Seorang gadis setengah berlari dari kamar kosnya, dia tidak sempat menyisir rambut ataupun menggunakan make up tipis. Jam di tangannya membuat dia semakin panik, lima menit lagi kelas akan dimulai. Kaila Aurelia, seorang mahasiswa semester satu yang suka sekali berlangganan dengan kata 'terlambat'. Selalu datang terlambat ke kampus.
Kaila berlari sembari terus memperhatikan jamnya. Tinggal tiga menit lagi, tapi jarak dia menuju kampus masih lima ratus meter. Beruntungnya, teman sekelasnya Arjuna yang menaiki motor melewatinya.
"HEI!! JUNA!" teriak Kaila membuat Juna menghentikan motornya. Tanpa berbicara lagi, Kaila segera berlari dan naik ke atas motor Juna. Lelaki itu terkejut saat Kaila langsung menaiki motornya.
"Udah cepetan ayo! Kita telat ini!"
Juna mengangguk, melajukan motornya dengan kecepatan penuh. Kaila memeluk erat Juna, secepat apapun Juna menjalankan motornya, mereka masih saja terlambat.
"Oh God! Ini gila! Kita telat dua menit!" ucap Kaila sembari melangkah cepat menuju kelas, Juna yang ada di belakangnya ikut panik.
"Yaudah bolos aja," ucap Juna.
Kaila menggeleng, bagi dia selalu ada pepatah 'Better Late Than Never.' Kaila selalu akan masuk kelas walaupun dia akan terlambat. Dengan perasaan ragu, dia mengetuk pintu kelas, mengintip dari pintu kaca, sudah ada dosennya. Darel Elvando, dosen muda mata kuliah Etika Bisnisnya. Dosen muda yang tampan dan menawan. Semua mahasiswi tergila-gila padanya, kecuali Kaila, dia sama sekali tidak tertarik. Justru membencinya karena sikapnya yang suka memberikan banyak tugas.
"Aduh gimana ini?" ucap Kaila panik, dia menggigit ujung jemarinya.
"Yaudah masuk aja."
Juna membuka pintu dan tersenyum manis kepada dosennya, menunjukkan deretan gigi putihnya, tanpa merasa bersalah dia duduk di bangku paling depan, Kaila mengikutinya.
"Jam berapa ini?" ucap dosennya.
Kaila hanya bisa terdiam mengatupkan bibirnya, nyalinya menciut karena tatapan dosennya. Sedangkan Juna hanya memohon maaf sembari mengeluarkan tugas makalahnya.
"Maaf Pak, saya terlambat karena mengantar Kaila," ucap Juna dengan tatapan memelas lalu mengumpulkan makalahnya di meja. Kaila memutar bola matanya, dia kesal dengan Juna yang menyebut namanya sebagai alasan, padahal Kaila hanya meminta Juna mengantarnya dari depan gerbang kampus.
"Oke, karena kamu sudah mengerjakan tugas, saya ampuni kamu."
Mata dosennya beralih kepada Kaila yang hanya terdiam, sungguh Kaila lupa belum mengerjakan tugas makalahnya.
"Kaila? Mana tugasmu?" tanya dosennya.
Kaila hanya bisa menunduk diam, dia bukan sengaja tidak mengerjakan, tapi dia lupa. Sebagai mahasiswa Manajemen, sepertinya dia memang gagal melakukan manajemen waktunya. Semalam dia malah menghabiskan satu judul film drama. Bahkan dia melukan semua tugas kuliahnya. Bagi Kaila, hidup hanya sekali dan harus dinikmati, kehidupan Kaila sangat santai, bahkan terlalu santai, biasanya dia hanya melakukan copy paste atau bahkan mencontek jawaban temannya. Kali ini Kaila benar-benar lupa dengan tugas dosen killernya.
"Ma-maaf Pak, saya ... tidak membawanya," ucap Kaila lirih, dia tidak berani menatap mata dosennya.
"Bagus, nanti silahkan ke ruangan saya."
Kaila hanya bisa mendesah pelan, matanya kembali fokus membaca power point yang dijelaskan oleh Darel. Dia melihat sekeliling, semua mahasiswi memperhatikan Darel dengan seksama, bahkan Gladys, mahasiswi yang terkenal paling malas, jauh lebih malas daripada Kaila menjadi rajin kuliah karena ingin melihat dosen tampannya ini. Sayangnya, ketampanan Darel tidak memberikan efek apapun bagi Kaila. Gadis itu mengakui jika dosennya tampan, tapi tidak dengan kepribadiannya, Darel terkenal suka memberikan banyak tugas yang membuat Kaila kewalahan.
***
"Kaila? Kamu enggak ke ruangan Pak Darel?" tanya Gladys, satu-satunya sahabat yang dia miliki di kampus. Seketika Kaila menepuk dahinya, dia membulatkan mata.
"Astaga! Iya! Aku lupa! Kalau begitu, makanan aku kamu yang bayar dulu ya!" Kaila segera menghabiskan makananya lalu beranjak menuju ruangan Darel.
Kaila benar-benar takut harus berhadapan dengan dosennya, bukan hanya takut diceramahi, tapi takut diberikan tugas lain.
"Permisi?" Kaila membuka pintu dan perlahan masuk, ada Darel yang duduk di ruangan, dia membenahi kacamatanya, lalu menyuruh Kaila masuk dan duduk di depannya.
"Kaila Aurelia, mahasiswa Manajemen kelas pagi, kenapa bisa terlambat?" tanya Darel. Tatapan mata Darel menusuk Kaila, sangat intens, membuat Kaila sesak nafas, lidahnya kelu, sulit mengucapkan alasan yang sudah dia rencanakan sebelumnya.
"Saya ... bekerja paruh waktu di restoran Pak," ucap Kaila.
Darel melepaskan kacamatanya, menata Kaila dengan tajam. Dia tersenyum sinis melihat mahasiswinya.
"Well, saya tidak peduli apapun alasan kamu, seharusnya kamu bisa melakukan manajemen waktu dengan baik. Buat tujuh makalah mengenai Etika Bisnis, dan satu jurnal penelitian. Waktunya hanya sampai akhir bulan ini."
Kaila terkejut dengan permintaan dosennya, dia membulatkan matanya, hendak protes dengan Darel.
"APA? BAPAK TIDAK SALAH? ASTAGA TUJUH MAKALAH DAN SATU JURNAL PENELITIAN? TANGAN SAYA HANYA ADA DUA PAK! SAYA TIDAK MAU!" bentak Kaila, tanpa dia sadari dia bahkan menggebrak meja Darel.
"Wow, kamu benar-benar tidak memiliki etika terhadap dosen ya? Kamu berani membentak saya? Oke kalau kamu tidak mau mengerjakan, silahkan keluar ruangan saya dan jangan meghadiri kelas saya."
Darel lalu kembali fokus dengan laptobnya, tidak lagi melihat wajah Kaila yang masih memerah karena penuh amarah. Seketika Kaila mengerjapkan matanya, mengingat apa yang dia lakukan dua detik yang lalu, dia telah membentak dosennya, dia menyadari kesalahannya. Ucapan Darel tidak memperbolehkan dia masuk ke kelasnya lagi membuat dia shock berat, itu artinya Kaila harus mengulang mata pelajaran Etika Bisnis.
"Pak, saya ... minta maaf Pak, saya tadi refleks menjawab dengan kasar dan membentak, maaf Pak, tugas dari bapak akan saya kerjakan Pak," ucap Kaila menunduk meminta maaf dengan tulus. Sayangnya Darel tidak akan lagi memberikan kesempatan bagi Kaila. Dia hanya tersenyum kepada Kaila.
"Pintu keluarnya ada di sana, silahkan kembali pulang, saya tidak mau mengajar mahasiswi yang tidak memiliki sopan santun," ucap Darel.
Kaila mengusap wajahnya dengan kasar, dia sangat frustasi saat ini, melihat Darel yang begitu serius, dia akhirnya menyerah, Kaila lalu pamit untuk keluar ruangan Darel.
Dia tidak pulang, tetapi duduk di kursi panjang yang ada di ruang tunggu. Dia berniat menunggu Darel pulang dan meminta maaf sekali lagi. Tidak peduli jika dia harus menunggu seharian, dia merasa bersalah terhadap dosennya itu.
"Kaila? Kenapa duduk di sini? Kamu tidak ikut latihan basket?" sapa Xavier, teman satu anggota basketnya.
Kaila melirik jam tangannya, sudah jam empat sore, waktunya dia latihan basket, tapi hingga detik ini dosennya sama sekali tidak keluar dari ruangan, padahal dia sudah mengumpulkan niat dan berbagai kalimat untuk memohon maaf kepada dosennya.
"Tidak, hari ini aku tidak mengikuti basket, tolong sampaikan kepada Angel dan pelatih bahwa aku izin, aku ada sedikit masalah dengan dosen, jadi aku berniat menyelesaikan masalahku," ucap Kaila.
Xavier mengangguk mengerti, dia lalu berjalan meninggalkan Kaila yang masih duduk di ruang tunggu.
"Good Luck Kaila!" ucap Xavier.
Kaila tersenyum dan melambaikan tangannya, Xavier Kaivan, dia mahasiswa jurusan Ekonomi yang sangat dia kagumi, tampan, hidungnya mancung dan baik hati. Sayangnya dia sudah memiliki kekasih, kalau saja Xavier masih single, mungkin Kaila akan mengejarnya.
Beberapa menit kemudian, Darel keluar sembari menggunakan jasnya, Kaila segera bangkit, kembali memohon maaf kepada Darel.
"Pak, saya mohon maafkan saya. Saya akn mengerjakan semua tugas dari bapak."
Darel hanya tersenyum, "Kamu masih ingat kalimat saya tadi? Saya rasa tidak perlu mengulanginya lagi."
Darel lalu berjalan menuju parkiran, Kaila masih saja mengikuti Darel dan meminta maaf kepadanya, sampai ketika Darel masuk ke dalam mobil, Kaila ikut masuk ke dalam mobilnya. Dosennya tak habis pikir dengan Kaila, mahasiswinya begitu nekat sampai berani mengikutinya.
"Oh God! Kamu kenapa mengikuti saya? Ini mobil saya, KELUAR!" bentak Darel. Kaila hanya mengembuskan nafasnya kasar lalu keluar dari mobil Darel. Dia masih berpikir keras bagaimana caranya mendapat kompensasi atas hukuman Darel, kalau dia harus mengulang mata kuliah Etika Bisnis, sama saja membuang waktunya. Kaila tidak menyerah, dia memanggil taksi dan mengikuti mobil Darel. Dia sangat yakin, perjuangan akan membuahkan hasil yang baik.
Kaila tidak memiliki pilihan lain selain mengikuti dosennya. Dia berhenti tak jauh dari rumah Darel. Rumah dosen galaknya itu sangat mewah sampai membuat dia melongo sejenak."Mbak? Bayar taksi dulu Mbak," ucap supir taksi yang tadi mengantarkan Kaila."Eh? Iya Pak maaf lupa." Kaila tersenyum kecil lalu membayarkan taksinya. Dia melangkah perlahan ke rumah dosennya. Rupanya pagarnya masih belum ditututup kembali. Diam-diam Kaila menyelinap masuk."Kaila?" ucap Darel. Dia melihat dari kejauhan muridnya masuk rumahnya. Dia segera turun dan mendekati Kaila. Gadis itu sedang duduk di depan halaman rumahnya."Astaga, apa yang kamu lakukan di sini?" ucap Darel menatap tajam Kaila."Pak, saya mohon Pak ..., Saya mohon izinkan saya untuk ...," ucap Kaila terpotong karena perhatian mereka tertuju pada mobil putih yang datang. Darel terlihat nampak tegang melihat mobil itu, dia lalu menggandeng Kaila dan mengajaknya masuk."Kaila, de
Kaila mengikat rambutnya tinggi ke atas, dia harus kerja keras malam ini, membawa semua barangnya ke rumahdosennya. Tidak terlalu banyak, hanya satu koper besar. Kaila membawa keluar kopernya dan mengetuk pintu mobil Darel.“Pak, saya sudah selesai,” ucap Kaila sembari menguap. Sudah jam sepuluh malam, dia sangat mengantuk. Badannya terasa remuk. Biasanya sepulang kuliah dia langsung tidur siang, malamnya dia bekerja di restoran.Darel lalu turun, membuka pintu bagasi, dia membantu Kaila memasukkan kopernya. Tanpa mereka sadari ada dua pasang mata yang mengawasi mereka, teman kuliah Kaila yang juga kos dekat Kaila. Mereka terkejut karena Kaila pergi bersama Darel membawa koper besar.“Itu Kaila pergi kemana? Itu kan pak dosen ganteng! Pak Darel Elvando!” pekik Nesya—teman sekelas Kaila.“Ssst, jangan terlalu keras. Jangan-jangan kaila simpanan Pak Darel?” tanya Revan.Kaila merasa ada yang memperhatik
"KAILA! BANGUN!" bentak Darel mengetuk pintu Kaila. Gadis itu melenguh, hanya menggeliat. Darel berdecak kesal karena Kaila tak kunjung bangun padahal mentari sudah mucul. "Bangun Kaila!!" panggil Darel lagi. Kaila sangat kesal, dia akhirnya bangun dan membuka pintu. Dia menguap lebar di depan Darel. Rambutnya acak-acakan, bekas air liur masih tercetak di sana."Apasih Pak? Ini masih pagi," ucap Kaila memberengut kesal."Kamu jam segini masih tidur? Yaampun Kaila! Bangun! Ayo ikut saya!" Darel menarik lengan Kaila, dia mengajak Kaila ke lantai tiga."Yaampun Pak, saya masih ngantuk," ucap Kaila lemas. Karena jalan Kaila yang lamban, Darel akhirnya memutuskan menggendong Kaila seperti karung beras, menggendong di punggungnya."Astaga Pak!! Turunin saya!!" teriak Kaila. Darel menutup telinganya, mengacuhkan teriakan Kaila. Sesampainya di lantai tiga, dia menurunkan Kaila. Gadis itu membulatkan matanya, ada banyak peralatan fitness di sini. "Wih, i
Berulang kali Kayla melirik jam di tangannya, dia gelisah hingga detik ini Darel belum juga keluar dari kamar mandi, padahal dia ada kuliah pagi."Pak, ayo dong Pak, saya mau mandi juga Pak!" Kaila mengetuk pintu kamar mandi Darel. Sebenarnya di kamar Kaila juga ada kamar mandi, namun showernya sedang rusak, dia terpaksa menumpang mandi di kamar Darel.Darel tidak menjawab, sepuluh menit kemudian, dia keluar hanya menggunakan handuk putih yang dililit ke bagian bawah tubuhnya. Kaila berteriak kencang melihat Darel yang shirtless seperti itu."AAAAAAA!!! BAPAK!" teriak Kaila, dia naik ke ranjang Darel, menutupi wajahnya dengan selimut."Kamu kenapa teriak sih?" ucap Darel cuek. Dia mengambil pakaiannya lalu mengenakannya."Bapak bisa enggak sih kalau pakai baju di kamar mandi aja!" teriak Kaila."Iya, iya ini sudah selesai." Darel menarik selimutnya, menatap Kaila dengan tatapan jahil.Kaila memberengutkan wajahnya, d
BAB 6 Tidak perlu menjadi orang lain untuk membuatku jatuh hati -Kaila- Seusai kuliah berulang kali Kaila menguap, rasanya sangat mengantuk, namun sore ini ada latihan untuk sparing. Kaila setengah mengantuk menuju kamar mandi, dia mencuci wajahnya lalu berganti pakaian menggunakan jersey. “La? Apa kamu sedang mengantuk?” tanya Dita—teman satu tim Kaila. Terlalu lemah bagi Kaila untuk menjawab, dia hanya menganggukkan kepalanya lemah. Dita lalu memberikan Kaila satu gelas kopi. “Minum dulu, nanti kalau ngantuk enggak fokus.” Kaila meminum kopi hitam itu, dia lalu berjalan ke lapangan. Posisi Kaila di basket sebagai penyerang, dia berlari sampai ke tengah lapangan, namun saat dia dihadang oleh musuh, entah kenapa pandangannya menjadi buram. Seketika dia pusing dan tidak bisa lagi menumpu tubuhnya untuk tetap berdiri. Kaila lalu memejamkan matanya dan ambruk seketika. “Kaila! Kaila!” Ter
BAB 7Darel masih sibuk memikirkan keberadaan Kaila, namun sejenak kemudian dia berpikir untuk apa terlalu mengurusi Kaila? Dia kembali duduk di ruang kerjanya kembali memeriksa makalah mahasiswanya. Hingga pukul satu malam tak terasa, Darel keluar ruangannya lalu membuka kamar Kaila. Masih kosong. Dia menelpon Kaila namun nomornya tidak aktif. Dia memutuskan mencari Kaila, ingin rasanya tidak campur dengan urusan Kaila, tetapi bagaimanapun juga Kaila adalah mahasiswa. Darel baru saja hendak mengeluarkan mobil, namun ada taksi yang datang. Kaila keluar dari sana dan berjalan masuk. Darel membuka pintu rumahnya, menatap Kaila dengan tatapan tajam.“Saya rasa kamu tidak sakit apapun,” ucap Darel melihat Kaila yang baik-baik saja dari atas sampai bawah.“Alergi saya tadi kumat, saya sampai sesak nafas dan pingsan.”“Alergi? Sudah tau alergi kenapa masih dimakan?” ucap Darel dengan tatapan sinis. Kaila menyerngitkan keningn
BAB 8 – Jesline Kaila baru saja sampai di kampus, dia turun dari taksi. Dia terkejut, hampir saja terjatuh saat Jesline tepat berada di hadapannya. Mata Jesline nampak menyimpan amarah, nafasnya memburu. Dia menampar Kaila dengan keras. Pipi Kaila sampai memanas, baru saja Kaila akan berbicara lagi, Jesline menamparnya lagi di bagian kiri. Kaila mengaduh kesakitan, Juna yang melihat itu mendekat, memarahi Jesline. “Eh mbak siapa ya kok kasar sama teman saya?” ucap Juna. Jesline tidak mendengarkan Juna, dia malah menjambak Kaila. “LO JAUHIN DAREL! Gausah deketin dia! Dasar wanita jalang!” ucap Jesline dengan marah. Dia menampar wajah Kaila lagi. Kaila sangat kesal dengan Jesline, dia menarik tangan Jesline dan menjambaknya lagi. Kaila meletakkan map yang dia bawa, memberikannya kepada Juna. Dia lalu menampar balik Jesline, memukulinya dengan tanpa ampun. “Heh! Lo itu yang harusnya pergi! Dasar kegatelan!” ucap Kaila dengan marah. Jesline hendak menjamb
Kaila merasakan panas di hidungnya, dia merasa ada aroma minyak kayu putih. Kaila lalu membuka matanya, Darel duduk di kursi dekat meja belajarnya sembari menuliskan sesuatu di sana. Entah apa yang Darel kerjakan, tetapi nampak raut wajahnya begitu santai sembari menopang dagu. Kaila bisa melihat yang Darel pegang itu buku Manajemen Operasional.“Pak Darel lagi ngapain?” tanya Kaila.“Eh?” Darel meletakkan bolpoinnya. Dia lalu berdiri lalu memberikan Kaila vitamin.“Minum. Gausah ngerepotin orang.” Darel lalu membuka pintu kamar Kaila dan keluar. Kaila melihat di atas meja sudah tertata makanan untuknya. Dia tertawa dengan sikap dosennya yang lucu. Kaila lalu memulai makan, tubuhnya terasa begitu lemas, dia bahkan tidak sanggup berjalan. Suhu badannya masih panas, dia juga merasakan nyeri otot yang tak tertahankan namun Kaila menahan dirinya untuk mengeluh. Dia lalu meminum obatnya lalu tidur lagi.Damian sesekali memer