Jl. Pegangsaan, Kediaman Keluarga Bernado
Gerald dan Debora sudah sampai di Jakarta. Keesokan harinya Gerald di minta Luis Bernado untuk menemuinya sebelum Gerald bekerja. Gerald memenuhi permintaan sang papa, setelah sarapan bersama Debora dan Ginny, Gerald singgah ke rumah orang tuanya.
“Kamu membawa orang tua Letha ke Jakarta. Apa kamu tidak memikirkan perasaan istri kamu?” tanya Luis Bernado sambil menikmati sarapannya. Bertha dan Joshua juga berada di meja makan. Mereka hanya diam mendengarkan perkataan kepala keluarganya.
“Maksud papa?” Gerald tidak paham arah pembicaraan Luis.
“Apa Debora tidak marah, kamu masih mengurusi keluarga itu. Keluarga dari mantan kekasih kamu?” tanya Luis penuh penekanan dalam kata mantan.
Gerald mengulum senyumnya. “Tidak Pa, istriku itu punya hati malaikat, dia tidak keberatan aku masih mengurusi keluarga Letha. Bahkan dia meminta Gerald agar mereka tinggal di rumah saja,
Gerald pulang ke rumahnya sudah tengah malam, dengan menyetir sendiri Gerald memasuki rumahnya. Pak Yanto, sang sopir kini di tugaskan untuk mengantar Debora dan Ginny.Dengan wajah kusut, tanpa mengenakan jasnya lagi, Gerald keluar dari mobil, Gerald yang biasanya parkir di teras, memilih parkir di garasinya, agar tidak menganggu seisi rumah. Dalam hening dia berjalan. Pintu pagar sudah tertutup otomatis.Betapa terkejutnya Gerald, saat tiba di teras, seorang wanita dengan baju tidur lengkap dengan kimono selutut, menunggunya dengan senyum manis di pintu. Wajah Gerald yang semula kusut, merasa mendapat siraman air dingin yang menyejukkan. Wajahnya berubah berseri-seri.“Kamu tahu, betapa bahagianya aku di sambut seperti ini,” kata Gerald merangkul pinggang Debora yang telah mencium bibirnya.Debora hanya tersenyum manis menanggapi kata-kata manis Gerald. Mereka kemudian saling merangkul masuk dalam rumah.“Ginny sudah tidur?&rdqu
Debora sedang membantu Ginny berkemas di kamar Ginny, saat Gerald mengatakan bahwa perjalanan mereka tidak jadi ke Belanda, karena seseorang yang akan Gerald temui di sana akan kembali ke Indonesia, dan Gerald di minta menemui di Solo, dua hari lagi.“Jadi, aku temui ibu-ku juga batal Gee?”“Tidak Babe, kamu bisa berangkat temui ibu. Tapi semalam saja ya, dan kamu berangkat sendiri sama Ginny. Aku belum bisa tinggalkan kantor kalau masih belum stabil,” jawab Gerald dengan berat hati.Merasa Gerald cukup berat untuk melepasnya, Debora mengurungkan niatnya. Debora berhenti berkemas dan menghampiri Gerald, Debora berdiri di depan Gerald dan menaruh tangan Gerald di pinggangnya.“Aku akan pergi dengan kamu saja. Aku masih bisa menelepon Ibu, untuk melepas rinduku. Jadi, aku menunggu sampai perusahaan stabil lagi.”“No, Babe. Aku tidak apa, aku izinkan kamu pergi!” Gerald menatap lembut pada Debora.
Entah sedang sial atau apa di hari itu. Saat menemani Ginny ke pet shop untuk membeli binatang yang bisa Ginny pelihara. Ginny merengek untuk di belikan hewan peliharaan seperti pada cerita film yang baru saja mereka tonton di bioskop. Di pet Shop Debora harus bertemu dengan sang ayah bersama seorang wanita dan anak kecil. Stetelah beberapa jam lalu harus bertemu Fatmasari dan Manda.Mungkin usia anak itu hanya selisih satu sampai dua tahun dari Ginny. Seorang anak perempuan yang sedang memilih kucing, untuk di jadikan hewan peliharaan.Debora berusaha agar tidak terlihat oleh Bactiar Lubis. Namun kegirangan Ginny saat melihat anak anjing keturunan ras Poodle, dengan bulu berwarna cokelat.“Mami, dia lucu sekali. Ginny suka!” seru Ginny sambil tertawa geli saat anak anjing itu menjilati wajah Ginny.Suara Ginny yang melengking, menarik perhatian Bactiar Lubis dan anak kecil yang bersamanya.“Debby,” panggi Baciar pada
Menutup Hari BurukDebora dan Ginny memilih langsung mengantarkan les Ginny, agar makin fasih berbahasa Indonesia untuk mempermudah beradaptasi dengan sekolah barunya, jam les Ginny tiga puluh menit lagi di mulai.Merasa terlalu lama menunggu Debora memilih mempelajari artikel-artikel parenting, di dalam mobil, sementara sang sopir memilih menunggu di warung kopi, mengobrol bersama para tukang ojek.“Mbak, Bos telepon, di suruh ke kantor, sekarang,” kata pak Yanto pada Debora yang masih membaca di ponselnya sambil memangku Browny, anak anjing poodle yang baru dibeli dari pet shop.“Ada apa pak?”“Tidak tahu Mbak, tapi Bos barusan telepon, bertanya di mana. Ya, saya jawab di tempat les nona, lalu di minta antar Mbak Debby ke kantor.” Pak Yanto langsung menutup pintu mobil dan menyalakan mesin mobil. Perintah Gerald adalah sebuah hukum yang harus di lakukan bagi pak Yanto.Debora pun hanya bisa menurut dan d
Debora yang akan menyambut kedatangan Mr Kang terkejut dengan perkataan Mr Kang. Debora hampir saja lupa dengan kejadian di apartemen bersama Dokter Irfan. Karena banyaknya kejadian menakutkan yang berturut-turut dia alami. Meski begitu, trauma Debora belum juga sembuh untuk melihat alat vital pria secara langsung di depan matanya.“Silakan duduk Mr Kang. Kita bicarakan baik-baik,” kata Gerald membawa Mr Kang ke sofa. Debora menghampiri mereka dan menyalami tamu terhormat Gerald.“Ah, kamu ada di sini juga, kebetulan jika begitu,” kata Mr Kang menaggapi uluran tangan Debora dan bersalaman.Debora kemudian duduk di samping Gerald, di sofa sebelah kiri Mr Kang.Thomas pun undur diri, karena merasa itu masalah pribadi bosnya. Thomas akan kembali lagi jika di butuhkan.“Gerald, aku ingin menuntut dan menjebloskan pria simpanan Evelyn itu. Enak saja dia menikmati hasil keringatku bertahun-tahun, hanya dengan meniduri
Debora tidak mengetahui apa yang sudah di lakukan Dokter Irfan di media massa. Namun, begitu mendapat begitu banyak pertanyaan dan permintaan dari teman dan kerabatnya, untuk konfirmasi tentang apa yang di beritakan Dokter Irfan, Debora menjadi penasaran dengan berita yang menjadi banyak perbincangan orang. Tagar, pengusaha arogan di sematkan pada Gerald oleh para netizen yang terpancing dengan isu yang di sebarkan Dokter Irfan.“Dasar, orang tidak bisa di percaya!” gerutu Debora membanting ponselnya di atas ranjang, setelah membaca kanal berita online dan sebuah postigan dari akun gosip bibir yang banyak pengikutnya.Kedua sahabatnya, Anita dan Vera pun meminta konfirmasi dari Debora, mereka sampai mendatangi rumah Gerald. Anita dan Vera sudah ikut berkomentar pada sebuah postingan yang menjelek-jelekkan Debora, karena menganggap Debora wanita yang materialistis, karena menerima Gerald yang lebih kaya dari Dokter Irfan. Anita dan Vera membela Debora dan Ge
“Silakan duduk,” kata Debora dengan ramah pada kelima wartawan yang nampak begitu kompak tersenyum senang, memamerkan deretan gigi mereka. Pak Yanto memberikan tambahan kursi yang diambil dari pos jaga, agar para wartawan itu bisa duduk semua. Dengan tenang Debora duduk dan menghadapi para tamunya. Meski jantungnya yang ada dalam tubuhnya berdetak kencang, Debora berusaha setenang mungkin. Dengan memainkan cincin nikahnya yang melingkar di jari, dan memejamkan mata sebentar, Debora mendapat semangat, sekelibat bayangan wajah Gerald yang tersenyum yang menatapanya memuja menambah kepercayaan dirinya. “Jadi apa yang bisa saya bantu, teman-teman,” kata Debora memulai pembicaraan. “Terima kasih Nyonya sudah mengijinkan kami bertemu dengan anda,” jawab seorang satu-satunya wartawan wanita yang datang. Mereka pun memperkenalkan diri, si wanita bernama, Arini, empat pria yang bersamanya, ada Leo, Adi, Rahmat dan Sony yang membawa kamera. “Maaf sebelu
Penyataan Debora yang tidak menyangkal dan juga membenarkan pernyataan Dokter Irfan telah disiarkan di acara gosip yang tayang sore hari, juga di kanal berita online dan juga akun gosip bibir.Ditambah lagi pernyataan Gerald yang sudah melaporkan Dokter Irfan karena tindakan pencemaran nama baik, membuat jagad gosip makin heboh.Arum dan Bik War menonton acara gosip itu, di televisi yang ada di halaman belakang, berkali-kali wawancara yang di lakukan Debora di putar ulang di beberapa stasiun televisi ke esokan harinya.“Beritanya itu terus di ulang-ulang,” keluh Arum sambil membersihkan sayuran. “bagaimana dengan Dokter itu ya Bik, apa Bos akan masukkan dia ke penjara?”“Enggak tahu, aku juga penasaran Arum,” jawab bik War jujur.“Bibik tanya sama bos saja, sekalian minta biar itu Dokter di penjara lama-lama.”“Tenang saja Arum, aku sudah pastikan dia akan masuk penjara,&rdquo
“Lepas, Fatma.” Dengan kasarnya Bachtiar melepaskan tangan Fatmasari dari lengannya. Tubuh Fatmasari terdorong dan membentur dinding tangga.Bachtiar tidak mempedulikan Fatmasari, dengan langkah cepat dia mengejar Debora yang sudah keluar dari restoran. Dia tidak ingin kehilangan kesempatan lagi, jika dia ketinggalan.“tunggu, Nak. Papa masih mau bicara!” seru Bachtiar tergopoh – gopoh.Debora masuk dalam mobil, begitupun Pancawati. Mereka sudah tidak sabar lagi untuk pergi dari restoran itu.“Papa untuk apa mengejar mereka? Papa mau tinggal dengan mereka?” seru Manda penuh amarah.“Iya, Papa mau tinggal dengan mereka,” jawab Bactiar dengan keras sambil terus berjalan menuju mobilnya yang terparkir di pinggir jalan. Mobil Gerald telah berjalan meninggalkan restoran, tidak mungkin lagi baginya untuk mengejar dengan kakinya.“Papa memang tidak pernah Sayang dengan Manda,” seru M
Bachtiar merasa begitu senang mendapat kesempatan untuk mendekati Debora dan Pancwati lagi. Dia tahu jika keputusan Debora sangat berpengaruh pada kebaikan Gerald dan Pancawati. Untuk itu Bactiar akan membujuk Debora untuk memberinya kesempatan memperbaiki diri menjadi ayah yang baik untuk Debora.‘Kalau Debby bisa menerimaku lagi, Gerald pasti tidak akan segan lagi untuk memberiku kekayaan. Wati saja sekarang begitu cantik dan terawat,’ gumam Bachtiar dalam hati, ‘hmm …, dia juga sudag memekai perhiasan mahal sekarang, artinya dia sudah hidup enak dalam perlindungan Gerald,’ batin Bachtiar lagi dengan menyeringai dan membayangkan akan hidup enak, dan lebih terhormat lagi bersama Pancawati sebagai mertua dari seorang Gerald.“Mau ke mana lagi Babe?” tanya Gerald menuntun Debora yang kembali masuk ke restoran.“Masuk lagi Gee, biar cepat selesai. Aku sudah malas bertemu dengan orang itu dan keluarganya. Seola
Debora masih khawatir dengan Pancawati, meski sang Ibu sudah nampak di depan matanya. Debora tidak ingin sang Ibu terpedaya dengan ucapan Bachtiar.“Gee, kita duduk di sana aja yuk!” ajak Debora pada Gerald menunjuk sebuah bangku kosong yang tak jauh dari Pancawati dan Bachtiar berada.“Jangan Babe, kita di sini saja, kalau terjadi sesuatu yang membahayakan Ibu, baru kita mendekat,” jawab Gerald memaksa Debora untuk duduk di meja yang di pilih Gerald, “tenang saja, enggak akan terjadi apapun pada Ibu,” kata Gerald lagi menenangkan Debora yang masih khawatir.Baru sebentar Gerald dan Debora duduk, dari ujung restoran terdengar teriakan Pancawati yang marah pada Bachtiar.Semua pengunjung restoran ikut menoleh pada meja sepasang pria dan wanita yang sudah tak lagi muda itu.Pancawati terlihat mengancam Bachtiar, bahkan tangan Pancawati pun selalu menepis tangan Bachtiar yang akan menyentuh tangannya.Debora
Debora tidak menemukan ibunya di rumah. Seluruh sudut rumah Gerald sudah dia hampiri, namun belum juga menemukan Pancawati.“Mami, cari siapa?” teriak Ginny dari balkon kamarnya saat melihat Debora keluar dari taman samping rumah.“Lihat nenek, engak sayang?” jawab Debora sekaligus bertanya balik pada Ginny tentang keberadaan Pancawati.“Tadi Ginny lihat Nenek naik taxi Mi, pergi sendirian,” jawab Ginny dengan polosnya.Debora segera masuk ke rumah, mendengar jawaban Ginny. Ruang tengah menjadi tujuannya untuk mencari ponselnya yang seingat dirinya dia letakkan di atas meja untuk di tambah daya, di samping televisi.Debora menelepon Pancawati dengan rasa khawatir, tidak biasanya sang ibu pergi tanpa pamit padanya. Pesan pun tidak di tinggalkan oleh Pancawati di ponselnya.“Ada apa Babe? Gelisah banget, sampai enggak dengar aku jalan,” tanya Gerald mengecup kepala Debora yang berdiri di pinggir
Manager Manda, paham betul jika Manda sedang cemburu pada Debora. Mood Manda yang sedang buruk setelah di tolak seorang produser film, juga Manda yang baru di selingkuhi kekasihnya, melihat Debora begitu beruntung, pasti membuat Manda marah.Sang Manager mengikuti Manda dan berusaha mengajak Manda untuk keluar dari toko, sebelum Manda mempermalukan dirinya sendiri.“Kamu pergi sana, tidak perlu ikut campur urusanku!” seru Manda dengan kencang, membuat para pengunjung toko menatap pada Manda.Gerald dan Debora pun langsung mendongak ke arah Manda, yang berdiri empat meter di depannya.“Manda,” gumam Debora menyerahkan sebuah kaos dalam pada Gerald. Debora ingin berdiri untuk menghampiri Manda.“Duduk saja di sini. Bukan urusan kita Babe,” kata Gerald menahan Debora agar tidak mendekati Manda.“Begitukah?” tanya Debora meminta pendapat.“Iya. Biarkan saja. Ayo pilih lagi, mana
Gerald menyambut Debora dan membantunya menuruni dua anak tangga terakhir dengan mengulurkan tangannya. Sungguh sikap seorang pangeran pujaan, yang begitu perhatian pada istrinya. Dengan tersenyum manis Debora mengucap terima kasih. Debora berjalan ke meja dapur, mendekati satu piring besar kue pukis yang dia inginkan. “Kamu beli berapa sih Gee. Banyak banget!” tanya Debora sambil mengambil piring yang lebih kecil untuk membagi kue pukisnya. “Hmm, seratus lima puluh ribu, dagangannya langsung habis aku beli,” jawab Gerald dengan tersenyum bangga. Kue pukis dengan harga dua ribu perbuah, dia borong semua. “Tadi dapat bonus lima Babe.” Debora tersenyum, tidak heran lagi dengan cara suaminya mengabiskan uang. “Enak ‘kan Josh?” “Hmm. Iya, enak. Santannya terasa, manisnya pas dan tidak eneg. Dengan selai nanasnya jadi segar,” jawab Joshua setelah menghabiskan satu potong kue. “Iya. Dulu aku sering beli di situ kalau mau berangkat terbang. U
Meski Debora yakin Gerald akan mengizinkan dirinya menerima tamu di rumah, apalagi jika orang-orang yang selalu baik dengan dirinya juga sang ibu. Namun, demi melegakan sang ibu, yang tetap merasa tidak enak hati pada Gerald, hanya karena rumah itumilik Gerald, Debora pun menelepon Gerald. “Belum ada satu jam aku pergi, kamu sudah meneleponku, kangen ya, Babe?” tanya Gerald dengan wajah sumringah keluar dari mobilnya, menerima panggilan telepon Debora. Debora tersenyum mengakui, dirinya memang sudah merindukan Gerald, terlepas dari dirinya yang ingin memberi kabar akan mengundang tetangga kontrakannya ke rumah. “Pasti lagi tersenyum sekarang ya,” kata Gerald menggoda Debora dengan hembusan nafas Debora yang terdengar oleh Gerald. Gerald sudah sangat hafal apapun tentang Debora. “Ada apa Babe?” “Aku mau minta izin Gee,” jawab Debora sambil tersenyum senang. “Untuk?” tanya Gerald sambil terus melangkah memasuki lobby gedung kantornya. “T
Gerald tidak dapat menyangkal lagi jika hatinya telah terpaut pada Debora, dia rela memberikan seluruh jiwa dan raganya pada wanita yang telah mengandung anaknya itu. Gerald begitu memanjakan Debora, membuat Debora terkadang geli sendiri. Perlakuan Ginny pada Debora pun seolah tidak mau kalah dengan daddy-nya. Seolah mereka sedang berlomba untuk menyenangkan hati Debora. “Kalian ini, jangan manjakan aku seperti ini Gee. Nanti aku jadi pemalas. Tidak kamu, tidak Ginny. Ibu juga sama saja,” protes Debora saat Gerald melayani semua kebutuhannya. Bahkan satu minggu pertama sejak Debora di rumah, Gerald semakin sering di rumah dari pada ke kantor. Gerald dengan setia menemani Debora. Menggendong Debora saat waktunya mandi, dan menjadi tugas Ginny untuk menyisir rambut Debora. “Aku tahu kamu bukan pemalas, aku manjakan kamu, karena aku sayang kamu dan anak kita,” jawab Gerald dengan senyum. “Ginny juga sudah tidak sabar ingin lihat adiknya ‘kan. Jadi
Gerald tak melepaskan pandangannya dari Debora sejak aktivitas panas mereka di kamar mandi. Dia berada di dekat Debora dengan sabarnya. “Gee, geli deh, dengan sikap kamu yang seperti ini,” kata Debora merasa risih teus di perhatikan oleh Gerald dengan pandangan mesum.“Aku ‘kan kangen kamu,” jawab Gerald dengan senyum menyimpan sejuta keinginan.“Tadi ‘kan sudah puas. Berapa kali coba, hah!” tanya Debora heran. “Ini dipasang lagi ‘kan gara-gara kamu, yang tidak bisa kontrol barang kamu,” imbuh Debora sambil memegang selang oksigennya. Debora merasa sesak, karena jantungnya yang bekerja terlalu berat dengan aktifitas gila yang Gerald lakukan padanya tanpa henti, selama satu jam di kamar mandi.“Maaf,” jawab Gerald dengan senyum dan mencium tangan Debora.Kondisi Debora yang baru sadar dari koma di paksa untuk melayani nafsu Gerald yang Debora kira hanya sebent