Home / Romansa / My Actor / Part 1 : Akhiri Saja Hubungan Kita!

Share

My Actor
My Actor
Author: Hanina Zhafira

Part 1 : Akhiri Saja Hubungan Kita!

Author: Hanina Zhafira
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

MY ACTOR

“Bersikaplah profesional, jangan mencampuradukkan urusan personal dengan pekerjaan!” Razka memberi penekanan pada kalimatnya itu. Sorot mata elangnya tertuju lurus pada Alana, manejer sekaligus kekasihnya.

Gadis berambut lurus yang menjadi lawan bicaranya itu pun membalas dengan tatapan yang tak kalah tajam.

“Ini urusan pekerjaan, nggak ada kaitannya sama hubungan kita!” Alana yang biasanya senantiasa menanggapi masalah dengan kepala dingin, kali ini juga meninggikan suaranya. “Ini bukan kali pertamanya klien komplain karena keterlambatan kamu. Dalam sebulan ini sudah ada empat komplain!”

“Itu kamunya aja yang nggak bisa handle jadwal dengan benar,” sanggah lelaki berhidung mancung itu tanpa mengalihkan pandangan dari gadis yang berjarak beberapa langkah di hadapannya itu.

“Schedule udah fix dari jauh-jauh hari sebelumnya. Kamu aja yang nggak disiplin,” balas Alana tak terima disalahkan. Ia pun mengeluarkan uneg-uneg yang sudah lama terpendam. “Kamu terlalu banyak menghadiri acara-acara di luar pekerjaan. Yang bisa dibilang acara nggak penting. Kamu seharusnya fokus pada kontrak-kontrak yang sudah kita tanda tangani!”

“Nggak penting gimana? Semua yang kulakukan demi kelangsungan karirku. Apa karena aku nemenin Reana semalam? Kamu cemburu?” desak Razka.

Alana berdecak kesal. Ia mendekat beberapa langkah untuk mengurangi jarak antara dia dan lelaki yang sudah setahun lebih menjalin kasih dengannya.

“Aku nggak cemburu tapi kesal! Ngurusin semua keperluan kamu aja udah bikin pusing, tambah lagi diomelin bahkan dimaki-maki sama klien yang kecewa sama cara kerja kamu. Kamu pikir enak apa jadi aku?”

“Oke, kalau memang kamu sudah tidak enjoy lagi dengan semua ini, nggak usah dilanjutkan lagi!”

“Maksud kamu?”

“Mungkin pekerjaan ini sudah tidak cocok lagi untuk kamu. Kamu bisa break kapan aja kok.”

“Gila, kamu! Aku tertatih dari nol untuk bisa seperti sekarang ini, seenaknya kamu bilang aku nggak cocok. Aku pontang-panting sana-sini untuk bisa mendapatkan kontrak buat kamu, dan sekarang kamu bilang aku nggak profesional?”

“Kamu terlalu drama, lebay, dan banyak aturan!”

“Aku sudah menjalankan sesuai porsi aku, justru kamu yang---”

“Sudahlah, capek berdebat sama kamu. Sepertinya kita sudah tidak ada kecocokan lagi. Lebih baik kita akhiri saja.”

“Akhiri?” Alana  menatap penuh selidik pada lelaki berkulit putih itu. Wajah gadis itu menggambarkan keterkejutan. “Maksud kamu apa?”

“Aku sudah tidak nyaman dimanejeri sama kamu. Aku mau manejemen aku dihandle pihak lain saja.”

“Apa? manajemen? Ya, nggak bisa begitu, dong! Kita sudah terikat kontrak dengan banyak pihak dalam jangka waktu yang panjang bahkan sampai dua tahun ke depan. Mana bisa seenaknya kamu mau berpindah manejemen.”

“Kenapa nggak bisa? Tinggal dibicarakan aja, kan? Yang penting ada kesepakatan.”

“Kamu nggak mikir ya, bagaimana usaha aku, perjuangan aku untuk bisa mendapatkan kepercayaan dari para klien hingga bisa mendapatkan banyak job buat kamu? Lalu, sekarang kamu segampang itu bilang mau berganti manejement? Kamu sendiri tahu kan, apa arti pekerjaan ini buat aku?”

Razka melempar pandangan ke luar. Lewat jendela kaca ia bisa melihat suasana taman yang tidak jauh dari ruangan yang mereka tempati. Beberapa orang tengah sibuk membongkar peralatan yang baru saja digunakan untuk keperluan syuting sebuah iklan yang dibintangi Razka. Syuting itu seharusnya dimulai sejak pagi dan selesai ketika siang, tetapi Razka baru datang pukul sebelas siang sehingga baru selesai di saat sore.

Razka terlambat datang karena bangun kesiangan. Semalam, ia menemani Reana --artis pendatang baru yang juga akan menjadi lawan mainnya di sebuah film-- ke pesta di sebuah club malam. Beberapa saat yang lalu, Reana kembali meminta Razka untuk menemaninya ke sebuah acara yang digelar malam ini. Gadis itu beralibi untuk membangun chemistry di antara mereka. Karena sudah beberapa kali terjadi, Alana pun meradang. Dengan tegas ia melarang Razka menemani Reana. 

“Kamu kan udah punya nama, kamu tinggal nyari artis baru untuk diorbitkan atau artis-artis pendatang baru juga menjamur.”

“Kamu pikir semudah itu? Segampang kamu berbicara?”

“Ya sudah, kalau kamu tetap ingin bertahan menjadi manejer aku, berarti hubungan cinta kita yang harus diakhiri. Aku rasa kita sudah tidak bisa menjalankan peran ganda ini, Alana. Aku capek!” Lelaki itu pun berlalu begitu saja. Meninggalkan  Alana yang tampak belum bisa mengendalikan keterkejutannya.

Sorot mata Alana mengikuti pergerakan Razka yang meninggalkan ruangan yang difungsikan khusus sebagai tempat istirahat artis pemeran utama. Dari balik jendela, Alana dapat melihat jelas seorang gadis berpostur tinggi rampit dengan semringah menyongsong Razka. Gadis itu segera menggamit lengan kokoh sang aktor begitu mereka berdekatan.

Alana mengembuskan napas kasar. Banyak rasa yang bergejolak di dadanya, banyak tanya yang berkeliaran di benaknya.

"Salahku di mana? Jika sebagai manejer aku tidak berhak membatasinya apakah sebagai pacar aku juga tidak boleh melarangnya terlalu dekat dengan perempuan lain?"

Alana mendudukan tubuhnya ke sofa abu-abu yang menjadi saksi bisu perdebatannya dengan sang kekasih. Beberapa kali ia menyugar rambut dengan kasar sehingga mahkota hitam berkilau itu menjadi acak-acakan.

Menjadi pacar sekaligus manajer ternyata tidak membuat mereka bersinergi dengan baik. Alih-alih semakin meningkatkan kinerja dan kehangatan hubungan, yang ada malah konflik yang silih berganti.

Biasanya Alana selalu berusaha mengalah supaya tidak mengganggu fokus Razka dalam bekerja. Namun, lama-kelamaan Razka malah semakin melunjak. 

Mengakhiri hubungan, belakangan ini selalu saja menjadi kata pamungkas yang dilontarkan Razka di setiap terjadi kesalahpahaman. Dua kata itu menjelma menjadi sakti sehingga mampu membungkam Alana seketika.

“Kenapa mencintai tidak berbuah bahagia? Malah menyiksa jiwa. Apakah aku salah telah mencintainya dengan segenap rasa yang kupunya?” Alana bergumam lirih. Berkali-kali ia memejamkan mata, mencegah agar tak ada tetesan yang menyelinap keluar. Ia mencoba menikmati hati yang sedang teriris. Perih! 

***

Related chapters

  • My Actor   Part 2 : Kata-kata yang sama (lagi)

    My Actor Gadis berambut lurus tergerai duduk dengan pandangan menerawang. Sementara tangan kanannya memutar-mutar sedotan pada gelas yang berisi minuman berwarna oranye. Kata-kata yang ia dengar beberapa saat yang lalu masih terngiang-ngiang di telinga. “Kami harap artis anda bisa profesional dalam bekerja. Kalau bukan karena sudah terlanjur dikontrak, kami tidak mau bekerja sama dengannya. Dia tidak menghargai tim kami yang sudah standby dari pagi,” omel lelaki tinggi berkaca mata, setelah itu dia pergi dengan muka masam. Baru beberapa langkah berjalan, ia berbalik arah dan kembali menghampiri Alana. “Kalau kamu tidak ingin kehilangan kepercayaan dari agency ataupun PH-PH, sebaiknya jangan pakai artis itu lagi,” ujar lelaki itu kemudian Ia kembali meninggalkan Alana yang hanya bisa terdiam. “Mana Pak Jodi? Belum datang?” Dengan santainya Razka langsung duduk berhadapan dengan Alana, di kursi yang tadinya diduduki Pak Jodi. “Udah pulang!” ketus Alana. “Pulang?” Razka mengerny

    Last Updated : 2024-10-29
  • My Actor   Part 3 : Semudah itu?

    My Actor [Alana Zaura, besok bawa artis kamu ke studio saya tepat waktu. Ingat, tepat waktu!] Mata Alana terbelalak membaca pesan yang tertera di layar ponselnya. Pesan yang dikirim oleh Jhoni Ares, seorang perancang busana kenamaan. “Waduh, bakalan rumit ini,” gerutu Alana. Segera ia menghubungi si pengirim pesan. Tak menunggu lama, terdengar jawaban dari seseorang. “Apa ada yang belum jelas?” tanya itu terdengar sangat lugas tanpa diawali basa-basi sedikit pun. “Hai, King Jhoni. Apa kabar?” Alana mencoba berbasa-basi walaupun ia tahu itu tidak akan berarti apa-apa. “Udah, Nggak usah sok manis deh, ya. Saya hanya butuh bukti nyata dari artis kamu itu. Ingat, ya, kalau besok dia mengecewakan apalagi sampai mangkir lagi dari tanggung jawab, saya nggak akan segan-segan untuk angkat kasus ini!” ketus lelaki yang agak sedikit kemayu itu. “King Jhoni yang baik hati, jangan galak-galak, dong. Please ... kasih kesempatan. Janji, nggak bakal mengecewakan. Tapi ... ini kok mendadak seka

    Last Updated : 2024-10-29
  • My Actor   Part 4: Dia Lagi

    My Actor Alana memarkir mobilnya di halaman bangunan berarsitektur Eropa berlantai tiga. Di gedung itulah butik dan juga studio milik Jhoni Ares berada. Alana bergegas menuju pintu. Seorang security menyambutnya dengan ramah kemudian mengarahkan Alana supaya langsung ke lantai dua. Sekilas Alana mengedarkan pandangan ke butik yang ada di lantai satu itu. Matanya sungguh terpesona oleh deretan pakaian mewah yang terpajang dengan rapi. Semua itu merupakan hasil rancangan Jhoni Ares. Begitu mencapai lantai dua, Alana langsung disuguhi suasana sibuk. Beberapa orang kru terlihat tengah mempersiapkan lighting dan properti untuk pemotretan. Di sudut ruangan yang lain Jhoni Ares tengah memberi pengarahan pada beberapa orang model. Pada akhirnya mata Alana pun menangkap keberadaan sosok yang membuatnya tidak bisa tidur semalaman. Razka sedang ditangani oleh seorang hair stylist. Sesuai prediksi Alana, ia tidak menemukan keberadaan Theo di sana. Alana pun berjalan pelan menghampiri Razka. I

    Last Updated : 2024-10-29
  • My Actor   Part 5 : Seperti Tidak ada

    My Actor “Ganteng maksimal.” Reana mengacungkan kedua jempolnya ke arah Razka. Razka membalasnya dengan senyum memukau. “Tumben, nih, kamu nggak ditempelin mulu ma body guard,” lanjut Reana sambil merapikan rambut bagian depan Razka. “Body guard? Siapa?” selidik Razka. “Itu tuh, manajer galak kamu. Sebel deh aku kalau ngelihat dia. Sok banget gayanya. Kayak dia itu siapa aja,” gerutu gadis yang memakai mini dress warna navy. Dia pun memperlihatkan wajah cemberut pada Razka. “Dia nggak bakalan datang, kok,” balas Razka. “Kamu kok betah, sih, dimanajeri sama dia. Apa hebatnya sih dia? Jutek, nggak profesional, terus posesif lagi. Mending kamu gabung di manajemen aku aja. Pasti akan lebih enak suasana kerjanya.” “Iya, kan aku juga pernah bilang. Nanti kalau kontrak eksklusif udah selesai aku mau ganti manajemen.” “Benaran, ya? Nanti gabung sama aku. Biar kita lebih sering dapat job bareng,” ujar Reana semringah lalu melihat ke sekeliling. “Benaran nih, manajer kamu nggak ada di s

    Last Updated : 2024-10-29
  • My Actor   Part 6 : Penawaran untuk Alana

    My Actor Alana memilih menjauh dari keriuhan dan gegap gempita acara malam itu. Dia mencari tempat yang nyaman untuk menyendiri. Namun, tidak ada sudut yang bisa menjadi tempatnya menyepi. Sorot lampu, kamera, dan hilir mudik kru acara hampir menyapu seluruh area ruangan. Alana mencoba memanjangkan leher. Matanya liar mencari keberadaan seseorang. Namun, tentu tidak mudah untuk mencari satu orang di antara ramainya orang di ruangan itu. Setelah sesaat larut dalam pertimbangan, Alana memutuskan untuk keluar dari ruangan tempat digelarnya fashion show tersebut. Ketika akan menyentuh pintu keluar, langkah Alana menggantung karena namanya disebut. "Alana, mau ke mana?" "Mas Davan!" Alana kaget karena tiba-tiba sosok yang sedari tadi dicarinya tiba-tiba sudah berada di belakangnya. "Aku mau keluar dulu, Mas. Mau menelepon," jawab Alana sedikit kikuk. Berada dengan jarak yang sangat dekat dengan Davan membuat Alana agak kesulitan mengendalikan degup jantungnya. Paras Davan yang kha

    Last Updated : 2024-10-29
  • My Actor   Part 7 : Shock Therapy

    My Actor "Ibu gimana kabarnya?" "Ibu sehat. Kamu sendiri bagaimana, Nak? Kamu baik-baik saja, ? Kapan kamu pulang?" Suara penuh kelembutan dari sang ibu meski hanya lewat telepon mampu menghadirkan kesejukan ke hati Alana. "Iya, Bu. Alana baik-baik aja. Ibu doain, ya, supaya kerjaan Alana lancar. Ntar kalau kerjaan Alana nggak terlalu padat, Alana pulang, nginap di rumah." "Kamu, jaga kesehatan, ya, Nak. Ibu selalu doain kamu. Ibu juga selalu menunggu kedatangan kamu." "Alana juga kangen Ibu. Sangat kangen malah. Oh, iya, Bapak kondisinya gimana? Masih stabil?" "Alhamdulillah, Beberapa hari ini kondisi Bapak selalu stabil. Mudah-mudahan selalu begitu, ya. Oh, iya, Ibu berencana untuk jualan lagi. Mumpung kondisi bapak sudah semakin membaik." "Bu, Ibu jangan capek-capek lagi. Ibu fokus ngerawat bapak aja sama jaga kesehatan ibu. Alana 'kan udah kerja, udah punya penghasilan. Biar Alana saja yang tanggung semuanya." "Nak, Ibu masih kuat. Kalau cuma jualan seperti dulu, ibu mas

    Last Updated : 2024-10-29
  • My Actor   Part 8 : Taktik Razka

    My Actor "Ngebatalin? Emang segampang itu?" Razka menatap Alana dengan sengit. "Kenapa tidak? Tinggal bilang batal aja, udah, selesai! Beres!" ujar Alana enteng. Razka menyapu kasar wajahnya. Dia tahu konsekwensinya jika sampai terjadi pembatalan kerja sama, apalagi secara massal. Bisa-bisa tamat riwayat karirnya. "Nggak bisa begitu, dong!" ujar Razka disertai decak. "Kenapa nggak?" sambar Alana dengan mimik tanpa beban. "Nggak usah pakai-pakai ancaman segala!" "Aku nggak ngancam, kok. Cuma ngasih tahu aja. Mumpung kamu ke sini. Lebih enak kalau dengar langsung, kan?" Melihat Alana yang memperlihatkan sikap demikian, Razka seketika memutar otak agar hal itu jangan sampai terjadi. Sejujurnya dia khawatir jika Alana sampai membuktikan kata-katanya. "Okey, sekarang kita bicara baik-baik." suara Razka mulai merendah. "Mau bicarain apa lagi? Toh, ujung-ujungnya juga kamu akan seenak kamu sendiri." Kali ini berganti, Alana yang berbicara dengan nada sengit. "Okey, aku akui aku se

    Last Updated : 2024-10-29
  • My Actor   Part 9

    My Actor Alana hanya mengulas senyum pada Natasya. Meski logikanya tidak menentang sama sekali atas pendapat Natasya, tetapi hatinya tetap berusaha untuk memungkirinya. "Aku ke kamar duluan, ya." Alana bangkit dari duduknya. Jika berlama-lama di sana, dia tahu akan semakin panjang dan lebar analisa yang akan diungkapkan teman dekatnya itu. "Okey, istirahat sana biar tetap waras!" Kelakar Natasya meledek Alana. Alana hanya membulatkan mata sebagai bentuk protes. Di kamarnya Alana kembali duduk termangu. Kata-kata Natasya kembali berdengung-dengung di telinganya. Namun, cepat-cepat ditepisnya. Alana kemudian mengecek ponsel. Ternyata sudah ada puluhan chat yang masuk selama HP ditinggalnya di kamar. Setelah selesai dengan benda multi fungsi itu, Alana pun beralih pada notebook yang tergeletak di atas tempat tidur. Cukup lama Alana mengamati atas layar berbentuk persegi panjang yang sedang menampilkan jadwal syuting Razka, aktor kesayangannya. "Enaknya bagaimana, ya?" Alana berguma

    Last Updated : 2024-10-29

Latest chapter

  • My Actor   Part 10

    My Actor Hari-hari Alana kembali dengan rutinitas yang padat. Mulai dari menyiapkan segala hal yang dibutuhkan Razka untuk melakoni pekerjaannya syuting film dari satu lokasi ke lokasi berikutnya, mengisi acara baik on air maupun off air, hingga meeting dengan para produser maupun sutradara. Tak hanya sebatas keperluan pekerjaan, untuk keperluan sehari-hari Razka pun tak luput dari perhatian Alana. Alana larut dalam kesibukan. Berkejaran dengan waktu demi dapat menuntaskan target-target kerja yang telah disusun. Pun begitu dengan Razka, dia nampak asyik dan sangat menikmati pekerjaannya. Mereka terlihat sangat akur dan saling mengisi. Di mana ada Razka sudah pasti Alana pun ada di sekitar situ. Meskipun semua terlihat baik-baik saja, Natasya selaku teman terdekat Alana, tetap mengingatkan agar temannya itu tidak terlalu mengumbar rasa cintanya kepada sang aktor. Takutnya akan berbuah penyesalan nantinya. Begitu juga dengan Theo yang sudah hapal akan siklus hubungan Alana dan Razk

  • My Actor   Part 9

    My Actor Alana hanya mengulas senyum pada Natasya. Meski logikanya tidak menentang sama sekali atas pendapat Natasya, tetapi hatinya tetap berusaha untuk memungkirinya. "Aku ke kamar duluan, ya." Alana bangkit dari duduknya. Jika berlama-lama di sana, dia tahu akan semakin panjang dan lebar analisa yang akan diungkapkan teman dekatnya itu. "Okey, istirahat sana biar tetap waras!" Kelakar Natasya meledek Alana. Alana hanya membulatkan mata sebagai bentuk protes. Di kamarnya Alana kembali duduk termangu. Kata-kata Natasya kembali berdengung-dengung di telinganya. Namun, cepat-cepat ditepisnya. Alana kemudian mengecek ponsel. Ternyata sudah ada puluhan chat yang masuk selama HP ditinggalnya di kamar. Setelah selesai dengan benda multi fungsi itu, Alana pun beralih pada notebook yang tergeletak di atas tempat tidur. Cukup lama Alana mengamati atas layar berbentuk persegi panjang yang sedang menampilkan jadwal syuting Razka, aktor kesayangannya. "Enaknya bagaimana, ya?" Alana berguma

  • My Actor   Part 8 : Taktik Razka

    My Actor "Ngebatalin? Emang segampang itu?" Razka menatap Alana dengan sengit. "Kenapa tidak? Tinggal bilang batal aja, udah, selesai! Beres!" ujar Alana enteng. Razka menyapu kasar wajahnya. Dia tahu konsekwensinya jika sampai terjadi pembatalan kerja sama, apalagi secara massal. Bisa-bisa tamat riwayat karirnya. "Nggak bisa begitu, dong!" ujar Razka disertai decak. "Kenapa nggak?" sambar Alana dengan mimik tanpa beban. "Nggak usah pakai-pakai ancaman segala!" "Aku nggak ngancam, kok. Cuma ngasih tahu aja. Mumpung kamu ke sini. Lebih enak kalau dengar langsung, kan?" Melihat Alana yang memperlihatkan sikap demikian, Razka seketika memutar otak agar hal itu jangan sampai terjadi. Sejujurnya dia khawatir jika Alana sampai membuktikan kata-katanya. "Okey, sekarang kita bicara baik-baik." suara Razka mulai merendah. "Mau bicarain apa lagi? Toh, ujung-ujungnya juga kamu akan seenak kamu sendiri." Kali ini berganti, Alana yang berbicara dengan nada sengit. "Okey, aku akui aku se

  • My Actor   Part 7 : Shock Therapy

    My Actor "Ibu gimana kabarnya?" "Ibu sehat. Kamu sendiri bagaimana, Nak? Kamu baik-baik saja, ? Kapan kamu pulang?" Suara penuh kelembutan dari sang ibu meski hanya lewat telepon mampu menghadirkan kesejukan ke hati Alana. "Iya, Bu. Alana baik-baik aja. Ibu doain, ya, supaya kerjaan Alana lancar. Ntar kalau kerjaan Alana nggak terlalu padat, Alana pulang, nginap di rumah." "Kamu, jaga kesehatan, ya, Nak. Ibu selalu doain kamu. Ibu juga selalu menunggu kedatangan kamu." "Alana juga kangen Ibu. Sangat kangen malah. Oh, iya, Bapak kondisinya gimana? Masih stabil?" "Alhamdulillah, Beberapa hari ini kondisi Bapak selalu stabil. Mudah-mudahan selalu begitu, ya. Oh, iya, Ibu berencana untuk jualan lagi. Mumpung kondisi bapak sudah semakin membaik." "Bu, Ibu jangan capek-capek lagi. Ibu fokus ngerawat bapak aja sama jaga kesehatan ibu. Alana 'kan udah kerja, udah punya penghasilan. Biar Alana saja yang tanggung semuanya." "Nak, Ibu masih kuat. Kalau cuma jualan seperti dulu, ibu mas

  • My Actor   Part 6 : Penawaran untuk Alana

    My Actor Alana memilih menjauh dari keriuhan dan gegap gempita acara malam itu. Dia mencari tempat yang nyaman untuk menyendiri. Namun, tidak ada sudut yang bisa menjadi tempatnya menyepi. Sorot lampu, kamera, dan hilir mudik kru acara hampir menyapu seluruh area ruangan. Alana mencoba memanjangkan leher. Matanya liar mencari keberadaan seseorang. Namun, tentu tidak mudah untuk mencari satu orang di antara ramainya orang di ruangan itu. Setelah sesaat larut dalam pertimbangan, Alana memutuskan untuk keluar dari ruangan tempat digelarnya fashion show tersebut. Ketika akan menyentuh pintu keluar, langkah Alana menggantung karena namanya disebut. "Alana, mau ke mana?" "Mas Davan!" Alana kaget karena tiba-tiba sosok yang sedari tadi dicarinya tiba-tiba sudah berada di belakangnya. "Aku mau keluar dulu, Mas. Mau menelepon," jawab Alana sedikit kikuk. Berada dengan jarak yang sangat dekat dengan Davan membuat Alana agak kesulitan mengendalikan degup jantungnya. Paras Davan yang kha

  • My Actor   Part 5 : Seperti Tidak ada

    My Actor “Ganteng maksimal.” Reana mengacungkan kedua jempolnya ke arah Razka. Razka membalasnya dengan senyum memukau. “Tumben, nih, kamu nggak ditempelin mulu ma body guard,” lanjut Reana sambil merapikan rambut bagian depan Razka. “Body guard? Siapa?” selidik Razka. “Itu tuh, manajer galak kamu. Sebel deh aku kalau ngelihat dia. Sok banget gayanya. Kayak dia itu siapa aja,” gerutu gadis yang memakai mini dress warna navy. Dia pun memperlihatkan wajah cemberut pada Razka. “Dia nggak bakalan datang, kok,” balas Razka. “Kamu kok betah, sih, dimanajeri sama dia. Apa hebatnya sih dia? Jutek, nggak profesional, terus posesif lagi. Mending kamu gabung di manajemen aku aja. Pasti akan lebih enak suasana kerjanya.” “Iya, kan aku juga pernah bilang. Nanti kalau kontrak eksklusif udah selesai aku mau ganti manajemen.” “Benaran, ya? Nanti gabung sama aku. Biar kita lebih sering dapat job bareng,” ujar Reana semringah lalu melihat ke sekeliling. “Benaran nih, manajer kamu nggak ada di s

  • My Actor   Part 4: Dia Lagi

    My Actor Alana memarkir mobilnya di halaman bangunan berarsitektur Eropa berlantai tiga. Di gedung itulah butik dan juga studio milik Jhoni Ares berada. Alana bergegas menuju pintu. Seorang security menyambutnya dengan ramah kemudian mengarahkan Alana supaya langsung ke lantai dua. Sekilas Alana mengedarkan pandangan ke butik yang ada di lantai satu itu. Matanya sungguh terpesona oleh deretan pakaian mewah yang terpajang dengan rapi. Semua itu merupakan hasil rancangan Jhoni Ares. Begitu mencapai lantai dua, Alana langsung disuguhi suasana sibuk. Beberapa orang kru terlihat tengah mempersiapkan lighting dan properti untuk pemotretan. Di sudut ruangan yang lain Jhoni Ares tengah memberi pengarahan pada beberapa orang model. Pada akhirnya mata Alana pun menangkap keberadaan sosok yang membuatnya tidak bisa tidur semalaman. Razka sedang ditangani oleh seorang hair stylist. Sesuai prediksi Alana, ia tidak menemukan keberadaan Theo di sana. Alana pun berjalan pelan menghampiri Razka. I

  • My Actor   Part 3 : Semudah itu?

    My Actor [Alana Zaura, besok bawa artis kamu ke studio saya tepat waktu. Ingat, tepat waktu!] Mata Alana terbelalak membaca pesan yang tertera di layar ponselnya. Pesan yang dikirim oleh Jhoni Ares, seorang perancang busana kenamaan. “Waduh, bakalan rumit ini,” gerutu Alana. Segera ia menghubungi si pengirim pesan. Tak menunggu lama, terdengar jawaban dari seseorang. “Apa ada yang belum jelas?” tanya itu terdengar sangat lugas tanpa diawali basa-basi sedikit pun. “Hai, King Jhoni. Apa kabar?” Alana mencoba berbasa-basi walaupun ia tahu itu tidak akan berarti apa-apa. “Udah, Nggak usah sok manis deh, ya. Saya hanya butuh bukti nyata dari artis kamu itu. Ingat, ya, kalau besok dia mengecewakan apalagi sampai mangkir lagi dari tanggung jawab, saya nggak akan segan-segan untuk angkat kasus ini!” ketus lelaki yang agak sedikit kemayu itu. “King Jhoni yang baik hati, jangan galak-galak, dong. Please ... kasih kesempatan. Janji, nggak bakal mengecewakan. Tapi ... ini kok mendadak seka

  • My Actor   Part 2 : Kata-kata yang sama (lagi)

    My Actor Gadis berambut lurus tergerai duduk dengan pandangan menerawang. Sementara tangan kanannya memutar-mutar sedotan pada gelas yang berisi minuman berwarna oranye. Kata-kata yang ia dengar beberapa saat yang lalu masih terngiang-ngiang di telinga. “Kami harap artis anda bisa profesional dalam bekerja. Kalau bukan karena sudah terlanjur dikontrak, kami tidak mau bekerja sama dengannya. Dia tidak menghargai tim kami yang sudah standby dari pagi,” omel lelaki tinggi berkaca mata, setelah itu dia pergi dengan muka masam. Baru beberapa langkah berjalan, ia berbalik arah dan kembali menghampiri Alana. “Kalau kamu tidak ingin kehilangan kepercayaan dari agency ataupun PH-PH, sebaiknya jangan pakai artis itu lagi,” ujar lelaki itu kemudian Ia kembali meninggalkan Alana yang hanya bisa terdiam. “Mana Pak Jodi? Belum datang?” Dengan santainya Razka langsung duduk berhadapan dengan Alana, di kursi yang tadinya diduduki Pak Jodi. “Udah pulang!” ketus Alana. “Pulang?” Razka mengerny

DMCA.com Protection Status