Aelyn melangkahkan kakinya di sepinya lorong lantai 15, apalagi tujuannya kesini?
Setelah kembali ke kantor dan baru saja ingin duduk di kursi, Aelyn di panggil untuk langsung menghadap keruangan Tuan Stevano, entah kenapa rasa gugup terus mengikuti langkahnya, untuk pertama kalinya dia melangkah ke sana dan ada hal apa penting apa yang ingin pria itu sampaikan?
Aelyn kurang nyaman jika harus berada didalam ruangan dengan orang yang masih asing dengannya, dia memang sulit beradaptasi tapi dia bukan seorang yang pengecut dan langsung menolaknya, yang di hadapannya adalah atasan, pemegang tunggal Stevano Vic Crop.
Jauh sebelum Aelyn lahir, perusahaan ini sudah mudah beroperasi, menghela nafas sejenak Aelyn menguatkan kakinya untuk berdiri dengan ‘Room Ceo.’ kalimat yang membuat degup jantungnya berpacu.
Dia tidak bisa bohong dan melupakan bagaimana sikap kurang sopannya pagi ini, padahal jelas dirinya yang salah karena tidak memperhatikan jalan, lalu menabrak pria itu dan bahkan memarahinya dengan ucapan yang sedikit kasar.
Tangan mungilnya mengetuk pintu dan dia segera memutar knop pintu, dengan langkah profesional-nya Aelyn mendekati meja Ceo, dan tak lupa menunjukkan senyuman manisnya.
“Selamat Siang Tuan Stevano, saya menghadap untuk mendengarkan panggilan anda.” ucap Aelyn dengan suara formalnya, ini pertama kalinya dia bersikap itu. Padahal pada Tuan Kevano saja Aelyn tidak pernah seperti ini.
Ethan menoleh, tadinya dia memperdulikan siapa yang menghadap tapi siapa sangka jika gadis itu berdiri di hadapannya dengan sopan, Ethan jadi lupa kejadian tadi pagi, dia menemukan dua sisi berbeda Aelyn saat tadi pagi dan sekarang.
Cukup menarik, gadis itu memiliki karakter yang seimbang, dia bisa begitu profesional dan ketus di waktu tertentu, hal itu membuat sedikit Ethan penasaran, bagaimana jika dia yang melangkah menggodanya.
“Aku memanggilmu sebelum makan siang, kenapa anda baru menemuiku sekarang Nona Isabelle?” tanyanya, Ethan melepaskan ballpoint di tangannya, menatap tajam ke arahnya dengan kedua tangan yang saling bersilang.
Aelyn terteguh, suasana apa yang dia rasakan saat ini, dia merasa tidak nyaman dengan tatapan pria itu, membuat tubuhnya kikuk untuk bergerak dan seakan tatapan itu mengunci tubuhnya.
“Ak—aku, maaf Tuan Stevano. Lain kali aku akan langsung menemuimu,” Aelyn terbata-bata sambil membungkukkan tubuhnya, kenapa dia jadi begitu gugup dan anehnya lagi tubuhnya bercucuran keringat.
“Kau yakin? Kau akan datang jika malam hari aku memanggilmu?” tanyanya, Ethan meringai dan sekali lagi dia dibuat merasa jika Aelyn sama seperti wanita yang ada perusahaan ini, dia juga bisa gugup.
Aelyn yang tadinya menunduk langsung menatap kearah pria itu, memberikan tatapan tidak suka padanya, apakah pria itu pikir dirinya sama seperti wanita diluar sana? Yang sedang mudahnya terbuai oleh rayuannya.
“Diluar pekerjaan? Aku tidak akan melakukannya, aku punya hak untuk menolak!” Ucap Aelyn, dia memberikan jawaban terbaik untuk menjatuhkan ucapan pria itu.
‘dia akan menjadi wanita yang sulit dijinakan,’ Ucap Ethan dalam pikirannya, dia tidak begitu tertantang untuk membuat gadis itu sampai menyukainya, dia langsung kembali pada tujuan awal.
“Aku ingin kamu yang presentasi di depan para investor, dan untuk ide-mu kali ini, aku menyukainya.” ucap Ethan, dia memberikan materi yang sudah Nona Ellena buatkan.
“Aku? Tunggu Tuan Stevano! Aku belum pernah melakukannya.” Protes Aelyn. Dia menolak keras saat Ethan memberikan dokumen itu secara langsung.
Ethan menoleh, dia harus segera pergi ke ruang rapat, dengan kedua tangan yang berada di balik saku celana, pria itu membalik tubuhnya dan melangkah ke arah Aelyn.
Sudah otomatis tubuh Aelyn refleks mundur, tapi tubuhnya tersentak dengan ujung meja, dengan ragu menegakkan air liurnya dan menatap Ethan yang semakin dekat dengannya.
“Apa sulitnya untuk belajar hal itu sekarang Nona Isabelle? Atau kamu ingin aku mengajarinya nanti malam?” Tanya Ethan, tangannya menahan dagu gadis itu dan berbicara dengan jarak yang begitu dekat.
“Maaf Tuan Stevano—,”
Kedua langsung menoleh mendengar suara asing, dengan gugup Aelyn langsung menjauh walau harus mendorong pria itu, dengan langkah terburu-buru Aelyn meninggalkan ruangan itu tanpa mengatakan apapun.
Aelyn menyandarkan tubuhnya di dalam lift, dia membuang nafas lega, rasanya seperti keluar dari ruangan yang begitu menyiksa pernafasannya dan Aelyn merasa pacu jantung yang tidak stabil, mungkinkah dia sakit jantung sekarang?
Bukankah usianya masih muda untuk mendapatkan penyakit itu?
“aku harus menghindarinya,” Aelyn keluar dari lift, dia menggenggam erat dokumen, pikirannya melayang pada ucapan Ethan untuk presentasi? Apakah pria itu ingin menghancurkan idenya, dia tidak pernah melakukan hal itu.
*******
Aelyn meninggalkan gedung pencakar langit itu, udara malam menyejukan dirinya saat keluar dari sana, rasanya dunia yang rumit kembali berdamai disaat waktu pulang, dia menghirup udara seperti melepaskan satu persatu beban pikirannya.
Persetanan dengan utusan presentasi, semenjak pria itu datang. Rasanya sehari Aelyn tidak bisa menikmati pekerjaannya, hidupnya yang tenang seakan dibuat terganggu dengannya.
Dia memberhentikan taksi yang melintas, entah kenapa hari ini dia tidak ingin berada di dalam keramaian kereta, apalagi jam pulang kerja begitu padat, Aelyn ingin menenangkan pikirannya, kebetulan besok adalah akhir pekan, dia bisa seharian memanjakan dirinya di rumah, entah itu membaca buku atau seharian tidur diranjang, apapun itu intinya dia tidak ingin memikirkan presentasi itu.
Aelyn menurunkan kaca jendela mobil, tatapannya melihat seluruh kota chicago, sudah banyak yang berubah. Setiap jalan dipenuhi gedung pencakar langit dan restoran mewah atau sederhana, jalan kota yang tidak pernah lepas dari turis maupun pejalan kaki.
Dia teringat pada kenangan dimana setiap malam ketika dirinya punya waktu, biasanya sang Ibu akan mengajaknya ke pasar malam, menikmati makan seafood dan banyak hal lainnya, dia merindukan kenangan itu. Aelyn tersadar satu hal, hidupnya penuh kesepian, tidak ada lagi warna yang mendekati kehidupannya saat ini, begitu hitam dan putih.
Untuk apa bertahan hingga saat ini?
Tidak ada yang bisa Aelyn memberikan untuk sang Ibu, dia bekerja hanya untuk tetap bertahan di dunia yang serba mahal, hingga dia melupakan apa itu sebuah kencan dan berteman.
“Pak, aku ingin turun disini,” ucap Aelyn, dia memutuskan turun di halte dekat jalur apartemennya, padahal taksi itu bisa menghantar dirinya sampai di depan gedung apartemennya tapi kali ini Aelyn ingin lebih lama menghirup udara malam.
Setelah memberikan beberapa dollar, Aelyn segera melangkah, hanya melewati beberapa area untuk sampai, tapi biasanya dia memilih jalan lain yang cepat sampai, yaitu sebuah gang sepi yang jarang terdapat lampu sorot, memang beresiko bahaya tapi Aelyn sering melintas di sana dan hingga saat ini dia belum terjadi apapun.
Tapi kali ini rasa keras kepalanya harus disalahkan, karena jalur itu dia menemukan sebuah inside menyebalkan lainnya.
“Akhh!”Aelyn tersentak dengan tubuh yang menabrak dinding begitu keras, ketika wajahnya terangkat untuk melihat situasi apa yang sedang terjadi, tiba-tiba pria yang mendorongnya dan membuat dirinya berada didalam kekukuhannya, itu langsung mencium bibirnya tanpa mengucapkan satu kalimat-pun.Bola mata Aelyn berbuka lebar, dia bahkan harus melepaskan ciuman pertamanya pada pria yang kurang ajar itu, dia panik dengan keadaan seperti itu, tenaganya begitu lemah jika memaksa mendorong jadi dengan kesal Aelyn menendang titik kelemahan pria dihadapannya.Ciuman itu terputus, kesempatan itu Aelyn gunakan untuk melarikan diri tapi kecepatan pria itu tidak bisa diremehkan, pria berpakaian serba hitam itu kembali menarik Aelyn dan menghantamkan tubuhnya di dinding, kembali menyatukan benda kenyal itu.
Keesokan pagi hari.Ethan membuka kedua matanya saat suara nada dering terus mengganggu telinganya, tangannya menggapai ponselnya yang tergeletak di meja, satu panggilan masuk dari asisten yang ada di rumahnya.Bukannya menjawab pria itu sengaja mematikan ponselnya, dia sudah bisa menebak apa yang akan asistennya katakan dan sangat malas untuk Ethan menjawabnya, tatapannya tertuju pada gadis yang tertidur dengan memeluk bantal.“jadi semalam itu benar dirinya?” tanya Ethan, suara yang dia keluar cukup kecil, bahkan seperti mengudara tanpa angin, kalimat yang tidak mungkin bisa Aelyn dengar.Ethan tersenyum tipis, luka di perutnya sudah tidak sesakit tadi malam dan bahkan dia melakukan rasa sakit sang miliknya ditendang oleh gadis itu
Aelyn menatap cermin di depannya dengan harapan jika pakaian yang dia kenakan pantas untuk menghadiri sebuah acara, jika bukan karena permintaan Revan sungguh dirinya tidak akan bersedia memakai gaun, apalagi heels yang lebih tinggi, gaun yang sedikit mengekspos punggungnya dan kaki jenjangnya. Dering nada ponselnya mengalihkan pandangan Aelyn, dia mengambilnya. “Kamu sudah ada dibawah? Baiklah aku akan segera turun.” ucap Aelyn, mengambil tas selempang berwarna hitam, dia segera meninggalkan apartemennya. Di Dalam lift-pun dirinya masih sibuk untuk menatap dirinya, dia sengaja mengurai rambut panjangnya untuk menutupi gaun yang memang sedikit mengekspos tubuh bagaimana atas, jika Aelyn tidak memikirkan malu yang akan Revan katakan mungkin dirinya sudah memilih memakai pakaian kantornya.
Aelyn mengangkat kepalanya, mata hitamnya bertemu dengan irisan coklat milik Ethan, pria itu mengulurkan tangannya, tapi Aelyn tidak menanggapinya, dia sedang sibuk menahan rasa sakit dari kakinya, setiap bertemu dengannya pasti ada sesuatu hal terjadi entah itu dirinya atau situasi menyebalkan. Ethan menghela nafas, tanpa berpikir panjang untuk langsung menggendong gadis itu, membuat Aelyn berteguh dan menatap ke arahnya dengan tatapan terkejutnya, dia berpegangan erat pada bahu Ethan. “Apa sulitnya untuk menerima uluran tangan dariku?” tanya Ethan, walau menyampaikan seperti seakan dia marah tapi sebenarnya itulah nada bicara. “Turunkan aku!” protes Aelyn, dia sedikit menggerakan tubuhnya, kenapa dirinya baru merespon sekarang saat Ethan membawanya keluar dari gedung itu, keluar dari sana.
Rasanya Aelyn kembali ingin mandi, membenamkan tubuhnya dalam bathup dengan air hangat, sayang sekali hal itu tidak bisa dilakukan sekarang, untuk sementara bathroom adalah tempat yang tidak boleh didatangi, kakinya adalah masalah utama dan Aelyn harus mengikuti ucapan sang dokter, jika tidak Aelyn bisa pastikan Revan akan memaksa untuk merawatnya. Saat Aelyn akan masuk ke ruang tamunya, matanya langsung bertemu dengan seorang pria yang sedang duduk disana dengan segelas wine di tangannya, dia begitu tenang disana. “Apa yang kau lakukan di rumahku?” ucap Aelyn, dia tidak mengerti apa yang Ethan pikirkan, tidak bisakah satu hari dia bernafas dengan baik. “Aku tidak punya tujuan lain, dan kebetulan aku mengingat password apartemenmu,” ucap Ethan, dia meneguk habis Wine di gelas dan meletakkanny
Satu minggu berlalu, hari berlalu. Benar-benar berganti seperti hitungan jam, namun tetap saja hari kemarin akan berlalu, tidak bisa kembali berputar seperti jam. Mungkin rasa cepat dan tidak terasa, tapi dalam waktu singkat itu banyak hal terjadi, suatu hal yang mengubah segalanya, perubahan Ethan di kantor dan ketika bertemu diluar selalu membuat Aelyn bingung dan semakin ingin tahu tentangnya. Dia bekerja seperti biasanya, kakinya? Keesokan harinya Aelyn sudah bisa melompat dan menuruni anak tangga, seperti sihir pria itu menyembuhkan kakinya hanya dengan sekali gerakan. Project yang Nona Ellena berikan sepenuhnya sudah terselesaikan, dimana Aelyn dapat sebuah keberanian untuk berbicara di depan 40 orang, mempresentasikan idenya dengan percaya dirinya, dan Aelyn menyadari jika saatnya untuk kembali pada dirinya, mengembalikan kepercayaan diri pada dunia kerja dan berhenti bersembunyi di gelapnya ruangan tanpa suara. Siapa lagi? Jika bukan kar
Aelyn berdiri di sudut ruangan dengan tatapan yang sungguh malas, belum lagi di harus kembali diganggu oleh Ethan yang memaksanya tidak memakai gaun yang mengekspos tubuhnya, baiklah itu masih bisa ditoleransi tapi jika Aelyn terus menuruti perintah tanpa sadar akan sangat menyebalkan jika hidupnya terus berputar tentang Ethan.Dia menatap jam tangannya, baru pukul 7,30. Seperti Aelyn datang lebih awal, dia sudah menghubungi Revan dan Kiera yang kedua kompak mengatakan sedang dalam perjalanan, padahal Aelyn yang tidak ingin berada disana malah berakhir dengan dirinya yang datang lebih awal.‘dimana pria brengsek itu!’ Aelyn menatap ke seluruh ballroom untuk mencari sosok Ethan, sebenarnya Aelyn menanyakan kenapa pria itu memberikan dirinya gaun?Ya, saat sampai ke apartemennya d
Cinta dan sebuah perasaan aneh, dua hal yang berbeda dalam setiap maknanya. Cinta hal universal yang bisa berhubungan dengan apapun lain berbeda dengan perasaan aneh yang selalu diikuti dengan kegelisahan dan menganggap itu hanya hal biasa.Tapi kedua kalimat itu bisa menjadi sebuah jalur yang sama, perasaan aneh yang diikuti dengan berdebarnya degup jantung dan kegugupan yang terasa begitu menyekat, timbulan benih perasaan aneh pada unsur level awal dalam tahap menyukai lalu semakin tumbuh menjadi benih cinta.Hal yang selalu diabaikan bisa jadi hal yang akan disesalkan suatu hari.Aelyn tidak tahu harus bagaimana, selalu berakhir sebuah kejadian yang tidak pernah dialami, hal yang menurunkan begitu aneh dan itu selalu berkaitan dengan Ethan, pria yang tiba-tiba datang dalam hidupnya, mengacauka