Estelle menggenggam erat tali tas yang tergantung pada bahu kirinya. Menggigit bibir dalam, bukan karena dingin dari bekas hujan salju yang turun deras semalam, melainkan karena sedang menahan rasa lelah dan kesal. Sudah beberapa hari ini ia dihadapkan masalah sepele yang menguras emosinya dan semua itu hanya karena sebuah cincin.
“Ya Tuhan, semuanya benar-benar menyebalkan ... dari awal semua ini memang tidak masuk akal!” gerutu Estelle.
Wanita bermake up tipis itu berjalan dengan cepat sambil mengingat kejadian kemarin. Di mana dirinya ditinggal begitu saja oleh Dave setelah menunjukkan reaksi yang membuat dirinya sedikit tersinggung, pria itu pergi membawa mobil besarnya.
Entah kenapa akhir-akhir ini, ia merasa seperti orang bodoh. “Apa sih yang sedang aku lakukan? Menambah masalah hidup saja!” lanjutnya, kemudian menyeruput kopi hangat yang ia beli di kafe dekat halte bus.
Tidak lama kemudian, Estelle berhenti di depan sebuah g
“Apa? Operasi?”=====“Sudah kubilang, aku tidak melakukan apa pun padanya! Jadi, berhenti memikirkan wanita itu dan bekerjalah dengan benar!” geram Dave pada ponselnya.Berdiri bertumpu pada kaki kiri dengan satu tangan bertolak pinggang, pria itu mendebas kesal. Entah sudah berapa kali Sam meneleponnya hanya untuk menanyakan hal yang sama. Sam bertanya, apa yang sudah ia lakukan pada teman wanita yang bahkan namanya saja tidak ia ingat meski sudah diucapkan berkali-kali dalam perbincangan mereka.“Sial, memangnya jadi salahku kalau wanita itu tidak mau menerima teleponmu,” lanjutnya menggerutu, menatap layar ponsel yang masih menyala. Ini sudah yang keempat kalinya ia memutuskan sepihak panggilan dari Sam. Kemarin, saat bertemu mereka tidak membahas hal ini. Dave tidak bilang apa pun pada Sam tentang apa yang terjadi di basementnya. Toh, itu tidak penting, pikirn
“Dengar Tuan, aku sungguh tidak tahu apa yang membuatmu marah, tapi aku harus pergi sekarang, permisi,” ujar Estelle=====“Mau pergi ke mana kamu, hm? Kamu pikir aku akan diam dan melepasmu lagi, hah?!” tukas Dave, tangannya langsung ditepis Estelle.“Terserah Anda mau berpikir atau berbicara apa, aku-tidak-peduli!” balas Estelle, kemudian berbalik pergi. Sungguh, dirinya sedang tidak ingin menghadapi pria itu, meski sejak beberapa jam lalu hatinya terus mengutuk Dave.“Hei penguntit! Apa sekarang kamu mau berpura-pura suci karena sudah tertangkap basah olehku, hah?!” teriak Dave, suara yang menggema di lorong membuat langkah Estelle terhenti.Mata Estelle terpejam seraya menekan semua gigi-giginya. Tangan putihnya juga ikut terkepal erat, ia benar-benar tidak suka pada tingkah ke kanak-kanakan Dave.Belum terlalu siang, tetapi kesabarannya sudah melewati garis maksimal
"Dave menyeringai. "Oke, aku terima saranmu. Secepatnya, aku akan membuat dia merasa malu. Hukum untuk seorang stalker di sini terlalu murah hati. Jadi, aku akan membuat hukuman sendiri untuknya."=====Meski dingin semakin menyengat kulit dan meski langit malam tidak berbintang, semua itu tetaplah terasa indah untuk Dave, bahkan tumpukan berkas yang ia kerjakan hari ini terasa menyenangkan.Sejak siang tadi, tidak lelah mulut berbingkai bibir tebal itu bersenandung, sudah seperti anak muda yang baru mendapatkan kekasih.Tidak peduli pada tatapan aneh serta heran yang ditunjukkan oleh para bawahannya. Entah sadar atau tidak, Dave yang selalu menjaga wibawa, kini ia lupakan. Wajah datar dengan tatapan intimidasi serta suaraketus belum terlihat sejak Dave menginjakkan kaki ke kantornya.Lebih tepatnya, setelah ia berbincang dengan andrew tadi pagi.
“Aku juga tidak tahu, Valeri bilang ada video tentangku yang sedang ramai di bicarakan sejak semalam.”=====Jalan terlihat lancar. Banyak orang-orang yang berjalan di tepi bahu, jalan khusus yang telah di sediakan untuk pejalan kaki. Biasanya, Estelle ada bersama di dalam kerumunan orang-orang di sana. Bersaing untuk berjalan lebih cepat, padahal tidak sedang mengikuti perlombaan. Yah ... setiap orang di berbagai negara, sudah pasti setiap pagi akan sibuk seperti ini 'kan?Beralih ke dalam mobil, dengan wajah muram Estelle diam menatap jalan. Di sampingnya, ada wanita bersurai pendek sebahu sedang mengemudi. Wanita dengan usia sama seperti Estelle itu sudah beberapa kali melirik ke samping."El, sebaiknya kamu izin saja, aku akan putar lagi mobilnya, oke?" ucap Valeri.Usai menceritakan tentang video yang tidak tahu kenapa bisa muncul dan menjadi trending topik. Valeri pun memutuskan untuk pergi ke kantor bersama setelah menganta
Entah sudah berapa kali sepatu bertali itu mengetuk pelan lantai, bergoyang dan berpindah. Punggung pun sama, sudah berkali-kali bersandar kemudian kembali tegak. Sam menengok jam yang ada di pergelangan tangannya, lalu memasukan ponselnya ke saku. Ponsel yang sebelumnya ia gunakan untuk menghubungi Estelle. Namun sayang, wanita itu masih belum mau berbicara dengannya atau mungkin sedang sibuk dengan masalahnya. Inginnya sih langsung datang ke hadapan Estelle. Akan tetapi, Sam takut Estelle akan marah padanya. Meski mereka sudah saling bersedia untuk berteman. Namun, tidak bisa menghilangkan fakta kalau mereka itu, dua manusia yang belum lama saling mengenal. “Berapa lama lagi rapatnya selesai?” Pria dengan celana jeans hitam dan baju putih berleher V membuka mantel musim dinginnya. Sam kembali bertanya setelah dua jam menunggu Dave yang katanya sedang ada rapat untuk membahas video yang menjadi trending topic hany
Suara ketukan pintu menggema, membuat seorang pria yang yang sedang menatap layar ponsel jadi berkedip. Wajah datarnya semakin terbentuk kala seseorang mendorong pintu dan masuk dengan senyum yang membuat si pria ingin melempar gawai yang ada dalam genggamannya.“Bapak memanggil saya?” ucap sang wanita. Tidak lama, ia berhenti tepat di depan meja kayu cokelat tua dengan barang-barang yang tersusun rapi.Duk!Jeff melempar gawainya hingga benda pipih tak berdosa itu sedikit meluncur dan berhenti di tepi meja. Jika saja tidak ada papan nama yang bertuliskan Jeff Hansen, mungkin ponsel bercasing hitam itu sudah terjun dari meja ke lantai.“Estelle, saya dengar pagi tadi kamu membuat keributan di lobi?” seru sang wakil direktur seraya menyandarkan punggung, kedua tangannya bertengger pada lengan kursi.Estelle menunduk, menelan cepat salivanya. Membasahi tengg
“Selamat, Estelle Clarice!” Suara lantang langsung menyambut Estelle ketika pintu lift terbuka. Julia masih saja memasang senyum puas meski Estelle dan Valeri mengabaikannya. ===== "Apa tidak ada pelukan perpisahan?" Julia masih saja gigih menggoda Estelle. Bahkan tertawa anggun saat mendapat tatapan tajam Valeri. "Diam kamu! Urus saja urusanmu sendiri!" ketus Valeri. Matanya mengedar melihat orang-orang di sana mulai berkasak kusuk, sepertinya mereka sudah menyadari keberadaan Estelle. Dengan segera, Valeri pun kembali menarik temannya. "Sialan! Wanita gila itu benar-benar sengaja!" pikir Valeri. Suara lantang Julia mengambil alih atensi orang-orang di sana. Valeri berani membawa Estelle turun karena dari yang ia tahu, sebagian wartawan sedang mengisi perutnya. Mungkin mereka berpikir, Estelle tidak akan turun ke bawah selama masih jam kerja. Julia hanya tertawa menanggapi umpatan Valeri. Ia melangkah santai mengikuti dua wanita yang terg
Tempat untuk menghibur hati yang sedang bersedih, versi Sam adalah galeri lukisan. tenang dan nyaman, bukan maksud tenang karena sepi tidak ada pengunjung. Di sana, gedung besar dan luas berlantai dua, setiap hari akan selalu ramai pengunjung.Galeri Toaz yang berada di dekat perbatasan Queens dan Brooklyn, menjadi pilihan Sam untuk meredakan segala macam rasa suntuk di hati Estelle.“Indah, bukan? Apa kamu tahu, lukisan ini satu-satunya lukisan yang tidak dijual oleh pemiliknya. Lukisan yang katanya menyimpan jiwa orang terkasih, sang pelukis percaya, kalau kekasihnya selalu hadir menemani dirinya saat membuat ini,” kata Sam dengan suara rendah. Di belakang tubuhnya, tangan kanannya memegang lengan kiri. Pose santai yang terlihat sangat menikmati bingkai-bingkai bermandikan warna indah di sana.Estelle memandang Sam kagum, berpikir pria yang mengerti makna dibalik lukisan itu sangat keren. “Jiwa orang
Happy reading! ------ Dave menjauhkan tangannya dari kepala Estelle, lalu membuat sebuah kepalan untuk menutupi mulutnya yang berdeham canggung. "Aku baru ingat kalau pengurus rumah pernah berbicara mengenai kantung berisi celana. Coba kamu periksa di kamarku dan carilah di dalam lemari kecil, sepertinya aku menyuruh dia menaruhnya di sana," ucap Dave. Ia sungguh baru teringat akan hal itu. Sebuah tas jinjing berisi celana. Waktu itu dirinya sedang bergegas untuk pergi, jadi tidak terlalu menaruh perhatian pada apa yang ditemukan pengurus rumahnya itu. "Benarkah? Tapi, apa tidak sebaiknya kamu saja yang mengambilkan barangku?" Dave sedikit menaikkan satu alis. "Aku bukan pesuruhmu," serunya sambil menangkup dan sedikit menekan kedua pipi Estelle, membuat bibir wanita itu mengerucut. "Ck! Ya sudah, kalau begitu aku pinjam kamarmu juga. Aku harus mengganti celanaku," seru Estelle setelah melerai kedua tangan yang mengapit
Happy reading!------Satu tahun berlalu ...."Kemana yang lain?"Suara Dave menginterupsi ketenangan seorang wanita bersurai pixie yang sedang duduk di pinggir kolam, menengadah menikmati langit malam sambil menggoyang-goyangkan kakinya yang berada di dalam air."Kamu terlalu lama, Dave. Mereka sudah pulang," jawab malas Estelle, sekilas memandang Dave yang berdiri bersandar di tiang pintu, lalu kembali pada apa yang ia lihat sebelumnya.Secepat itu? Dave melirik jam tangannya, berpikir ini belum terlalu larut. Tidak lama kemudian, pria itu pun tersenyum kecil. Sepertinya, mereka mulai mengerti apa yang sedang ia butuhkan.Mereka yang di maksud adalah Valeri dan Sam. Akhir-akhir ini, mereka berempat sering menghabiskan waktu bersama, membuat Dave sedikit jengkel.Dave berjalan mendekat ke tempat di mana Estelle berada. "Maaf, aku tidak menyangka kalau urusanku ternyata memakan waktu sedikit lebih la
Happy reading!------Canggung.Itulah yang sedang dirasakan Dave sekarang. Berdiri di hadapan dua orang sambil menggendong rangkaian tulip putih sebagai pelengkap permintaan maafnya.Kemarin, Estelle menolak untuk diajak ke NightBar. Siang tadi pun wanita itu masih menolak ajakan Sam yang menawarkan untuk makan bersama Dave.Meski diri selalu beranggapan kalau tindakannya itu tidak melanggar aturan. Namun anehnya, hati malah merasa semakin bersalah, terlebih Sam terus mengatakan kalau dirinyalah yang salah.Karena perasaan itulah, malam ini Dave memutuskan untuk pergi mengunjungi rumah Estelle. Namun, Alan memberitahukan kalau sang kakak sedang berada di toko bunga.Estelle melirik bergantian pada buket kecil dan pada pemeluk bunga tulip putih itu. Tidak mengira kalau Dave akan mendatangi dirinya seperti ini.Meminta maaf pada teman saja bisa seromantis ini? Bagaimana jika dengan kekasihnya nanti? Pikir Est
Happy reading!------Tiga hari berlalu sejak hari kematian Louis dan Bertha.Tidak ada perubahan besar yang terjadi. Hanya saja, semua seolah terasa terlalu cepat dan sedikit tidak adil bagi Dave, sebagai korban. Dosa yang ditebus dengan kematian memang terlalu mudah. Namun ... entahlah, Dave sungguh tidak tahu harus bagaimana lagi.Setiap hari selalu dipenuhi pikiran kewaspadaan dan kecurigaan terhadap dua orang itu, tetapi sekarang tidak ada perasaan itu dan rasanya ... kosong. Meski kata ‘kosong’ itu masuk dalam artian baik. Hatinya tenang. Entah sejak kapan, tubuhnya terasa ringan seperti ini.Kepergian yang tidak menggerakkan hati, meski Dave akui dirinya begitu terkejut dengan kematian Louis, tambah terkejut lagi karena Callie ada dibalik kematian Bertha. Meski tidak membunuh secara langsung dengan tangannya, Callie tetaplah otak dari penyiksaan yang diterima Bertha. Begitu rapi pekerjaan sang ibu, hingga hukum ikut membung
Happy reading! ------ Sepasang kaki beralas sepatu hitam tergesa menghentak gelisah ke lantai. Dave memasuki rumah dengan sorot mata yang memandang ke arah ruangan, di mana sosok sang ibu baru saja mendudukkan tubuhnya. Menatap curiga pada Callie yang baru kali ini bisa ia kunjungi kembali setelah terbongkarnya sebuah rahasia tentang dirinya. Ingin hati, belum mau melihat wajah Callie, tetapi ada suatu hal yang perlu ia periksa. “Apa ini perbuatanmu?” todong Dave, berdiri angkuh di depan sang ibu yang tatapan yang sulit ia baca. Sosok ibu yang belum bisa Dave pahami--tidak--sejak dulu, Dave memang sulit memahami sikap dan sifat Callie. Setiap hari Dave hanya berusaha untuk memahami dan menjaga sang ibu dari suami yang licik. Melakukan itu semua, hanya karena wajah penuh kecemasan dan kekecewaan Callie masih tergambar jelas di kepalanya. Di mana, sang ibu menangis pilu dan terlihat hancur saat mengetahui dirinya mengidap
Happy reading!------“Em, ini bukan rumahku, Dave,” ujar Estelle dengan mata bergerak bingung memandang ke arah luar. Dave bilang mereka akan pulang, tetapi malah berhenti di depan sebuah bangunan bertingkat tiga yang cukup besar dan luas.Sejenak sebuah kolam air mancur yang meluncur indahmenarik atensinya, tidak lama kemudian kembali melirik pada bangunan, Estelle memandang kaca-kaca tembus pandang yang menampilkan beberapa sepatu cantik dengan background desain dalam toko yang terkesan hangat dan elegan.“Cepat turun,” titah Dave sambil melepaskan seatbelt dan keluar dari mobil.Estelle menghela lalu merengut. Tangannya membuka sabuk pengaman hitam itubersamaan dengan mata yang mengekori tubuh Dave yang menghilang masuk ke dalam toko sepatu di sana. Sungguh, ia sudah sangat lelah dan ingin segera merebahkan diri, tetapi sepertinya Dave masih ingin berpetualang di jalan.Usai keluar dari m
Happy reading!------Estelle menjejakkan kaki telanjangnya di atas pasir putih dingin yang lembut. Berjalan di tepi pantai sambil mendengarkan debur ombak malam yang terdengar merdu dan menenangkan di telinga. Memejamkan mata, melangkah santai dengan dua sepatu bertali yang ia jinjing dibalik belakang tubuhnya.Membiarkan raganya diterjang angin laut yang dingin. Menghirup segar udara malam kemudian menghembuskannya perlahan, udara karbon dioksida yang keluar bersamaan dengan luncuran air hangat yang terjun dari mata yang terpejam.Tidak terdengar isakan dari bibir yang bergetar rapat itu. Tubuhnya terasa panas, meski bisa ia pastikan seluruh kulitnya sudah mendingin.Suasana nyaman dan damai di sana membuat wanita itu teringat akan percakapan dirinya dengan sang mantan beberapa menit lalu.“Harusnya, aku tidak mengangkat panggilannya,” sesal Estelle dalam hati.Sejak ia mengirimkan pesan untuk mempertegas h
Happy reading!------Empat hari berlalu ....“Lalu, apa keputusanmu?” ucap Andrew, terlihat tenang saat melayangkan pertanyaan setelah mendengarkan cerita Dave tentang kedua orang tuanya. Telunjuk kirinya mengetuk-ngetuk pelan meja kerja. Pun posisi punggung yang bersandar, statement yang cukup menguatkan bahwa dirinya sedang menanti pasien sekaligus temannya itu untuk membuat keputusan. Sebuah keputusan yang terkait erat pada asal mula fobia Dave.Tatapan yang sejak tadi terpaku memandang jemari yang saling terkait di atas pangkuan, mulai naik dan membingkai wajah sang dokter dari kejauhan lima langkah. Binar keraguan juga kebingungan jelas terpancar dari mata emerald itu. Dua suara yang sejak satu jam lalu saling bersahutan kini meredam cukup lama.Beberapa kali Dave mengeratkan rahang juga membuka sedikit bingkai mulutnya. Namun, selalu berakhir sama. Suara untuk jawaban dari pertanyaan Andrew enggan kelu
Happy reading!------Riuh angin malam menemani hati yang muram. Dave melempar pandang jauh ke tengah laut. Seakan ikut terbuai pada ayunan ombak yang menderu di sana, Dave puas melayangkan pikiran.Tidak ada yang mengganggu, urusan pekerjaan ia singkirkan. Sangat tidak bertanggung jawab--benar--dan Dave tidak peduli akan anggapan seperti itu. Hidupnya sudah kacau, untuk apa bertanggung jawab pada hal yang sudah mati-matian ia pertahankan? Yang pada akhirnya, semua terasa sia-sia.Dirinya hanyalah objek pembalasan dendam. Apa mereka pikir dirinya ini adalah manusia tanpa hati? Tidak mengertikah mereka bagaimana ia menjalani hidup selama ini? Bertahan dalam sebuah ancaman yang berakhir dengan menanggung rasa sakit. Ingin mengasihani diri sendiri, tetapi suara tawalah yang keluar membaur bersama riuh angin.Dave tidak tahu harus bagaimana lagi. Ia cukup kagum dengan Callie yang begitu tega menyimpan fakta sepenting ini dan muncul pertan