My Actor
“Ganteng maksimal.” Reana mengacungkan kedua jempolnya ke arah Razka. Razka membalasnya dengan senyum memukau.“Tumben, nih, kamu nggak ditempelin mulu ma body guard,” lanjut Reana sambil merapikan rambut bagian depan Razka.“Body guard? Siapa?” selidik Razka.“Itu tuh, manajer galak kamu. Sebel deh aku kalau ngelihat dia. Sok banget gayanya. Kayak dia itu siapa aja,” gerutu gadis yang memakai mini dress warna navy. Dia pun memperlihatkan wajah cemberut pada Razka.“Dia nggak bakalan datang, kok,” balas Razka.“Kamu kok betah, sih, dimanajeri sama dia. Apa hebatnya sih dia? Jutek, nggak profesional, terus posesif lagi. Mending kamu gabung di manajemen aku aja. Pasti akan lebih enak suasana kerjanya.”“Iya, kan aku juga pernah bilang. Nanti kalau kontrak eksklusif udah selesai aku mau ganti manajemen.”“Benaran, ya? Nanti gabung sama aku. Biar kita lebih sering dapat job bareng,” ujar Reana semringah lalu melihat ke sekeliling. “Benaran nih, manajer kamu nggak ada di sini? Ntar tiba-tiba dia datang terus ngusir aku lagi.” Gadis itu kembali memasang wajah cemberut yang dibuat-buat.“Udah, ya, Re. Jangan ngebahas dia lagi. Ntar mood aku keburu rusak. Kalau pun dia ada, nggak bakal aku biarin dia macam-macam sama kamu.”Reana tersenyum lebar mendengar penuturan Razka. palaing tidak untuk malam ini dia bebas berada di samping Razka tanpa ada bayang-bayang Alana.“O, iya, kamu mau ke depan apa nunggu di sini? Aku bentar lagi on stage.”“Ntar aku nyusul. Aku mau say hai dulu sama teman-teman di sana.” Reana menunjuk pada beberapa orang model yang tengah merapikan penampilan.“Ya udah kalau begitu.”Pada jarak beberapa langkah dari posisi kedua insan itu bercengkrama, Alana hanya bisa mengurut dada. Keberadaannya sama sekali tidak disadari karena terhalang oleh beberapa gaun koleksi King Jhoni yang dipakaikan pada manekin.Alana tidak menyangka pertemuan dengan Reana bisa merubah Razka begitu drastis. Sempat juga terbesit sesal di hati Alana karena telah menerima tawaran untuk Razka bermain di film yang akan dibintanginya dengan Reana. Alana mengambil tawaran itu atau lebih tepatnya memenuhi permintaan produser yang ingin memakai Razka untuk mendobrak popularitas film tersebut. Memanfaatkan nama Razka yang sedang naik daun agar bisa menarik banyak penonton.Semua telah terjadi, tidak bisa untuk dibatalkan lagi. Semua persiapan telah dilakukan hanya tinggal proses syutingnya saja. Tidak ada alasan yang kuat untuk membatalkan kontrak atau pun menundanya.Alana memutar langkah. Maksud untuk menghampiri Razka ia urungkan. Beruntung, kali ini Theo cukup cekatan sehingga Alana tidak perlu turun tangan langsung untuk menyiapkan semua yang dibutuhkan Razka. Alana merasa lebih baik dia tidak ada di tempat itu. Ingin mencari tempat untuk menyegarkan pikiran.“Alana? Mau ke mana?”Lelaki berpostur tinggi dengan pakai formal berpapasan dengan Alana.“Eh, Mas Davan?“Kebetulan ketemu di sini. Kamu ada waktu luang nggak sekarang? Aku pengen ngobrol sama kamu.”“Sekarang? Iya, bisa,” jawab Alana sedikit kikuk.Davan adalah sosok yang cukup disegani di dunia entertainment. Selain aktor papan atas ia juga seorang produser yang sukses memproduksi film-film box office. Alana baru sekali bertemu langsung dengan Davan. Ia tidak menyangka pemilik tubuh atletis itu masih mengingatnya.“Kamu masih tetap ada di acara ini, kan? Setengah jam lagi aku cari kamu, ya. Aku ada perlu sama King Jhoni dulu,” ucap lelaki yang tampak terburu-buru itu.“Iya. Baik,” jawab Alana sambil mengangguk. Pandangannya masih tertuju pada Davan yang perlahan menjauh.“Muncul juga ternyata.”Alana langsung menoleh. Walaupun terkejut, Alana mencoba untuk bersikap biasa. Reana yang sudah berdiri di sampingnya menatap Alana dari atas hingga bawah dengan tatapan meremehkan.“Nggak malu masih ngekorin Razka? Apa kurang jelas penolakan Razka terhadap kamu, Mbak Manajer?“Reana, kamu dengar, ya. Kamu itu hanya partner kerja Razka. Jadi, jangan ikut campur dalam urusan aku dan Razka,” jawab Alana dengan tegas.“O, ya? Itukan menurut kamu. Nyatanya nggak begitu. Kamu yang bukan siapa-siapa bagi Razka. Sebentar lagi hanya akan menjadi bekas manajer dan mantan yang tidak pernah dianggap keberadaannya.” Reana tersenyum mengejek pada Alana.“Kamu lihat sendiri, kan di media-media, Razka dan aku memenuhi headline dan dielu-elukan sebagai couple goals. Sedangkan kamu, apa pernah Razka mengakui kamu sebagai pacarnya? Jangankan di depan wartawan, sama teman-temannya aja kamu nggak diaku,” Lagi, Reana menunjukkan senyum kemengan pada Alana.“Kamu nggak tahu apa-apa tentang aku dan Razka. Jadi, lebih baik kamu diam dan urus saja kehidupan kamu sendiri,” balas Alana yang masih berusaha bersikap biasa.“Aku nggak mau tahu dan nggak ingin tahu. Yang aku tahu hanyalah Razka sekarang milikku. Dan kamu, jangan coba-coba menghalangi aku untuk dekat dengan Razka. Lebih baik secepatnya kamu menyingkir dari kehidupan Razka! Oh, iya, aku tahu sesuatu tentang kamu. Seorang perempuan yang sangat menyedihkan. Berharap akan menjadi ratu di hati Razka, padahal kualitasnya hanya selevel babu. Hahaha .... ”“Terserah kamulah. Cuma saran aku, ya, lebih baik kamu pikirkan bagaimana caranya supaya kamu bisa jadi artis yang terkenal karena prestasi. Bukan karena mendompleng popularitas dan cari sensasi.” Giliran Alana yang balas menatap sinis pada Reana. Setelah itu dia meninggalkan gadis yang tengah menahan amarah itu.Alana semakin merasa tidak nyaman berada di tempat itu. Meskipun ia berhadapan dengan panggung yang ditata begitu mewah dengan pencahayaan yang membuat acara itu terlihat sangat berkelas tetapi tidak memberi efek apa-apa bagi suasana Alana.Para model berlalu lalang memperagakan baju-baju mewah dengan penampilan yang memukau. Ditambah lagi dengan sambutan dari para tamu undangan yang membuat acara itu semakin semarak. Alana tetap saja merasa sunyi di tengah keramaian itu. Kalaulah dia tidak terlanjur mengiyakan ajakan Davan, tentu ia sudah tidak ada lagi di tempat itu.Keberadaan Reana di tempat itu sudah menjadi incaran wartawan. Apalagi Reaksi Reana terlihat sangat berlebihan ketika Razka sedang berada di panggung. Begitu Razka turun dari panggung untuk mengganti baju yang akan diperagakan, Reana langsung menyongsongnya dan langsung menggamit lengan Razka menuju kamar ganti. Otomatis hal itu akan menjadi bahan pemberitaan bagi media-media gosip.Alana yang melihat tingkah Reana itu hanya bisa mengurut dada. Tak ada yang bisa dilakukannya. Mungkin benar kata Reana bahwa ia hanya selevel babu, yang hanya dibutuhkan di belakang layar. Bukan untuk menjadi ratu di sisi dan hati Razka.***My Actor Alana memilih menjauh dari keriuhan dan gegap gempita acara malam itu. Dia mencari tempat yang nyaman untuk menyendiri. Namun, tidak ada sudut yang bisa menjadi tempatnya menyepi. Sorot lampu, kamera, dan hilir mudik kru acara hampir menyapu seluruh area ruangan. Alana mencoba memanjangkan leher. Matanya liar mencari keberadaan seseorang. Namun, tentu tidak mudah untuk mencari satu orang di antara ramainya orang di ruangan itu. Setelah sesaat larut dalam pertimbangan, Alana memutuskan untuk keluar dari ruangan tempat digelarnya fashion show tersebut. Ketika akan menyentuh pintu keluar, langkah Alana menggantung karena namanya disebut. "Alana, mau ke mana?" "Mas Davan!" Alana kaget karena tiba-tiba sosok yang sedari tadi dicarinya tiba-tiba sudah berada di belakangnya. "Aku mau keluar dulu, Mas. Mau menelepon," jawab Alana sedikit kikuk. Berada dengan jarak yang sangat dekat dengan Davan membuat Alana agak kesulitan mengendalikan degup jantungnya. Paras Davan yang kha
My Actor "Ibu gimana kabarnya?" "Ibu sehat. Kamu sendiri bagaimana, Nak? Kamu baik-baik saja, ? Kapan kamu pulang?" Suara penuh kelembutan dari sang ibu meski hanya lewat telepon mampu menghadirkan kesejukan ke hati Alana. "Iya, Bu. Alana baik-baik aja. Ibu doain, ya, supaya kerjaan Alana lancar. Ntar kalau kerjaan Alana nggak terlalu padat, Alana pulang, nginap di rumah." "Kamu, jaga kesehatan, ya, Nak. Ibu selalu doain kamu. Ibu juga selalu menunggu kedatangan kamu." "Alana juga kangen Ibu. Sangat kangen malah. Oh, iya, Bapak kondisinya gimana? Masih stabil?" "Alhamdulillah, Beberapa hari ini kondisi Bapak selalu stabil. Mudah-mudahan selalu begitu, ya. Oh, iya, Ibu berencana untuk jualan lagi. Mumpung kondisi bapak sudah semakin membaik." "Bu, Ibu jangan capek-capek lagi. Ibu fokus ngerawat bapak aja sama jaga kesehatan ibu. Alana 'kan udah kerja, udah punya penghasilan. Biar Alana saja yang tanggung semuanya." "Nak, Ibu masih kuat. Kalau cuma jualan seperti dulu, ibu mas
My Actor "Ngebatalin? Emang segampang itu?" Razka menatap Alana dengan sengit. "Kenapa tidak? Tinggal bilang batal aja, udah, selesai! Beres!" ujar Alana enteng. Razka menyapu kasar wajahnya. Dia tahu konsekwensinya jika sampai terjadi pembatalan kerja sama, apalagi secara massal. Bisa-bisa tamat riwayat karirnya. "Nggak bisa begitu, dong!" ujar Razka disertai decak. "Kenapa nggak?" sambar Alana dengan mimik tanpa beban. "Nggak usah pakai-pakai ancaman segala!" "Aku nggak ngancam, kok. Cuma ngasih tahu aja. Mumpung kamu ke sini. Lebih enak kalau dengar langsung, kan?" Melihat Alana yang memperlihatkan sikap demikian, Razka seketika memutar otak agar hal itu jangan sampai terjadi. Sejujurnya dia khawatir jika Alana sampai membuktikan kata-katanya. "Okey, sekarang kita bicara baik-baik." suara Razka mulai merendah. "Mau bicarain apa lagi? Toh, ujung-ujungnya juga kamu akan seenak kamu sendiri." Kali ini berganti, Alana yang berbicara dengan nada sengit. "Okey, aku akui aku se
My Actor Alana hanya mengulas senyum pada Natasya. Meski logikanya tidak menentang sama sekali atas pendapat Natasya, tetapi hatinya tetap berusaha untuk memungkirinya. "Aku ke kamar duluan, ya." Alana bangkit dari duduknya. Jika berlama-lama di sana, dia tahu akan semakin panjang dan lebar analisa yang akan diungkapkan teman dekatnya itu. "Okey, istirahat sana biar tetap waras!" Kelakar Natasya meledek Alana. Alana hanya membulatkan mata sebagai bentuk protes. Di kamarnya Alana kembali duduk termangu. Kata-kata Natasya kembali berdengung-dengung di telinganya. Namun, cepat-cepat ditepisnya. Alana kemudian mengecek ponsel. Ternyata sudah ada puluhan chat yang masuk selama HP ditinggalnya di kamar. Setelah selesai dengan benda multi fungsi itu, Alana pun beralih pada notebook yang tergeletak di atas tempat tidur. Cukup lama Alana mengamati atas layar berbentuk persegi panjang yang sedang menampilkan jadwal syuting Razka, aktor kesayangannya. "Enaknya bagaimana, ya?" Alana berguma
My Actor Hari-hari Alana kembali dengan rutinitas yang padat. Mulai dari menyiapkan segala hal yang dibutuhkan Razka untuk melakoni pekerjaannya syuting film dari satu lokasi ke lokasi berikutnya, mengisi acara baik on air maupun off air, hingga meeting dengan para produser maupun sutradara. Tak hanya sebatas keperluan pekerjaan, untuk keperluan sehari-hari Razka pun tak luput dari perhatian Alana. Alana larut dalam kesibukan. Berkejaran dengan waktu demi dapat menuntaskan target-target kerja yang telah disusun. Pun begitu dengan Razka, dia nampak asyik dan sangat menikmati pekerjaannya. Mereka terlihat sangat akur dan saling mengisi. Di mana ada Razka sudah pasti Alana pun ada di sekitar situ. Meskipun semua terlihat baik-baik saja, Natasya selaku teman terdekat Alana, tetap mengingatkan agar temannya itu tidak terlalu mengumbar rasa cintanya kepada sang aktor. Takutnya akan berbuah penyesalan nantinya. Begitu juga dengan Theo yang sudah hapal akan siklus hubungan Alana dan Razk
MY ACTOR “Bersikaplah profesional, jangan mencampuradukkan urusan personal dengan pekerjaan!” Razka memberi penekanan pada kalimatnya itu. Sorot mata elangnya tertuju lurus pada Alana, manejer sekaligus kekasihnya. Gadis berambut lurus yang menjadi lawan bicaranya itu pun membalas dengan tatapan yang tak kalah tajam. “Ini urusan pekerjaan, nggak ada kaitannya sama hubungan kita!” Alana yang biasanya senantiasa menanggapi masalah dengan kepala dingin, kali ini juga meninggikan suaranya. “Ini bukan kali pertamanya klien komplain karena keterlambatan kamu. Dalam sebulan ini sudah ada empat komplain!” “Itu kamunya aja yang nggak bisa handle jadwal dengan benar,” sanggah lelaki berhidung mancung itu tanpa mengalihkan pandangan dari gadis yang berjarak beberapa langkah di hadapannya itu. “Schedule udah fix dari jauh-jauh hari sebelumnya. Kamu aja yang nggak disiplin,” balas Alana tak terima disalahkan. Ia pun mengeluarkan uneg-uneg yang sudah lama terpendam. “Kamu terlalu banyak mengha
My Actor Gadis berambut lurus tergerai duduk dengan pandangan menerawang. Sementara tangan kanannya memutar-mutar sedotan pada gelas yang berisi minuman berwarna oranye. Kata-kata yang ia dengar beberapa saat yang lalu masih terngiang-ngiang di telinga. “Kami harap artis anda bisa profesional dalam bekerja. Kalau bukan karena sudah terlanjur dikontrak, kami tidak mau bekerja sama dengannya. Dia tidak menghargai tim kami yang sudah standby dari pagi,” omel lelaki tinggi berkaca mata, setelah itu dia pergi dengan muka masam. Baru beberapa langkah berjalan, ia berbalik arah dan kembali menghampiri Alana. “Kalau kamu tidak ingin kehilangan kepercayaan dari agency ataupun PH-PH, sebaiknya jangan pakai artis itu lagi,” ujar lelaki itu kemudian Ia kembali meninggalkan Alana yang hanya bisa terdiam. “Mana Pak Jodi? Belum datang?” Dengan santainya Razka langsung duduk berhadapan dengan Alana, di kursi yang tadinya diduduki Pak Jodi. “Udah pulang!” ketus Alana. “Pulang?” Razka mengerny
My Actor [Alana Zaura, besok bawa artis kamu ke studio saya tepat waktu. Ingat, tepat waktu!] Mata Alana terbelalak membaca pesan yang tertera di layar ponselnya. Pesan yang dikirim oleh Jhoni Ares, seorang perancang busana kenamaan. “Waduh, bakalan rumit ini,” gerutu Alana. Segera ia menghubungi si pengirim pesan. Tak menunggu lama, terdengar jawaban dari seseorang. “Apa ada yang belum jelas?” tanya itu terdengar sangat lugas tanpa diawali basa-basi sedikit pun. “Hai, King Jhoni. Apa kabar?” Alana mencoba berbasa-basi walaupun ia tahu itu tidak akan berarti apa-apa. “Udah, Nggak usah sok manis deh, ya. Saya hanya butuh bukti nyata dari artis kamu itu. Ingat, ya, kalau besok dia mengecewakan apalagi sampai mangkir lagi dari tanggung jawab, saya nggak akan segan-segan untuk angkat kasus ini!” ketus lelaki yang agak sedikit kemayu itu. “King Jhoni yang baik hati, jangan galak-galak, dong. Please ... kasih kesempatan. Janji, nggak bakal mengecewakan. Tapi ... ini kok mendadak seka