BAB 7
Darel masih sibuk memikirkan keberadaan Kaila, namun sejenak kemudian dia berpikir untuk apa terlalu mengurusi Kaila? Dia kembali duduk di ruang kerjanya kembali memeriksa makalah mahasiswanya. Hingga pukul satu malam tak terasa, Darel keluar ruangannya lalu membuka kamar Kaila. Masih kosong. Dia menelpon Kaila namun nomornya tidak aktif. Dia memutuskan mencari Kaila, ingin rasanya tidak campur dengan urusan Kaila, tetapi bagaimanapun juga Kaila adalah mahasiswa. Darel baru saja hendak mengeluarkan mobil, namun ada taksi yang datang. Kaila keluar dari sana dan berjalan masuk. Darel membuka pintu rumahnya, menatap Kaila dengan tatapan tajam.
“Saya rasa kamu tidak sakit apapun,” ucap Darel melihat Kaila yang baik-baik saja dari atas sampai bawah.
“Alergi saya tadi kumat, saya sampai sesak nafas dan pingsan.”
“Alergi? Sudah tau alergi kenapa masih dimakan?” ucap Darel dengan tatapan sinis. Kaila menyerngitkan keningn
BAB 8 – Jesline Kaila baru saja sampai di kampus, dia turun dari taksi. Dia terkejut, hampir saja terjatuh saat Jesline tepat berada di hadapannya. Mata Jesline nampak menyimpan amarah, nafasnya memburu. Dia menampar Kaila dengan keras. Pipi Kaila sampai memanas, baru saja Kaila akan berbicara lagi, Jesline menamparnya lagi di bagian kiri. Kaila mengaduh kesakitan, Juna yang melihat itu mendekat, memarahi Jesline. “Eh mbak siapa ya kok kasar sama teman saya?” ucap Juna. Jesline tidak mendengarkan Juna, dia malah menjambak Kaila. “LO JAUHIN DAREL! Gausah deketin dia! Dasar wanita jalang!” ucap Jesline dengan marah. Dia menampar wajah Kaila lagi. Kaila sangat kesal dengan Jesline, dia menarik tangan Jesline dan menjambaknya lagi. Kaila meletakkan map yang dia bawa, memberikannya kepada Juna. Dia lalu menampar balik Jesline, memukulinya dengan tanpa ampun. “Heh! Lo itu yang harusnya pergi! Dasar kegatelan!” ucap Kaila dengan marah. Jesline hendak menjamb
Kaila merasakan panas di hidungnya, dia merasa ada aroma minyak kayu putih. Kaila lalu membuka matanya, Darel duduk di kursi dekat meja belajarnya sembari menuliskan sesuatu di sana. Entah apa yang Darel kerjakan, tetapi nampak raut wajahnya begitu santai sembari menopang dagu. Kaila bisa melihat yang Darel pegang itu buku Manajemen Operasional.“Pak Darel lagi ngapain?” tanya Kaila.“Eh?” Darel meletakkan bolpoinnya. Dia lalu berdiri lalu memberikan Kaila vitamin.“Minum. Gausah ngerepotin orang.” Darel lalu membuka pintu kamar Kaila dan keluar. Kaila melihat di atas meja sudah tertata makanan untuknya. Dia tertawa dengan sikap dosennya yang lucu. Kaila lalu memulai makan, tubuhnya terasa begitu lemas, dia bahkan tidak sanggup berjalan. Suhu badannya masih panas, dia juga merasakan nyeri otot yang tak tertahankan namun Kaila menahan dirinya untuk mengeluh. Dia lalu meminum obatnya lalu tidur lagi.Damian sesekali memer
Kaila menghela nafasnya kasar, di balik kamar dia mendengar semua pembicaraan Darel dengan ibunya. Hal yang membuat Kaila gemas adalah kenapa Darel benar-benar mengaku bahwa dia kekasihnya? Siapa juga yabg mau menjadi kekasih Darel sungguhan? Itu sama saja masuk ke dalam jeratan devil seperti Darel.Setelah terdengar ibunya pergi, Kaila mengetuk pintu kamar dan memanggil kencang nama Darel. Dia sudah bisa berdiri sekarang, rasa nyerinya sudah mulai menghilang."PAK BUKA PINTUNYA!!"Darel membuka pintu kamar Kaila yang dia kunci. Kaila menatap sebal Darel. Bibirnya mengerucut sebal."Kenapa bapak bilang saya kekasih bapak? Bukannya hanya di hadapan mantan bapak?" ucap Kaila kesal.Darel hanya tersenyum lalu kembali ke ruangannya, tidak menjawab keluhan Kaila. Dia sendiri juga bingung bagaimana menjawab ibunya yang jelas-jelas mengetahui semua rahasianya. Kalau dia hanya mengatakan bahwa itu pura-pura, bisa-bisa dia benar-benar dipaksa menikah dengan
Kaila masuk ke dalam rumah dengan tatapan sebal, pantas saja ibu Darel melihatnya dengan tatapan tajam dan menilai dia dari atas sampai bawah. Ternyata ini karena ibu Darel mengetahui bahwa Kaila adalah kekasih Darel. Kaila duduk di teras sembari menikmati pemandangan, kakinya dia ayunkan sembari menenangkan emosinya yang bergejolak. Dia sesekali mengecek ponselnya barangkali ada pesan dari Xavier. Sayangnya hingga detik ini tidak ada satupun pesan dari kekasihnya. Terkadang Kaila bertanya-tanya apa memang Xavier menyukainya. Dia mencoba menelpon Xavier, panggilannya selalu sibuk. Kaila menghela nafasnya dan akhirnya masuk ke dalam rumah. Darel baru saja selesai mandi sore, dia tidak mengenakan baju saat berada di ruang tamu tengah mengeringkan rambutnya.“ASTAGA! BAPAK!” teriak Kaila langsung masuk ke kamar mandi. Darel terkejut dengan teriakan Kaila, dia kira Kaila masih diluar.Darel terburu-buru berlari, kakinya tersandung oleh siku meja sampai berdarah
Xavier sempat terpana oleh kecantikan Kaila, pacarnya nampak anggun dan manis. Dia tidak menyangka jika Kaila akan semanis ini. Perlahan sembari menyetir, tangan Xavier memegang erat tangan Kaila, menggenggamnya dengan lembut. Kaila juga tidak menolak, dia tersenyum hangat menatap Xavier, malam ini begitu indah, dia menyukai Xavier sepenuh hatinya.“Kita kemana?” tanya Kaila.“Kamu maunya kemana? Nonton mau enggak? The Conjuring udah main nih,” ucap Xavier menaikkan alisnya. Satu-satunya di dunia ini yang Kaila takuti hanya dosen galak plus killer dan suka memberi tugas seperti Darel, soal hantu dan makhluk gaib lainnya dia tidak pernah takut.“Boleh, aku pesan tiketnya dulu.” Kaila mengambil ponselnya lalu memesan tiket bioskop dengan aplikasi. Setelah dia memesan mereka menuju CGV yang terdekat.Keduanya berjalan-jalan dengan senyuman bahagia, Kaila juga akhirnya kembali menjalani hidupnya dengan memiliki kekasih sete
Darel terbangun dari tidurnya, dia merasa sudah baikan, tubuhnya sudah terasa membaik. Ini berkat Kaila, pikirnya. Matanya mencari sosok Kaila namun tidak ada gadis itu di sini. Dia berjalan menuju ruang makan, di sana sudah ada semangkuk bubur dan lontong sayur. Sebuah lengkungan tercetak di bibir Darel, dia tidak menyangka Kaila akan sebaik ini padanya. Dia membaca pesan notes di sana bahwa Kaila pergi ke kampua dan hendak latihan di sore hari. Darel mengambil ponselnya, menghubungi Ronald—teman sesama dosen untuk mengatakan bahwa dia tidak bisa hadir saat ini. Darel menguatkan dirinya untuk mandi pagi dan memakan bubur ayam.Sebenarnya, Darel tidak suka dengan bubur, namun entah kenapa kali ini rasanya berbeda, dia jauh lebih menikmati bubur yang dia makan. Apa mungkin karena Kaila yang memberikannya?“Darel, buka pintunya!”Darel seketika berdiri, menyudahi makan paginya dan membuka pintu. Ibunya ada di hadapannya.“Mama kenapa
Seorang gadis setengah berlari dari kamar kosnya, dia tidak sempat menyisir rambut ataupun menggunakan make up tipis. Jam di tangannya membuat dia semakin panik, lima menit lagi kelas akan dimulai. Kaila Aurelia, seorang mahasiswa semester satu yang suka sekali berlangganan dengan kata 'terlambat'. Selalu datang terlambat ke kampus.Kaila berlari sembari terus memperhatikan jamnya. Tinggal tiga menit lagi, tapi jarak dia menuju kampus masih lima ratus meter. Beruntungnya, teman sekelasnya Arjuna yang menaiki motor melewatinya."HEI!! JUNA!" teriak Kaila membuat Juna menghentikan motornya. Tanpa berbicara lagi, Kaila segera berlari dan naik ke atas motor Juna. Lelaki itu terkejut saat Kaila langsung menaiki motornya."Udah cepetan ayo! Kita telat ini!"Juna mengangguk, melajukan motornya dengan kecepatan penuh. Kaila memeluk erat Juna, secepat apapun Juna menjalankan motornya, mereka masih saja terlambat."Oh God! Ini gila! Kita telat du
Kaila tidak memiliki pilihan lain selain mengikuti dosennya. Dia berhenti tak jauh dari rumah Darel. Rumah dosen galaknya itu sangat mewah sampai membuat dia melongo sejenak."Mbak? Bayar taksi dulu Mbak," ucap supir taksi yang tadi mengantarkan Kaila."Eh? Iya Pak maaf lupa." Kaila tersenyum kecil lalu membayarkan taksinya. Dia melangkah perlahan ke rumah dosennya. Rupanya pagarnya masih belum ditututup kembali. Diam-diam Kaila menyelinap masuk."Kaila?" ucap Darel. Dia melihat dari kejauhan muridnya masuk rumahnya. Dia segera turun dan mendekati Kaila. Gadis itu sedang duduk di depan halaman rumahnya."Astaga, apa yang kamu lakukan di sini?" ucap Darel menatap tajam Kaila."Pak, saya mohon Pak ..., Saya mohon izinkan saya untuk ...," ucap Kaila terpotong karena perhatian mereka tertuju pada mobil putih yang datang. Darel terlihat nampak tegang melihat mobil itu, dia lalu menggandeng Kaila dan mengajaknya masuk."Kaila, de