Aelyn Isabelle, orang lain biasanya memanggilku Aelyn. Gadis sederhana yang tumbuh tanpa ada sosok ayah di sampingnya secara dirinya lahir di dunia ini, tinggal di pinggiran kota Chicago dan merupakan gadis yang tidak pandai dalam urusan berkencan, usianya 24 tahun.
Usia yang biasanya sibuknya bekerja atau mencari tujuan hidup, tapi Aelyn masih nyaman dengan zona sendirinya.
Saat pertama kali berkencan dan menjalin sebuah hubungan, Aelyn begitu kaku dan cenderung canggung. Sampai akhirnya hanya bertahan tiga bulan hubungan itu, karena Aelyn harus menerima dimana sang kekasih begitu bosan dengan sifatnya dan memilih untuk mencari wanita lain.
Memang bukan hal biasa jika menjalin hubungan tidak lengkap tanpa hubungan intim, hanya saja itu pertama kalinya Aelyn mencoba mengenal cinta, jadi wajar jika dia menolak dan bahkan tidak tanggung untuk membuat peraturan itu dengan mantan kekasihnya.
Aelyn. Wanita mandiri sejak kecil, dididik untuk mandiri oleh sang Ibu. Membuat Aelyn terbiasa tinggal sendiri dan bahkan di usianya yang baru 20 tahun, Aelyn sudah bisa memberikan kehidupan yang baik untuknya, Aelyn tidak mengenal sosok ayahnya sejak kecil, dia ingin bertanya tapi dia sendiri memutuskan untuk diam dan lebih memilih untuk menjadi putri yang baik.
Dia menempuh pendidikan dengan segala upaya yang Ibunya lakukan untuknya. Hingga tanpa sadar membangun karakter wanita tangguh, mandiri, dan tidak mudah menyerah dalam diri Aelyn. Namun, satu kesedihan yang masih Aelyn sulit lepaskan, saat usianya menginjak 22 tahun. Tepat setelah Aelyn tahu sang Ibu memiliki penyakit kanker, saat itu Aelyn kehilangan sosok yang selalu ada untuknya.
Di pagi yang indah, di dalam gedung pencakar langit. Aelyn sibuk dengan layak komputer, menulis di dalam keheningan ruang ini.
“Aelyn, kamu sudah tahu? Hari ini anak dari Tuan Stevanov. Akan datang ke perusahaan ini.” Ucap Kiera. Rekan Aelyn yang berasal dari divisi akunting.
Di siang hari dia menghampiri Aelyn di meja kerjanya, kebiasaan Kiera yang sangat suka menyebarkan gosip di Crop Vic Stevano. Orang lain sampai memberikan julukan ‘si admin rumor’. Padahal Kiera tahu sendiri jika Aelyn tidak peduli dengan segala berita yang terjadi di perusahaan ini, atau bisa dibilang Aelyn anti dalam club rumor.
Baginya menjadi wanita karir adalah tujuan hidupnya untuk saat ini, tidak tahu kedepannya akan terjadi seperti apa.
“Aelyn! Kamu tidak mendengarkanku lagi?” tanya Kiera. Dia tidak suka diabaikan dan padahal gadis itu berdiri di hadapan Aelyn.
Aelyn menyelesaikan naskah daft-nya terlebih dahulu, setelah selesai baru dia mengalihkan pandangannya pada Keira. Perempuan berambut coklat itu hanya menatap datar pada Kiera.
“Kiera, kamu tahu bukan? Aku ini tidak peduli dengan gosip yang terjadi diperusahaan ini, aku datang kesini untuk bekerja bukan menyebarkan rumor or gosip. You know?” ucap Aelyn. Dia tersenyum pada Kiera, yang terkesan seperti dipaksa.
Kiera membuang nafas kesal, dia meniup poninya.
“sayang-ku Aelyn, bisakah kamu sedikit peduli? Yang datang hari ini putra Tuan Stevano! Bayangkan akan setampan apa dia. Aku yakin jika sekarang di divisi lain sedang ramai membicarakan dirinya.”
Lagi-lagi reaksi Aelyn hanya penuh datar.
“lalu aku harus bagaimana? Aku harus membeli buket bunga untuk putra Tuan Stevano? Atau aku rayakan kedatangannya? Aku bahkan tidak mengenalnya sama sekali. Jadi Kiera bersikaplah tenang, pekerjaanku cukup banyak hari ini.”
Kiera hanya bisa mengendus kesal, sejak kapan dia mau berteman dengan orang seperti Aelyn. Mungkin saat itu dirinya tertipu dengan penampilannya.
“yang aku dengar jika putra Stevano mungkin akan menggantikan posisi ayahnya, banyak rumor yang mengatakan jika divisi Advertising, sebagian dari mereka sudah bertemu langsung dan mengatakan dia begitu tampan. Pikirkan jika dia jatuh cinta padaku atau kau?” ucap Kiera, dirinya langsung membayangkan bertemu sosok yang padahal belum dia lihat.
“berhenti menghayal! Kau digaji bukan untuk membayangkan dia, Kiera!” ucap Aelyn, dia sudah kesal dengan atasannya yang terus menuntutnya selesaikan pekerjaan hari.
Dan kadang Aelyn bingung dengan wanita yang terlalu mudah terpesona pada visual tampan dari seorang pria, bukankah perasaan tumbuh karena sebuah pertemuan dan saling mengenal. Apa untungnya sebuah Visual?
Mengabaikan Kiera, dia melirik waktu yang akan mendekati jam makan siang.
“pokoknya nanti saat jam makan siang, kau harus menemaniku! Jika kau tidak mau melihatnya. Jangan melarangku untuk bertemu dengannya!” Kiera kembali membuka suara setelah berhenti membayangkan bertemu dengan putra Tuan Stevano.
“Aku? Keira. Kamu tahu sendiri bukan? Aku tidak suka keramaian. Jadi pergilah sendiri.” Tolak Aelyn dengan tegas, dia kembali menatap layar komputernya, ada beberapa file yang harus segera dikirim
Keira berjalan ke samping Aelyn, menarik tangan gadis itu.
“Please, kali ini saja Aelyn. Temani aku! Aku akan memberikan kopi untukmu.”
Aelyn melepaskan tangannya, dia menggeleng ke arah Mira, “aku tidak bisa Keira, tugasku banyak yang harus diselesaikan.”
Keira memberikan tatapan sedih, dia meninggalkan ruangan Aelyn dengan menghentakkan sepatunya. Menunjukan jika dia kesal dan marah. Sementara Aelyn hanya bisa tersenyum melihat kepergian temannya dengan wajah seperti itu.
Dia masih menyukai suasana tenang, karena dulu Aelyn tidak bisa tidur tenang setiap malam, belum lagi kerja paruh waktu saat masa kuliahnya. Benar-benar membuat Aelyn tidak ingin kembali pada kehidupan itu.
Walau ini Aelyn masih harus hidup di lingkungan sederhana, setidaknya apartemennya yang sekarang lebih baik dari sebelumnya. Itulah kenapa Aelyn lebih suka menghabiskan waktunya disini, menatap layar komputer sampai jam kantor berakhir.
Lalu malam harinya menghabiskan untuk mengistirahatkan seluruh tubuhnya. Kegiatan sehari-hari yang begitu normalnya, dihari libur Aelyn jarang bepergian. Dia akan keluar jika waktunya untuk membeli kebutuhannya dan terkadang saat malas datang dia akan memilih jalur online.
Bukan menghindari kehidupan luar, hanya aaja mencoba menyesuaikan suasana ini, sudah satu tahun saat ibu pergi. Semua terasa hampa untuknya dan Aelyn hampir kehilangan semangatnya, tapi dia belum mau meninggalkan kesepian ini.
Belum lagi fakta bahwa ayahnya meninggalkan dirinya dengan sang ibu, meninggalkan sejuta tanda tanya dan tentu saja luka, jika gadis lain bisa mengatakan cinta pertama mereka adalah ayahnya. Lalu siapa yang harus Aelyn katakan sebagai cinta pertamanya.
Jika ayahnya sendiri menjadi orang pertama yang mematahkan hatinya.
Cukup untuk mantannya yang membuat Aelyn berputar otak untuk tidak mencoba berkencan lagi dan hidup sesuai keinginan dirinya.
Karena Ibunya pernah berkata. ‘hanya dirimu yang bisa menentukan kebahagian itu sendiri.’ Intinya, jika Aelyn sudah berhasil ‘love yourself’ maka tanpa ada paksaan, Aelyn sendiri yang akan meninggalkan Zona nyaman itu.
Jadi di usia yang baru menginjak 24 tahun, apa salahnya jika dia belum menemukan apa itu arti cinta?
Apa salah juga jika menjadi wanita karir adalah pilihannya saat ini, ketika wanita khawatir akan cinta, Aelyn malah percaya jika cinta akan tiba ketika waktunya sudah siap. Dan mengatakan.
“cari sendiri arti cinta itu, karena ada banyak warna, rasa dan makna.”
Hampir semua orang berkumpul di divisi Advertising. Tepatnya mereka berkumpul di lantai lima belas, tentu saja untuk menyambut dan mengenal sosok yang Keira bicarakan tadi pagi. Yang katanya akan mengambil posisi ayahnya dalam waktu dekat ini. Di antara para orang divisi akunting. Hanya Aelyn yang tidak ada dibarisan sana.Alasannya cukup sederhana untuk menghindari pertemuan itu adalah banyak hal yang harus dia selesaikan hari ini, dia juga harus mengantarkan file di lantai 13, dan Aelyn terburu-buru masuk ke dalam lift.Namun gadis itu tidak menyadari jika dia berada dalam satu lift yang sama dengan putra Tuan Stevano, dirinya menyadari jika penampilannya begitu berantakan. Tapi Aelyn malah memilih untuk merapikan cardigan dan rambutnya yang dibiarkan terurai.Tepat lift berhenti di lantai 13. Kakinya melangkah ke
“seperti kamu harus lebih berhati-hati mulai sekarang.” ucap Revan.Ucapan itu mengundang pertanyaan besar, kesalahan apa yang telah Aelyn lakukan, dia menyelesaikan segala tugasnya dengan baik dan Tuan Kevino Johanes selalu memuji hasil kerja kerasnya sebelum pria bernama Ethan itu masuk.“Lelucon-mu sangat tidak lucu, Van!” Aelyn menepuk bahu pria itu dan kembali fokus ke lorong, menelusuri beberapa divisi lainnya, ruangannya memang jauh.“Aku sedang tidak membuat lelucon apapun, aku hanya merasa. Seperti akan ada yang mengawasimu, itulah aku mengatakan untuk lebih berhati-hati.” ucap Revan, dia bisa mengartikan tatapan dari pria bernama Ethan Stevano, jelas jika pria itu penasaran dengan Aelyn.Aelyn hanya diam, dia tidak menanggapi
Hari terus berjalan. Waktu terus berputar dan kesibukkan membuat Aelyn tidak menyukai hari ini.Layar komputer di hadapannya menampil beberapa sheet, tangan dan mata terus melihat sambil mengetik. Sungguh walau Aelyn menyukai pekerjaan, tapi lain berbeda jika semua yang harus diselesaikan hari ini.Rasa kepala Aelyn terasa begitu penat, bahkan bisa berasap mungkin. Hari ini Aleyn harus memikirkan konsep yang sudah Revan berikan padanya, padahal sebisa mungkin Aelyn memeriksa konsep itu. Namun Nona Ellena selaku sebagai director creative dirinya dan Revan, tidak juga menerima konsep atau setidaknya menentukan mana yang akan ditentukan, padahal deadline untuk konsep itu yang minggu ini sedang Aelyn jalankan dengan Revan, harus segera diselesaikan.Deadline akan jatuh tiga hari lagi. Jika sampai semua k
Keesokan harinya.Aelyn pikir hari ini dia bisa sedikit tenang, tapi seperti itu hanya halusinasi saja. Crop Vic Stevano.Rasanya hari ini seluruh wanita di perusahaan ini terus menyebarkan berita panas tentang sang Ceo, siapa lagi jika bukan Ethan Stevano, bahkan telinga Aelyn begitu panas mendengar saat berpapasan dengan beberapa orang, padahal ini masih terlalu pagi untuk memulai sebuah gosip tidak penting, Aelyn ingin sekali memarahi Kiera dan wanita lainnya, yang terus membahas pria itu, padahal Aelyn masih pusing dengan konsep yang belum menemukan titik terang,menambah buruk suasana hatinya saja.Berita itu terus di bicarakan saat Aelyn ingin makan siang di kantor, suasana sangat ramai sampai dirinya tidak tenang untuk memakan satu sendok nasi, membuat
Sampai di ruangannya. Aelyn dengan wajah cerianya berjalan mendekati Revan yang masih sibuk dengan layar monitor dihadapannya, tanpa berpikir panjang Aelyn memberikan minuman kaleng itu padanya, dengan senyuman bahagia yang terus mengisi wajahnya, tidak ragu untuk memperlihatkan indahnya lesung pipinya. “I Got It, Van!” Ucapnya dengan senang, dirinya tidak sabar untuk menjelaskan ide brilian yang muncul begitu saja, rasanya Aelyn yakin jika ide kali ini akan langsung disetujui oleh Ellena dan pria menyebalkan itu, Ethan Stevano. “Why Aelyn?” Revan memutuskan untuk menatap ke arahnya, dia mengabaikan pekerjaannya sejak untuk mengetahui hal apa yang membuat gadis itu tersenyum bahagia, momen yang sang langka ketika Aelyn begitu, karena seceria apapun gadis itu tidak pernah dia menunjukkan lesun
Aelyn meletakan barangnya di bawah mejanya, dia mengeluarkan ponselnya untuk melihat penampilan make-up walau tidak begitu tebal, setidaknya wajahnya tidak terlihat seperti bangun tidur, dia memoleskan sedikit lipcream pada bibirnya dan memutuskan untuk menguncir rambutnya. “Kopi untukmu,” ucap Revan, meletakan secangkir kopi panas, mengabaikan beberapa orang menatap ke arahnya. “Dan aku sudah menyelesaikannya, kita hanya perlu memberikan pada Nona Ellena.” Aelyn menoleh ke arah Revan, pria itu memang sangat bisa diandalkan, alasan kenapa Aelyn begitu senang bertemu dengannya karena bukan seperti karyawan lain yang hanya ingin tahu tanpa ingin membantu, pada seperti Aelyn yang terlalu banyak merepotkan pria itu. “Terimakasih Van, kamu memang yang terbaik, tak terhitung aku akan terus mengucapkan te
Aelyn melangkahkan kakinya di sepinya lorong lantai 15, apalagi tujuannya kesini?Setelah kembali ke kantor dan baru saja ingin duduk di kursi, Aelyn di panggil untuk langsung menghadap keruangan Tuan Stevano, entah kenapa rasa gugup terus mengikuti langkahnya, untuk pertama kalinya dia melangkah ke sana dan ada hal apa penting apa yang ingin pria itu sampaikan?Aelyn kurang nyaman jika harus berada didalam ruangan dengan orang yang masih asing dengannya, dia memang sulit beradaptasi tapi dia bukan seorang yang pengecut dan langsung menolaknya, yang di hadapannya adalah atasan, pemegang tunggal Stevano Vic Crop.Jauh sebelum Aelyn lahir, perusahaan ini sudah mudah beroperasi, menghela nafas sejenak Aelyn menguatkan kakinya untuk berdiri dengan ‘Room Ceo.’ kalimat yang membuat degup jant
“Akhh!”Aelyn tersentak dengan tubuh yang menabrak dinding begitu keras, ketika wajahnya terangkat untuk melihat situasi apa yang sedang terjadi, tiba-tiba pria yang mendorongnya dan membuat dirinya berada didalam kekukuhannya, itu langsung mencium bibirnya tanpa mengucapkan satu kalimat-pun.Bola mata Aelyn berbuka lebar, dia bahkan harus melepaskan ciuman pertamanya pada pria yang kurang ajar itu, dia panik dengan keadaan seperti itu, tenaganya begitu lemah jika memaksa mendorong jadi dengan kesal Aelyn menendang titik kelemahan pria dihadapannya.Ciuman itu terputus, kesempatan itu Aelyn gunakan untuk melarikan diri tapi kecepatan pria itu tidak bisa diremehkan, pria berpakaian serba hitam itu kembali menarik Aelyn dan menghantamkan tubuhnya di dinding, kembali menyatukan benda kenyal itu.