"KAILA! BANGUN!" bentak Darel mengetuk pintu Kaila. Gadis itu melenguh, hanya menggeliat. Darel berdecak kesal karena Kaila tak kunjung bangun padahal mentari sudah mucul.
"Bangun Kaila!!" panggil Darel lagi. Kaila sangat kesal, dia akhirnya bangun dan membuka pintu. Dia menguap lebar di depan Darel. Rambutnya acak-acakan, bekas air liur masih tercetak di sana."Apasih Pak? Ini masih pagi," ucap Kaila memberengut kesal."Kamu jam segini masih tidur? Yaampun Kaila! Bangun! Ayo ikut saya!"Darel menarik lengan Kaila, dia mengajak Kaila ke lantai tiga."Yaampun Pak, saya masih ngantuk," ucap Kaila lemas. Karena jalan Kaila yang lamban, Darel akhirnya memutuskan menggendong Kaila seperti karung beras, menggendong di punggungnya."Astaga Pak!! Turunin saya!!" teriak Kaila. Darel menutup telinganya, mengacuhkan teriakan Kaila. Sesampainya di lantai tiga, dia menurunkan Kaila. Gadis itu membulatkan matanya, ada banyak peralatan fitness di sini."Wih, ini punya bapak semua? Wah keren." Kaila lalu berjalan menuju treadmill. Dia melihat-lihat alat treadmill itu."Naik ke atas sini. Badan kamu itu tidak bugar, kamu harus sering olahraga," ucap Darel. Dia menekan tombol on dan mengatur waktu serta kecepatan. Kaila mengikuti kemauan Darel, kakinya mengikuti putaran treadmil.Sedangkan Darel menuju sepeda statis di samping Kaila. Keduanya berolahraga bersama hingga mengeluarkan keringat serta racun di tubuh. Dalam hatinya Kaila terpesona dengan ketampanan Darel. Dia begitu tampan dan memukau apalagi saat berolahraga seperti ini."Kenapa kamu lihatin saya? Saya tau saya ganteng."Kaila mencibir, dia memalingkan wajahnya."Ganteng apanya, galak kaya ibu kos," ucap Kaila. Darel melotot menatap Kaila, dia tidak menyangka mahasiswinya berani mengatakan seperti itu. Kaila hanya memberi kode jari berbentuk tanda V 'Peace' dan menyengir, dia minta maaf kepada Darel.Handphone Darel berdering, dia menghentikan aktivitasnya lalu menjauh dari Kaila untuk menjawab telepon.
"Ya?" jawab Darel sembari menyeka keringat yang ada di dahinya.
"Bapak Darel, saya Pak Rafael, saya mengundang bapak dalam acara seminar Ekonomi untuk merayakan ulang tahun Universitas, seminarnya mungkin hari Senin, tanggal 23 Januari Pak, apa bapak bersedia?"
"Oh, tentang seminar, iya Pak saya sudah terima undangannya kemarin, tentu saja saya bersedia Pak. Saya jadi pembicara ke berapa ya Pak?"
"Nanti bapak menjadi pembicara kedua, setelah Ibu Paramita, untuk bahannya akan saya email bapak. Seminarnya ada di Hotel Luxury, sekitar pukul sembilan pagi baru dimulai."
"Baik pak, siap terima kasih pak."
Darel menutup teleponnya lalu kembali melanjutkan olahraganya. Dia sedikit sibuk akhir-akhir ini, pihak Universitas sedang mengadakan serangkaian acara. Mau tidak mau Darel harus berpartisipasi.
Suara bel rumah membuat Kaila menghentikan olahraganya, dia menekan tombol off lalu turun dari treadmill. Saat dia berbalik, tubuhnya tanpa sengaja menabrak Darel.
"Eh? Maaf Pak, saya ... mau buka pintunya, sepertinya ada tamu," ucap Kaila.
"Jangan, biar saya saja. Kalau ada tamu, biar saya yang buka, keberadaan kamu di sini hanya Jesline yang boleh tau, tapi orang lain enggak boleh tau."
Kaila mengangguk lalu duduk di sofa, dia melihat ponselnya, memainkan sosial media.
Darel turun dengan tergesa-gesa karena suara bel yang ditekan berulang-ulang.
"Iya sebentar," ucap Darel.
Dia terkejut bukan main saat yang hadir adalah Jesline.
"Halo Darelku yang manis, sayang kamu lagi sendirian? Kamu pasti habis olahraga ya keringetan begitu, aku bawain kamu bekal." Jesline memberikan totebag berisi makanan.
Darel mundur selangkah, Jesline nampak seperti bahaya dimatanya, perempuan itu mengenakan baju olahraga yang sangat seksi, lekuk tubuh yang sempurna, sayangnya sama sekali tidak membuat Darel 'turn on'. Sebaliknya, Darel malah mual melihat perempuan ini, dia muak dengan sikap Jesline. Dengan cara apa dia bisa menyingkirkan pengganggu ini dalam hidupnya? Darel hanya ingin hidup tenang tanpa ada siapapun yang mengganggunya. Dia hanya ingin hidup damai, tidak ada kenangan masa lalu yang membuatnya terlihat bodoh.
"Kenapa kamu ke sini lagi sih?" ucap Darel dengan tatapan tidak suka. Darel tidak mengerti lagi apa kemauan Jesline. Sudah jelas perempuan itu hanya mengincar ketampanan Darel.
"Aku tau, pasti kekasihmu itu tidak memperhatikanmu, that's why aku memberi kamu salad dan susu almond kesukaan kamu," ucap Jesline memberikan senyuman manis terbaiknya, mencoba menggerakkan hati Darel yang telah beku karena kenangan buruk.
Jesline pernah menjadi milik Darel, sayangnya dia tidak pernah bersyukur saat itu, dia tidak pernah menyadari jika Darel adalah lelaki istimewa. Dia menyia-nyiakan begitu saja cinta Darel, perhatian dan semua hati yang Darel berikan, dia buang begitu saja. Jesline berselingkuh dengan sahabat Darel sendiri. Saat keadaan berbalik, ketika Jesline yang dicampakkan, dia menyadari hanya Darel yang mencintainya dengan sungguh-sungguh. Namun tidak ada yang bisa mengembalikan waktu, semua itu hanyalah kenangan masa lalu yang harus dikubur. Hati Darel telah kembali membeku, tidak ada lagi sesuatu yang menarik dalam diri Jesline yang membuat Darel dapat kembali jatuh cinta.
Saat mata Darel menatap mata Jesline, saat itu juga dia teringat kenangan saat Jesline berciuman sangat panas dengan sahabatnya di lorong hotel. Sungguh menyesakkan bagi Darel jika mengingat itu, dia merasa menjadi pria bodoh yang mencintai Jesline sepenuh hatinya. Dia menyesal pernah jatuh hati dengan Jesline.
"Okay, thanks. But, I don't need that. Lagipula aku sedang tidak diet. Kamu bisa membawanya pulang," ucap Darel dengan tatapan lurus. Berulang kali Darel menolak Jesline, gadis itu terus mendatanginya, seolah semakin dijauhi semakin sering untuk datang.
"Kamu terlalu dingin denganku, cobalah sedikit, kamu pasti suka."
Darel menarik nafasnya, sebenarnya dia benci bertindak kasar dengan perempuan, tapi dia sudah berada di titik jenuh. Darel mengambil kasar totebag itu dan membuangnya ke tempat sampah.
"Silahkan pulang Jesline," ucap Darrel dengan tatapan membenci.
Jesline membulatkan matanya, terkejut dengan perbuatan Darel. Dia memeluk erat Darel dari belakang sebelum Darel masuk ke dalam rumah.
"Please give me a second chance," ucap Jesline dengan tatapan sendu. Dia ingin Darrel kembali seperti dulu, Darel yang sangat mencintainya dan mau melakukan apa saja untuknya.
"Aku bukan Tuhan yang bisa memberimu kesempatan kedua."
Darel melepaskan tangan Jesline yang melingkar di tubuhnya dengan kasar, dia menghentakkan kaki lalu menutup pintu dan masuk. Dia segera naik ke atas untuk memanggil Kaila.
"KAILA!" teriak Darel membuat Kaila terkejut.
"Ada apa Pak? Yaampun bapak kenapa kelihatan marah begitu?" tanya Kaila bingung.
"Turun ke bawah, tunjukkan kemesraan kita di depan Jesline. Sekarang!" perintah Darel. Kaila tak tau harus berakting seperti apa, tapi dia menurut dan membiarkan Darel menarik tangannya untuk turun ke bawah.
Saat Darel membuka pintu, Jesline masih ada di sana, perempuan itu berdiri di depan mobilnya. Kaila sempat terkejut jika tamu Darel adalah Jesline, apalagi penampilan Jesline, membuat Kaila tak bisa berkedip. Bagaimana bisa dia mengenakan pakaian yang terbuka seperti itu saat ke rumah Darel.
"KAU! Kenapa kamu ada di sini!" Jesline menatap Kaila dengan tatapan marah.
"Aku? Di sini? Kenapa? Memangnya ada apa? Aku kekasihnya, aku berhak di sini, kau sendiri? Kenapa ada di sini? Bukankah jelas di sini siapa yang menjadi pengganggu?" ucap Kaila menatap sinis Jesline.
Perempuan itu sangat kesal dengan ucapan Kaila, dia menghentakkan kakinya kesal dan pergi dari rumah Darel.
Kaila menghela nafas lega setelah melihat Jesline pergi.
"Thanks Kaila," ucap Darel lalu meninggalkan Kaila sendiri yang masih berada di halaman depan.
Berulang kali Kayla melirik jam di tangannya, dia gelisah hingga detik ini Darel belum juga keluar dari kamar mandi, padahal dia ada kuliah pagi."Pak, ayo dong Pak, saya mau mandi juga Pak!" Kaila mengetuk pintu kamar mandi Darel. Sebenarnya di kamar Kaila juga ada kamar mandi, namun showernya sedang rusak, dia terpaksa menumpang mandi di kamar Darel.Darel tidak menjawab, sepuluh menit kemudian, dia keluar hanya menggunakan handuk putih yang dililit ke bagian bawah tubuhnya. Kaila berteriak kencang melihat Darel yang shirtless seperti itu."AAAAAAA!!! BAPAK!" teriak Kaila, dia naik ke ranjang Darel, menutupi wajahnya dengan selimut."Kamu kenapa teriak sih?" ucap Darel cuek. Dia mengambil pakaiannya lalu mengenakannya."Bapak bisa enggak sih kalau pakai baju di kamar mandi aja!" teriak Kaila."Iya, iya ini sudah selesai." Darel menarik selimutnya, menatap Kaila dengan tatapan jahil.Kaila memberengutkan wajahnya, d
BAB 6 Tidak perlu menjadi orang lain untuk membuatku jatuh hati -Kaila- Seusai kuliah berulang kali Kaila menguap, rasanya sangat mengantuk, namun sore ini ada latihan untuk sparing. Kaila setengah mengantuk menuju kamar mandi, dia mencuci wajahnya lalu berganti pakaian menggunakan jersey. “La? Apa kamu sedang mengantuk?” tanya Dita—teman satu tim Kaila. Terlalu lemah bagi Kaila untuk menjawab, dia hanya menganggukkan kepalanya lemah. Dita lalu memberikan Kaila satu gelas kopi. “Minum dulu, nanti kalau ngantuk enggak fokus.” Kaila meminum kopi hitam itu, dia lalu berjalan ke lapangan. Posisi Kaila di basket sebagai penyerang, dia berlari sampai ke tengah lapangan, namun saat dia dihadang oleh musuh, entah kenapa pandangannya menjadi buram. Seketika dia pusing dan tidak bisa lagi menumpu tubuhnya untuk tetap berdiri. Kaila lalu memejamkan matanya dan ambruk seketika. “Kaila! Kaila!” Ter
BAB 7Darel masih sibuk memikirkan keberadaan Kaila, namun sejenak kemudian dia berpikir untuk apa terlalu mengurusi Kaila? Dia kembali duduk di ruang kerjanya kembali memeriksa makalah mahasiswanya. Hingga pukul satu malam tak terasa, Darel keluar ruangannya lalu membuka kamar Kaila. Masih kosong. Dia menelpon Kaila namun nomornya tidak aktif. Dia memutuskan mencari Kaila, ingin rasanya tidak campur dengan urusan Kaila, tetapi bagaimanapun juga Kaila adalah mahasiswa. Darel baru saja hendak mengeluarkan mobil, namun ada taksi yang datang. Kaila keluar dari sana dan berjalan masuk. Darel membuka pintu rumahnya, menatap Kaila dengan tatapan tajam.“Saya rasa kamu tidak sakit apapun,” ucap Darel melihat Kaila yang baik-baik saja dari atas sampai bawah.“Alergi saya tadi kumat, saya sampai sesak nafas dan pingsan.”“Alergi? Sudah tau alergi kenapa masih dimakan?” ucap Darel dengan tatapan sinis. Kaila menyerngitkan keningn
BAB 8 – Jesline Kaila baru saja sampai di kampus, dia turun dari taksi. Dia terkejut, hampir saja terjatuh saat Jesline tepat berada di hadapannya. Mata Jesline nampak menyimpan amarah, nafasnya memburu. Dia menampar Kaila dengan keras. Pipi Kaila sampai memanas, baru saja Kaila akan berbicara lagi, Jesline menamparnya lagi di bagian kiri. Kaila mengaduh kesakitan, Juna yang melihat itu mendekat, memarahi Jesline. “Eh mbak siapa ya kok kasar sama teman saya?” ucap Juna. Jesline tidak mendengarkan Juna, dia malah menjambak Kaila. “LO JAUHIN DAREL! Gausah deketin dia! Dasar wanita jalang!” ucap Jesline dengan marah. Dia menampar wajah Kaila lagi. Kaila sangat kesal dengan Jesline, dia menarik tangan Jesline dan menjambaknya lagi. Kaila meletakkan map yang dia bawa, memberikannya kepada Juna. Dia lalu menampar balik Jesline, memukulinya dengan tanpa ampun. “Heh! Lo itu yang harusnya pergi! Dasar kegatelan!” ucap Kaila dengan marah. Jesline hendak menjamb
Kaila merasakan panas di hidungnya, dia merasa ada aroma minyak kayu putih. Kaila lalu membuka matanya, Darel duduk di kursi dekat meja belajarnya sembari menuliskan sesuatu di sana. Entah apa yang Darel kerjakan, tetapi nampak raut wajahnya begitu santai sembari menopang dagu. Kaila bisa melihat yang Darel pegang itu buku Manajemen Operasional.“Pak Darel lagi ngapain?” tanya Kaila.“Eh?” Darel meletakkan bolpoinnya. Dia lalu berdiri lalu memberikan Kaila vitamin.“Minum. Gausah ngerepotin orang.” Darel lalu membuka pintu kamar Kaila dan keluar. Kaila melihat di atas meja sudah tertata makanan untuknya. Dia tertawa dengan sikap dosennya yang lucu. Kaila lalu memulai makan, tubuhnya terasa begitu lemas, dia bahkan tidak sanggup berjalan. Suhu badannya masih panas, dia juga merasakan nyeri otot yang tak tertahankan namun Kaila menahan dirinya untuk mengeluh. Dia lalu meminum obatnya lalu tidur lagi.Damian sesekali memer
Kaila menghela nafasnya kasar, di balik kamar dia mendengar semua pembicaraan Darel dengan ibunya. Hal yang membuat Kaila gemas adalah kenapa Darel benar-benar mengaku bahwa dia kekasihnya? Siapa juga yabg mau menjadi kekasih Darel sungguhan? Itu sama saja masuk ke dalam jeratan devil seperti Darel.Setelah terdengar ibunya pergi, Kaila mengetuk pintu kamar dan memanggil kencang nama Darel. Dia sudah bisa berdiri sekarang, rasa nyerinya sudah mulai menghilang."PAK BUKA PINTUNYA!!"Darel membuka pintu kamar Kaila yang dia kunci. Kaila menatap sebal Darel. Bibirnya mengerucut sebal."Kenapa bapak bilang saya kekasih bapak? Bukannya hanya di hadapan mantan bapak?" ucap Kaila kesal.Darel hanya tersenyum lalu kembali ke ruangannya, tidak menjawab keluhan Kaila. Dia sendiri juga bingung bagaimana menjawab ibunya yang jelas-jelas mengetahui semua rahasianya. Kalau dia hanya mengatakan bahwa itu pura-pura, bisa-bisa dia benar-benar dipaksa menikah dengan
Kaila masuk ke dalam rumah dengan tatapan sebal, pantas saja ibu Darel melihatnya dengan tatapan tajam dan menilai dia dari atas sampai bawah. Ternyata ini karena ibu Darel mengetahui bahwa Kaila adalah kekasih Darel. Kaila duduk di teras sembari menikmati pemandangan, kakinya dia ayunkan sembari menenangkan emosinya yang bergejolak. Dia sesekali mengecek ponselnya barangkali ada pesan dari Xavier. Sayangnya hingga detik ini tidak ada satupun pesan dari kekasihnya. Terkadang Kaila bertanya-tanya apa memang Xavier menyukainya. Dia mencoba menelpon Xavier, panggilannya selalu sibuk. Kaila menghela nafasnya dan akhirnya masuk ke dalam rumah. Darel baru saja selesai mandi sore, dia tidak mengenakan baju saat berada di ruang tamu tengah mengeringkan rambutnya.“ASTAGA! BAPAK!” teriak Kaila langsung masuk ke kamar mandi. Darel terkejut dengan teriakan Kaila, dia kira Kaila masih diluar.Darel terburu-buru berlari, kakinya tersandung oleh siku meja sampai berdarah
Xavier sempat terpana oleh kecantikan Kaila, pacarnya nampak anggun dan manis. Dia tidak menyangka jika Kaila akan semanis ini. Perlahan sembari menyetir, tangan Xavier memegang erat tangan Kaila, menggenggamnya dengan lembut. Kaila juga tidak menolak, dia tersenyum hangat menatap Xavier, malam ini begitu indah, dia menyukai Xavier sepenuh hatinya.“Kita kemana?” tanya Kaila.“Kamu maunya kemana? Nonton mau enggak? The Conjuring udah main nih,” ucap Xavier menaikkan alisnya. Satu-satunya di dunia ini yang Kaila takuti hanya dosen galak plus killer dan suka memberi tugas seperti Darel, soal hantu dan makhluk gaib lainnya dia tidak pernah takut.“Boleh, aku pesan tiketnya dulu.” Kaila mengambil ponselnya lalu memesan tiket bioskop dengan aplikasi. Setelah dia memesan mereka menuju CGV yang terdekat.Keduanya berjalan-jalan dengan senyuman bahagia, Kaila juga akhirnya kembali menjalani hidupnya dengan memiliki kekasih sete