Setelah makan malam, sepasang pengantin baru itu langsung diminta Sinar untuk duduk di ruang keluarga. Ada beberapa hal yang ingin disampaikan Sinar mengenai resepsi pernikahan Raj dan putrinya nanti.
Sementara itu, Pras lebih memilih untuk melipir ke ruangan lain, daripada ikut campur dengan hal yang menurutnya sangat merepotkan.
“Kalian resepsi satu bulan lagi, seminggu setelah Enda pulang dari Sidney,” kata Sinar duduk di kursi ratu dengan elegan. “Semua nanti, sudah diatur sama WO.”
“Kok buru-buru,” protes Mai seolah tidak setuju. “Mas Qai baru juga nikah, masa’ bulan depannya aku yang nikah.”
“Gak masalah,” seloroh Sinar seraya mengibaskan tangan satu kali di depan wajah. “Keburu kamu hamil, Mai. Nanti malah gak enak dilihat orang.”
Mai dan Raj kemudian saling pandang tanpa kata.
“Eh, bentar,” ujar Sinar tiba-tiba. “Kalian gak nun
“Buka!”Kedua bahu Mai langsung merosot kaku, setelah mendengar titah Raj barusan. Belum ada satu menit Mai selesai memakai lingerie merah menyala, dengan menahan semua rasa panas karena ditatap penuh hasrat oleh sang suami. Kini, Raj malah memintanya untuk melepaskan kembali gaun tipis transparan tersebut dengan seenaknya.“Maumu apa, sih!” Mai menarik cepolan surai ikalnya dengan kasar hingga terjuntai begitu indah. Hal tersebut semakin menambah aura seksi yang menguar panas di dalam ruang. “Tadi nyuruh pakek sekarang minta dibuka!”Bibir tipis Raj itu menyeringai seksi. Melangkah maju menghampiri Mai seraya membuka kaos dan melemparnya ke sembarang arah.“Cantik.” Raj meraih pinggang Mai dengan satu tangan dan merapatkan ke tubuhnya. Satu tangan yang lain kini menyusuri paras elok, yang membuat Raj langsung menjatuhkan hati ketika pertama kali bertemu secara langsung.Sebenarnya, Raj pernah b
Hola Mba Beb, bab ini gratis dan bukan update –Moon maap– eheheh … Pertama-tama, makasih buat semua dukungan Mba Beb sekalian, karena Sinar dan Pras meraih juara 1 event GoodNovel dengan tema “Kekasih Brengsekku”. Jadi, saya mau bagi-bagi hadiah berupa 3000 koin gratis untuk 30 pembaca yang beruntung. It means, 1 pembaca akan mendapat 100 koin. Caranya mudah banget. Sila tinggalkan kesan, kritik, maupun sarannya di komentar, dan jangan lupa bintang limanya. Ini berlaku di dua cerita on going saia, yaitu : ~ My Arrogant Lawyer (20 pembaca) ~ Sexiest Journalist (10 pembaca) Gampang, kan! Jadi tunggu apa lagi? ~~ Untuk pemenang, nanti bakal diumumin di akhir bulan yaak. Eeehh, satu lagi, saia juga bakal ngasih hadiah kejutan untuk 3 pemberi gems terbanyak di My Arrogant Layer dan Sexiest Journalist setelah tamat. Hal ini sebagai ungkapan rasa terima kasih karena sudah banyak mendukung kedua cerita itu. Sekali
Raj berbaring di sebelah Mai dengan senyum puas. Lampu kamar yang masih berpendar terang itu, menandakan keduanya masih saja belum terlelap. Meskipun, jarum jam yang terpaku di dinding, kini hampir menyentuh angka tengah malam. Mai yang sudah berkali-kali merasakan pelepasannya malam ini, lantas berbaring miring. Menatap wajah yang masih saja mengatur napas, karena sebuah rasa puas yang begitu nikmat. Jika ditelisik lagi, wajah Raj sebenarnya cukup tampan. Tatapan pria itu selalu saja terlihat teduh. Bibir tipis itu pun, selalu memasang senyum ramah kepada siapa saja. Tanpa terkecuali. Namun, entah mengapa Mai selalu saja merasa kesal, ketika melihat senyum itu terlukis sebelum mereka menikah. “Kenapa lihat-lihat,” tanya Raj melarikan maniknya untuk melirik Mai. “Pengen lagi?" Andai tidak mengingat kalau besok adalah hari kerja, Raj pasti akan kembali meminta haknya kepada sang istri. Mai tidak menjawab. Hanya termenung datar, menatap pria yan
“Ay …” “HM!” Gumaman kesal itu sengaja Mai keluarkan untuk merespon panggilan Raj. Sudah berkali-kali Mai mengatakan bahwa ia tidak menyukai panggilan itu, tapi Raj, seolah semakin sengaja menggaungkannya. “Kamu sering ketemu Byakta di kantor?” “Hm.” Mai yang tengah menjalin simpul dasi di leher Raj, kembali menggumam seraya mengangguk. Tatapannya tetap tertuju pada juntaian dasi yang masih berada di tangan. Kalau biasanya, ia akan memakaikan dasi untuk Qai, tapi kini, setiap pagi Mai akan memakaikannya di leher sang suami. Layaknya sang bunda, yang dulu selalu melakukan hal tersebut pada Pras. Lantas sejauh ini, Mai hanya mengikuti apa yang dilakukan Sinar setiap harinya. Dari menyiapkan pakaian, sampai membantu Raj untuk memakai jasnya. Mai sudah merekam semua itu tanpa cela di dalam ingatan sedari kecil. “Sering ngobrol?” “Nope.” “Pernah makan siang bareng?” “Nope.” “Pernah ahkk
“Belum pulang, Mai?” Bira yang tadinya hendak keluar menuju pintu utama, berhenti sejenak di depan Mai yang tengah duduk santai di sofa lobi. “Jam kantor sudah lewat setengah jam. Pak Ibam ke mana?” “Pak Ibam sudah kusuruh pulang.” Mai memangku wajahnya dengan satu tangan yang bertumpu pada lengan sofa. “Aku di jemput Raj, mau ke tempat mama mertua.” “Rajnya belum nyampe, sudah jam segini?” “Ada kecelakaan di jalan deket kantornya, jadi agak macet.” “Ohh …” Bibir Bira membulat paham. “Bener, kan, yang Om bilang waktu itu, kalau jodoh, gak bakal ke mana! Mau dia sudah pdkt sama anak gubernur, kalau gak jodoh, ya ZONK.” Mai menatap datar pada sang om dengan helaan. Bira mengetahui semua itu pasti dari sang bunda. Memangnya dari siapa lagi? “Gak usah diungkit.” “Baru begitu aja, sudah cemburu.” Bira menyematkan senyum lebar yang ditujukan untuk meledek keponakannya. “Salam buat Raj, ya! Besok-besok, ajak makan malam di
Mai duduk di tepi ranjang milik Raj sembari menjelajahkan maniknya. Meneliti tiap barang yang dimiliki oleh pria itu di kamarnya. Terlihat bersih dan rapi. Bahkan kamar Qai yang notabene dibereskan oleh pelayan rumah, tidak serapi milik Raj. Untuk ukurannya, memang sangat jauh jika dibandingkan kamar milik Mai yang ada di rumah. Jika dilihat lagi, ukuran kamar Raj sepertinya tidak jauh beda dengan walk in closet milik Mai yang ada di kamar. Atau, mungkin masih sedikit lebih besar. “Ini kamar, siapa yang bersihin hari-hari?” tanya Mai. “Suamimu, lah,” balas Raj sembari melepas satu per satu kancing kemejanya di depan lemari yang terbuka. “Kadang, Sila, kadang juga mama. Lihat situasi juga, kalau aku sibuk banget, ya gak bakal sempat bersih-bersih.” Raj mengambil kaos
“Ckckck, aku baru tahu kalau kamu punya bakat bohong.” Belum ada lima menit roda empat milik Raj menjauh dari rumah orang tuanya, pria itu sudah melempar sindiran kepada Mai. Lantas, yang disindir tidak berkomentar atau menoleh sama sekali. Mai hanya menurunkan sandaran jok, lalu menutup matanya dengan satu tangan. “Ay, suamimu lagi ngomong, di dengar.” “Hm, aku dengar,” sahut Mai dengan mata terpejam. “Silakan dilanjut.” “Kalau aku lanjut, kamu pasti tidur,” pungkas Raj geregetan. “Tidur ajalah, nanti dilanjut kalau sudah sampai.” “Hmm.” Raj menghela. Terkadang, ia harus terus memupuk kesabaran jika menghadapi sisi
Sembari menunggu Mai yang berada di kamar mandi, Raj pergi ke walk in closet untuk mengganti pakaiannya. Setelah selesai dan keluar dari ruang penyimpanan pakaian, Raj sudah mendapati Mai duduk di meja riasnya. Menyemprotkan sesuatu di wajah, lalu berlanjut dengan beberapa hal lagi setelahnya. “Kita belum selesai, Ay,” kata Raj lalu duduk sembari bersandar pada headboard. Berselonjor lalu menarik selimut sebatas paha. Manik Mai menatap Raj sekilas dari pantulan cermin meja riasnya. Sembari menepuk-nepuk wajah, Mai memutar sedikit tubuhnya untuk menatap sang suami. “Mau apa lagi?” “Kamu masih berat dengan pernikahan ini?” tanya Raj kembali ke maksud awal pembicaraannya. “Aku mau kamu jujur, Ay.” “Aku, sedang berusah