Tempat untuk menghibur hati yang sedang bersedih, versi Sam adalah galeri lukisan. tenang dan nyaman, bukan maksud tenang karena sepi tidak ada pengunjung. Di sana, gedung besar dan luas berlantai dua, setiap hari akan selalu ramai pengunjung.
Galeri Toaz yang berada di dekat perbatasan Queens dan Brooklyn, menjadi pilihan Sam untuk meredakan segala macam rasa suntuk di hati Estelle.
“Indah, bukan? Apa kamu tahu, lukisan ini satu-satunya lukisan yang tidak dijual oleh pemiliknya. Lukisan yang katanya menyimpan jiwa orang terkasih, sang pelukis percaya, kalau kekasihnya selalu hadir menemani dirinya saat membuat ini,” kata Sam dengan suara rendah. Di belakang tubuhnya, tangan kanannya memegang lengan kiri. Pose santai yang terlihat sangat menikmati bingkai-bingkai bermandikan warna indah di sana.
Estelle memandang Sam kagum, berpikir pria yang mengerti makna dibalik lukisan itu sangat keren. “Jiwa orang
“Tidak mau, kamu harus makan dulu bersamaku baru akan aku antarkan pulang.” Refleks Estelle langsung kembali menoleh pada Sam. “Tenang, kita akan makan di tempat yang hanya ada kita berdua ... kita ke rumahku, oke?” ===== "Apa ini tindakan yang benar?" Sudah berkali-kali Estelle menolak, tetapi Sam tidak menggubris penolakannya dan terus saja melajukan mobilnya. Hingga pada akhirnya, dengan kakinya sendiri, ia benar-benar menginjak rumah besar milik Sam Owen. Mungkin besarnya tiga kali lipat dari rumahnya yang hanya memiliki tiga kamar tidur dan dua kamar mandi. Perkarangan luas yang dihuni oleh beberapa tanaman dan bunga, serta gazebo kecil yang terisi dengan kursi malas dan meja kecil ... semua itu, sempat membuat Estelle tidak berkedip. Semua yang ia lihat di perkarangan itu adalah ciri-ciri halaman rumah yang ia suka. Bahkan Estelle sampai menelan saliva ketika melihat rumput yang membentang luas. Pasti akan lebih terasa nyaman jika diinja
"Madre, beri El kekuatan. Mantra yang Madre berikan tidak cukup," lirihnya di sela isak tangis yang ia redam suaranya. ===== Candle light dinner, kira-kira seperti itu penampakan di ruang makan yang cukup luas di sana. Meski tanpa lampu yang meredup, tetapi lilin dan bunga mawar merah yang menghiasi meja sudah cukup membawa kesan romantis, terlebih ada sebotol wine yang juga ikut disediakan. Biasanya, Sam makan dengan penampilan meja yang biasa saja. Cukup ada air dan makanan. Namun, beberapa menit lalu ia memerintahkan pengurus rumahnya untuk mengatur ulang ruangan itu agar terlihat lebih nyaman dan cantik. Bagaimanapun, Estelle adalah tamu spesialnya. "Tuan, apa mau saya datangi saja? Mungkin, Nona tersesat," ucap pelayan wanita paruh baya. "Tidak perlu, biarkan dia menikmati waktu sendirinya," balas Sam seakan mengerti apa yang sedang diperlukan Estelle. Kedua tangan yang menampung dagu mulai dituru
Dalam ruangan yang minim pencahayaan. Wangi aroma segar dan manis strawberry yang menguar, tercium di sana. Bayangan dari dua tubuh yang saling bertumpuk di atas ranjang nampak terlukis jelas di dinding. Entah sudah berapa kali, suara erangan dan hembusan napas berat terdengar mengusik sunyi di sana. Sepasang kaki berbulu, terlihat sedang dalam posisi tengkurap. Sedangkan, sepasang kaki lain terjulur di bawah kaki berbulu itu. Saling berpelukan di atas ranjang mobil MQueen. Kaki yang menggantung, menjadi bukti jelas kalau ranjang itu terlalu kecil untuknya. "Lea, sampai kapan aku akan seperti ini?" Tidak ada jawaban. Dave kembali menghela napas, tangannya semakin erat memeluk tubuh besar dan lembut yang berada di atasnya. Lingkar emerald yang memaku lurus pada langit-langit, nampak tidak bersinar. Kini, pikiran Dave sedang menjelajah mundur, mengingat kejadian di mana dirinya dibentuk untuk membenci wanita. Sejak berusia tujuh tahun, Dave tela
[Aku menunggu kata terima kasihmu. Sebagai Daddymu, sudah seharusnya aku membereskan masalah anakku, bukan? Lihat keuntungan yang akan kamu dapatkan berkat diriku.]=====Keseriusan sorot mata dibalik bingkai kacamata yang merefleksi layar laptop tidak menjamin semua pikirannya juga ikut terfokus pada tugas-tugas kantornya itu. Sudah hampir tiga jam, Dave menyibukkan diri dengan setumpuk laporan hotel yang seharian kemarin ia tunda, ditambah kiriman berkas dari Sam yang harus ia periksa dan harus dikembalikan siang ini.Jika ditanya mengapa pekerjaannya bisa terbengkalai, itu semua karena Louis. Pria itu mengacaukan rencananya. Harusnya ia sudah bisa menghancurkan Estelle, tetapi sekarang kenapa dirinya merasa ikut hancur? Meski semua orang masih berpihak padanya.Kembalinya Louis ke negara ini tanpa kabar membuatnya terkejut. Apalagi pria yang berstatus sebagai ayahnya itu sudah tahu kalau phobianya belum benar-benar sembuh. Bukan hanya sekedar menebak,
Hola kakak-kakak yang baik hati, jangan lupa rate bintangnya ya^^Thanks, happy reading!------------[Ada proposal dari Louis yang dikirim ke Zeta, mau lihat? Datang ke kafe SkyCoffee, pertigaan 67th Ramones Way. NB : Jangan lupa berkas kirimkan berkas yang semalam aku berikan.]=====Sebuah ponsel tergengam. Terengkuh oleh tangan yang bergetar samar. Menggenggam seraya menampung rasa sakit, rindu, dan kecewa. Kepala yang tertunduk, tersembunyi ke dalam hoddie navy blue, benar-benar menutup akses untuk orang sekitar. Tidak ada yang bisa mengintip wajah sembab di balik beberapa helai surai chestnut yang ikut turun menyembunyikan kesedihan pemiliknya. Bibir tanpa polesan gincu yang biasanya setiap pagi mempercantik dirinya, kini tampil pucat dan kering.Layar berukuran 6,3 inci masih menyala karena terus saja disentuh oleh ibu jari yang mengusap pelan muka ponselnya. Menarik jauh pesan-pesan tanpa balasan. Lingkar cokelat ge
Please don't be a silent reader ╥﹏╥Yuk, sebarkan suara kalian di setiap paragraf cerita ;*-------"Hargh! Dasar keras kepala! Daripada membahas itu, lebih baik kamu jelaskan! Bagaimana bisa kamu kenal Pak Dave?! Bagaimana kamu bisa dihamili oleh dia, El?! Aku senang kamu sudah mau menjalin hubungan dengan pria lain, tapi kenapa sampai hamil?!"=====Estelle membisu. Sudah tidak kaget lagi dengan rumor aneh itu. Namun, kenapa nama sialan itu bisa terucap dari mulut Alan?"Kamu, bagaimana kamu kenal dia?" Estelle menyentuh tangan yang sedang menggunakan armsling. "Ceritakan padaku, Al. Seberapa hebatnya dia sampai kamu juga mengenal pria itu?!"Estelle masih sedikit tidak percaya dengan apa yang ia dengar. Sepertinya Dave memang cukup terkenal dan hanya dirinya saja yang tidak tahu dunia sosial. Ah ... tetapi Valeri juga tidak mengenalnya. Bahkan Julia pun menyuruhn
Please, don't be a silent readers! T-TThanks! Happy reading!------"Siapa yang menangis?"=====Kematian seakan sedang mencoba menyapa pria yang duduk gelisah di sana. Terhimpit oleh pandangan tajam dari dua mata yang sejak tadi menguliti diri Sam. Meneguk minuman dan mengalihkan pembicaraan adalah hal yang sejak tadi Sam lakukan.Saat Sam sedang bertelepon ria dengan seseorang untuk membahas soal pencekalan dan penarikan semua artikel tentang Estelle, tanpa ia duga, Noel yang sedang memesan minuman mendengar semua itu. Bodohnya, punggung Sam yang membelakangi akses keluar masuk kafe SkyCoffee tidak sadar kalau ada Noel di belakangnya. Sam terus saja berbicara dengan sekretarisnya sambil merutuki Dave yang menjadi biang keladi semua masalah ini.Karena hal itulah, sejak tadi Sam di interogasi oleh Noel.Berbeda dengan hatinya yan
Please, don't be a silent readers, Ok!Happy reading :*-----"Berbeda? Hah! Berhenti membuatku tertawa, bitch!" Julia memundurkan tubuhnya kemudian menatap jelas ke perut Estelle. "Aku menyuruhmu mencari informasi tentangnya, tapi ternyata kamu malah menikmatinya sampai, hamil? Apa kamu tahu sekesal apa aku mendengar itu, hah?!"=====“Apa?”Cengkeraman keras diberikan Julia pada lengan atas Estelle. Rasanya tidak terima dengan perih yang ia dapatkan di pipinya. Ingin menampar balik. Namun, harus ia tahan. Julia ingat sedang berada di mana kakinya berdiri sekarang.“Benar-benar memuakkan melihatmu selalu bertingkah naif! Jujur saja, kamu sangat puas 'kan, bisa tidur dengan pria yang aku sodorkan padamu, hm? Berpura-pura tidak mau, tapi ternyata--” Sapuan tangan yang penuh tenaga kembali melayang. Namun, kali ini bisa di tangkap Julia.“Sekali lagi menampar, aku akan membuatmu malu se
Happy reading! ------ Dave menjauhkan tangannya dari kepala Estelle, lalu membuat sebuah kepalan untuk menutupi mulutnya yang berdeham canggung. "Aku baru ingat kalau pengurus rumah pernah berbicara mengenai kantung berisi celana. Coba kamu periksa di kamarku dan carilah di dalam lemari kecil, sepertinya aku menyuruh dia menaruhnya di sana," ucap Dave. Ia sungguh baru teringat akan hal itu. Sebuah tas jinjing berisi celana. Waktu itu dirinya sedang bergegas untuk pergi, jadi tidak terlalu menaruh perhatian pada apa yang ditemukan pengurus rumahnya itu. "Benarkah? Tapi, apa tidak sebaiknya kamu saja yang mengambilkan barangku?" Dave sedikit menaikkan satu alis. "Aku bukan pesuruhmu," serunya sambil menangkup dan sedikit menekan kedua pipi Estelle, membuat bibir wanita itu mengerucut. "Ck! Ya sudah, kalau begitu aku pinjam kamarmu juga. Aku harus mengganti celanaku," seru Estelle setelah melerai kedua tangan yang mengapit
Happy reading!------Satu tahun berlalu ...."Kemana yang lain?"Suara Dave menginterupsi ketenangan seorang wanita bersurai pixie yang sedang duduk di pinggir kolam, menengadah menikmati langit malam sambil menggoyang-goyangkan kakinya yang berada di dalam air."Kamu terlalu lama, Dave. Mereka sudah pulang," jawab malas Estelle, sekilas memandang Dave yang berdiri bersandar di tiang pintu, lalu kembali pada apa yang ia lihat sebelumnya.Secepat itu? Dave melirik jam tangannya, berpikir ini belum terlalu larut. Tidak lama kemudian, pria itu pun tersenyum kecil. Sepertinya, mereka mulai mengerti apa yang sedang ia butuhkan.Mereka yang di maksud adalah Valeri dan Sam. Akhir-akhir ini, mereka berempat sering menghabiskan waktu bersama, membuat Dave sedikit jengkel.Dave berjalan mendekat ke tempat di mana Estelle berada. "Maaf, aku tidak menyangka kalau urusanku ternyata memakan waktu sedikit lebih la
Happy reading!------Canggung.Itulah yang sedang dirasakan Dave sekarang. Berdiri di hadapan dua orang sambil menggendong rangkaian tulip putih sebagai pelengkap permintaan maafnya.Kemarin, Estelle menolak untuk diajak ke NightBar. Siang tadi pun wanita itu masih menolak ajakan Sam yang menawarkan untuk makan bersama Dave.Meski diri selalu beranggapan kalau tindakannya itu tidak melanggar aturan. Namun anehnya, hati malah merasa semakin bersalah, terlebih Sam terus mengatakan kalau dirinyalah yang salah.Karena perasaan itulah, malam ini Dave memutuskan untuk pergi mengunjungi rumah Estelle. Namun, Alan memberitahukan kalau sang kakak sedang berada di toko bunga.Estelle melirik bergantian pada buket kecil dan pada pemeluk bunga tulip putih itu. Tidak mengira kalau Dave akan mendatangi dirinya seperti ini.Meminta maaf pada teman saja bisa seromantis ini? Bagaimana jika dengan kekasihnya nanti? Pikir Est
Happy reading!------Tiga hari berlalu sejak hari kematian Louis dan Bertha.Tidak ada perubahan besar yang terjadi. Hanya saja, semua seolah terasa terlalu cepat dan sedikit tidak adil bagi Dave, sebagai korban. Dosa yang ditebus dengan kematian memang terlalu mudah. Namun ... entahlah, Dave sungguh tidak tahu harus bagaimana lagi.Setiap hari selalu dipenuhi pikiran kewaspadaan dan kecurigaan terhadap dua orang itu, tetapi sekarang tidak ada perasaan itu dan rasanya ... kosong. Meski kata ‘kosong’ itu masuk dalam artian baik. Hatinya tenang. Entah sejak kapan, tubuhnya terasa ringan seperti ini.Kepergian yang tidak menggerakkan hati, meski Dave akui dirinya begitu terkejut dengan kematian Louis, tambah terkejut lagi karena Callie ada dibalik kematian Bertha. Meski tidak membunuh secara langsung dengan tangannya, Callie tetaplah otak dari penyiksaan yang diterima Bertha. Begitu rapi pekerjaan sang ibu, hingga hukum ikut membung
Happy reading! ------ Sepasang kaki beralas sepatu hitam tergesa menghentak gelisah ke lantai. Dave memasuki rumah dengan sorot mata yang memandang ke arah ruangan, di mana sosok sang ibu baru saja mendudukkan tubuhnya. Menatap curiga pada Callie yang baru kali ini bisa ia kunjungi kembali setelah terbongkarnya sebuah rahasia tentang dirinya. Ingin hati, belum mau melihat wajah Callie, tetapi ada suatu hal yang perlu ia periksa. “Apa ini perbuatanmu?” todong Dave, berdiri angkuh di depan sang ibu yang tatapan yang sulit ia baca. Sosok ibu yang belum bisa Dave pahami--tidak--sejak dulu, Dave memang sulit memahami sikap dan sifat Callie. Setiap hari Dave hanya berusaha untuk memahami dan menjaga sang ibu dari suami yang licik. Melakukan itu semua, hanya karena wajah penuh kecemasan dan kekecewaan Callie masih tergambar jelas di kepalanya. Di mana, sang ibu menangis pilu dan terlihat hancur saat mengetahui dirinya mengidap
Happy reading!------“Em, ini bukan rumahku, Dave,” ujar Estelle dengan mata bergerak bingung memandang ke arah luar. Dave bilang mereka akan pulang, tetapi malah berhenti di depan sebuah bangunan bertingkat tiga yang cukup besar dan luas.Sejenak sebuah kolam air mancur yang meluncur indahmenarik atensinya, tidak lama kemudian kembali melirik pada bangunan, Estelle memandang kaca-kaca tembus pandang yang menampilkan beberapa sepatu cantik dengan background desain dalam toko yang terkesan hangat dan elegan.“Cepat turun,” titah Dave sambil melepaskan seatbelt dan keluar dari mobil.Estelle menghela lalu merengut. Tangannya membuka sabuk pengaman hitam itubersamaan dengan mata yang mengekori tubuh Dave yang menghilang masuk ke dalam toko sepatu di sana. Sungguh, ia sudah sangat lelah dan ingin segera merebahkan diri, tetapi sepertinya Dave masih ingin berpetualang di jalan.Usai keluar dari m
Happy reading!------Estelle menjejakkan kaki telanjangnya di atas pasir putih dingin yang lembut. Berjalan di tepi pantai sambil mendengarkan debur ombak malam yang terdengar merdu dan menenangkan di telinga. Memejamkan mata, melangkah santai dengan dua sepatu bertali yang ia jinjing dibalik belakang tubuhnya.Membiarkan raganya diterjang angin laut yang dingin. Menghirup segar udara malam kemudian menghembuskannya perlahan, udara karbon dioksida yang keluar bersamaan dengan luncuran air hangat yang terjun dari mata yang terpejam.Tidak terdengar isakan dari bibir yang bergetar rapat itu. Tubuhnya terasa panas, meski bisa ia pastikan seluruh kulitnya sudah mendingin.Suasana nyaman dan damai di sana membuat wanita itu teringat akan percakapan dirinya dengan sang mantan beberapa menit lalu.“Harusnya, aku tidak mengangkat panggilannya,” sesal Estelle dalam hati.Sejak ia mengirimkan pesan untuk mempertegas h
Happy reading!------Empat hari berlalu ....“Lalu, apa keputusanmu?” ucap Andrew, terlihat tenang saat melayangkan pertanyaan setelah mendengarkan cerita Dave tentang kedua orang tuanya. Telunjuk kirinya mengetuk-ngetuk pelan meja kerja. Pun posisi punggung yang bersandar, statement yang cukup menguatkan bahwa dirinya sedang menanti pasien sekaligus temannya itu untuk membuat keputusan. Sebuah keputusan yang terkait erat pada asal mula fobia Dave.Tatapan yang sejak tadi terpaku memandang jemari yang saling terkait di atas pangkuan, mulai naik dan membingkai wajah sang dokter dari kejauhan lima langkah. Binar keraguan juga kebingungan jelas terpancar dari mata emerald itu. Dua suara yang sejak satu jam lalu saling bersahutan kini meredam cukup lama.Beberapa kali Dave mengeratkan rahang juga membuka sedikit bingkai mulutnya. Namun, selalu berakhir sama. Suara untuk jawaban dari pertanyaan Andrew enggan kelu
Happy reading!------Riuh angin malam menemani hati yang muram. Dave melempar pandang jauh ke tengah laut. Seakan ikut terbuai pada ayunan ombak yang menderu di sana, Dave puas melayangkan pikiran.Tidak ada yang mengganggu, urusan pekerjaan ia singkirkan. Sangat tidak bertanggung jawab--benar--dan Dave tidak peduli akan anggapan seperti itu. Hidupnya sudah kacau, untuk apa bertanggung jawab pada hal yang sudah mati-matian ia pertahankan? Yang pada akhirnya, semua terasa sia-sia.Dirinya hanyalah objek pembalasan dendam. Apa mereka pikir dirinya ini adalah manusia tanpa hati? Tidak mengertikah mereka bagaimana ia menjalani hidup selama ini? Bertahan dalam sebuah ancaman yang berakhir dengan menanggung rasa sakit. Ingin mengasihani diri sendiri, tetapi suara tawalah yang keluar membaur bersama riuh angin.Dave tidak tahu harus bagaimana lagi. Ia cukup kagum dengan Callie yang begitu tega menyimpan fakta sepenting ini dan muncul pertan