Beranda / CEO / Mr. Gynophobia / WANITA ITU, MENAKUTKAN!

Share

WANITA ITU, MENAKUTKAN!

Penulis: DaisyLia
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Aku tidak janji untuk membuatmu bisa berbicara dengannya tapi, akan aku usahakan. Juga, tidak semua kebaikanku dibayar dengan uang. Jadi, tunggu di sini sampai aku memberikan tanda."

=====

"Dengarkan aku Alan! Sekali saja, jangan tanyakan aku ada di mana. Aku meneleponmu karena takut kamu menungguku. Sudah, aku harus segera menyelesaikan urusanku. Jangan khawatirkan aku."

Estelle menutup ponselnya kemudian menaruh di saku blazer. Memandang lantai dansa yang penduduknya semakin berkurang. Wajar, ini sudah jam tiga pagi. Ia juga sudah menunggu selama enam jam di tempat itu. Beruntung hari ini dirinya sedang mendapat jatah libur. Yah ... sejak kemarin hanya bagian itu yang bisa ia sebut beruntung. Julia benar-benar wanita pembawa sial.

Rasanya mau muntah, padahal ia tidak minum apa pun di sana. Sejak lahir sampai sekarang, kakinya baru menginjak lantai diskotek, tempat yang teramat ia benci. 

Estelle mendengkus kesal. Menonton pria pirang yang entah siapa namanya, ingatkan dirinya untuk menanyakan nama pria itu, nanti.

Di sana, pria itu masih mengobrol dengan Dave, pria incaran Julia. Tadinya ia ingin pulang saja. Namun, rasanya salah ... meski hanya sebuah benda tetapi, cincin itu memiliki banyak cerita. Lagi pula jika pria itu meminta bayaran dengan tubuhnya, Estelle sudah menyiapkan dalih kalau bukan dirinya yang meminta bantuan, melainkan pria itu yang memaksa untuk membantu. Jika tidak berhasil, sepertinya mengancam dengan membawa-bawa polisi sudah cukup.

"Haah ... apa sih yang mereka bicarakan? Dan juga, apa perutnya tidak kembung? Gila, ini sudah berjam-jam! Apa mereka tidak ingat rumah?!" dumel Estelle, entah sudah berapa kali ia ke toilet hanya untuk membasuh wajah agar tidak mengantuk. Kemarin ia sudah lelah bekerja, lalu pulang membereskan rumah barulah datang ke sini. Sekarang, tubuhnya sudah merengek minta istirahat.

Oh? Mata almond Estelle membulat senang. Saat pria pirang itu memapah Dave. Pikirannya langsung mengira kalau Dave sudah mabuk. 

Estelle pun langsung berdiri, saat diberikan kode oleh pria pirang di sana lalu mengikuti mereka dari jarak aman. Masuk ke salah satu pintu kemudian di sambut lorong yang membuat Estelle terkejut. Ada banyak kamar di sana dan juga, tampilannya begitu menarik di matanya.

Lorong estetis dengan karpet tebal tiga dimensi terlukis tepi pantai, pencahayaan yang pas, serta beberapa dinding terukir bunga daisy. Wangi harum peppermint menyeruak di sana, berbeda sekali dengan ruangan tempat ia menunggu selama enam jam tadi.

Estelle sangat mengagumi tempat itu, ia sampai berpikir apakah setiap diskotek menyediakan ruangan seperti ini?

Awalnya, Estelle mengira pria itu ingin menaruh Dave di salah satu kamar ini. Namun, ternyata dugaannya salah. Mereka keluar lewat pintu belakang. Meski bingung, Estelle tetap mengikuti arahan dari pria pirang tersebut.

"Hei, aku ada urusan mendadak. Jadi, temanku yang akan mengantarkan dirimu, oke?" kata pria pirang, menyandarkan Dave di dinding. 

Estelle menonton mereka dari jarak aman. Ia pun menggeleng prihatin, alkohol benar-benar sebuah bencana. Lihat saja, datang dengan tubuh bugar lalu saat keluar diskotek malah menyusahkan orang!

Dave memegang pelipisnya. "Ugh! Pergilah. Aku bisa sendiri. Panggilkan taksi saja," ucapnya, jika tahu akan begini harusnya tadi ia tidak menyuruh supirnya pulang.

"Tidak. Kamu itu sudah terlalu mabuk. Jadi, biarkan temanku yang mengantarmu, lagi pula dia sudah ada di sini. Tidak perlu menjaga jarak, dia murni temanku. Bukan wanita penggoda. Anggap saja ini untuk latihan kekebalan mentalmu, oke?"

Dave menegakkan kepala, mendengar kata wanita kesadarannya sedikit pulih. "Apa? Hei, tunggu ... ck! Sial!" serunya, rasa pusing yang menusuk kembali mengelayuti dirinya.

Sayang, ucapan Dave tidak digubris. Pria pirang itu sibuk memanggil taksi yang berada di seberang jalan, kemudian menghampiri Estelle dengan wajah penuh dengan senyum kemenangan. 

"See? Aku berhasil membujuk Dave. Aku juga sudah memanggil taksi. Jadi, tolong antarkan dia ke alamat ini. Ingat, manfaatkan waktu singkat ini untuk memuaskan rasa penasaranmu, oke?"

Estelle berkedip bingung. Semudah ini? Rasanya ada yang salah tetapi, ia tidak tahu apa itu. Sejak dulu, Estelle memiliki keyakinan, bahwa tidak ada yang bisa didapat dengan mudah!

Estelle berdeham pelan. "Eum, itu ... soal bayaran, be--"

"Jangan cemaskan itu dulu. Besok, aku akan mendatangimu lalu meminta bayaranku. Sekarang, pergilah, sebelum kesadaran Dave pulih. Kalau dia bertindak kasar ...." Pria itu mendekat dan berbisik di telinga Estelle. “Larilah secepat mungkin dan jangan menoleh ke belakang.”

Estelle mengerutkan kening seraya tertawa hambar. Berpikir kalau pria itu sedang bercanda. Tidak mungkin ‘kan Dave seseram itu. "Em, terima kasih," cicitnya, mengabaikan peringatan aneh dari si pria sambil mengulurkan tangannya. "Aku, Elle. Kamu?"

"Sam," balas Sam diakhiri dengan senyum yang memunculkan satu lesung pipit di sisi kiri. "Pergilah dan ingat, jangan menyentuh tubuhnya."

Memang aneh, Sam dan Dave, menurut Estelle keduanya sama-sama aneh dan misterius. Estelle mengangguk saja, biar urusannya cepat selesai. Lagi pula ia hanya ingin bertanya, mengobrol lebih ia butuhkan ketimbang sentuh menyentuh. 

Satu tangan melambai sedang satu lagi masuk ke saku celana, Sam melepas kepergian Estelle dengan senyuman manisnya.

"Aku akan menerima hukumanku nanti, Dave. Hanya ini yang bisa aku lakukan untukmu,” kata Sam pelan, kemudian menegadahkan kepala memandang langit New York yang menurunkan salju dengan cantik. “Tubuhmu memang penuh peringatan, ya? Tahu saja kalau hari ini turun salju,” lanjutnya dengan pandangan yang sulit ditebak.

Estelle yang sudah berada di dalam taksi memijat pelan keningnya. Pusing dengan hal-hal aneh yang muncul hanya karena sebuah cincin. Nah, bukan karena cincin melainkan karena rekan iblis satu kantornya!

"Pria aneh. Ah! Besok, bagaimana cara dia menemukanku? Nomor ponsel saja tidak ada," bisik hati Estelle, kemudian menggeleng, memutuskan untuk berhenti memikirkan itu, mungkin hanya basa basi saja.

Wanita itu membenarkan duduknya lalu menata rambut dan kembali mengikat asal. Iris aswadnya melirik pada Dave. Baru ini ia melihat seluruh wajah Dave dari dekat, sejak di diskotek Estelle hanya melihat Dave dari jauh, itu pun hanya memperlihatkan tubuh samping ataupun tubuh belakang.

Estelle mendebas gugup. Rasanya cangung. Dave asik memejamkan mata sambil bersedekap, terlihat sekali kalau pria beralis tebal dengan bulu halus di wajah itu tidak menghiraukan wanita di sampingnya.

Detak jantung Estelle bertabuh cepat. Bukan karena ia melihat rupa tampan di sampingnya, melainkan sungkan untuk bersuara. Namun, jika diam saja ia tidak akan bisa mendapatkan informasi apapun.

"Em, permisi ...." Dave diam. Meski telinganya menangkap suara Estelle. Namun, ia lebih memilih untuk mengabaikannya. Dave sedang menggerutu dalam hati, mendumal kalau besok ia akan memberikan pelajaran untuk Sam. Sudah tahu keadaannya sedang tidak stabil tetapi, malah berani menyodorkan wanita. 

Estelle menghela napas setelah semenit tidak ada jawaban. “Hei, kamu tidak apa-apa? Apa dia pingsan?” ucapnya. Meski begitu, ia yakin Dave itu tidak pingsan ataupun tidur karena, ia melihat jelas bola mata yang masih bergerak-gerak pelan di sana.

“Bisa kita bicara sebentar? Aku ingin bertanya sesuatu, tidak apa kalau itu hanya gurauan. Yang penting, jawaban yang aku inginkan keluar dari mulutmu ....”

Sunyi. Sang supir sampai melirik dari kaca kecil yang bertengger di depannya. Estelle mulai kesal. Padahal ia sudah mengatakan maksud tujuan yang menurutnya tidak sampai merugikan pria itu. 

“Dave ....”

Dave tersentak saat Estelle memanggil namanya dengan lembut. Debaran jantung dan denyut di kepalanya meningkat. 

“Jangan, tahan Dave. Kamu sudah merasakan hal yang lebih dari ini,” batin Dave, kedua tangan yang bersedekap itu semakin ia eratkan ke tubuh.

Sial! Dave membuka matanya. Menoleh tajam pada Estelle yang terkejut dengan gerakan dirinya. Rasa kesal langsung memuncak saat Estelle berani menyentuh lengannya. Mual! Rasanya ingin muntah!

“Kamu tidak apa? Wajahmu--”

“Turun.”

“Apa? Turun?” ulang Estelle, ia mengerti sekali kalau Dave mengusir dirinya. “Ingin aku turun di sini? Jangan bercanda!” lanjutnya melihat keluar jendela, salju mulai turun dengan deras. Ditambah, jalanan di sana terlihat menyeramkan. 

Dave menatap tajam Estelle, bibir tebalnya terlihat  pucat. Matanya juga sudah mengeluarkan guratan merah. Ia sedang berusaha menahan gejolak tidak wajar dari dalam tubuhnya. “Apa aku terlihat bercanda? Hentikan mobilnya dan keluar!”

“Tidak, jangan! Hei, aku sudah berbaik hati mengantarkan dirimu. Kalau kamu ingin aku turun, jawab beberapa pertanyaanku lebih dulu, setelah--”

“Ukh!” Dave meng-cover mulutnya. Mendengar kebawelan Estelle semakin membuat rasa mualnya bertambah. Panik. Dave memukul-mukul kursi supir, tanda agar pengemudi segera menghentikan mobilnya.

“Berhenti! Pak, cepat berhenti!” seru Estelle ikut panik saat melihat cairan mulai keluar dari sela jemari Dave. Argh! Ada-ada saja kelakuan orang mabuk!

Sang supir yang mengerti langsung menepikan mobilnya. Dave pun langsung berhambur keluar kemudian berjongkok di pinggir trotoar. Mengeluarkan semua isi perut yang tidak lain hanya berupa cairan. 

Estelle mendekat pelan, melihat Dave tersiksa dengan rasa mual yang hebat itu. “Apa dia belum makan?” batinnya saat melihat hanya air yang dikeluarkan. Tangannya dengan cekatan menepuk pelan punggung pria yang terlihat rapuh.

Mendapat sentuhan seperti itu, amarah Dave kembali memuncak. Urat-urat lehernya sudah menegang. Dengan cepat Dave menepis tangan Estelle kemudian bangkit dan mencengkeram leher wanita bermata almond tersebut.

Estelle terkejut dengan serangan tiba-tiba itu. Apa ia akan mati di tangan seorang pemabuk? Tidak mau! Wanita itu berusaha keras melepaskan tangan kekar Dave dari lehernya. Mata emerald yang menyalang tajam terlihat menggelap seakan tidak bisa melihat kalau apa yang sedang di genggamnya adalah leher dari seorang wanita. 

“Mati saja, dasar sampah!” tandas Dave penuh penekanan.

“Ukh! Tuhan, kenapa aku harus menerima perlakuan ini? Di mana salahku? Ayah, sepertinya, kematianku ada di tangannya,” batin Estelle, pasrah saat dirinya sudah mulai kesulitan mengambil napas. 

“Hei, bung. Hentikan! Lepaskan tangan ini, kamu bisa membunuh wanita ini! Sadarlah!” Sang supir yang awalnya enggan turun kini memutuskan untuk ikut campur. Siapa yang mau berurusan dengan orang mabuk bertemperamen kasar.

“Uhuk!” Estelle terbatuk setelah kungkungan kuat itu terlepas. Kedua tangannya gemetar memegang leher yang masih terasa sekali hangat genggaman Dave. Matanya sudah berair, ia mencoba mengambil udara yang tadi sulit ia hirup.

“Pergi. Pergi kalian semua!” teriak Dave, tangannya menggepal erat. Rasanya memuakkan. Lagi-lagi tubuhnya bertindak semaunya. Namun, mau bagaimana lagi? Dave tidak suka wanita! Baginya, wanita itu menakutkan dan menjijikan!

Bersambung ....

Bab terkait

  • Mr. Gynophobia   GYNOPHOBIA

    “Pergi. Pergi kalian semua!”=====Pagi yang terasa dingin. Cahaya mendung masuk dengan lembut menembus tirai-tirai putih di sana. Pancaran langit yang meredup itu membaur satu dengan cahaya lampu tidur di ruangan itu.Rasa hangat menyebar dalam kamar. Mengingat di luar masih turun salju, penghangat ruangan menjadi salah satu penyelamat pria yang sedang terbaring di ranjang. Menyelamatkan tubuhnya dari kedinginan yang membekukan semua benda di luar.Rasa puas bermain di alam mimpi, membuat kelopak mata berbulu lentik yang terpejam itu bergerak. Jam persegi panjang kecil di atas nakas sudah menunjukkan pukul sebelas siang.Dave membuka perlahan matanya, iris emerald yang indah langsung disambut cahaya dari luasnya langit, membuat sang pria mengerjapkan mata, terkejut dengan cahaya terang yang padahal tidak terlalu menyilaukan.Melenguh berat seraya merasakan denyutan tidak nyaman di sekitar pelipis serta ubun-ubun kepalanya. Posis

  • Mr. Gynophobia   BLOOM FLORIST

    "Kurang ajar! Dasar ular! Argh! Kenapa jadi sulit begini, sih?! Itu cincinku! Milikku! Kenapa harus susah payah hanya untuk mengambilnya kembali?" gerutu Estelle, tubuhnya terbungkus rapat dengan coat merah bata dan mafela yang melingkar di leher.Tujuan memakai pakaian hangat agar dirinya tidak kedinginan di tengah hamparan salju, tetapi rasanya percuma karena sepertinya, tanpa baju-baju itu pun tubuh Estelle bisa tetap hangat bahkan kepanasan sebab bara amarah di hatinya semakin meningkat.Entah sudah berapa kali wanita dengan tinggi badan 164 sentimeter itu menghembuskan napas demi meredakan amarahnya. Namun, rasa geram hatinya tidak juga kunjung mereda ... dan semua itu karena ulah Julia.Hari ini, Estelle datang menemui Julia untuk meminta kembali cincinnya, sekaligus menolak permintaan yang menyuruhnya untuk mencari informasi tentang Dave, tetapi semua itu sia-sia saja. Julia tidak mau mengembalikan barang miliknya sebelum ia memberikan informa

  • Mr. Gynophobia   PENGAGUM RAHASIA

    "Bukankah akan lebih cepat kalau tuan mau menyebutkan nama daripada bermain tebak menebak seperti ini?"=====Bloom Florist, Queens-New York."Ah ... maaf, Elle, ini aku--" Bibirnya langsung merapat ketika melihat Estelle yang tiba-tiba saja menjulurkan lengan kanannya. Telapak tangannya terbuka dan berdiri tegak, tanda agar dirinya berhenti bicara."Em, Sam?" Sam mengangguk membenarkan, hati yang senang tidak bisa ia sembunyikan. Binar dari mata yang bernaung di bawah dua alis tebal sudah menampakkannya dengan jelas. Sam senang Estelle bisa mengingatnya.Tebakkannya dibenarkan, Estelle pun langsung membekap mulutnya. Sedikit tidak percaya kalau orang di hadapannya adalah orang yang membantunya semalam. Auranya benar-benar berbeda."Ya Tuhan, ternyata benar ya, kesan pertama seseorang itu tergantung dari penampilan."Sam hanya bisa tersenyum mendengarnya. Apa segitu berbedanya? Dan lagi, kesan pertama seperti apa, dirinya

  • Mr. Gynophobia   DIA, IBLIS YANG TERLUKA

    “Aneh sekali mendengarmu berkata seperti itu,” ujar Dave yang baru keluar dari liftkemudian berjalan ke tempat mobilnya terparkir. Sejak kemarin ia sudah kembali ke Winter penthousenya setelah menyelesaikan beberapa tugas pekerjaaan yang diberikan Sam. Kira-kira sudah satu menit tangan kirinya itu menggerayangi area belakang leher, memberikan pijatan singkat untuk otot-otot yang terasa kaku. Jujur saja, sekarang badannya terasa sangat lelah,padahal ia sudah tidurselamalima jam. Semalam, Dave masih harus menyelesaikan beberapa berkas laporan yang berakhir hinggapukul dua dini hari dan paginya, ia juga masih harus mengerjakan urusan lain. Kesibukannya bukan tanpa alasan, bukan hanya karena ia seorang calon pewaris Hotel Polaris. Namun, karena ada sesuatu yang harus ia lindungi. “Jangan terlalu berpikir rumit, aku ‘kan hanya bertanya,apa obatmu sudah diminumatau belum?”

  • Mr. Gynophobia   INISIAL J.E

    Estelle menggenggam erat tali tas yang tergantung pada bahu kirinya. Menggigit bibir dalam, bukan karena dingin dari bekas hujan salju yang turun deras semalam, melainkan karena sedang menahan rasa lelah dan kesal. Sudah beberapa hari ini ia dihadapkan masalah sepele yang menguras emosinya dan semua itu hanya karena sebuah cincin.“Ya Tuhan, semuanya benar-benar menyebalkan ... dari awal semua ini memang tidak masuk akal!” gerutu Estelle.Wanita bermake up tipis itu berjalan dengan cepat sambil mengingat kejadian kemarin. Di mana dirinya ditinggal begitu saja oleh Dave setelah menunjukkan reaksi yang membuat dirinya sedikit tersinggung, pria itu pergi membawa mobil besarnya.Entah kenapa akhir-akhir ini, ia merasa seperti orang bodoh. “Apa sih yang sedang aku lakukan? Menambah masalah hidup saja!” lanjutnya, kemudian menyeruput kopi hangat yang ia beli di kafe dekat halte bus.Tidak lama kemudian, Estelle berhenti di depan sebuah g

  • Mr. Gynophobia   SALAH PAHAM

    “Apa? Operasi?”=====“Sudah kubilang, aku tidak melakukan apa pun padanya! Jadi, berhenti memikirkan wanita itu dan bekerjalah dengan benar!” geram Dave pada ponselnya.Berdiri bertumpu pada kaki kiri dengan satu tangan bertolak pinggang, pria itu mendebas kesal. Entah sudah berapa kali Sam meneleponnya hanya untuk menanyakan hal yang sama. Sam bertanya, apa yang sudah ia lakukan pada teman wanita yang bahkan namanya saja tidak ia ingat meski sudah diucapkan berkali-kali dalam perbincangan mereka.“Sial, memangnya jadi salahku kalau wanita itu tidak mau menerima teleponmu,” lanjutnya menggerutu, menatap layar ponsel yang masih menyala. Ini sudah yang keempat kalinya ia memutuskan sepihak panggilan dari Sam. Kemarin, saat bertemu mereka tidak membahas hal ini. Dave tidak bilang apa pun pada Sam tentang apa yang terjadi di basementnya. Toh, itu tidak penting, pikirn

  • Mr. Gynophobia   KERICUHAN RUMAH SAKIT

    “Dengar Tuan, aku sungguh tidak tahu apa yang membuatmu marah, tapi aku harus pergi sekarang, permisi,” ujar Estelle=====“Mau pergi ke mana kamu, hm? Kamu pikir aku akan diam dan melepasmu lagi, hah?!” tukas Dave, tangannya langsung ditepis Estelle.“Terserah Anda mau berpikir atau berbicara apa, aku-tidak-peduli!” balas Estelle, kemudian berbalik pergi. Sungguh, dirinya sedang tidak ingin menghadapi pria itu, meski sejak beberapa jam lalu hatinya terus mengutuk Dave.“Hei penguntit! Apa sekarang kamu mau berpura-pura suci karena sudah tertangkap basah olehku, hah?!” teriak Dave, suara yang menggema di lorong membuat langkah Estelle terhenti.Mata Estelle terpejam seraya menekan semua gigi-giginya. Tangan putihnya juga ikut terkepal erat, ia benar-benar tidak suka pada tingkah ke kanak-kanakan Dave.Belum terlalu siang, tetapi kesabarannya sudah melewati garis maksimal

  • Mr. Gynophobia   MENIKMATI KEHANCURANMU

    "Dave menyeringai. "Oke, aku terima saranmu. Secepatnya, aku akan membuat dia merasa malu. Hukum untuk seorang stalker di sini terlalu murah hati. Jadi, aku akan membuat hukuman sendiri untuknya."=====Meski dingin semakin menyengat kulit dan meski langit malam tidak berbintang, semua itu tetaplah terasa indah untuk Dave, bahkan tumpukan berkas yang ia kerjakan hari ini terasa menyenangkan.Sejak siang tadi, tidak lelah mulut berbingkai bibir tebal itu bersenandung, sudah seperti anak muda yang baru mendapatkan kekasih.Tidak peduli pada tatapan aneh serta heran yang ditunjukkan oleh para bawahannya. Entah sadar atau tidak, Dave yang selalu menjaga wibawa, kini ia lupakan. Wajah datar dengan tatapan intimidasi serta suaraketus belum terlihat sejak Dave menginjakkan kaki ke kantornya.Lebih tepatnya, setelah ia berbincang dengan andrew tadi pagi.

Bab terbaru

  • Mr. Gynophobia   LAST PART

    Happy reading! ------ Dave menjauhkan tangannya dari kepala Estelle, lalu membuat sebuah kepalan untuk menutupi mulutnya yang berdeham canggung. "Aku baru ingat kalau pengurus rumah pernah berbicara mengenai kantung berisi celana. Coba kamu periksa di kamarku dan carilah di dalam lemari kecil, sepertinya aku menyuruh dia menaruhnya di sana," ucap Dave. Ia sungguh baru teringat akan hal itu. Sebuah tas jinjing berisi celana. Waktu itu dirinya sedang bergegas untuk pergi, jadi tidak terlalu menaruh perhatian pada apa yang ditemukan pengurus rumahnya itu. "Benarkah? Tapi, apa tidak sebaiknya kamu saja yang mengambilkan barangku?" Dave sedikit menaikkan satu alis. "Aku bukan pesuruhmu," serunya sambil menangkup dan sedikit menekan kedua pipi Estelle, membuat bibir wanita itu mengerucut. "Ck! Ya sudah, kalau begitu aku pinjam kamarmu juga. Aku harus mengganti celanaku," seru Estelle setelah melerai kedua tangan yang mengapit

  • Mr. Gynophobia   EXTRA PART

    Happy reading!------Satu tahun berlalu ...."Kemana yang lain?"Suara Dave menginterupsi ketenangan seorang wanita bersurai pixie yang sedang duduk di pinggir kolam, menengadah menikmati langit malam sambil menggoyang-goyangkan kakinya yang berada di dalam air."Kamu terlalu lama, Dave. Mereka sudah pulang," jawab malas Estelle, sekilas memandang Dave yang berdiri bersandar di tiang pintu, lalu kembali pada apa yang ia lihat sebelumnya.Secepat itu? Dave melirik jam tangannya, berpikir ini belum terlalu larut. Tidak lama kemudian, pria itu pun tersenyum kecil. Sepertinya, mereka mulai mengerti apa yang sedang ia butuhkan.Mereka yang di maksud adalah Valeri dan Sam. Akhir-akhir ini, mereka berempat sering menghabiskan waktu bersama, membuat Dave sedikit jengkel.Dave berjalan mendekat ke tempat di mana Estelle berada. "Maaf, aku tidak menyangka kalau urusanku ternyata memakan waktu sedikit lebih la

  • Mr. Gynophobia   MAAFKAN AKU

    Happy reading!------Canggung.Itulah yang sedang dirasakan Dave sekarang. Berdiri di hadapan dua orang sambil menggendong rangkaian tulip putih sebagai pelengkap permintaan maafnya.Kemarin, Estelle menolak untuk diajak ke NightBar. Siang tadi pun wanita itu masih menolak ajakan Sam yang menawarkan untuk makan bersama Dave.Meski diri selalu beranggapan kalau tindakannya itu tidak melanggar aturan. Namun anehnya, hati malah merasa semakin bersalah, terlebih Sam terus mengatakan kalau dirinyalah yang salah.Karena perasaan itulah, malam ini Dave memutuskan untuk pergi mengunjungi rumah Estelle. Namun, Alan memberitahukan kalau sang kakak sedang berada di toko bunga.Estelle melirik bergantian pada buket kecil dan pada pemeluk bunga tulip putih itu. Tidak mengira kalau Dave akan mendatangi dirinya seperti ini.Meminta maaf pada teman saja bisa seromantis ini? Bagaimana jika dengan kekasihnya nanti? Pikir Est

  • Mr. Gynophobia   KAMULAH YANG SALAH

    Happy reading!------Tiga hari berlalu sejak hari kematian Louis dan Bertha.Tidak ada perubahan besar yang terjadi. Hanya saja, semua seolah terasa terlalu cepat dan sedikit tidak adil bagi Dave, sebagai korban. Dosa yang ditebus dengan kematian memang terlalu mudah. Namun ... entahlah, Dave sungguh tidak tahu harus bagaimana lagi.Setiap hari selalu dipenuhi pikiran kewaspadaan dan kecurigaan terhadap dua orang itu, tetapi sekarang tidak ada perasaan itu dan rasanya ... kosong. Meski kata ‘kosong’ itu masuk dalam artian baik. Hatinya tenang. Entah sejak kapan, tubuhnya terasa ringan seperti ini.Kepergian yang tidak menggerakkan hati, meski Dave akui dirinya begitu terkejut dengan kematian Louis, tambah terkejut lagi karena Callie ada dibalik kematian Bertha. Meski tidak membunuh secara langsung dengan tangannya, Callie tetaplah otak dari penyiksaan yang diterima Bertha. Begitu rapi pekerjaan sang ibu, hingga hukum ikut membung

  • Mr. Gynophobia   KEMBALI PERCAYA?

    Happy reading! ------ Sepasang kaki beralas sepatu hitam tergesa menghentak gelisah ke lantai. Dave memasuki rumah dengan sorot mata yang memandang ke arah ruangan, di mana sosok sang ibu baru saja mendudukkan tubuhnya. Menatap curiga pada Callie yang baru kali ini bisa ia kunjungi kembali setelah terbongkarnya sebuah rahasia tentang dirinya. Ingin hati, belum mau melihat wajah Callie, tetapi ada suatu hal yang perlu ia periksa. “Apa ini perbuatanmu?” todong Dave, berdiri angkuh di depan sang ibu yang tatapan yang sulit ia baca. Sosok ibu yang belum bisa Dave pahami--tidak--sejak dulu, Dave memang sulit memahami sikap dan sifat Callie. Setiap hari Dave hanya berusaha untuk memahami dan menjaga sang ibu dari suami yang licik. Melakukan itu semua, hanya karena wajah penuh kecemasan dan kekecewaan Callie masih tergambar jelas di kepalanya. Di mana, sang ibu menangis pilu dan terlihat hancur saat mengetahui dirinya mengidap

  • Mr. Gynophobia   KABAR DUKA

    Happy reading!------“Em, ini bukan rumahku, Dave,” ujar Estelle dengan mata bergerak bingung memandang ke arah luar. Dave bilang mereka akan pulang, tetapi malah berhenti di depan sebuah bangunan bertingkat tiga yang cukup besar dan luas.Sejenak sebuah kolam air mancur yang meluncur indahmenarik atensinya, tidak lama kemudian kembali melirik pada bangunan, Estelle memandang kaca-kaca tembus pandang yang menampilkan beberapa sepatu cantik dengan background desain dalam toko yang terkesan hangat dan elegan.“Cepat turun,” titah Dave sambil melepaskan seatbelt dan keluar dari mobil.Estelle menghela lalu merengut. Tangannya membuka sabuk pengaman hitam itubersamaan dengan mata yang mengekori tubuh Dave yang menghilang masuk ke dalam toko sepatu di sana. Sungguh, ia sudah sangat lelah dan ingin segera merebahkan diri, tetapi sepertinya Dave masih ingin berpetualang di jalan.Usai keluar dari m

  • Mr. Gynophobia   PELUKAN DAN SEPATU

    Happy reading!------Estelle menjejakkan kaki telanjangnya di atas pasir putih dingin yang lembut. Berjalan di tepi pantai sambil mendengarkan debur ombak malam yang terdengar merdu dan menenangkan di telinga. Memejamkan mata, melangkah santai dengan dua sepatu bertali yang ia jinjing dibalik belakang tubuhnya.Membiarkan raganya diterjang angin laut yang dingin. Menghirup segar udara malam kemudian menghembuskannya perlahan, udara karbon dioksida yang keluar bersamaan dengan luncuran air hangat yang terjun dari mata yang terpejam.Tidak terdengar isakan dari bibir yang bergetar rapat itu. Tubuhnya terasa panas, meski bisa ia pastikan seluruh kulitnya sudah mendingin.Suasana nyaman dan damai di sana membuat wanita itu teringat akan percakapan dirinya dengan sang mantan beberapa menit lalu.“Harusnya, aku tidak mengangkat panggilannya,” sesal Estelle dalam hati.Sejak ia mengirimkan pesan untuk mempertegas h

  • Mr. Gynophobia   AKU TAHU

    Happy reading!------Empat hari berlalu ....“Lalu, apa keputusanmu?” ucap Andrew, terlihat tenang saat melayangkan pertanyaan setelah mendengarkan cerita Dave tentang kedua orang tuanya. Telunjuk kirinya mengetuk-ngetuk pelan meja kerja. Pun posisi punggung yang bersandar, statement yang cukup menguatkan bahwa dirinya sedang menanti pasien sekaligus temannya itu untuk membuat keputusan. Sebuah keputusan yang terkait erat pada asal mula fobia Dave.Tatapan yang sejak tadi terpaku memandang jemari yang saling terkait di atas pangkuan, mulai naik dan membingkai wajah sang dokter dari kejauhan lima langkah. Binar keraguan juga kebingungan jelas terpancar dari mata emerald itu. Dua suara yang sejak satu jam lalu saling bersahutan kini meredam cukup lama.Beberapa kali Dave mengeratkan rahang juga membuka sedikit bingkai mulutnya. Namun, selalu berakhir sama. Suara untuk jawaban dari pertanyaan Andrew enggan kelu

  • Mr. Gynophobia   MENEMANIMU

    Happy reading!------Riuh angin malam menemani hati yang muram. Dave melempar pandang jauh ke tengah laut. Seakan ikut terbuai pada ayunan ombak yang menderu di sana, Dave puas melayangkan pikiran.Tidak ada yang mengganggu, urusan pekerjaan ia singkirkan. Sangat tidak bertanggung jawab--benar--dan Dave tidak peduli akan anggapan seperti itu. Hidupnya sudah kacau, untuk apa bertanggung jawab pada hal yang sudah mati-matian ia pertahankan? Yang pada akhirnya, semua terasa sia-sia.Dirinya hanyalah objek pembalasan dendam. Apa mereka pikir dirinya ini adalah manusia tanpa hati? Tidak mengertikah mereka bagaimana ia menjalani hidup selama ini? Bertahan dalam sebuah ancaman yang berakhir dengan menanggung rasa sakit. Ingin mengasihani diri sendiri, tetapi suara tawalah yang keluar membaur bersama riuh angin.Dave tidak tahu harus bagaimana lagi. Ia cukup kagum dengan Callie yang begitu tega menyimpan fakta sepenting ini dan muncul pertan

DMCA.com Protection Status