaikan beberapa orang menatap ke arahnya. “Dan aku sudah menyelesaikannya, kita hanya perlu memberikan pada Nona Ellena.”
Aelyn menoleh ke arah Revan, pria itu memang sangat bisa diandalkan, alasan kenapa Aelyn begitu senang bertemu dengannya karena bukan seperti karyawan lain yang hanya ingin tahu tanpa ingin membantu, pada seperti Aelyn yang terlalu banyak merepotkan pria itu.
“Terimakasih Van, kamu memang yang terbaik, tak terhitung aku akan terus mengucapkan terimakasih pada kamu hari ini,” Aelyn menyesap kopi, tersenyum karena rasanya begitu sesuai seleranya yang tidak terlalu suka manis.
“Selagi aku bisa membantu, aku akan mencoba menyelesaikannya, anggap saja ini imbalan karena ide berlian itu datang tepat waktu.”
Aelyn mengangguk, dia baru menyadari beberapa orang menatap ke arahnya, apakah ada yang salah dalam dirinya?
“Kamu terlihat cocok dengan pakaian itu,” ucap Revan saat akan kembali meja kantornya, karena sudah waktu untuk bekerja dan sebentar lagi atasan mereka akan melewati ruangan divisi Advertising.
Aelyn terdiam, alisnya terangkat, kenapa dia harus menyadari, alasan kenapa karyawan menatapnya itu karena pakaiannya, hal yang jarang sekali dirinya kenakan, apalagi Aelyn sangat jarang memakai rok selutut dan kemeja berwarna peach, biasanya dia berpakaian serba hitam dan hanya kemeja putih.
Apalagi heels merah, sungguh saat pertama kali Aelyn bercermin juga dirinya terkejut, hidupnya terlalu datar dan hingga dia melupakan jika ada banyak warna untuk menghiasi hidupnya.
“Wow, lihatlah temanku terlihat berbeda dari ini!” ucap Kiera, menatap heran pada temannya, dia bahkan berhasil membuat satu ruangan menoleh ke arah Aelyn lagi.
Aelyn menghela nafas, dia menyesal berteman Keira, entah sihir apa yang bisa membuatnya begitu kuat tahan dengan sikapnya, “Keira, ini masih pagi, kesibukan apa yang ingin kamu buat?”
“Kapan kamu berhenti berbicara seperti itu? Aku temanmu Aelyn, bukan orang asing!” ucap Keira, dia melipat kedua tangannya di depan dadanya dan menatap kesal pada Aelyn, dia datang karena ingin tahu tentang kehebohan yang ada di kantor ini.
Aelyn tersenyum paksa, dia menarik Keira untuk duduk disampingnya yang kebetulan kursinya kosong, “Gosip apa yang ingin kamu sampaikan? Aku tidak banyak.”
“Ini tentang kau, Aelyn.”
“Aku? Why?” Aelyn menunjukan wajah serius, apakah karena pakaian yang berbeda jadi topik hangat di perusahaan ini? Wow sungguh mengerikan mulut disini, Aelyn bahkan merinding hanya dengan membayangkan dirinya menjadi buah bibir mereka.
“Kau ini bodoh atau pura-pura tahu? Kau membuat wanita diperusahaan ini iri padamu.” ucapnya, Kiera begitu semangat menyampaikan gosip terpanas.
“Apa yang mereka irikan dariku?”
Kiera menghela nafas, Aelyn memang pintar tapi dia begitu lambat dalam menanggapi sesuatu hal.
“Mereka iri karena kau bisa sedekat itu dengan Tuan Stevano! Dan bahkan dia membantumu, padahal kamu yang salah karena tidak memperhatikan jalan,” ucap Keira, suara penuh semangat seakan yang diucapkan adalah dirinya.
Respon apa.yang harus Aelyn tunjukan, karena yang mereka lihat adalah hal yang begitu romantis, sebaliknya jika mereka tahu Aelyn yakin mereka akan berhenti menceritakan pria itu, tapi rasanya jika Aelyn menceritakan apa yang sebenarnya terjadi, dia yakin tidak ada yang percaya.
“hanya itu? Hanya itu aku jadi perbicaraan karyawan disini, Ayolah Kiera, kita bekerja untuk kemajuan perusahaan ini bukan berlomba-lomba mendekati pria itu Dan yang kamu lihat itu bisa memiliki arti yang berbeda.”
“Ta—tapi—Aelyn, itu hal yang mustahil terjadi padaku atau wanita lain disini.” ucap Kiera, dia menahan saat Aelyn menarik untuk segera meninggalkan ruangan ini.
“Jika kau ingin hal itu terjadi, tabrak saja dia saat kalian kebetulan melintas!” ucap Aelyn, dia menutup pintu sebelum Kiera masuk kedalam lagi.
“kau menyebalkan!” dengan kesal Kiera meninggalkan ruangan divisi Advertising.
“Van, sekarang kita keruangan Nona Ellena.” ucap Aelyn, dia mengambil dokumen yang tadi malam dia sudah siapkan.
Revan hanya mengangguk, di memakai jasnya dan mengambil dokumen miliknya juga, mengikuti langkah Aelyn yang berada di depannya, dia bahkan cantik tanpa harus menjadi wanita lain, tanpa sadar Revan tersenyum dan merasa senang karena Aelyn tidak marah dengan pakaian yang dia berikan.
Ruangan Nona Ellena begitu dekat dengan ruangan Ceo baru mereka yang berada lantai 15.
Revan membuka pintu agar Aelyn bisa masuk duluan ke dalam ruangan Nona Ellena.
“Kamu tidak perlu melakukan hal itu Van, tanganku masih berfungsi.” ucap Aelyn, karena sudah dibukakan pintunya, jadi Aelyn langsung melangkah ke dalam.
“Morning, Nona Ellena.” sapa Aelyn dengan sopan, gadis itu menunjukan senyuman pada atasannya, saat ini karena Tuan Kevano sedang dinas keluar, Nona Ellena juga pemimpin project ini.
Wanita cantik yang sudah beranjak diusia 35 tahun, memiliki dua anak dan sangat menyayangi siapapun, dia tepi wanita yang tenang walau terkadang juga dia memiliki standar tinggi dalam penilaian.
“Hai, Aelyn.” ucapnya, Ellena sibuk dengan dokumen yang mulai menumpuk di meja kerjanya, sangat sulit karena harus tetap berada di posisi dimana menjadi sekretaris Tuan Stevano, padahal usianya harus disibukkan dengan mengurus anak-anaknya.
“Nona Ellena, kali ini aku yakin kamu akan menyukai ide yang aku berikan, ” ucap Aelyn, menarik kursi yang ada di depannya, dengan cepat menyerahkan dokumen miliknya dan Revan.
halaman demi halaman dengan penuh penasaran Ellena baca, dia tersenyum senang karena semua proposal itu begitu sesuai dengan yang diminta Ethan sebelumnya.
“I Like It! Aku berikan apresiasi tinggi untukmu, aku juga akan segera memberitahu Tuan Ethan,” ucap Nona Ellena, dia menyimpan dokumen itu.
Aelyn dan Revan saling menatap, seakan keduanya saling berbicara jika semua akan terselesai, Aelyn segera bangkit dari kursi dan menerima uluran tangan Nona Ellena, “Terimakasih Nona Ellena, maaf jika mengganggu waktu kerjamu.”
Gadis itu membungkuk dan segera meninggalkan ruangan Nona Ellena yang diikuti oleh Revan dibelakangnya.
“Hari ini aku bisa pulang lebih awal!” ucap Aelyn, dia meregangkan tubuhnya dan merasa seluruh beban di tubuhnya menghilang, hari ini walau dimulai dengan insiden menyebalkan setidaknya ada kabar baik.
“Makan siang bersama?” tanya Revan, dia merangkul tubuh Aelyn saat keduanya sedang menuju lift terdekat.
“Aku sudah janji jika berhasil, aku akan mentraktirmu, bagaimana jika kita makan di restoran Cina?” lanjut Revan.
aelyn menatap ke arahnya, jarak wajahnya begitu dekat dengan Revan, tapi tidak ada hal canggung apapun yang dia rasakan, sebaliknya dia malah risih dengan tatapan karyawan yang berpapasan dengan mereka, mengabaikan itu Aelyn memilih untuk menekan tombol lift agar terbuka.
“Baiklah, sudah lama aku tidak makan siang diluar.”
Aelyn melangkahkan kakinya di sepinya lorong lantai 15, apalagi tujuannya kesini?Setelah kembali ke kantor dan baru saja ingin duduk di kursi, Aelyn di panggil untuk langsung menghadap keruangan Tuan Stevano, entah kenapa rasa gugup terus mengikuti langkahnya, untuk pertama kalinya dia melangkah ke sana dan ada hal apa penting apa yang ingin pria itu sampaikan?Aelyn kurang nyaman jika harus berada didalam ruangan dengan orang yang masih asing dengannya, dia memang sulit beradaptasi tapi dia bukan seorang yang pengecut dan langsung menolaknya, yang di hadapannya adalah atasan, pemegang tunggal Stevano Vic Crop.Jauh sebelum Aelyn lahir, perusahaan ini sudah mudah beroperasi, menghela nafas sejenak Aelyn menguatkan kakinya untuk berdiri dengan ‘Room Ceo.’ kalimat yang membuat degup jant
“Akhh!”Aelyn tersentak dengan tubuh yang menabrak dinding begitu keras, ketika wajahnya terangkat untuk melihat situasi apa yang sedang terjadi, tiba-tiba pria yang mendorongnya dan membuat dirinya berada didalam kekukuhannya, itu langsung mencium bibirnya tanpa mengucapkan satu kalimat-pun.Bola mata Aelyn berbuka lebar, dia bahkan harus melepaskan ciuman pertamanya pada pria yang kurang ajar itu, dia panik dengan keadaan seperti itu, tenaganya begitu lemah jika memaksa mendorong jadi dengan kesal Aelyn menendang titik kelemahan pria dihadapannya.Ciuman itu terputus, kesempatan itu Aelyn gunakan untuk melarikan diri tapi kecepatan pria itu tidak bisa diremehkan, pria berpakaian serba hitam itu kembali menarik Aelyn dan menghantamkan tubuhnya di dinding, kembali menyatukan benda kenyal itu.
Keesokan pagi hari.Ethan membuka kedua matanya saat suara nada dering terus mengganggu telinganya, tangannya menggapai ponselnya yang tergeletak di meja, satu panggilan masuk dari asisten yang ada di rumahnya.Bukannya menjawab pria itu sengaja mematikan ponselnya, dia sudah bisa menebak apa yang akan asistennya katakan dan sangat malas untuk Ethan menjawabnya, tatapannya tertuju pada gadis yang tertidur dengan memeluk bantal.“jadi semalam itu benar dirinya?” tanya Ethan, suara yang dia keluar cukup kecil, bahkan seperti mengudara tanpa angin, kalimat yang tidak mungkin bisa Aelyn dengar.Ethan tersenyum tipis, luka di perutnya sudah tidak sesakit tadi malam dan bahkan dia melakukan rasa sakit sang miliknya ditendang oleh gadis itu
Aelyn menatap cermin di depannya dengan harapan jika pakaian yang dia kenakan pantas untuk menghadiri sebuah acara, jika bukan karena permintaan Revan sungguh dirinya tidak akan bersedia memakai gaun, apalagi heels yang lebih tinggi, gaun yang sedikit mengekspos punggungnya dan kaki jenjangnya. Dering nada ponselnya mengalihkan pandangan Aelyn, dia mengambilnya. “Kamu sudah ada dibawah? Baiklah aku akan segera turun.” ucap Aelyn, mengambil tas selempang berwarna hitam, dia segera meninggalkan apartemennya. Di Dalam lift-pun dirinya masih sibuk untuk menatap dirinya, dia sengaja mengurai rambut panjangnya untuk menutupi gaun yang memang sedikit mengekspos tubuh bagaimana atas, jika Aelyn tidak memikirkan malu yang akan Revan katakan mungkin dirinya sudah memilih memakai pakaian kantornya.
Aelyn mengangkat kepalanya, mata hitamnya bertemu dengan irisan coklat milik Ethan, pria itu mengulurkan tangannya, tapi Aelyn tidak menanggapinya, dia sedang sibuk menahan rasa sakit dari kakinya, setiap bertemu dengannya pasti ada sesuatu hal terjadi entah itu dirinya atau situasi menyebalkan. Ethan menghela nafas, tanpa berpikir panjang untuk langsung menggendong gadis itu, membuat Aelyn berteguh dan menatap ke arahnya dengan tatapan terkejutnya, dia berpegangan erat pada bahu Ethan. “Apa sulitnya untuk menerima uluran tangan dariku?” tanya Ethan, walau menyampaikan seperti seakan dia marah tapi sebenarnya itulah nada bicara. “Turunkan aku!” protes Aelyn, dia sedikit menggerakan tubuhnya, kenapa dirinya baru merespon sekarang saat Ethan membawanya keluar dari gedung itu, keluar dari sana.
Rasanya Aelyn kembali ingin mandi, membenamkan tubuhnya dalam bathup dengan air hangat, sayang sekali hal itu tidak bisa dilakukan sekarang, untuk sementara bathroom adalah tempat yang tidak boleh didatangi, kakinya adalah masalah utama dan Aelyn harus mengikuti ucapan sang dokter, jika tidak Aelyn bisa pastikan Revan akan memaksa untuk merawatnya. Saat Aelyn akan masuk ke ruang tamunya, matanya langsung bertemu dengan seorang pria yang sedang duduk disana dengan segelas wine di tangannya, dia begitu tenang disana. “Apa yang kau lakukan di rumahku?” ucap Aelyn, dia tidak mengerti apa yang Ethan pikirkan, tidak bisakah satu hari dia bernafas dengan baik. “Aku tidak punya tujuan lain, dan kebetulan aku mengingat password apartemenmu,” ucap Ethan, dia meneguk habis Wine di gelas dan meletakkanny
Satu minggu berlalu, hari berlalu. Benar-benar berganti seperti hitungan jam, namun tetap saja hari kemarin akan berlalu, tidak bisa kembali berputar seperti jam. Mungkin rasa cepat dan tidak terasa, tapi dalam waktu singkat itu banyak hal terjadi, suatu hal yang mengubah segalanya, perubahan Ethan di kantor dan ketika bertemu diluar selalu membuat Aelyn bingung dan semakin ingin tahu tentangnya. Dia bekerja seperti biasanya, kakinya? Keesokan harinya Aelyn sudah bisa melompat dan menuruni anak tangga, seperti sihir pria itu menyembuhkan kakinya hanya dengan sekali gerakan. Project yang Nona Ellena berikan sepenuhnya sudah terselesaikan, dimana Aelyn dapat sebuah keberanian untuk berbicara di depan 40 orang, mempresentasikan idenya dengan percaya dirinya, dan Aelyn menyadari jika saatnya untuk kembali pada dirinya, mengembalikan kepercayaan diri pada dunia kerja dan berhenti bersembunyi di gelapnya ruangan tanpa suara. Siapa lagi? Jika bukan kar
Aelyn berdiri di sudut ruangan dengan tatapan yang sungguh malas, belum lagi di harus kembali diganggu oleh Ethan yang memaksanya tidak memakai gaun yang mengekspos tubuhnya, baiklah itu masih bisa ditoleransi tapi jika Aelyn terus menuruti perintah tanpa sadar akan sangat menyebalkan jika hidupnya terus berputar tentang Ethan.Dia menatap jam tangannya, baru pukul 7,30. Seperti Aelyn datang lebih awal, dia sudah menghubungi Revan dan Kiera yang kedua kompak mengatakan sedang dalam perjalanan, padahal Aelyn yang tidak ingin berada disana malah berakhir dengan dirinya yang datang lebih awal.‘dimana pria brengsek itu!’ Aelyn menatap ke seluruh ballroom untuk mencari sosok Ethan, sebenarnya Aelyn menanyakan kenapa pria itu memberikan dirinya gaun?Ya, saat sampai ke apartemennya d