Setelah cukup lama berpikir, lelaki itupun akhirnya menyerah, "Tuan siapa? Benar aku Setiaji, Tuan."
Jaya tersenyum kecil sebelum membalas ucapan Setiaji, "Apa kau masih ingat di mana kau ditempatkan ketika pertama kali menjadi prajurit kerajaan Kalingga?"
Setiaji mengangguk.
"Kau ditempatkan di kediaman penasihat Jayanata, bukan?"
"Benar, Tuan. Bagaimana Tuan bisa tahu?" tanya Setiaji penasaran. Jelas saja dia bingung karena yang bertanya kepadanya masih terlihat muda.
Jaya sadar kalau Setiaji tidak mungkin mengenalinya, karena fisik dan mukanya terlihat lebih muda dari pada ketika Setiaji ditempatkan untuk menjaga kediamannya.
"Amati wajahku dengan baik!" kata Jaya.
Setiaji memandang wajah Jaya dengan seksama dan cukup lama. Perlahan dia mulai mengingat siapa lelaki yang berdiri di depannya itu.
"Tuan Jaya?" Setiaji mengernyitkan dahinya tak percaya, "Tapi kenapa wajah Tuan jauh lebih muda?"
Jaya tersenyum hangat
Setiaji keluar dari kamar tersebut dan mengumpulkan semua temannya dalam satu kamar. Dia kemudian membagi tugas kepada mereka semua tanpa terkecuali. Bahkan dirinya pun akan terjun langsung mencari informasi dari teman-teman baiknya yang mungkin masih menjadi prajurit di istana.Aji kemudian masuk ke dalam kamar tempat Setiaji membagi tugas. Dia memberi mereka masing-masing dua koin emas sebagai bekal untuk mencari informasi.Setelah paham dengan tugas masing, mereka keluar dari penginapan dan berpencar ke setiap penjuru kotaraja. Mereka tanpa kenal lelah berburu informasi yang dibutuhkan Aji dan Jaya.Setiaji berjalan menuju sudut kotaraja menuju sebuah rumah yang terletak di sebuah gang yang tidak terlalu besar.Setelah sampai di depan rumah yang ditujunya, Setiaji mengambil nafas sebentar sebelum mengetuk pintunya.Dalam tiga kali ketukan, terdengar suara seorang lelaki dari dalam rumah tersebut, "Sebentar!"Seorang lelaki seumuran Setiaj
Selain itu, dia juga bercerita kalau Raja Wanajaya memiliki kegemaran baru dengan berburu wanita cantik."Tampaknya dia sudah lupa dengan umurnya yang sudah tua," pungkas Jaya mengakhiri ceritanya.Aji tersenyum kecil, lalu melirik ke arah istrinya yang berada di atas ranjang."Dari informasi yang kalian dapatkan, sedikit banyak aku sudah mempunyai kesimpulan apa yang harus kita lakukan," kata Aji.Jaya dan Setiaji saling berpandangan heran. Bagaimana mungkin Aji bisa berpikir dan membuat rencana di saat telinganya mendengar cerita dari mereka berdua."Sekarang dengarkan, setelah itu kalian beri masukan mengenai rencanaku."Aji menarik napas panjang dan kemudian memulai menjelaskan rencana dengan detil kepada keduanya."Bagaimana menurut kalian?" tanya Aji setelah memungkasi penjelasan rencananya.Jaya menggaruk kepalanya pelan. Dia heran dengan rencana Aji yang begitu detil dan matang.
Begitu melihat ke arah yang ditunjuk Baruna, beberapa orang prajurit itu langsung berlari ke arah Setiaji. Lelaki setengah baya itu berlari dengan cepat tanpa menoleh ke belakang.Dia tidak menyangka jika Baruna yang juga sahabatnya, telah menghianatinya dan melaporkan kedatangannya ke kotaraja Kalingga kepada pihak istana."Bajingan kau Baruna ... aku berjanji akan membunuhmu nanti!" umpat Setiaji dalam hati, sambil berlari dengan begitu kencang hingga menarik perhatian penduduk kotaraja.Setiaji tidak langsung menuju penginapan. Dia yang masih sedikit hapal tentang seluk beluk kotaraja, keluar masuk gang untuk menghindari kejaran para prajurit tersebut. Baginya, keselamatannya adalah nomer sekian, karena yang terpenting tentu rencana untuk melengserkan Raja Wanajaya bisa terlaksana dengan hasil sempurna."Cari dia sampai ketemu!" teriak seorang prajurit yang kehilangan jejak Setiaji.Lelaki itu bersembunyi di sebuah rumah tua yang tidak ter
"Ternyata ada bidadari di dalam kamar ini. Kenapa kita tidak pernah mengetahuinya?" tanya seorang prajurit."Paduka pasti akan sangat senang jika kita memberikan Bidadari cantik ini kepada beliau. Dan kita akan mendapatkan imbalan yang sangat besar, hahaha!" balas temannya seraya membayangkan besarnya nominal yang akan mereka dapatkan."Kau benar, kita bisa berpesta nanti, hahaha!""Cepat keluar atau kami akan memaksamu!" bentak seorang prajurit."Jangan sampai lecet atau ada bekas luka. Paduka bisa marah jika melihat Bidadari yang kulitnya begitu bening ini terluka," sahut temannya.Ratih menatap tajam keempat prajurit yang sudah merangsek memasuki kamarnya. Di saat bersamaan hatinya terus berteriak memanggil suaminya. Dia tidak mau kegadisannya terenggut oleh lelaki yang tidak dicintainya."Ayolah Bidadari cantik. Ikutlah dengan kami baik-baik. Aku jamin kau akan bahagia dengan kemewahan istana," bujuk seorang prajurit.Ratih tidak
Jaya kembali mengernyitkan dahinya. "Sembilan belas orang itu?""Bukan, tapi sahabat lama Paman Setiaji yang bernama Baruna," jawab Aji."Berarti rencana kita gagal?""Sepertinya tidak. Paman Setiaji tidak menyebut kita sama sekali ketika memancing informasi dari Baruna. Tapi sebaiknya sekarang aku membawa Ratih keluar dulu dari kotaraja untuk mengamankannya di desa terdekat," jawab Dirga."Baiklah, aku tunggu di sini saja. Aku sudah mendapat informasi tentang Putri Larasati."Aji mengangguk, "Kita bicarakan setelah aku kembali."Selepas itu, Aji mengajak Ratih keluar dari penginapan. Kondisi jalanan yang sepi dan gelap membuat mereka bisa mudah keluar dari kotaraja. Apalagi dengan tidak adanya penjaga pintu gerbang yang sudah menjadi mayat.Butuh waktu dua jam bagi mereka untuk sampai di desa terdekat. Malam yang telah larut membuat mereka kesulitan mencari informasi tempat penginapan. Aji berinisiatif mengajak Ratih beristirahat di
Setelah berada di dalam penginapan, Aji langsung menuju kamar Jaya, dan kebetulan di dalam kamar itu ada beberapa orang teman Setiaji yang sudah berkumpul. Sedang yang lainnya masih berada di luar."Bagaimana informasinya?" tanya Aji penasaran."Sebaiknya kau duduk dulu dan minum air ini," balas Jaya sambil menyodorkan gelas yang sudah diisinya dengan air.Aji meletakkan pantatnya di atas tikar pandan yang mereka gunakan sebagai alas untuk duduk di lantai yang masih berupa tanah. "Kebetulan, aku juga lagi haus."Menurut informasi yang aku dapatkan dari orang yang bisa aku percaya, Putri Larasati berangkat menuju purinya dua hari sebelum purnama," jawab Jaya. Dia kemudian mengeluarkan sebuah gulungan kulit kering dan menggelarnya di lantai."Peta ini adalah jalur menuju Gunung Merapi, dan puri milik Putri Larasati berada di sisi barat gunung tersebut," tambahnya.Aji memandang peta tersebut dengan seksama. Otaknya bekerja mencari titik
Selama dia menjadi raja kerajaan Kalingga, tidak ada kejadian yang bahkan bisa sedikit mengguncang singgasananya. Semuanya bisa dia selesaikan dengan mudah. Termasuk menguasai beberapa kerajaan yang berada di sekitar kerajaan Kalingga.Tak berapa lama, seorang gadis yang cantik dan memiliki tinggi semampai dan berbodi aduhai, memasuki ruangan tersebut.Raja Wanajaya langsung tersenyum lebar melihat putrinya yang berjalan memasuki ruang pribadinya."Ada apa Ayah memanggilku?""Putriku Larasati, kamu tahu kalau anak ayah cuma kamu seorang. Di umur ayah yang sudah tua ini, ayah juga ingin menimang cucu. Lalu kapan kau akan menikah? Setiap kali ayah menjodohkanmu dengan pangeran dari berbagai kerajaan, kau selalu menolaknya dengan alasan belum ada yang cocok," berondong Raja Wanajaya."Memang aku belum merasa ada kecocokan dengan para pangeran yang Ayah sodorkan. Sejauh ini aku pun belum menemukan lelaki yang pas dengan hatiku," jawab Putri Larasati
Pertarungan yang cepat kembali terjadi. Mata para prajurit bahkan sulit untuk menangkap pergerakan kedua pendekar tersebut. Hanya warna baju putih dan hitam saja yang terlihat berkelebat cepat di mata mereka.Hingga akhirnya sebuah ledakan mengagetkan mereka, termasuk juga Putri Larasati yang masih bertahan di kereta kuda mewahnya. Putri cantik itu bahkan harus sampai melongok keluar jendela untuk melihatnya.Blaaaar!Sebuah ledakan kembali terjadi. Terlihat lelaki berbaju hitam itu terpental jauh ke belakang dan tidak bergerak lagi. Sedangkan Aji juga terdorong ke belakang hampir 7 langkah sebelum jatuh terjungkal.Lelaki tampan itu bangkit sambil memegangi dadanya. Dia berjalan mendekati lelaki berbaju hitam itu dan mengamatinya sebelum memeriksa detak jantungnya.Seorang prajurit memberanikan diri untuk mendekati Aji, "Pendekar, apa dia sudah mati?""Dia sudah mati," jawab Aji singkat."Terima kasih, Pendekar. Andai tad