"Kak sejak kapan kalian memiliki keponakan?" cecar wanita berambut pirang lantaran di cat beberapa hari yang lalu. Memberikan kesan lebih seksi dengan penampilan barunya.Frans mendongakkan kepala kala wanita yang tak asing bagi dirinya itu mendadak muncul di ruangannya. Ia yang begitu fokus tentu merasa terganggu dengan kehadiran wanita itu."Bener kata Enzo kamu memang seenak jidat," sindir Frans bangkit dari kursi dan duduk di sofa tepat disamping Viola yang sedang menyilangkan kaki anggun.Viola lantas terkekeh mendengar ledekan yang justru seakan sedang memuji dirinya. Benar-benar pemikiran wanita yang aneh lain dari yang lainnya. "Maaf aku masuk tanpa permisi," ujarnya kemudian. Ia memang sedikit lancang lantaran tidak mengucapkan kata permisi sama sekali."Ada perlu apa kamu kesini?" tanya Frans to the point. Ia memang bukan laki-laki yang suka mengulur waktu. Apalagi ia tengah sibuk mendesain bangunan yang sedang ia garap.Tidak adik tidak kakak keduanya sama-sama bersifat ke
Enzo meluruskan punggungnya yang terasa bengkok lantaran terlalu lama berkutat didepan komputer. Setelah memastikan bunyi kretek ia baru menyudahi aksinya.Tiba-tiba sekelebat bayangan hitam mengejutkan Enzo. Walaupun samar ia masih bisa melihat karena pintu ruangannya terbuka sedikit. Jantung Enzo terpacu dengan cepat. Dengan langkah waspada ia berjalan mendekati pintu.Tuk! Tuk! Tuk!Mata Enzo semakin membelalak mendengar langkah yang misterius didepan ruangannya. Bulu kuduk Enzo dengan kompak berdiri. Memunculkan keringat dingin yang mencekam. Susah payah Enzo menelan ludah."Ya Tuhan lindungi hamba dari makhluk jadi-jadian," rapal Enzo menutup pintunya. Ia mengurungkan niat untuk membuka pintu. Namun langkah itu kian mendekati dirinya. Enzo membeku kala langkah itu berhenti tepat di depan pintu. Sementara manik mata Enzo melirik jam dinding yang menggantung di dinding. Pantas saja ia merasa horor rupanya sudah pukul 00.00. "Pak Enzo?" Bahkan makhluk jadi-jadian itu semakin isen
"Devin?"Laki-laki pemilik nama itu pun menoleh ke arah sumber suara. Matanya terperanjat melihat gadis yang kini tepat berada dihadapannya."Misel?""Ya ampun, kok kebetulan banget sih kita ketemu disini," ucap Misel dengan ramah. Seolah tidak pernah terjadi apapun diantara mereka berdua."Kamu apa kabar?" tanya Devin berbasa-basi. Semenjak Misel dikeluarkan dari sekolah ia tidak pernah bertemu dengan Misel. Gadis itu menyunggingkan senyum, "Seperti yang kamu lihat.""Maaf, seandainya aku tidak menolak perasaanmu ...""Hei, aku memang salah. Aku pantes dikeluarin dari sekolah," potong Misel tidak ingin Devin menyalahkan diri sendiri.Ia memang tidak menyalahkan Devin. Tapi ia sangat membenci Aylin melebihi siapa pun. Ia masih tidak terima gadis sok polos itu merebut Devin darinya. "Aku gak nyangka kamu sampai pindah apartemen," ucap Devin kembali merasa welas asih pada Misel. Mendengar hal itu Misel kian merana. Apa Devin berniat memojokkan dirinya lantaran sudah berhasil jadian d
"Loh baru pulang jalan kok wajahnya ditekuk?" Wanita paruh baya yang sedang duduk bersantai diteras rumah menyapa dua sejoli. Aylin memutar bola mata malas. Lalu memilih untuk terus berjalan memasuki rumah. Ia terlalu kesal dengan Enzo yang super menyebalkan."Mang kenapa??" tanya Elena meminta penjelasan putranya atas sikap Aylin yang nampak kesal. Menantunya nampak sangat menggerutu.Beberapa saat yang lalu,"Om kok mobilnya jalan terus?" tanya Aylin bingung mengapa Enzo tak juga berhenti. Namun justru terus melajukan mobilnya melewati mall-mall.Laki-laki jangkung itu hanya tersenyum. Menimbulkan tanda tanya besar bagi Aylin. Oh atau mungkin Enzo adalah seorang yang penuh kejutan nan romantis. Mendadak pipi Aylin bersemu merah. Kalau begitu ia akan mencoba menjadi wanita yang tidak tahu apa-apa. Bak drama romantis yang pernah ia lihat di TV. Tidak lama kemudian mobil Enzo kian memelan dan menepi. Menandakan ia akan memarkirkan mobil. Manik mata Aylin terus mengitari sekitar. Ia
Hampir semua orang shock setelah membaca pengumuman yang tertempel di meja dinding siswa. Ada yang menepis tidak percaya. Namun lebih banyak yang meyakini apa yang tertera adalah benar adanya."Kok kamu masih bisa bebas berkeliaran di sekolah?" cecar siswa satu kelas. Mereka benar-benar tidak terima Aylin bisa masuk sekolah.Sementara gadis mungil yang sedang dikerumuni siswa itu hanya bisa diam dan tersedu menangis. "Pergi! Kamu sudah menikah gak boleh sekolah!" usir mereka kian menjadi.Sesil lari tergopoh menuju kelas. Berulang kali ia mengutuk dirinya sendiri karena datang terlambat. Ia begitu khawatir dengan Aylin setelah melihat gambar buku nikah Aylin yang terpampang jelas. Parahnya terdapat dua foto mempelai yang tidak diblur sama sekali."Keluar kamu!! Kamu gak pantes disini!!" teriak teman sekelas Aylin seraya menarik kasar tangan Aylin. "Hentikan!" seru Sesil dengan napas terenggah. Ia lalu membawa pergi Aylin dari kerumunan. Semua siswa mengawasi Aylin tanpa luput sedik
"Astaga, Aylin kamu kenapa??" tanya wanita paruh baya terperangah melihat kondisi menantunya yang begitu buruk. Rambut kotor acak-acakan serta bau busuk amis menyengat.Bukannya menjawab gadis mungil itu justru kembali merengek setelah sempat mereda saat dibonceng pulang oleh Devin. Hal itu membuat Elena semakin cemas. Ia teringat kejadian perundungan yang menimpa Aylin beberapa bulan yang lalu."Kamu dirundung lagi??" cecar Elena terus mengintrogasi Aylin yang tersedu pilu."Aylin ... " Devin menjeda ucapannya, ia ragu."Kenapa? Dia kenapa!?" bentak Elena tidak sabaran."Aylin dikeluarkan dari sekolah Tan."Elena membelalak mendengar penuturan Devin. Bagaimana bisa? Jangan-jangan? Elena sungguh tak kuasa membayangkan oleh sebab gerangan apa menantunya itu dikeluarkan dari sekolah."Apa karena ..."Devin mengangguk ia tahu kemana arah pertanyaan ibu mertua Aylin itu. Tidak salah lagi hal yang paling mungkin bisa membuat Aylin dikeluarkan dari sekolah hanyalah statusnya yang sudah meni
Enzo mengacak rambutnya asal. Berulang kali ia memastikan namun tidak juga mendapat titik terang. Hanya layar berwarna hitam yang tertampil pada monitor dihadapannya. Aneh, sementara aktivitas yang lainnya dapat terekam dengan jelas."Sudah dihapus pak," tutur satpam sekolah kala mengecek cctv. Ia memainkan mouse naik turun mencari vidio yang dimaksud Enzo. Namun nihil tak ada satu pun yang ditemukan.Jelas sekali ada yang menghapus cctv sekolah. Namun anehnya tidak ada tanda-tanda keberadaan seseorang yang mencurigakan yang terekam cctv. Bagian yang terhapus hanya beberapa menit sebelum istirahat. Bahkan Enzo dapat menyaksikan betapa sedihnya raut wajah Aylin kala dicemooh siswa yang lain."Ada yang tidak beres."Enzo yakin ada sesuatu dibalik terhapusnya cctv. Selain untuk menutupi siapa pelaku sebenarnya. Kali ini pelakunya nampak sudah sangat ahli. Siapa gerangan dibalik semua ini?"Maksud bapak?" tanya satpam tidak mengerti dengan maksud laki-laki jangkung disampingnya. "Ada yan
"Aku sudah mengganti semua harta Aylin menjadi atas namaku kak."Wow, Frans sungguh tercengang dengan penuturan adiknya itu. Bisa-bisanya ia tidak tahu akal bulus Enzo. Jadi itu musabab Enzo keluar kota beberapa hari yang lalu. Ada untungnya juga Aylin masih dibawah umur. Semua hak waris bisa diwakilkan oleh walinya."Ini baru adikku."Frans mengacak rambut Enzo bak anak kecil. Hal yang paling sering Frans lakukan dulu saat Enzo masih kecil nan polos. Kini adiknya itu sudah tumbuh menjadi pria dewasa. Yang bahkan jauh lebih licik dibandingkan dengan Frans."Tapi kenapa kamu tidak menceritakan tentang Aylin ke Viola?" Enzo nampak berpikir sejenak. Ia memang tidak pernah mengatakan apapun tentang Aylin kepada Viola. Untuk apa juga? Enzo merasa itu tidak penting baginya. Viola bukan ibunya yang harus mengetahui semua tentang kehidupannya."Bukannya kamu cinta mati dengannya, hahaha."Frans tertawa mengingat betapa cintanya Enzo dengan Viola. Gadis yang bahkan pernah menyelingkuhi Enzo d
Enzo menindih tubuh Aylin yang sengaja ia baringkan diatas kasur king size miliknya. Ia tatap mata Aylin yang terlihat sayu. Cup!Enzo kembali memangut bibir Aylin. Tangannya sudah bergerlya meraih apapun yang ada ditubuh mungil Aylin. "Sayang ..." Aylin mengejang kala dengan lihai tangan Enzo memanjakan dirinya. Tubuhnya sudah terekspos bebas tanpa sehelai benang pun. Tak henti Enzo menikmati jengkal demi jengkal tubuh mulus Aylin. Tanda merah bertebaran hampir diseluruh bagian tubuh Aylin. Enzo pun sudah melepas seulas handuk yang melilit sebatas pusarnya. Menampakkan tubuh berotot yang membuat Aylin menelan ludah. "Om kenapa berhenti?" tanya Aylin ia tatap kembali Enzo yang ragu.Laki-laki jangkung itu memutuskan untuk memeluk tubuh Aylin dari belakang. Enzo benar-benar mengutuk dirinya sendiri. Jahat sekali ia memanfaatkan Aylin yang polos demi gairah bejatnya."Maaf sayang kita tidur saja."Meski bingung Aylin akhirnya menurut. Tapi ia yakin Enzo sangat menginginkan dirinya b
"Ampun om ampun!"Enzo menatap nyalang gadis berseragam khas anak SMA yang bersimpuh dihadapannya. Memohon ampun pada Enzo yang tak bergeming sama sekali."Kenapa kamu terus menganggu Aylin!?" Tubuh Misel bergetar, ia memerutuki dirinya sendiri yang ceroboh. Hingga jejaknya mudah dibaca oleh Enzo. Padahal jelas rekaman cctv sudah diretas namun dengan bodohnya Misel justru tak sengaja menjatuhkan gelang perak miliknya disekitar pot bunga dekat majalah dinding."Jawab?!" Tubuh gadis itu berjingkit. Napasnya kembang kempis mendengar hardikan Enzo. Ia begitu takut dengan laki-laki itu."Sa-saya cuma disuruh."Enzo memincingkan mata setelah beberapa detik keningnya berkerut. Disuruh? Itu artinya Misel tidak seorang diri melakukan semua itu. Termasuk penghapusan cctv. Tidak salah lagi."Apa orang ini yang menyuruhmu?" cecar Enzo dengan menunjukkan sebuah foto laki-laki berjas rapi.Bagaimana ini? Misel menelan saliva. Ia sudah berjanji tidak akan membongkar identitas seseorang yang telah
Elena mengernyit heran dengan kehadiran sepasang suami istri yang sudah duduk santai di ruang keluarga. Begitupun Markus yang juga terperangah dengan pemandangan dihadapannya."Loh kalian disini??" tanya Elena berjalan mendekati Enzo dan Aylin yang sedang melihat tv."Bukannya kata Bi Unah ...""Iya sudah ketemu Bun. Dia tidur dirumah pohon," kata Enzo memangkas perkataan ibunya. "Hah ngapain tidur ditempat kotor seperti itu?" Cemas Elena segera merangkul menantu kesayangannya. Melihat dengan teliti barangkali ada yang lecet. Ia tidak akan mengampuni rumah pohon itu jika terjadi sesuatu dengan Aylin."Aylin, penasaran sama tempatnya Bun. Terus ketiduran."Jawaban polos itu membuat seluruh keluarga Delwyn bergeleng-geleng tak habis pikir. Kecuali Frans, ia sudah tahu adik iparnya itu memang bersembunyi di rumah pohon. Ia bahkan sengaja memancing Enzo untuk mengungkapkan kebenciannya langsung dihadapan Aylin. Agar gadis itu sadar dimana ia berada sekarang. Keluarga Delwyn bukanlah kel
Sorot cahaya rembulan mengusik Aylin yang terpejam. Matanya menyipit lantaran terkena cahaya bulan yang lebih terang dari malam sebelumnya. "Apa ini untuk merayakan hariku yang malang?" monolog Aylin seraya menatap agungnya sang rembulan yang membulat sempurna. Ditengah rasa kantuknya yang masih tersisa sedikit. Aylin terus mengucek bola matanya berharap rasa kantuknya agak berkurang."Hah apa ini?" ucap Aylin menatap lekat ukiran yang berada dirumah pohon yang kini sedang ia duduki.Enzo dan FransAylin mengusap tulisan yang terlihat samar namun masih bisa terbaca dengan jelas itu. Kayu yang sudah mulai ditumbuhi lumut tak membuat Aylin gentar mengusap beberapa ukiran yang terlihat sudah lawas."Sebuah kematian harus dibayar dengan jiwa"Mata Aylin mengerjap sepersekian detik membaca tulisan itu. Mendadak ia merasa sedang syuting film horor. Bagaimana bisa mereka bisa menuliskan hal semacam itu? Batin Aylin tidak paham. Dilihat dari gaya tulisannya yang acak-acakan sudah bisa dipas
"Bi, om sudah pulang ya?"Wanita berbadan tambun yang akrab di sapa Bibi oleh keluarga Delwyn reflek menoleh saat Aylin datang menghampirinya. Gadis itu nampak membawa segelas air putih."Sepertinya sudah Non. Tadi saya mendengar suara mobil."Aylin manggut-manggut mengerti. Setelah meneguk air putih ia beranjak dari kursi. Namun Aylin menyipitkan mata melihat Bi Unah yang datang membawa cangkir kosong menuju dapur."Loh memangnya ada tamu Bi?" tanya Aylin heran dengan cangkir yang biasa digunakan untuk tamu. Ia sedang dirumah sendirian tidak mungkin ada tamu penting saat rumah sedang kosong. Bahkan ibu mertuanya juga sedang ada acara keluar."Iya Non tadi ada mbak-mbak nyariin tuan muda."Aylin lantas berpikir, Mbak-mbak? Ah palingan rekan kerja Enzo di kantor. Aylin tidak ingin ambil pusing. Toh bukan urusannya juga."Non mau kemana?" tanya Bi Unah karena Aylin terlihat buru-buru."Mau nyari om Enzo Bi," sahut Aylin tanpa menoleh ke belakang. Ia terus fokus berjalan ke depan menuju
"Aku sudah mengganti semua harta Aylin menjadi atas namaku kak."Wow, Frans sungguh tercengang dengan penuturan adiknya itu. Bisa-bisanya ia tidak tahu akal bulus Enzo. Jadi itu musabab Enzo keluar kota beberapa hari yang lalu. Ada untungnya juga Aylin masih dibawah umur. Semua hak waris bisa diwakilkan oleh walinya."Ini baru adikku."Frans mengacak rambut Enzo bak anak kecil. Hal yang paling sering Frans lakukan dulu saat Enzo masih kecil nan polos. Kini adiknya itu sudah tumbuh menjadi pria dewasa. Yang bahkan jauh lebih licik dibandingkan dengan Frans."Tapi kenapa kamu tidak menceritakan tentang Aylin ke Viola?" Enzo nampak berpikir sejenak. Ia memang tidak pernah mengatakan apapun tentang Aylin kepada Viola. Untuk apa juga? Enzo merasa itu tidak penting baginya. Viola bukan ibunya yang harus mengetahui semua tentang kehidupannya."Bukannya kamu cinta mati dengannya, hahaha."Frans tertawa mengingat betapa cintanya Enzo dengan Viola. Gadis yang bahkan pernah menyelingkuhi Enzo d
Enzo mengacak rambutnya asal. Berulang kali ia memastikan namun tidak juga mendapat titik terang. Hanya layar berwarna hitam yang tertampil pada monitor dihadapannya. Aneh, sementara aktivitas yang lainnya dapat terekam dengan jelas."Sudah dihapus pak," tutur satpam sekolah kala mengecek cctv. Ia memainkan mouse naik turun mencari vidio yang dimaksud Enzo. Namun nihil tak ada satu pun yang ditemukan.Jelas sekali ada yang menghapus cctv sekolah. Namun anehnya tidak ada tanda-tanda keberadaan seseorang yang mencurigakan yang terekam cctv. Bagian yang terhapus hanya beberapa menit sebelum istirahat. Bahkan Enzo dapat menyaksikan betapa sedihnya raut wajah Aylin kala dicemooh siswa yang lain."Ada yang tidak beres."Enzo yakin ada sesuatu dibalik terhapusnya cctv. Selain untuk menutupi siapa pelaku sebenarnya. Kali ini pelakunya nampak sudah sangat ahli. Siapa gerangan dibalik semua ini?"Maksud bapak?" tanya satpam tidak mengerti dengan maksud laki-laki jangkung disampingnya. "Ada yan
"Astaga, Aylin kamu kenapa??" tanya wanita paruh baya terperangah melihat kondisi menantunya yang begitu buruk. Rambut kotor acak-acakan serta bau busuk amis menyengat.Bukannya menjawab gadis mungil itu justru kembali merengek setelah sempat mereda saat dibonceng pulang oleh Devin. Hal itu membuat Elena semakin cemas. Ia teringat kejadian perundungan yang menimpa Aylin beberapa bulan yang lalu."Kamu dirundung lagi??" cecar Elena terus mengintrogasi Aylin yang tersedu pilu."Aylin ... " Devin menjeda ucapannya, ia ragu."Kenapa? Dia kenapa!?" bentak Elena tidak sabaran."Aylin dikeluarkan dari sekolah Tan."Elena membelalak mendengar penuturan Devin. Bagaimana bisa? Jangan-jangan? Elena sungguh tak kuasa membayangkan oleh sebab gerangan apa menantunya itu dikeluarkan dari sekolah."Apa karena ..."Devin mengangguk ia tahu kemana arah pertanyaan ibu mertua Aylin itu. Tidak salah lagi hal yang paling mungkin bisa membuat Aylin dikeluarkan dari sekolah hanyalah statusnya yang sudah meni
Hampir semua orang shock setelah membaca pengumuman yang tertempel di meja dinding siswa. Ada yang menepis tidak percaya. Namun lebih banyak yang meyakini apa yang tertera adalah benar adanya."Kok kamu masih bisa bebas berkeliaran di sekolah?" cecar siswa satu kelas. Mereka benar-benar tidak terima Aylin bisa masuk sekolah.Sementara gadis mungil yang sedang dikerumuni siswa itu hanya bisa diam dan tersedu menangis. "Pergi! Kamu sudah menikah gak boleh sekolah!" usir mereka kian menjadi.Sesil lari tergopoh menuju kelas. Berulang kali ia mengutuk dirinya sendiri karena datang terlambat. Ia begitu khawatir dengan Aylin setelah melihat gambar buku nikah Aylin yang terpampang jelas. Parahnya terdapat dua foto mempelai yang tidak diblur sama sekali."Keluar kamu!! Kamu gak pantes disini!!" teriak teman sekelas Aylin seraya menarik kasar tangan Aylin. "Hentikan!" seru Sesil dengan napas terenggah. Ia lalu membawa pergi Aylin dari kerumunan. Semua siswa mengawasi Aylin tanpa luput sedik