Hampir semua orang berkumpul di divisi Advertising. Tepatnya mereka berkumpul di lantai lima belas, tentu saja untuk menyambut dan mengenal sosok yang Keira bicarakan tadi pagi. Yang katanya akan mengambil posisi ayahnya dalam waktu dekat ini. Di antara para orang divisi akunting. Hanya Aelyn yang tidak ada dibarisan sana.
Alasannya cukup sederhana untuk menghindari pertemuan itu adalah banyak hal yang harus dia selesaikan hari ini, dia juga harus mengantarkan file di lantai 13, dan Aelyn terburu-buru masuk ke dalam lift.
Namun gadis itu tidak menyadari jika dia berada dalam satu lift yang sama dengan putra Tuan Stevano, dirinya menyadari jika penampilannya begitu berantakan. Tapi Aelyn malah memilih untuk merapikan cardigan dan rambutnya yang dibiarkan terurai.
Tepat lift berhenti di lantai 13. Kakinya melangkah keluar, dia berlari memberikan file itu, lalu terburu-buru menuju lantai 15. Dia tidak bisa mendengarkan Tuan Stevano memanggilnya karena telat hadir dalam pertemuan itu.
Menghela nafas lega, dengan halus Aelyn menyelip di antara kerumunan semua orang, berterima kasih pada tubuh pendeknya yang bisa membuat orang lain tidak menyadarinya.
“kemana saja kamu Aelyn? Kenapa baru datang?” tanya Revan, pria itu menoleh kebelakang untuk melihat teman satu ruangannya yang baru saja datang.
Aelyn sedikit terkejut, dia sedang mengatur nafas. Kini pria itu malah membuat jantungnya berdetak kencang.
“Bisakah kau tidak mengejutkanku? Jika tidak banyak tugas. Aku sudah hadir lebih awal!” Aelyn berbicara sedikit membisik, walau mungkin disamping kiri dan kanan masih bisa mendengarnya.
“Apa itu hanya alasanmu saja?” tanya Revan lagi, dia sangat senang mengganggu Aelyn.
“I don't care Van!” jawab Aelyn singkat.
Revan menggelengkan kepalanya, tidak akan menduga jika Aelyn dengan mudah memutuskan pembicaraan ini dengan ucapan savage-nya. Dan yang membuatnya tidak percaya jika Aelyn lebih memilih datang terlambat di acara penting ini dalam penyambutan Ceo baru mereka.
Walau Revan tahu, Aelyn adalah gadis pekerja keras dan tidak suka menunda pekerjaan. Di Dalam otaknya hanya ada uang dan pekerjaan, jadi hal yang wajar jika Aelyn jarang berkumpul seperti ini.
Revan ingat saat acara akhir bulan kemarin, Aelyn begitu menghindari dan tidak mau ikut dalam acara itu, dengan alasan dia ingin segera pulang. Dan Revan hafal, jika Aelyn tinggal sendiri di kota besar ini, ibu dan ayahnya yang sudah meninggalkan dirinya. Karena Revan cukup lama mengenal sosok Aelyn.
Mereka berteman sejak kuliah, atau lebih tepatnya Revan adalah senior Aelyn, umurnya dua tahun lebih tua dari Aelyn. Revan sendiri yang mengajak Aelyn untuk bergabung di Crop Vic Stevano. Setelah dirinya lulus kuliah.
Dan selama Revan mengenalnya, gadis itu begitu keras kepala dan sangat mandiri. Dia merupakan gadis kerja kerasnya.
“sesekali kamu harus menikmati hidup Aelyn, jangan hanya terpaku pada uang dan pekerjaan, pergilah berkencan.” ucap Revan lagi, setelah dirinya dia selama lima menit.
Aelyn hanya menatap punggung pria dengan wajah cueknya, dia malas berhadapan dengan orang yang terus menyuruhnya berkencan, bercinta atau apalah itu.
“kau terlalu ikut campur dalam kehidupanku, Tuan Revan Marthenus.”
Tanpa Aelyn dan Revan ketahui, ada sepasang mata di depan sana yang terus menyorot keduanya. Mengawasi keduanya sejak tadi, bahkan. Didepan sana, Tuan Stevano yang menjadi pemandu acara untuk memperkenalkan putranya sudah berkicau sejak tadi. Sama sekali tidak membuat Aelyn maupun Raven memusatkan perhatiannya ke arahnya. Hingga suara tepuk tangan untuk putra Tuan Stevano barulah perhatian mereka teralihkan ke depan.
Didepan sana, berdirilah seorang pria dengan wajah datarnya, terlihat tampan dengan setelan jas hitam. Namanya Ethan Stevano, putra tunggal dari Tuan Stevano, pewaris tunggal Crop Vic Stevano. Usianya tidak jauh dari perkiraan 30 sampai 35 tahun, terbilang muda untuk usianya yang mengambil posisi Ceo.
Tapi tidak tahu apakah pria di depan sana bisa memimpin perusahaan ini dengan baik atau sebaliknya tidak, mengingat usianya begitu muda. Aelyn tidak yakin pria itu bisa, tentu saja semua orang mungkin akan sependapat dengan Aelyn saat seseorang yang baru datang bisa langsung menempati posisi Ceo dan termasuk posisi yang begitu tinggi di perusahaan ini.
Selain karena faktor relasi dan koneksi, karena itu-lah Aelyn tidak begitu tertarik dalam perkumpulan acara penyambutan ini, jika ada alasan yang sangat kuat, dirinya tidak ragu untuk mengatakan itu.
“perkenalkan, namaku Ethan Stevano. Mulai hari ini dan seterusnya, saya akan mengambil posisi Ceo untuk Crop Vic Stevano. Menggantikan posisi ayahku, saya bisa menjamin jika mendapatkan posisi ini bukan karena koneksi apalagi putra Tuan Stevano. Tapi, karena saya punya kemampuan dan memiliki kesamaan dalam bidang ini.” ucapnya, jiwa kepemimpinan terpancarkan saat dia menyampaikan pidatonya.
Semua pasang mata tertuju ke arahnya, banyak wanita di dalam ruangan yang benar-benar fokus menatapnya, hanya Aelyn yang seakan tidak begitu tertarik pada visual wajah itu, dalam hati gadis itu dia ingin sekali berlari dan mengakhiri segala perkumpulan ini, dan jelas sekali Ethan sesekali menatap ke seluruh karyawan disana.
Dan tatapan bingungnya jatuh pada gadis yang memakai cardigan dengan rambut berwarna coklat, yang menunjukkan ekspresi membosankan dan bahkan tatapan lebih sering menatap ke bawah.
‘sangat tidak baik, dia bahkan tidak melihat ke arahku?’ Ethan bertanya dalam hatinya, terlihat jelas dia tidak suka dengan gadis itu, disaat semua wanita dalam ruangan ini, begitu memfokuskan tatapan pada dirinya, gadis bercardigan dan berambut coklat itu benar benar mengabaikan visual tampannya.
“bagaimana jika kita mempersingkat pertemuan ini? Aku merasa ada yang kurang nyaman disini dan bahkan terlihat jelas, terburu-buru ingin segera pertemuan ini.” ucap Ethan, walau terdengar seperti ucapan ramah, tapi sindiran itu membuat semua menatap kearah lain.
Aelyn tertunduk dan merasa jika ucapan itu tertuju pada dirinya, mengalihkan pandangannya pada pria itu, orang disekitarnya menaruh curiga pada dirinya. Seakan Aelyn memang ingin menunjukkan jika dia sangat bosan berada disana, dan Aelyn mulai takut dengan semua orang yang menatap dirinya.
Aelyn menatap kearah pria itu lagi, mencari apakah itu benar dirinya, dan saat itu Ethan melihat ke arahnya, benar-benar ucapannya tertuju pada dirinya. Tentu saja dengan itu semua orang mengikuti arah yang pria itu lihat. Aelyn memasang senyuman paksa dan sebisa mungkin membuat dirinya ramah.
Ethan meringai senang, melihat suasana berubah menjadi canggung untuk wanita itu, Ethan memutuskan untuk memusatkan perhatian mereka kearahnya lagi, dia mengambil mic dari sang ayah dan berkata.
“semuanya, terimakasih untuk pertemuan yang begitu istimewa ini, aku sebagai Ceo Crop Vic Stevano. Ingin menyampaikan pada kalian jika tolong bantuannya dan semoga bisa menjadi pemimpin yang baik.”
Semua orang bertepuk tangan untuk mengakhiri pertemuan ini, satu persatu mulai meninggalkan ruangan setelah Ethan dan ayahnya meninggalkan ruangan.
Dalam perjalanan kembali ke ruangannya, Revan menarik Aelyn untuk beriringan berjalan bersamanya, dan bahkan tidak sungkan untuk merangkul Aelyn. Ini hal biasa karena Aelyn menganggap dirinya sebagai saudara laki-lakinya dan dia mendapatkan posisi sebagai kakak untuk Aelyn. Walau mungkin karyawan lain selalu menyalah artikan hubungan mereka dan beranggapan dengan sebuah jalinan hubungan sepasang kekasih.
“seperti kamu harus lebih berhati-hati mulai sekarang.” ucap Revan.Ucapan itu mengundang pertanyaan besar, kesalahan apa yang telah Aelyn lakukan, dia menyelesaikan segala tugasnya dengan baik dan Tuan Kevino Johanes selalu memuji hasil kerja kerasnya sebelum pria bernama Ethan itu masuk.“Lelucon-mu sangat tidak lucu, Van!” Aelyn menepuk bahu pria itu dan kembali fokus ke lorong, menelusuri beberapa divisi lainnya, ruangannya memang jauh.“Aku sedang tidak membuat lelucon apapun, aku hanya merasa. Seperti akan ada yang mengawasimu, itulah aku mengatakan untuk lebih berhati-hati.” ucap Revan, dia bisa mengartikan tatapan dari pria bernama Ethan Stevano, jelas jika pria itu penasaran dengan Aelyn.Aelyn hanya diam, dia tidak menanggapi
Hari terus berjalan. Waktu terus berputar dan kesibukkan membuat Aelyn tidak menyukai hari ini.Layar komputer di hadapannya menampil beberapa sheet, tangan dan mata terus melihat sambil mengetik. Sungguh walau Aelyn menyukai pekerjaan, tapi lain berbeda jika semua yang harus diselesaikan hari ini.Rasa kepala Aelyn terasa begitu penat, bahkan bisa berasap mungkin. Hari ini Aleyn harus memikirkan konsep yang sudah Revan berikan padanya, padahal sebisa mungkin Aelyn memeriksa konsep itu. Namun Nona Ellena selaku sebagai director creative dirinya dan Revan, tidak juga menerima konsep atau setidaknya menentukan mana yang akan ditentukan, padahal deadline untuk konsep itu yang minggu ini sedang Aelyn jalankan dengan Revan, harus segera diselesaikan.Deadline akan jatuh tiga hari lagi. Jika sampai semua k
Keesokan harinya.Aelyn pikir hari ini dia bisa sedikit tenang, tapi seperti itu hanya halusinasi saja. Crop Vic Stevano.Rasanya hari ini seluruh wanita di perusahaan ini terus menyebarkan berita panas tentang sang Ceo, siapa lagi jika bukan Ethan Stevano, bahkan telinga Aelyn begitu panas mendengar saat berpapasan dengan beberapa orang, padahal ini masih terlalu pagi untuk memulai sebuah gosip tidak penting, Aelyn ingin sekali memarahi Kiera dan wanita lainnya, yang terus membahas pria itu, padahal Aelyn masih pusing dengan konsep yang belum menemukan titik terang,menambah buruk suasana hatinya saja.Berita itu terus di bicarakan saat Aelyn ingin makan siang di kantor, suasana sangat ramai sampai dirinya tidak tenang untuk memakan satu sendok nasi, membuat
Sampai di ruangannya. Aelyn dengan wajah cerianya berjalan mendekati Revan yang masih sibuk dengan layar monitor dihadapannya, tanpa berpikir panjang Aelyn memberikan minuman kaleng itu padanya, dengan senyuman bahagia yang terus mengisi wajahnya, tidak ragu untuk memperlihatkan indahnya lesung pipinya. “I Got It, Van!” Ucapnya dengan senang, dirinya tidak sabar untuk menjelaskan ide brilian yang muncul begitu saja, rasanya Aelyn yakin jika ide kali ini akan langsung disetujui oleh Ellena dan pria menyebalkan itu, Ethan Stevano. “Why Aelyn?” Revan memutuskan untuk menatap ke arahnya, dia mengabaikan pekerjaannya sejak untuk mengetahui hal apa yang membuat gadis itu tersenyum bahagia, momen yang sang langka ketika Aelyn begitu, karena seceria apapun gadis itu tidak pernah dia menunjukkan lesun
Aelyn meletakan barangnya di bawah mejanya, dia mengeluarkan ponselnya untuk melihat penampilan make-up walau tidak begitu tebal, setidaknya wajahnya tidak terlihat seperti bangun tidur, dia memoleskan sedikit lipcream pada bibirnya dan memutuskan untuk menguncir rambutnya. “Kopi untukmu,” ucap Revan, meletakan secangkir kopi panas, mengabaikan beberapa orang menatap ke arahnya. “Dan aku sudah menyelesaikannya, kita hanya perlu memberikan pada Nona Ellena.” Aelyn menoleh ke arah Revan, pria itu memang sangat bisa diandalkan, alasan kenapa Aelyn begitu senang bertemu dengannya karena bukan seperti karyawan lain yang hanya ingin tahu tanpa ingin membantu, pada seperti Aelyn yang terlalu banyak merepotkan pria itu. “Terimakasih Van, kamu memang yang terbaik, tak terhitung aku akan terus mengucapkan te
Aelyn melangkahkan kakinya di sepinya lorong lantai 15, apalagi tujuannya kesini?Setelah kembali ke kantor dan baru saja ingin duduk di kursi, Aelyn di panggil untuk langsung menghadap keruangan Tuan Stevano, entah kenapa rasa gugup terus mengikuti langkahnya, untuk pertama kalinya dia melangkah ke sana dan ada hal apa penting apa yang ingin pria itu sampaikan?Aelyn kurang nyaman jika harus berada didalam ruangan dengan orang yang masih asing dengannya, dia memang sulit beradaptasi tapi dia bukan seorang yang pengecut dan langsung menolaknya, yang di hadapannya adalah atasan, pemegang tunggal Stevano Vic Crop.Jauh sebelum Aelyn lahir, perusahaan ini sudah mudah beroperasi, menghela nafas sejenak Aelyn menguatkan kakinya untuk berdiri dengan ‘Room Ceo.’ kalimat yang membuat degup jant
“Akhh!”Aelyn tersentak dengan tubuh yang menabrak dinding begitu keras, ketika wajahnya terangkat untuk melihat situasi apa yang sedang terjadi, tiba-tiba pria yang mendorongnya dan membuat dirinya berada didalam kekukuhannya, itu langsung mencium bibirnya tanpa mengucapkan satu kalimat-pun.Bola mata Aelyn berbuka lebar, dia bahkan harus melepaskan ciuman pertamanya pada pria yang kurang ajar itu, dia panik dengan keadaan seperti itu, tenaganya begitu lemah jika memaksa mendorong jadi dengan kesal Aelyn menendang titik kelemahan pria dihadapannya.Ciuman itu terputus, kesempatan itu Aelyn gunakan untuk melarikan diri tapi kecepatan pria itu tidak bisa diremehkan, pria berpakaian serba hitam itu kembali menarik Aelyn dan menghantamkan tubuhnya di dinding, kembali menyatukan benda kenyal itu.
Keesokan pagi hari.Ethan membuka kedua matanya saat suara nada dering terus mengganggu telinganya, tangannya menggapai ponselnya yang tergeletak di meja, satu panggilan masuk dari asisten yang ada di rumahnya.Bukannya menjawab pria itu sengaja mematikan ponselnya, dia sudah bisa menebak apa yang akan asistennya katakan dan sangat malas untuk Ethan menjawabnya, tatapannya tertuju pada gadis yang tertidur dengan memeluk bantal.“jadi semalam itu benar dirinya?” tanya Ethan, suara yang dia keluar cukup kecil, bahkan seperti mengudara tanpa angin, kalimat yang tidak mungkin bisa Aelyn dengar.Ethan tersenyum tipis, luka di perutnya sudah tidak sesakit tadi malam dan bahkan dia melakukan rasa sakit sang miliknya ditendang oleh gadis itu
Aelyn mengusap air matanya setelah rasanya cukup untuk menangisi seorang pria lagi, masalahnya Aelyn tidak bisa lagi menahan diri untuk berhenti menyakiti dirinya, sudah berulang kali dirinya untuk sadar tapi tetap saja terus jatuh seakan dirinya bisa melewati rasa sakit itu, tidak ada yang benar-benar baik dan buruk, hanya saja harus lebih berhati-hati menentukan. Aelyn menyadarkan kepalanya di kursi, tatapannya mengarah pada keluar jendela dimana sudah tidak lagi aktivitas yang begitu sibuk seperti pagi hari, tapi malam selalu di hiasi dengan lampu jalan yang begitu indah, Aelyn tidak ingin lagi menyukai siapapun, jika perlu hisakah hatinya mati rasa saja? “Nona, Menangis bukanlah hal buruk, terkadang kita butuh hal itu untuk sedikit menghilangkan rasa sedih,” Ucap sang supir, dia memberikan tisu saat mobilnya berhenti untuk menunggu lampu hijau. “Terimakasih Pak,” Ucap Aelyn, dia mengambil beberapa lembar tisu dan mengusap wajahnya, lalu kembali menatap ke arah luar lagi, dia but
Hari ini berjalan cepat di luar perkiraan Aelyn, dipukul yang sudah menunjukkan 7 malam, Aelyn masih berada di gedung Crop Vit Stevano. bukan dirinya sedang menunggu siapa-siapa tapi dimana malam ini dirinya akan tidur, dia tidak mau kembali ke apartemen Ethan atau kembali ke apartemennya yang lama, karena laporan yang Aelyn terima barang miliknya sudah hancur terbakar dan hanya beberapa yang bisa diselamatkan. Dia sudah mendapatkan apartemen baru yang ternyata milik Samuel, harganya cukup sedikit menyisihkan tabungannya, Aelyn memilih untuk menyudahi pekerjaannya dan memutuskan untuk merapikan seluruh barang di atas meja kerjanya, dirinya tidak tahu akan kembali tapi tidak ada pilihan selain pulang ke apartemen barunya. Di dalam sana sudah disediakan seperti apartemen pada umumnya, hanya saja Aelyn tidak memiliki pakaian untuk pergi ke kantor besok atau setidaknya piyama untuk tidur malam ini. Haruskah dirinya pergi ke Mall? Tapi ini sudah malam bukan? bagai
Aelyn kembali ke ruangan kantornya dengan perasaan yang tidak nyaman, sorotan mata itu membuatnya tidak bisa melakukan pembelaan untuk dirinya, sudah jelas jika semua orang memiliki pemikiran mereka sendiri tentang kejadian itu, dan percuma saja Aelyn membuka suaranya, menjelaskan segalanya tidak akan membalikan keadaan, itu sudah terjadi dan Aelyn hanya mencoba berpura-pura tidak mengetahui apa yang terjadi.Gadis itu melewati ruangan kantor yang sudah di penuhi oleh karyawan lainnya, menarik kursinya dan duduk di sana, tidak mempedulikan apa yang mereka pikirkan dan berharap kejadian itu bisa di lupakan secepatnya, padahal hari ini Aelyn masih ada beberapa hal yang harus di lakukan di ruangan pria itu tapi—seperti dirinya akan menunda atau menyerahkannya pada yang lain.semua yang di dalam satu departemen dengan Aelyn hanya menatap gadis itu dan memperhatikan kekacauan yang tertulis jelas di wajahnya, tidak sedikit yang berpikir jika Aelyn diam-diam memiliki hu
Aelyn membalik tubuhnya hingga harus melangkah beberapa, dia terkejut melihat saat melihat siapa yang menarik tangannya, dia bahkan menjatuhkan Americano yang ada di tangannya.“Hai! Aelyn,” Sapanya, dengan senyuman manis yang membuat dirinya semakin tampan dan tidak tahu kenapa dirinya bisa berada di sini lalu bertemu dengan Aelyn.Aelyn hanya diam saat pria itu terus menatap dengan jarak yang begitu dekat, Aelyn sampai tidak bisa bergerak sedikitpun dan masih dalam balutan keterkejutannya, bagaimana bisa—jika seperti ini dirinya semakin tidak bisa hidup tenang! kenapa semua datang di waktu yang sulit untuk dirinya terima, Aelyn harus bagaimana?“Aelyn? Kau mendengarku?” Tanyanya, pria itu sampai melambaikan tangannya ke wajah gadis itu, lalu terpaksa menariknya menjauh dari lift karena mereka cukup mengganggu berada di depan sana.“Ah? Ya—Apa yang kamu lakukan di sini Samuel?” Tanya Aelyn, dia menepis perg
Bagaimana menceritakannya, ketika dering alarm bergema di seluruh ruangan, membangunkan kedua sosok yang tertidur dibalik selimut dengan terkejut hingga tidak sadar jika hari ini adalah hari waktunya mulai kembali bekerja, keduanya lupa jika kemarin adalah hari terakhir akhir pekan, dan malam panjang membuat keduanya lelah dalam kabut malam.Dengan terburu-buru mereka langsung bersiap, Aelyn sampai harus kembali mengenakan pakaian hotel dan meninggalkan Ethan begitu saja di sana, walau berbahaya dia tidak ingin mengambil resiko bersama pria itu, memikirkan kejadian apa yang sudah terjadi benar-benar membuat dirinya canggung untuk bertatapan dengan pria itu.Dan kini Aelyn terduduk di meja kerjanya dengan perasaan sulit untuk dimengerti, dia tidak percaya dan rasanya ingin menghilang saja dari muka bumi ini, bodoh sekali! sihir apa yang sudah pria itu lakukan pada dirinya, hingga tidak tahu sudah berapa kali Aelyn membiarkan dirinya kembali tidur dengan pria itu.
Aelyn kembali membuka kulkas yang bahkan sama seperti milik pria itu, banyak sekali makanan sayang sekali mereka hanya satu hari berada di sana, tangan Aelyn terulur untuk mengambil daging yang masih terbungkus dengan baik, sungguh lama dia tidak menikmati steak dan spaghetti.Aelyn memutuskan membuat makan malam sendiri di sana, karena sungguh Aelyn tidak bisa menahan jika perutnya sudah sangat lapar, dirinya lemah dengan jika berusaha dengan perut.Mengeluarkan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat Steak dan spaghetti, sejak kapan dirinya jadi kembali rajin masak, bukankah dirinya sangat malas jika urusan masak, dia memang suka memang suka memasak tapi dia tidak suka saat membersihkan peralatan yang dirinya jugakan.Lebih tepatnya, Aelyn malas melakukannya.Dia memakai sarung tangan karena menurutnya itu hal penting, lalu membersihkan bahan sebagai hal penting lainnya, kemudian tangannya terulur untuk mengambil pisau dan mengiris daging setipi
Setelah tiga puluh lima menit berlalu, akhirnya Ethan keluar dari bathroom dengan pakaian sederhananya, dia tidak lagi memakai setelan rapi seperti tadi pagi, mungkin karena pekerjaannya sudah selesai jadi tidak ada salahnya dirinya mengenakan pakaian seperti itu, lagi pula dirinya selalu cocok memakai pakaian apapun, dia selalu terlihat tampan.Ethan menatap bingung ke arah Aelyn yang masih terdiam di sofa dengan handuk yang menutupi tubuhnya, bukankah di kamar lain masih ada bathroom kenapa dia hanya duduk di sana? apakah dia tidak tahu dirinya akan sakit nanti? suhu ruangan ini cukup dingin karena pendingin udara menyala.“Kenapa kau hanya duduk di sana?” Tanya Ethan, dia berjalan mendekati gadis itu sambil melihat ponselnya, duduk di salah sofa di sana.Aelyn menoleh ke arahnya, wajahnya hanya datar ketika Ethan melihat dirinya, seharusnya pria itu mengerti kenapa dia masih duduk di sana! apakah semua pria seperti itu? Tidak! Revan berbeda dengan
Aelyn bersandar pada penyangga sofa yang begitu lembut, menatap bosan pada layar televisi di hadapannya, sudah hitungan lima jam Ethan membiarkan dirinya terus berada di dalam kamar hotel ini, banyak hal yang sudah dirinya lewati dan Aelyn bisa mati karena kebosanan yang semakin membuatnya ingin keluar dari sana.Tapi setiap akan melangkah keluar dari kamar hotel, Aelyn harus berhadapan dengan seseorang dengan setelan rapi yang berdiri tepat di depan pintu, membuat dirinya mau tidak mau harus kembali mengurungkan niatnya, dia punya alasan kuat jika mereka bertanya.Aelyn ke arah luar balkon kamarnya, hotel dengan fasilitas kelas atas memang tidak perlu diragukan, di balkon sudah ada kolam renang dan tempat yang bisa digunakan untuk dinner, entah kenapa Aelyn jadi ingin mencelup kakinya di antara kolam sana.
Ethan sibuk dengan ponselnya dan sesekali melirik ke arah Aelyn yang sibuk menatap jalanan kota, mungkin karena lebih sering menghindari tempat, Aelyn jadi memiliki keterbatasan dalam kebebasannya, Ethan sadar secara perlahan dia membawa gadis itu pada dunianya yang sebenarnya.Apakah ini terlalu cepat atau mungkin sudah waktu perlahan Aelyn tahu siapa dirinya, siapa sebenarnya pria yang selama ini diam-diam menjaganya dan seseorang yang jauh di sana mengharapkan gadis itu tahu keberadaannya, berharap ada sebuah interaksi dirinya dengan Aelyn.Hari ini ada acara tender yang hampir setiap bulan dilakukan oleh banyak perusahaan, selain mencari investor lebih banyak, di acara sana bisa menemukan partner kerja yang bermutu, tapi itu hanya namanya sebenarnya itu adalah pertemuan para informan dan beberapa perusahaan untuk mendapatkan informasi lebih.