Dengan mantap dan tekad yang bulat tuan Subono mendatangi rumah keluarga Shi No Namura. Rumah besar dengan dengan gaya modern di kelilingi tembok pagar yang tinggi dan sebuah pintu besi baja sebagai pintu utama akses ke rumah salah satu keluarga berkuasa di Tokyo.
Orang tua Namura adalah pemilik bisnis hiburan dan juga seorang Yakuza yang terkenal kejam. Namura mewarisi seluruh kekayaan keluarga Shi. Sebagai pewaris tunggal yang dimanjakan, Namura lebih kejam dari sang ayah. Selir-selir ayahnya ada tujuh orang, namun terurus dengan baik. Berbeda dengan Namura yang hanya mengambil madu dari tiap bunga yang baru mekar, kemudian membuangnya seperti sampah, dan di gantikan bunga lainnya.
Letha, dahulu menjadi salah satu wanita yang di sukai Namura. Untuk itu Namura menawarkan kekayaan pada Tuan Subono yang saat itu hanya seorang staf biasa di kantor perwakilan Indonesia di Tokyo, hanya untuk memiliki Letha. Namura jatuh cinta pada Letha pada pandangan pertama.
Flash
“Nyonya, apa yang terjadi sebenarnya?” tanya Geral begitu membuka pintu kamar rawat inap Ginny. Gerald masuk tanpa mengucap salam dan mengetuk pintu, karena begitu panic setelah mendapat kabar Debora dan Ginny tidak ada di kamar. “Gerald, saya juga tidak tahu bagaimana dan kapan kejadiannya. Saya ke sini memang mereka sudah tidak ada, pukul sebelas kami sampai di sini. Dan pukul tiga tadi, baru kami tahu kalau tidak ada pemeriksaan untuk hari ini, saat Dokter berkunjung tadi.” Gerald mengusap wajahnya dengan kasar, kemudian mempersila kan Hito untuk duduk di kursi. Hito memutuskan untuk menemani Geradl saat Gerald memberi tahu, Debora dan Ginny menghilang. “Dimana Tuan sekarang Nyonya?” tanya Gerald setelah melihat ke sekeliling, tidak ada kakek Ginny. “Dia bilang ingin menyelesaikan masalah dengan Namura. Dia yakin, jika menghilangnya Ginny dan Debora ada hubungannya dengan dia.” “Namura? Namura dari keluarga Shi
Laju mobil yang di kemudikan Hito sudah tidak terkendali. Tuan Subono yang di belakang hanya tinggal memejamkan mata dan berdoa dalam hati, tidak bisa berteriak untuk protes.Mobil baru melambat saat memasuki pelabuhan.“Mau ke mana mereka?” tanya Hito melihat mobil Namura yang justru menuju ke rawa-rawa tempat dermaga lama.“Itu ke pembuangan sampah bangunan,” jawab Tuan Subono.“Tapi dermaga lama ada di sana juga ‘kan?” tanya Hito meyakinkan dirinya sendiri.“Kita berhenti di sini saja Hito, jaga jarak!” seru Gerald sambil menatap ke sekeliling. Begitu mobil berhenti, Gerald langsung keluar dari mobil. Melihat runtuhan tembok yang sudah ditumbuhi ilalang, Gerald berlari mendekatinya untuk bersembunyi, sambil mengintai keadaan.Namura terlihat turun dari mobilnya bersama seorang pria bertubuh tegap dengan pakaian serba hitam, dan memakai banned merah di lengan kanannya. Namura di sambut
Namura melihat Debora yang terkejut melihat wanita yang baru saja memuaskan dirinya, membuatnya tersenyum. Mumu memang sangat pandai bersandiwara.“Kak Mumu!”“Iya, kaget ya,” jawab Mumu sambil membetulkan kimononya. “Aku yang memintanya untuk membawa mu ke sini. Dulu Letha yang, sekarang kamu yang di pilih Gerald. Dan itu tidak akan aku biarkan! Harusnya aku yang di samping Gerald bukan kamu!” kata Mumu penuh kebencian di depan Debora.Debora merasa bingung dengan jawaban Mumu. Apa Mumu juga kekasih Gerald? Pertanyaan yang tiba-tiba muncul di benak Debora, karena Gerald tidak sepenuhnya menceritaka masa lalunya.Namura yang berdiri di belakang Debora, menatap tubuh Debora intens. Lekukan tubuh Debora menggoda dirinya. “Kamu mau menggantikannya di ranjangku manis?” tanya Namura setengah berbisik di tengkuk Debora.“Saya wanita bersuami Tuan, tidak sepantasnya anda berkata begitu pada saya,&rdquo
Gerald dan Debora sudah berada di apartemen sewaan mereka, tidak jauh dari rumah sakit di mana Ginny di rawat. Mereka membawa serta Ginny. Gerald tidak membawa Ginny ke rumah sakit lagi, karena masih mengkhawatirkan keamanan sang anak.“Apa Ginny sudah tidur?” tanya Gerald saat Debora menghampirinya di balkon kamar yang mereka sewa.Debora duduk di pangkuan Gerald yang tersenyum padanya, dengan merangkul bahu Gerald, Debora duduk menyamping dan bergumam menjawab pertanyaan Gerald. “Ada hubungan apa kamu dengan Mumu , Gee?”Gerald menggelengkan kepala sambil menatap Debora, kedua netra mereka saling menatap. Debora bisa melihat bayangan dirinya di dalam netra coklat milik Gerald. “Aku tidak bisa melarang orang untuk suka padaku Babe, dan aku tidak tahu jika Mumu tertarik padaku,” jawab Gerald menarik Debora untuk lebih dekat dengannya.“Iya, tapi apa yang kamu lakukan padanya hingga dia begitu menginginkanmu?&rdquo
“Bangun Babe,” kata Gerald membangunkan Debora yang masih terlelap. Gerald baru saja sampai dari melihat dan mengurusi rumah keluarga Letha yang mengalami kebakaran. Kecupan-kecupan sayang, Gerald berikan di wajah Debora, hingga istri manisnya itu membuka mata.“Kamu sudah kembali Gee?” tanya Debora menyipitkan mata karena sinar lampu kamar yang begitu terang.“Bangun ya, siap-siap. Kita pulang pagi ini, kita bawa neneknya Ginny ke Jakarta secepatnya!”“Bagaimana keadaan mereka Gee?” tanya Debora langsung terbangun dair tidurnya. Debora tidak pernah tega jika mendengar ada yang kesusahan.“Rumah dan restorannya habis, Babe. Nyonya Subono juga tulang kaki kanannya patah tertimpa kayu atap. Mereka sedang terlelap tidur, jadi tidak tahu kalau api sudah membesar di kamar Letha. Kalau di rawat di sini tidak ada yang mengurusnya. Jadi aku putuskan ke Jakarta saja. Thomas sudah menghubungi rumah sakit yang bi
Jl. Pegangsaan, Kediaman Keluarga BernadoGerald dan Debora sudah sampai di Jakarta. Keesokan harinya Gerald di minta Luis Bernado untuk menemuinya sebelum Gerald bekerja. Gerald memenuhi permintaan sang papa, setelah sarapan bersama Debora dan Ginny, Gerald singgah ke rumah orang tuanya.“Kamu membawa orang tua Letha ke Jakarta. Apa kamu tidak memikirkan perasaan istri kamu?” tanya Luis Bernado sambil menikmati sarapannya. Bertha dan Joshua juga berada di meja makan. Mereka hanya diam mendengarkan perkataan kepala keluarganya.“Maksud papa?” Gerald tidak paham arah pembicaraan Luis.“Apa Debora tidak marah, kamu masih mengurusi keluarga itu. Keluarga dari mantan kekasih kamu?” tanya Luis penuh penekanan dalam kata mantan.Gerald mengulum senyumnya. “Tidak Pa, istriku itu punya hati malaikat, dia tidak keberatan aku masih mengurusi keluarga Letha. Bahkan dia meminta Gerald agar mereka tinggal di rumah saja,
Gerald pulang ke rumahnya sudah tengah malam, dengan menyetir sendiri Gerald memasuki rumahnya. Pak Yanto, sang sopir kini di tugaskan untuk mengantar Debora dan Ginny.Dengan wajah kusut, tanpa mengenakan jasnya lagi, Gerald keluar dari mobil, Gerald yang biasanya parkir di teras, memilih parkir di garasinya, agar tidak menganggu seisi rumah. Dalam hening dia berjalan. Pintu pagar sudah tertutup otomatis.Betapa terkejutnya Gerald, saat tiba di teras, seorang wanita dengan baju tidur lengkap dengan kimono selutut, menunggunya dengan senyum manis di pintu. Wajah Gerald yang semula kusut, merasa mendapat siraman air dingin yang menyejukkan. Wajahnya berubah berseri-seri.“Kamu tahu, betapa bahagianya aku di sambut seperti ini,” kata Gerald merangkul pinggang Debora yang telah mencium bibirnya.Debora hanya tersenyum manis menanggapi kata-kata manis Gerald. Mereka kemudian saling merangkul masuk dalam rumah.“Ginny sudah tidur?&rdqu
Debora sedang membantu Ginny berkemas di kamar Ginny, saat Gerald mengatakan bahwa perjalanan mereka tidak jadi ke Belanda, karena seseorang yang akan Gerald temui di sana akan kembali ke Indonesia, dan Gerald di minta menemui di Solo, dua hari lagi.“Jadi, aku temui ibu-ku juga batal Gee?”“Tidak Babe, kamu bisa berangkat temui ibu. Tapi semalam saja ya, dan kamu berangkat sendiri sama Ginny. Aku belum bisa tinggalkan kantor kalau masih belum stabil,” jawab Gerald dengan berat hati.Merasa Gerald cukup berat untuk melepasnya, Debora mengurungkan niatnya. Debora berhenti berkemas dan menghampiri Gerald, Debora berdiri di depan Gerald dan menaruh tangan Gerald di pinggangnya.“Aku akan pergi dengan kamu saja. Aku masih bisa menelepon Ibu, untuk melepas rinduku. Jadi, aku menunggu sampai perusahaan stabil lagi.”“No, Babe. Aku tidak apa, aku izinkan kamu pergi!” Gerald menatap lembut pada Debora.
“Lepas, Fatma.” Dengan kasarnya Bachtiar melepaskan tangan Fatmasari dari lengannya. Tubuh Fatmasari terdorong dan membentur dinding tangga.Bachtiar tidak mempedulikan Fatmasari, dengan langkah cepat dia mengejar Debora yang sudah keluar dari restoran. Dia tidak ingin kehilangan kesempatan lagi, jika dia ketinggalan.“tunggu, Nak. Papa masih mau bicara!” seru Bachtiar tergopoh – gopoh.Debora masuk dalam mobil, begitupun Pancawati. Mereka sudah tidak sabar lagi untuk pergi dari restoran itu.“Papa untuk apa mengejar mereka? Papa mau tinggal dengan mereka?” seru Manda penuh amarah.“Iya, Papa mau tinggal dengan mereka,” jawab Bactiar dengan keras sambil terus berjalan menuju mobilnya yang terparkir di pinggir jalan. Mobil Gerald telah berjalan meninggalkan restoran, tidak mungkin lagi baginya untuk mengejar dengan kakinya.“Papa memang tidak pernah Sayang dengan Manda,” seru M
Bachtiar merasa begitu senang mendapat kesempatan untuk mendekati Debora dan Pancwati lagi. Dia tahu jika keputusan Debora sangat berpengaruh pada kebaikan Gerald dan Pancawati. Untuk itu Bactiar akan membujuk Debora untuk memberinya kesempatan memperbaiki diri menjadi ayah yang baik untuk Debora.‘Kalau Debby bisa menerimaku lagi, Gerald pasti tidak akan segan lagi untuk memberiku kekayaan. Wati saja sekarang begitu cantik dan terawat,’ gumam Bachtiar dalam hati, ‘hmm …, dia juga sudag memekai perhiasan mahal sekarang, artinya dia sudah hidup enak dalam perlindungan Gerald,’ batin Bachtiar lagi dengan menyeringai dan membayangkan akan hidup enak, dan lebih terhormat lagi bersama Pancawati sebagai mertua dari seorang Gerald.“Mau ke mana lagi Babe?” tanya Gerald menuntun Debora yang kembali masuk ke restoran.“Masuk lagi Gee, biar cepat selesai. Aku sudah malas bertemu dengan orang itu dan keluarganya. Seola
Debora masih khawatir dengan Pancawati, meski sang Ibu sudah nampak di depan matanya. Debora tidak ingin sang Ibu terpedaya dengan ucapan Bachtiar.“Gee, kita duduk di sana aja yuk!” ajak Debora pada Gerald menunjuk sebuah bangku kosong yang tak jauh dari Pancawati dan Bachtiar berada.“Jangan Babe, kita di sini saja, kalau terjadi sesuatu yang membahayakan Ibu, baru kita mendekat,” jawab Gerald memaksa Debora untuk duduk di meja yang di pilih Gerald, “tenang saja, enggak akan terjadi apapun pada Ibu,” kata Gerald lagi menenangkan Debora yang masih khawatir.Baru sebentar Gerald dan Debora duduk, dari ujung restoran terdengar teriakan Pancawati yang marah pada Bachtiar.Semua pengunjung restoran ikut menoleh pada meja sepasang pria dan wanita yang sudah tak lagi muda itu.Pancawati terlihat mengancam Bachtiar, bahkan tangan Pancawati pun selalu menepis tangan Bachtiar yang akan menyentuh tangannya.Debora
Debora tidak menemukan ibunya di rumah. Seluruh sudut rumah Gerald sudah dia hampiri, namun belum juga menemukan Pancawati.“Mami, cari siapa?” teriak Ginny dari balkon kamarnya saat melihat Debora keluar dari taman samping rumah.“Lihat nenek, engak sayang?” jawab Debora sekaligus bertanya balik pada Ginny tentang keberadaan Pancawati.“Tadi Ginny lihat Nenek naik taxi Mi, pergi sendirian,” jawab Ginny dengan polosnya.Debora segera masuk ke rumah, mendengar jawaban Ginny. Ruang tengah menjadi tujuannya untuk mencari ponselnya yang seingat dirinya dia letakkan di atas meja untuk di tambah daya, di samping televisi.Debora menelepon Pancawati dengan rasa khawatir, tidak biasanya sang ibu pergi tanpa pamit padanya. Pesan pun tidak di tinggalkan oleh Pancawati di ponselnya.“Ada apa Babe? Gelisah banget, sampai enggak dengar aku jalan,” tanya Gerald mengecup kepala Debora yang berdiri di pinggir
Manager Manda, paham betul jika Manda sedang cemburu pada Debora. Mood Manda yang sedang buruk setelah di tolak seorang produser film, juga Manda yang baru di selingkuhi kekasihnya, melihat Debora begitu beruntung, pasti membuat Manda marah.Sang Manager mengikuti Manda dan berusaha mengajak Manda untuk keluar dari toko, sebelum Manda mempermalukan dirinya sendiri.“Kamu pergi sana, tidak perlu ikut campur urusanku!” seru Manda dengan kencang, membuat para pengunjung toko menatap pada Manda.Gerald dan Debora pun langsung mendongak ke arah Manda, yang berdiri empat meter di depannya.“Manda,” gumam Debora menyerahkan sebuah kaos dalam pada Gerald. Debora ingin berdiri untuk menghampiri Manda.“Duduk saja di sini. Bukan urusan kita Babe,” kata Gerald menahan Debora agar tidak mendekati Manda.“Begitukah?” tanya Debora meminta pendapat.“Iya. Biarkan saja. Ayo pilih lagi, mana
Gerald menyambut Debora dan membantunya menuruni dua anak tangga terakhir dengan mengulurkan tangannya. Sungguh sikap seorang pangeran pujaan, yang begitu perhatian pada istrinya. Dengan tersenyum manis Debora mengucap terima kasih. Debora berjalan ke meja dapur, mendekati satu piring besar kue pukis yang dia inginkan. “Kamu beli berapa sih Gee. Banyak banget!” tanya Debora sambil mengambil piring yang lebih kecil untuk membagi kue pukisnya. “Hmm, seratus lima puluh ribu, dagangannya langsung habis aku beli,” jawab Gerald dengan tersenyum bangga. Kue pukis dengan harga dua ribu perbuah, dia borong semua. “Tadi dapat bonus lima Babe.” Debora tersenyum, tidak heran lagi dengan cara suaminya mengabiskan uang. “Enak ‘kan Josh?” “Hmm. Iya, enak. Santannya terasa, manisnya pas dan tidak eneg. Dengan selai nanasnya jadi segar,” jawab Joshua setelah menghabiskan satu potong kue. “Iya. Dulu aku sering beli di situ kalau mau berangkat terbang. U
Meski Debora yakin Gerald akan mengizinkan dirinya menerima tamu di rumah, apalagi jika orang-orang yang selalu baik dengan dirinya juga sang ibu. Namun, demi melegakan sang ibu, yang tetap merasa tidak enak hati pada Gerald, hanya karena rumah itumilik Gerald, Debora pun menelepon Gerald. “Belum ada satu jam aku pergi, kamu sudah meneleponku, kangen ya, Babe?” tanya Gerald dengan wajah sumringah keluar dari mobilnya, menerima panggilan telepon Debora. Debora tersenyum mengakui, dirinya memang sudah merindukan Gerald, terlepas dari dirinya yang ingin memberi kabar akan mengundang tetangga kontrakannya ke rumah. “Pasti lagi tersenyum sekarang ya,” kata Gerald menggoda Debora dengan hembusan nafas Debora yang terdengar oleh Gerald. Gerald sudah sangat hafal apapun tentang Debora. “Ada apa Babe?” “Aku mau minta izin Gee,” jawab Debora sambil tersenyum senang. “Untuk?” tanya Gerald sambil terus melangkah memasuki lobby gedung kantornya. “T
Gerald tidak dapat menyangkal lagi jika hatinya telah terpaut pada Debora, dia rela memberikan seluruh jiwa dan raganya pada wanita yang telah mengandung anaknya itu. Gerald begitu memanjakan Debora, membuat Debora terkadang geli sendiri. Perlakuan Ginny pada Debora pun seolah tidak mau kalah dengan daddy-nya. Seolah mereka sedang berlomba untuk menyenangkan hati Debora. “Kalian ini, jangan manjakan aku seperti ini Gee. Nanti aku jadi pemalas. Tidak kamu, tidak Ginny. Ibu juga sama saja,” protes Debora saat Gerald melayani semua kebutuhannya. Bahkan satu minggu pertama sejak Debora di rumah, Gerald semakin sering di rumah dari pada ke kantor. Gerald dengan setia menemani Debora. Menggendong Debora saat waktunya mandi, dan menjadi tugas Ginny untuk menyisir rambut Debora. “Aku tahu kamu bukan pemalas, aku manjakan kamu, karena aku sayang kamu dan anak kita,” jawab Gerald dengan senyum. “Ginny juga sudah tidak sabar ingin lihat adiknya ‘kan. Jadi
Gerald tak melepaskan pandangannya dari Debora sejak aktivitas panas mereka di kamar mandi. Dia berada di dekat Debora dengan sabarnya. “Gee, geli deh, dengan sikap kamu yang seperti ini,” kata Debora merasa risih teus di perhatikan oleh Gerald dengan pandangan mesum.“Aku ‘kan kangen kamu,” jawab Gerald dengan senyum menyimpan sejuta keinginan.“Tadi ‘kan sudah puas. Berapa kali coba, hah!” tanya Debora heran. “Ini dipasang lagi ‘kan gara-gara kamu, yang tidak bisa kontrol barang kamu,” imbuh Debora sambil memegang selang oksigennya. Debora merasa sesak, karena jantungnya yang bekerja terlalu berat dengan aktifitas gila yang Gerald lakukan padanya tanpa henti, selama satu jam di kamar mandi.“Maaf,” jawab Gerald dengan senyum dan mencium tangan Debora.Kondisi Debora yang baru sadar dari koma di paksa untuk melayani nafsu Gerald yang Debora kira hanya sebent