Kaila merasakan panas di hidungnya, dia merasa ada aroma minyak kayu putih. Kaila lalu membuka matanya, Darel duduk di kursi dekat meja belajarnya sembari menuliskan sesuatu di sana. Entah apa yang Darel kerjakan, tetapi nampak raut wajahnya begitu santai sembari menopang dagu. Kaila bisa melihat yang Darel pegang itu buku Manajemen Operasional.
“Pak Darel lagi ngapain?” tanya Kaila.
“Eh?” Darel meletakkan bolpoinnya. Dia lalu berdiri lalu memberikan Kaila vitamin.
“Minum. Gausah ngerepotin orang.” Darel lalu membuka pintu kamar Kaila dan keluar. Kaila melihat di atas meja sudah tertata makanan untuknya. Dia tertawa dengan sikap dosennya yang lucu. Kaila lalu memulai makan, tubuhnya terasa begitu lemas, dia bahkan tidak sanggup berjalan. Suhu badannya masih panas, dia juga merasakan nyeri otot yang tak tertahankan namun Kaila menahan dirinya untuk mengeluh. Dia lalu meminum obatnya lalu tidur lagi.
Damian sesekali memer
Kaila menghela nafasnya kasar, di balik kamar dia mendengar semua pembicaraan Darel dengan ibunya. Hal yang membuat Kaila gemas adalah kenapa Darel benar-benar mengaku bahwa dia kekasihnya? Siapa juga yabg mau menjadi kekasih Darel sungguhan? Itu sama saja masuk ke dalam jeratan devil seperti Darel.Setelah terdengar ibunya pergi, Kaila mengetuk pintu kamar dan memanggil kencang nama Darel. Dia sudah bisa berdiri sekarang, rasa nyerinya sudah mulai menghilang."PAK BUKA PINTUNYA!!"Darel membuka pintu kamar Kaila yang dia kunci. Kaila menatap sebal Darel. Bibirnya mengerucut sebal."Kenapa bapak bilang saya kekasih bapak? Bukannya hanya di hadapan mantan bapak?" ucap Kaila kesal.Darel hanya tersenyum lalu kembali ke ruangannya, tidak menjawab keluhan Kaila. Dia sendiri juga bingung bagaimana menjawab ibunya yang jelas-jelas mengetahui semua rahasianya. Kalau dia hanya mengatakan bahwa itu pura-pura, bisa-bisa dia benar-benar dipaksa menikah dengan
Kaila masuk ke dalam rumah dengan tatapan sebal, pantas saja ibu Darel melihatnya dengan tatapan tajam dan menilai dia dari atas sampai bawah. Ternyata ini karena ibu Darel mengetahui bahwa Kaila adalah kekasih Darel. Kaila duduk di teras sembari menikmati pemandangan, kakinya dia ayunkan sembari menenangkan emosinya yang bergejolak. Dia sesekali mengecek ponselnya barangkali ada pesan dari Xavier. Sayangnya hingga detik ini tidak ada satupun pesan dari kekasihnya. Terkadang Kaila bertanya-tanya apa memang Xavier menyukainya. Dia mencoba menelpon Xavier, panggilannya selalu sibuk. Kaila menghela nafasnya dan akhirnya masuk ke dalam rumah. Darel baru saja selesai mandi sore, dia tidak mengenakan baju saat berada di ruang tamu tengah mengeringkan rambutnya.“ASTAGA! BAPAK!” teriak Kaila langsung masuk ke kamar mandi. Darel terkejut dengan teriakan Kaila, dia kira Kaila masih diluar.Darel terburu-buru berlari, kakinya tersandung oleh siku meja sampai berdarah
Xavier sempat terpana oleh kecantikan Kaila, pacarnya nampak anggun dan manis. Dia tidak menyangka jika Kaila akan semanis ini. Perlahan sembari menyetir, tangan Xavier memegang erat tangan Kaila, menggenggamnya dengan lembut. Kaila juga tidak menolak, dia tersenyum hangat menatap Xavier, malam ini begitu indah, dia menyukai Xavier sepenuh hatinya.“Kita kemana?” tanya Kaila.“Kamu maunya kemana? Nonton mau enggak? The Conjuring udah main nih,” ucap Xavier menaikkan alisnya. Satu-satunya di dunia ini yang Kaila takuti hanya dosen galak plus killer dan suka memberi tugas seperti Darel, soal hantu dan makhluk gaib lainnya dia tidak pernah takut.“Boleh, aku pesan tiketnya dulu.” Kaila mengambil ponselnya lalu memesan tiket bioskop dengan aplikasi. Setelah dia memesan mereka menuju CGV yang terdekat.Keduanya berjalan-jalan dengan senyuman bahagia, Kaila juga akhirnya kembali menjalani hidupnya dengan memiliki kekasih sete
Darel terbangun dari tidurnya, dia merasa sudah baikan, tubuhnya sudah terasa membaik. Ini berkat Kaila, pikirnya. Matanya mencari sosok Kaila namun tidak ada gadis itu di sini. Dia berjalan menuju ruang makan, di sana sudah ada semangkuk bubur dan lontong sayur. Sebuah lengkungan tercetak di bibir Darel, dia tidak menyangka Kaila akan sebaik ini padanya. Dia membaca pesan notes di sana bahwa Kaila pergi ke kampua dan hendak latihan di sore hari. Darel mengambil ponselnya, menghubungi Ronald—teman sesama dosen untuk mengatakan bahwa dia tidak bisa hadir saat ini. Darel menguatkan dirinya untuk mandi pagi dan memakan bubur ayam.Sebenarnya, Darel tidak suka dengan bubur, namun entah kenapa kali ini rasanya berbeda, dia jauh lebih menikmati bubur yang dia makan. Apa mungkin karena Kaila yang memberikannya?“Darel, buka pintunya!”Darel seketika berdiri, menyudahi makan paginya dan membuka pintu. Ibunya ada di hadapannya.“Mama kenapa
Seorang gadis setengah berlari dari kamar kosnya, dia tidak sempat menyisir rambut ataupun menggunakan make up tipis. Jam di tangannya membuat dia semakin panik, lima menit lagi kelas akan dimulai. Kaila Aurelia, seorang mahasiswa semester satu yang suka sekali berlangganan dengan kata 'terlambat'. Selalu datang terlambat ke kampus.Kaila berlari sembari terus memperhatikan jamnya. Tinggal tiga menit lagi, tapi jarak dia menuju kampus masih lima ratus meter. Beruntungnya, teman sekelasnya Arjuna yang menaiki motor melewatinya."HEI!! JUNA!" teriak Kaila membuat Juna menghentikan motornya. Tanpa berbicara lagi, Kaila segera berlari dan naik ke atas motor Juna. Lelaki itu terkejut saat Kaila langsung menaiki motornya."Udah cepetan ayo! Kita telat ini!"Juna mengangguk, melajukan motornya dengan kecepatan penuh. Kaila memeluk erat Juna, secepat apapun Juna menjalankan motornya, mereka masih saja terlambat."Oh God! Ini gila! Kita telat du
Kaila tidak memiliki pilihan lain selain mengikuti dosennya. Dia berhenti tak jauh dari rumah Darel. Rumah dosen galaknya itu sangat mewah sampai membuat dia melongo sejenak."Mbak? Bayar taksi dulu Mbak," ucap supir taksi yang tadi mengantarkan Kaila."Eh? Iya Pak maaf lupa." Kaila tersenyum kecil lalu membayarkan taksinya. Dia melangkah perlahan ke rumah dosennya. Rupanya pagarnya masih belum ditututup kembali. Diam-diam Kaila menyelinap masuk."Kaila?" ucap Darel. Dia melihat dari kejauhan muridnya masuk rumahnya. Dia segera turun dan mendekati Kaila. Gadis itu sedang duduk di depan halaman rumahnya."Astaga, apa yang kamu lakukan di sini?" ucap Darel menatap tajam Kaila."Pak, saya mohon Pak ..., Saya mohon izinkan saya untuk ...," ucap Kaila terpotong karena perhatian mereka tertuju pada mobil putih yang datang. Darel terlihat nampak tegang melihat mobil itu, dia lalu menggandeng Kaila dan mengajaknya masuk."Kaila, de
Kaila mengikat rambutnya tinggi ke atas, dia harus kerja keras malam ini, membawa semua barangnya ke rumahdosennya. Tidak terlalu banyak, hanya satu koper besar. Kaila membawa keluar kopernya dan mengetuk pintu mobil Darel.“Pak, saya sudah selesai,” ucap Kaila sembari menguap. Sudah jam sepuluh malam, dia sangat mengantuk. Badannya terasa remuk. Biasanya sepulang kuliah dia langsung tidur siang, malamnya dia bekerja di restoran.Darel lalu turun, membuka pintu bagasi, dia membantu Kaila memasukkan kopernya. Tanpa mereka sadari ada dua pasang mata yang mengawasi mereka, teman kuliah Kaila yang juga kos dekat Kaila. Mereka terkejut karena Kaila pergi bersama Darel membawa koper besar.“Itu Kaila pergi kemana? Itu kan pak dosen ganteng! Pak Darel Elvando!” pekik Nesya—teman sekelas Kaila.“Ssst, jangan terlalu keras. Jangan-jangan kaila simpanan Pak Darel?” tanya Revan.Kaila merasa ada yang memperhatik
"KAILA! BANGUN!" bentak Darel mengetuk pintu Kaila. Gadis itu melenguh, hanya menggeliat. Darel berdecak kesal karena Kaila tak kunjung bangun padahal mentari sudah mucul. "Bangun Kaila!!" panggil Darel lagi. Kaila sangat kesal, dia akhirnya bangun dan membuka pintu. Dia menguap lebar di depan Darel. Rambutnya acak-acakan, bekas air liur masih tercetak di sana."Apasih Pak? Ini masih pagi," ucap Kaila memberengut kesal."Kamu jam segini masih tidur? Yaampun Kaila! Bangun! Ayo ikut saya!" Darel menarik lengan Kaila, dia mengajak Kaila ke lantai tiga."Yaampun Pak, saya masih ngantuk," ucap Kaila lemas. Karena jalan Kaila yang lamban, Darel akhirnya memutuskan menggendong Kaila seperti karung beras, menggendong di punggungnya."Astaga Pak!! Turunin saya!!" teriak Kaila. Darel menutup telinganya, mengacuhkan teriakan Kaila. Sesampainya di lantai tiga, dia menurunkan Kaila. Gadis itu membulatkan matanya, ada banyak peralatan fitness di sini. "Wih, i