Devin mengerutkan kening saat melihat kelas Aylin yang sudah kosong melompong. Tidak seperti biasanya Aylin pergi begitu saja tanpa menunggu dirinya. Ia pun segera bergegas menyusul Aylin yang sepertinya sudah pulang lebih dulu. Semenjak kejadian pekan lalu Aylin terus saja menghindari dirinya yang tidak tahu apa-apa."Aylin tunggu!" teriak Devin.Telat, gadis mungil itu sudah terlanjur memasuki mobil. Devin hanya bisa menendang udara lantaran terlalu kesal. Ekor mata Enzo menangkap dengan jelas remaja laki-laki yang sedang menyerukan nama Aylin. Wajahnya yang semula datar kini berubah menjadi semakin dingin."Om hari ini mampir ke bioskop dulu yuk!" ajak Aylin setelah memastikan sabuk pengaman terpasang dengan benar.Tak kunjung mendapat jawaban Aylin berinisiatif menarik jas Enzo. Reflek laki-laki jangkung itu menoleh hingga membuat mobil menjadi oleng.Ckiit!Dencitan rem terdengar memekik telinga. Dikarenakan kaki Enzo yang mendadak menekan rem. "Jangan sembarangan menyentuh."
Plak!Tamparan keras menghantam pipi Enzo yang tengah duduk bersimpuh dihadapan Frans. "Apa kamu bodoh!?" bentak Frans berkacak pinggang. Ia sungguh tidak habis pikir dengan jalan pikiran adiknya itu.Enzo mematung, ia memang mengaku bersalah. Tapi ia juga tidak mengerti mengapa ia berperilaku demikian. Semuanya diluar kendali dirinya.Srak!Frans melempar beberapa cetakan foto tepat mengenai wajah Enzo. Foto itu berhamburan tanpa Enzo lihat pun ia tahu foto siapa yang sedang dibuang oleh kakaknya. Tidak salah lagi itu semua foto dirinya dengan Aylin. Entah darimana kakaknya mendapat itu semua. Enzo jadi merasa memiliki penguntit."Perundungan Misel itu bagian dari rencana ku, bodoh!"Mata Enzo melebar mulutnya menganga. "Kenapa kakak tidak memberitahuku?" "Untuk apa? Toh kamu beneran suka sama bocah itu." Frans tersenyum sinis. Benar-benar menggelikan singa menyukai rusa."Tidak. Apa otak kakak hanya sebesar itu?" balas Enzo bangkit dari posisi bersimpuhnya.Frans mengerutkan dahi.
Sesil mengusap punggung Aylin beberapa kali lantaran gadis itu tak juga kunjung berhenti menangis. Sejak kedatangan Aylin ke kelas gadis itu langsung terisak dan menenggelamkan wajah di meja."Kamu kenapa Ay? Cerita dong."Aylin tetap tidak bergeming renggekannya justru terdengar lebih kencang. Sesil semakin bingung dengan tingkah sahabatnya itu. Aylin yang jarang sekali menampakkan raut sedih membuat Sesil terheran."Huhuhu, hidup memang kejam banget."Lebay sekali! Batin Sesil merinding dengan kalimat puitis Aylin. Ia baru tahu Aylin bisa bersikap alay. Bahkan bulu kuduknya meremang mendengar Aylin."Kamu kenapa? Siapa tahu aku bisa bantu."Sesil masih setia mengusap punggung Aylin. Berharap itu sedikit mengurangi kesedihan Aylin yang terlihat memilukan mata siapa pun yang melihat.Benar saja Aylin bangkit dari kubur. Bukan, Aylin bangkit dari posisinya memamerkan wajah penuh ingus dan mata merah sembab."Ya Tuhan!" teriak Sesil menutup wajah dengan kedua tangan."Sesil!!" teriak Ay
Dua bulan lewat 16 jam 12 menit Enzo menjauhi Aylin dengan beribu alasan. Namun ada yang berbeda dari dirinya. Ada sesuatu yang hilang, begitulah perasaannya. Ia menjadi hampa dan tidak tenang."Bapak mau kemana?" tanya Jayden lantaran ia melihat Enzo nampak tergesa."Pulang."Hanya kata singkat itu yang keluar dari bibir tebal Enzo. "Tapi pak, kan ada pertemuan dengan investor hari ini?" cegah Jayden agar Enzo tidak pergi begitu saja. Sudah terlalu banyak perusahaan dan investor yang membatalkan kerjasama lantaran Enzo yang langsung pergi begitu saja."Kamu urus saja."Lagi, akhir-akhir ini Enzo memang irit berbicara. Entah apa yang membuat Enzo berubah 180 derajat lain dari biasanya.Tidak begitu lama mobil Enzo sudah mendarat di sekolah yang sering ia kunjungi. Ia jadi merasa bersalah lantaran jarang berkunjung. Ia sudah menghubungi pak Karto agar tidak datang menjemput Aylin. Deg! Deg! Deg!"Hadiah, kenapa aku berdebar."Enzo menyentuh dadanya yang tengah bergemuruh. Ada rasa ti
Ting!Ekor mata Aylin tergoda dengan sebuah notifikasi dari benda pipih milik Enzo. Suaminya sedang mampir kesebuah minimarket. Lantaran Aylin yang merenggek lapar. Padahal itu hanya alibi Aylin saja ia terlalu canggung setelah Enzo secara sadar mengecup bibirnya. Astaga! Aylin mengacak rambutnya asal.'By, temenin belanja ya. Bisa kan?'Alis Aylin bertaut membaca notifikasi yang muncul dilayar ponsel. Viola? Wanita itu lagi, seketika sorot mata Aylin berubah menjadi muram.Cklek!Pintu mobil terbuka, Enzo menyembul dari balik pintu. "Nih katanya laper," ucap Enzo menyondorkan seplastik aneka roti, minuman, dan cemilan."Diajak jalan-jalan tuh!"Enzo mengikuti arah telunjuk Aylin yang mengarah pada ponselnya. Dengan bingung Enzo mengetuk ponsel. Nama Viola menjadi notifikasi pertama yang ia baca. "Kamu salah paham." Apa? Salah paham? Mudah sekali laki-laki itu bersilat lidah. Membuat Aylin ingin memukul wajah tanpa dosa itu dengan keras."Apanya yang salah paham. Jelas-jelas dia ng
"Tidak becus!" bentak laki-laki paruh baya kepada Enzo yang menundukkan kepala.Markus menggelengkan kepala heran dengan tingkah putra keduanya. Keluhan beberapa investor tentang Enzo cukup membuat Markus dongkol. Seabsurd apapun Enzo laki-laki itu sangat bertanggung jawab pada pekerjaannya. Berbeda dengan akhir-akhir ini."Maaf Yah, tapi semua dihandle Jayden dengan baik kok."Markus membuang napas kasar. Walaupun ada yang menghandle tapi tetap saja para investor terkadang ingin bertemu dengan Enzo secara langsung tanpa perwakilan. "Gara-gara tingkahmu banyak investor yang membatalkan kerjasama mendadak."Markus duduk di sofa berusaha mengatur napasnya. Menenangkan diri agar emosinya meredam."Jadi aku harus nurut yang mana? Bunda nyuruh njemput Aylin, Ayah nyuruh lembur."Enzo menekan keningnya yang terasa berdenyut. Ia tidak bisa absen menjemput Aylin atau gadis itu akan meraung dan kesal padanya. Tapi ia juga tidak boleh lepas dari urusan kantor."Pak Karto kan ada."Cukup soluti
"Om jangan pergi."Rengek Aylin dengan manja kala mobil mewah yang ia naiki sudah tiba dihalaman rumah. Gadis itu masih saja memeluk tubuh Enzo dengan mesra. "Sayang aku harus pergi," ucap Enzo mencoba melerai pelukan Aylin.Namun gadis itu menggeleng. Ia justru semakin mengeratkan pelukannya. Entah mengapa Aylin merasa berat melepaskan Enzo. Tentu saja karena laki-laki itu sudah mengobrak-abrik pertahanannya. Ah pipi Aylin kembali memerah mengingat ciuman pertamanya beberapa saat yang lalu. Jantungnya pun ikut berdebar kembali."Nanti kamu gak jajan kalau aku gak kerja."Mendengar hal itu Aylin segera bangkit dari tubuh Enzo. "Gampang tinggal minta bunda," sahut Aylin tanpa dosa.Enzo mencubit kedua pipi Aylin serentak. Mudah sekali gadis remaja itu menjawab. Apa tidak pernah terlintas dipikiran Aylin betapa susahnya mencari uang. Mungkin memang pikiran Aylin belum sampai kesana."Kamu masuk ke rumah, aku harus segera pergi."Lagi Enzo membujuk Aylin namun gadis itu kembali bergelay
"Kak sejak kapan kalian memiliki keponakan?" cecar wanita berambut pirang lantaran di cat beberapa hari yang lalu. Memberikan kesan lebih seksi dengan penampilan barunya.Frans mendongakkan kepala kala wanita yang tak asing bagi dirinya itu mendadak muncul di ruangannya. Ia yang begitu fokus tentu merasa terganggu dengan kehadiran wanita itu."Bener kata Enzo kamu memang seenak jidat," sindir Frans bangkit dari kursi dan duduk di sofa tepat disamping Viola yang sedang menyilangkan kaki anggun.Viola lantas terkekeh mendengar ledekan yang justru seakan sedang memuji dirinya. Benar-benar pemikiran wanita yang aneh lain dari yang lainnya. "Maaf aku masuk tanpa permisi," ujarnya kemudian. Ia memang sedikit lancang lantaran tidak mengucapkan kata permisi sama sekali."Ada perlu apa kamu kesini?" tanya Frans to the point. Ia memang bukan laki-laki yang suka mengulur waktu. Apalagi ia tengah sibuk mendesain bangunan yang sedang ia garap.Tidak adik tidak kakak keduanya sama-sama bersifat ke
Enzo menindih tubuh Aylin yang sengaja ia baringkan diatas kasur king size miliknya. Ia tatap mata Aylin yang terlihat sayu. Cup!Enzo kembali memangut bibir Aylin. Tangannya sudah bergerlya meraih apapun yang ada ditubuh mungil Aylin. "Sayang ..." Aylin mengejang kala dengan lihai tangan Enzo memanjakan dirinya. Tubuhnya sudah terekspos bebas tanpa sehelai benang pun. Tak henti Enzo menikmati jengkal demi jengkal tubuh mulus Aylin. Tanda merah bertebaran hampir diseluruh bagian tubuh Aylin. Enzo pun sudah melepas seulas handuk yang melilit sebatas pusarnya. Menampakkan tubuh berotot yang membuat Aylin menelan ludah. "Om kenapa berhenti?" tanya Aylin ia tatap kembali Enzo yang ragu.Laki-laki jangkung itu memutuskan untuk memeluk tubuh Aylin dari belakang. Enzo benar-benar mengutuk dirinya sendiri. Jahat sekali ia memanfaatkan Aylin yang polos demi gairah bejatnya."Maaf sayang kita tidur saja."Meski bingung Aylin akhirnya menurut. Tapi ia yakin Enzo sangat menginginkan dirinya b
"Ampun om ampun!"Enzo menatap nyalang gadis berseragam khas anak SMA yang bersimpuh dihadapannya. Memohon ampun pada Enzo yang tak bergeming sama sekali."Kenapa kamu terus menganggu Aylin!?" Tubuh Misel bergetar, ia memerutuki dirinya sendiri yang ceroboh. Hingga jejaknya mudah dibaca oleh Enzo. Padahal jelas rekaman cctv sudah diretas namun dengan bodohnya Misel justru tak sengaja menjatuhkan gelang perak miliknya disekitar pot bunga dekat majalah dinding."Jawab?!" Tubuh gadis itu berjingkit. Napasnya kembang kempis mendengar hardikan Enzo. Ia begitu takut dengan laki-laki itu."Sa-saya cuma disuruh."Enzo memincingkan mata setelah beberapa detik keningnya berkerut. Disuruh? Itu artinya Misel tidak seorang diri melakukan semua itu. Termasuk penghapusan cctv. Tidak salah lagi."Apa orang ini yang menyuruhmu?" cecar Enzo dengan menunjukkan sebuah foto laki-laki berjas rapi.Bagaimana ini? Misel menelan saliva. Ia sudah berjanji tidak akan membongkar identitas seseorang yang telah
Elena mengernyit heran dengan kehadiran sepasang suami istri yang sudah duduk santai di ruang keluarga. Begitupun Markus yang juga terperangah dengan pemandangan dihadapannya."Loh kalian disini??" tanya Elena berjalan mendekati Enzo dan Aylin yang sedang melihat tv."Bukannya kata Bi Unah ...""Iya sudah ketemu Bun. Dia tidur dirumah pohon," kata Enzo memangkas perkataan ibunya. "Hah ngapain tidur ditempat kotor seperti itu?" Cemas Elena segera merangkul menantu kesayangannya. Melihat dengan teliti barangkali ada yang lecet. Ia tidak akan mengampuni rumah pohon itu jika terjadi sesuatu dengan Aylin."Aylin, penasaran sama tempatnya Bun. Terus ketiduran."Jawaban polos itu membuat seluruh keluarga Delwyn bergeleng-geleng tak habis pikir. Kecuali Frans, ia sudah tahu adik iparnya itu memang bersembunyi di rumah pohon. Ia bahkan sengaja memancing Enzo untuk mengungkapkan kebenciannya langsung dihadapan Aylin. Agar gadis itu sadar dimana ia berada sekarang. Keluarga Delwyn bukanlah kel
Sorot cahaya rembulan mengusik Aylin yang terpejam. Matanya menyipit lantaran terkena cahaya bulan yang lebih terang dari malam sebelumnya. "Apa ini untuk merayakan hariku yang malang?" monolog Aylin seraya menatap agungnya sang rembulan yang membulat sempurna. Ditengah rasa kantuknya yang masih tersisa sedikit. Aylin terus mengucek bola matanya berharap rasa kantuknya agak berkurang."Hah apa ini?" ucap Aylin menatap lekat ukiran yang berada dirumah pohon yang kini sedang ia duduki.Enzo dan FransAylin mengusap tulisan yang terlihat samar namun masih bisa terbaca dengan jelas itu. Kayu yang sudah mulai ditumbuhi lumut tak membuat Aylin gentar mengusap beberapa ukiran yang terlihat sudah lawas."Sebuah kematian harus dibayar dengan jiwa"Mata Aylin mengerjap sepersekian detik membaca tulisan itu. Mendadak ia merasa sedang syuting film horor. Bagaimana bisa mereka bisa menuliskan hal semacam itu? Batin Aylin tidak paham. Dilihat dari gaya tulisannya yang acak-acakan sudah bisa dipas
"Bi, om sudah pulang ya?"Wanita berbadan tambun yang akrab di sapa Bibi oleh keluarga Delwyn reflek menoleh saat Aylin datang menghampirinya. Gadis itu nampak membawa segelas air putih."Sepertinya sudah Non. Tadi saya mendengar suara mobil."Aylin manggut-manggut mengerti. Setelah meneguk air putih ia beranjak dari kursi. Namun Aylin menyipitkan mata melihat Bi Unah yang datang membawa cangkir kosong menuju dapur."Loh memangnya ada tamu Bi?" tanya Aylin heran dengan cangkir yang biasa digunakan untuk tamu. Ia sedang dirumah sendirian tidak mungkin ada tamu penting saat rumah sedang kosong. Bahkan ibu mertuanya juga sedang ada acara keluar."Iya Non tadi ada mbak-mbak nyariin tuan muda."Aylin lantas berpikir, Mbak-mbak? Ah palingan rekan kerja Enzo di kantor. Aylin tidak ingin ambil pusing. Toh bukan urusannya juga."Non mau kemana?" tanya Bi Unah karena Aylin terlihat buru-buru."Mau nyari om Enzo Bi," sahut Aylin tanpa menoleh ke belakang. Ia terus fokus berjalan ke depan menuju
"Aku sudah mengganti semua harta Aylin menjadi atas namaku kak."Wow, Frans sungguh tercengang dengan penuturan adiknya itu. Bisa-bisanya ia tidak tahu akal bulus Enzo. Jadi itu musabab Enzo keluar kota beberapa hari yang lalu. Ada untungnya juga Aylin masih dibawah umur. Semua hak waris bisa diwakilkan oleh walinya."Ini baru adikku."Frans mengacak rambut Enzo bak anak kecil. Hal yang paling sering Frans lakukan dulu saat Enzo masih kecil nan polos. Kini adiknya itu sudah tumbuh menjadi pria dewasa. Yang bahkan jauh lebih licik dibandingkan dengan Frans."Tapi kenapa kamu tidak menceritakan tentang Aylin ke Viola?" Enzo nampak berpikir sejenak. Ia memang tidak pernah mengatakan apapun tentang Aylin kepada Viola. Untuk apa juga? Enzo merasa itu tidak penting baginya. Viola bukan ibunya yang harus mengetahui semua tentang kehidupannya."Bukannya kamu cinta mati dengannya, hahaha."Frans tertawa mengingat betapa cintanya Enzo dengan Viola. Gadis yang bahkan pernah menyelingkuhi Enzo d
Enzo mengacak rambutnya asal. Berulang kali ia memastikan namun tidak juga mendapat titik terang. Hanya layar berwarna hitam yang tertampil pada monitor dihadapannya. Aneh, sementara aktivitas yang lainnya dapat terekam dengan jelas."Sudah dihapus pak," tutur satpam sekolah kala mengecek cctv. Ia memainkan mouse naik turun mencari vidio yang dimaksud Enzo. Namun nihil tak ada satu pun yang ditemukan.Jelas sekali ada yang menghapus cctv sekolah. Namun anehnya tidak ada tanda-tanda keberadaan seseorang yang mencurigakan yang terekam cctv. Bagian yang terhapus hanya beberapa menit sebelum istirahat. Bahkan Enzo dapat menyaksikan betapa sedihnya raut wajah Aylin kala dicemooh siswa yang lain."Ada yang tidak beres."Enzo yakin ada sesuatu dibalik terhapusnya cctv. Selain untuk menutupi siapa pelaku sebenarnya. Kali ini pelakunya nampak sudah sangat ahli. Siapa gerangan dibalik semua ini?"Maksud bapak?" tanya satpam tidak mengerti dengan maksud laki-laki jangkung disampingnya. "Ada yan
"Astaga, Aylin kamu kenapa??" tanya wanita paruh baya terperangah melihat kondisi menantunya yang begitu buruk. Rambut kotor acak-acakan serta bau busuk amis menyengat.Bukannya menjawab gadis mungil itu justru kembali merengek setelah sempat mereda saat dibonceng pulang oleh Devin. Hal itu membuat Elena semakin cemas. Ia teringat kejadian perundungan yang menimpa Aylin beberapa bulan yang lalu."Kamu dirundung lagi??" cecar Elena terus mengintrogasi Aylin yang tersedu pilu."Aylin ... " Devin menjeda ucapannya, ia ragu."Kenapa? Dia kenapa!?" bentak Elena tidak sabaran."Aylin dikeluarkan dari sekolah Tan."Elena membelalak mendengar penuturan Devin. Bagaimana bisa? Jangan-jangan? Elena sungguh tak kuasa membayangkan oleh sebab gerangan apa menantunya itu dikeluarkan dari sekolah."Apa karena ..."Devin mengangguk ia tahu kemana arah pertanyaan ibu mertua Aylin itu. Tidak salah lagi hal yang paling mungkin bisa membuat Aylin dikeluarkan dari sekolah hanyalah statusnya yang sudah meni
Hampir semua orang shock setelah membaca pengumuman yang tertempel di meja dinding siswa. Ada yang menepis tidak percaya. Namun lebih banyak yang meyakini apa yang tertera adalah benar adanya."Kok kamu masih bisa bebas berkeliaran di sekolah?" cecar siswa satu kelas. Mereka benar-benar tidak terima Aylin bisa masuk sekolah.Sementara gadis mungil yang sedang dikerumuni siswa itu hanya bisa diam dan tersedu menangis. "Pergi! Kamu sudah menikah gak boleh sekolah!" usir mereka kian menjadi.Sesil lari tergopoh menuju kelas. Berulang kali ia mengutuk dirinya sendiri karena datang terlambat. Ia begitu khawatir dengan Aylin setelah melihat gambar buku nikah Aylin yang terpampang jelas. Parahnya terdapat dua foto mempelai yang tidak diblur sama sekali."Keluar kamu!! Kamu gak pantes disini!!" teriak teman sekelas Aylin seraya menarik kasar tangan Aylin. "Hentikan!" seru Sesil dengan napas terenggah. Ia lalu membawa pergi Aylin dari kerumunan. Semua siswa mengawasi Aylin tanpa luput sedik