“Eit!” Raj buru-buru mencekal tangan sang istri yang hendak keluar dari roda empat miliknya, yang baru saja berhenti sempurna di parkiran basement gedung Casteel High. Pagi ini, adalah hari pertama Raj mengantarkan Mai sebagai seorang suami, bukan lagi sebagai supir pribadi.
Wajah datar Mai itu menoleh. “Apa lagi?”
“Cium,” pinta Raj tanpa beban sama sekali.
Mai dengan cepat menepis tangan Raj dan sedikit menekuk wajah. “Gak mau, aku sudah pake lipstik!”
Raj berdecak seketika, lalu kembali meraih tangan sang istri. “Lipstikmu itu mahal, kan? Jadi, gak mungkin belepotan.” Raj selalu saja punya alasan dan beribu cara untuk meminta jatah pada Mai.
“Tadi pagi sudah, kan?”
"Siang, Mbak Mai," sapa Byakta yang tidak sengaja bertemu dengan Mai di lantai sepuluh tempat jajaran direksi berada. Mai yang masih terpaku di dalam lift itu pun mengangguk. Membalas sapaan Byakta dengan sikap formal yang sama. "Siang, Mas By." Meskipun keduanya bekerja di gedung yang sama, intensitas pertemuan Mai dan Byakta hampir tidak pernah terjadi pada jam kerja. Keduanya terkadang hanya bertemu ketika pagi hari saat berangkat kerja, jam makan siang, atau ketika pulang sore harinya. Itu pun hanya saling berpapasan dan bertegur sapa secara formal. Tersadar dan tidak ingin pintu lift tertutup kembali, Mai buru-buru melangkah keluar. Sedangkan Byakta, masih saja membatu di depan pintu, tanpa melepas pandangannya pada Mai sedikit pun.
Mai bersedekap tegak, dengan tas branded merk ternama yang ia selipkan pada lipatan siku. Menatap datar pada seorang wanita yang sepertinya pernah Mai lihat, tapi ia lupa di mana tepatnya. Jika dilihat dari penampilannya yang begitu elegan, wanita tersebut pastilah berasal dari keluarga terpandang. Mai bisa melihat semua itu dari kacamata, pakaian, tas dan sepatu yang dikenakan wanita itu. Sangat berkelas dan yang pasti, seluruh barang yang dipakai wanita itu bukanlah barang imitasi. “Jadi, kamu yang namanya Mai? Permaisuri?” tanya wanita yang juga tengah berdiri dan menatap Mai dengan teliti. Mai mengangguk pelan, masih berpikir tentang siapa wanita di depannya saat ini. Ketika jam pulang kerja tiba, Mai diberitahu kalau ada seorang wanita yang ingin menemuinya. Hal itu terjadi, ketika Mai sudah berada di lobi d
Seperti biasa, Raj selalu melukiskan senyum lebarnya ketika bertemu dengan Mai. Meskipun, senyuman tersebut seringkali hanya dibalas dengan tatapan datar, dan tarikan sudut bibir nan tipis yang begitu formal.Mai yang tengah duduk di meja kerjanya di dalam kamar, hanya menoleh sejenak. Setelahnya, ia kembali menatap layar laptop untuk melanjutkan beberapa pekerjaan yang ia bawa pulangRaj melepaskan tas ransel yang berisi pakaiannya di atas ranjang. “Suami pulang, itu disambut, Ay.” Membuka resleting tas, lalu mengeluarkan sebuah paper bag.“Mau aku sambit pake apa?” ujar Mai datar, dengan tatapan masih tertuju pada layar 16 incinya.Raj menggeleng dengan helaan. Beranjak menghampiri Mai lalu meletakkan paper bag yang dibawanya di atas jemari Mai dengan sengaja. Raj menunduk dengan cepat, lalu memeluk tubuh Mai dari belakang dan menjatuhkan satu kecupan singkat pada pipi sang istri. “Disambit pake cium.”Mai mena
Setelah makan malam, sepasang pengantin baru itu langsung diminta Sinar untuk duduk di ruang keluarga. Ada beberapa hal yang ingin disampaikan Sinar mengenai resepsi pernikahan Raj dan putrinya nanti.Sementara itu, Pras lebih memilih untuk melipir ke ruangan lain, daripada ikut campur dengan hal yang menurutnya sangat merepotkan.“Kalian resepsi satu bulan lagi, seminggu setelah Enda pulang dari Sidney,” kata Sinar duduk di kursi ratu dengan elegan. “Semua nanti, sudah diatur sama WO.”“Kok buru-buru,” protes Mai seolah tidak setuju. “Mas Qai baru juga nikah, masa’ bulan depannya aku yang nikah.”“Gak masalah,” seloroh Sinar seraya mengibaskan tangan satu kali di depan wajah. “Keburu kamu hamil, Mai. Nanti malah gak enak dilihat orang.”Mai dan Raj kemudian saling pandang tanpa kata.“Eh, bentar,” ujar Sinar tiba-tiba. “Kalian gak nun
“Buka!”Kedua bahu Mai langsung merosot kaku, setelah mendengar titah Raj barusan. Belum ada satu menit Mai selesai memakai lingerie merah menyala, dengan menahan semua rasa panas karena ditatap penuh hasrat oleh sang suami. Kini, Raj malah memintanya untuk melepaskan kembali gaun tipis transparan tersebut dengan seenaknya.“Maumu apa, sih!” Mai menarik cepolan surai ikalnya dengan kasar hingga terjuntai begitu indah. Hal tersebut semakin menambah aura seksi yang menguar panas di dalam ruang. “Tadi nyuruh pakek sekarang minta dibuka!”Bibir tipis Raj itu menyeringai seksi. Melangkah maju menghampiri Mai seraya membuka kaos dan melemparnya ke sembarang arah.“Cantik.” Raj meraih pinggang Mai dengan satu tangan dan merapatkan ke tubuhnya. Satu tangan yang lain kini menyusuri paras elok, yang membuat Raj langsung menjatuhkan hati ketika pertama kali bertemu secara langsung.Sebenarnya, Raj pernah b
Hola Mba Beb, bab ini gratis dan bukan update –Moon maap– eheheh … Pertama-tama, makasih buat semua dukungan Mba Beb sekalian, karena Sinar dan Pras meraih juara 1 event GoodNovel dengan tema “Kekasih Brengsekku”. Jadi, saya mau bagi-bagi hadiah berupa 3000 koin gratis untuk 30 pembaca yang beruntung. It means, 1 pembaca akan mendapat 100 koin. Caranya mudah banget. Sila tinggalkan kesan, kritik, maupun sarannya di komentar, dan jangan lupa bintang limanya. Ini berlaku di dua cerita on going saia, yaitu : ~ My Arrogant Lawyer (20 pembaca) ~ Sexiest Journalist (10 pembaca) Gampang, kan! Jadi tunggu apa lagi? ~~ Untuk pemenang, nanti bakal diumumin di akhir bulan yaak. Eeehh, satu lagi, saia juga bakal ngasih hadiah kejutan untuk 3 pemberi gems terbanyak di My Arrogant Layer dan Sexiest Journalist setelah tamat. Hal ini sebagai ungkapan rasa terima kasih karena sudah banyak mendukung kedua cerita itu. Sekali
Raj berbaring di sebelah Mai dengan senyum puas. Lampu kamar yang masih berpendar terang itu, menandakan keduanya masih saja belum terlelap. Meskipun, jarum jam yang terpaku di dinding, kini hampir menyentuh angka tengah malam. Mai yang sudah berkali-kali merasakan pelepasannya malam ini, lantas berbaring miring. Menatap wajah yang masih saja mengatur napas, karena sebuah rasa puas yang begitu nikmat. Jika ditelisik lagi, wajah Raj sebenarnya cukup tampan. Tatapan pria itu selalu saja terlihat teduh. Bibir tipis itu pun, selalu memasang senyum ramah kepada siapa saja. Tanpa terkecuali. Namun, entah mengapa Mai selalu saja merasa kesal, ketika melihat senyum itu terlukis sebelum mereka menikah. “Kenapa lihat-lihat,” tanya Raj melarikan maniknya untuk melirik Mai. “Pengen lagi?" Andai tidak mengingat kalau besok adalah hari kerja, Raj pasti akan kembali meminta haknya kepada sang istri. Mai tidak menjawab. Hanya termenung datar, menatap pria yan
“Ay …” “HM!” Gumaman kesal itu sengaja Mai keluarkan untuk merespon panggilan Raj. Sudah berkali-kali Mai mengatakan bahwa ia tidak menyukai panggilan itu, tapi Raj, seolah semakin sengaja menggaungkannya. “Kamu sering ketemu Byakta di kantor?” “Hm.” Mai yang tengah menjalin simpul dasi di leher Raj, kembali menggumam seraya mengangguk. Tatapannya tetap tertuju pada juntaian dasi yang masih berada di tangan. Kalau biasanya, ia akan memakaikan dasi untuk Qai, tapi kini, setiap pagi Mai akan memakaikannya di leher sang suami. Layaknya sang bunda, yang dulu selalu melakukan hal tersebut pada Pras. Lantas sejauh ini, Mai hanya mengikuti apa yang dilakukan Sinar setiap harinya. Dari menyiapkan pakaian, sampai membantu Raj untuk memakai jasnya. Mai sudah merekam semua itu tanpa cela di dalam ingatan sedari kecil. “Sering ngobrol?” “Nope.” “Pernah makan siang bareng?” “Nope.” “Pernah ahkk