Meski Debora yakin Gerald akan mengizinkan dirinya menerima tamu di rumah, apalagi jika orang-orang yang selalu baik dengan dirinya juga sang ibu. Namun, demi melegakan sang ibu, yang tetap merasa tidak enak hati pada Gerald, hanya karena rumah itumilik Gerald, Debora pun menelepon Gerald.
“Belum ada satu jam aku pergi, kamu sudah meneleponku, kangen ya, Babe?” tanya Gerald dengan wajah sumringah keluar dari mobilnya, menerima panggilan telepon Debora.
Debora tersenyum mengakui, dirinya memang sudah merindukan Gerald, terlepas dari dirinya yang ingin memberi kabar akan mengundang tetangga kontrakannya ke rumah.
“Pasti lagi tersenyum sekarang ya,” kata Gerald menggoda Debora dengan hembusan nafas Debora yang terdengar oleh Gerald. Gerald sudah sangat hafal apapun tentang Debora. “Ada apa Babe?”
“Aku mau minta izin Gee,” jawab Debora sambil tersenyum senang.
“Untuk?” tanya Gerald sambil terus melangkah memasuki lobby gedung kantornya.
“T
Gerald menyambut Debora dan membantunya menuruni dua anak tangga terakhir dengan mengulurkan tangannya. Sungguh sikap seorang pangeran pujaan, yang begitu perhatian pada istrinya. Dengan tersenyum manis Debora mengucap terima kasih. Debora berjalan ke meja dapur, mendekati satu piring besar kue pukis yang dia inginkan. “Kamu beli berapa sih Gee. Banyak banget!” tanya Debora sambil mengambil piring yang lebih kecil untuk membagi kue pukisnya. “Hmm, seratus lima puluh ribu, dagangannya langsung habis aku beli,” jawab Gerald dengan tersenyum bangga. Kue pukis dengan harga dua ribu perbuah, dia borong semua. “Tadi dapat bonus lima Babe.” Debora tersenyum, tidak heran lagi dengan cara suaminya mengabiskan uang. “Enak ‘kan Josh?” “Hmm. Iya, enak. Santannya terasa, manisnya pas dan tidak eneg. Dengan selai nanasnya jadi segar,” jawab Joshua setelah menghabiskan satu potong kue. “Iya. Dulu aku sering beli di situ kalau mau berangkat terbang. U
Manager Manda, paham betul jika Manda sedang cemburu pada Debora. Mood Manda yang sedang buruk setelah di tolak seorang produser film, juga Manda yang baru di selingkuhi kekasihnya, melihat Debora begitu beruntung, pasti membuat Manda marah.Sang Manager mengikuti Manda dan berusaha mengajak Manda untuk keluar dari toko, sebelum Manda mempermalukan dirinya sendiri.“Kamu pergi sana, tidak perlu ikut campur urusanku!” seru Manda dengan kencang, membuat para pengunjung toko menatap pada Manda.Gerald dan Debora pun langsung mendongak ke arah Manda, yang berdiri empat meter di depannya.“Manda,” gumam Debora menyerahkan sebuah kaos dalam pada Gerald. Debora ingin berdiri untuk menghampiri Manda.“Duduk saja di sini. Bukan urusan kita Babe,” kata Gerald menahan Debora agar tidak mendekati Manda.“Begitukah?” tanya Debora meminta pendapat.“Iya. Biarkan saja. Ayo pilih lagi, mana
Debora tidak menemukan ibunya di rumah. Seluruh sudut rumah Gerald sudah dia hampiri, namun belum juga menemukan Pancawati.“Mami, cari siapa?” teriak Ginny dari balkon kamarnya saat melihat Debora keluar dari taman samping rumah.“Lihat nenek, engak sayang?” jawab Debora sekaligus bertanya balik pada Ginny tentang keberadaan Pancawati.“Tadi Ginny lihat Nenek naik taxi Mi, pergi sendirian,” jawab Ginny dengan polosnya.Debora segera masuk ke rumah, mendengar jawaban Ginny. Ruang tengah menjadi tujuannya untuk mencari ponselnya yang seingat dirinya dia letakkan di atas meja untuk di tambah daya, di samping televisi.Debora menelepon Pancawati dengan rasa khawatir, tidak biasanya sang ibu pergi tanpa pamit padanya. Pesan pun tidak di tinggalkan oleh Pancawati di ponselnya.“Ada apa Babe? Gelisah banget, sampai enggak dengar aku jalan,” tanya Gerald mengecup kepala Debora yang berdiri di pinggir
Debora masih khawatir dengan Pancawati, meski sang Ibu sudah nampak di depan matanya. Debora tidak ingin sang Ibu terpedaya dengan ucapan Bachtiar.“Gee, kita duduk di sana aja yuk!” ajak Debora pada Gerald menunjuk sebuah bangku kosong yang tak jauh dari Pancawati dan Bachtiar berada.“Jangan Babe, kita di sini saja, kalau terjadi sesuatu yang membahayakan Ibu, baru kita mendekat,” jawab Gerald memaksa Debora untuk duduk di meja yang di pilih Gerald, “tenang saja, enggak akan terjadi apapun pada Ibu,” kata Gerald lagi menenangkan Debora yang masih khawatir.Baru sebentar Gerald dan Debora duduk, dari ujung restoran terdengar teriakan Pancawati yang marah pada Bachtiar.Semua pengunjung restoran ikut menoleh pada meja sepasang pria dan wanita yang sudah tak lagi muda itu.Pancawati terlihat mengancam Bachtiar, bahkan tangan Pancawati pun selalu menepis tangan Bachtiar yang akan menyentuh tangannya.Debora
Bachtiar merasa begitu senang mendapat kesempatan untuk mendekati Debora dan Pancwati lagi. Dia tahu jika keputusan Debora sangat berpengaruh pada kebaikan Gerald dan Pancawati. Untuk itu Bactiar akan membujuk Debora untuk memberinya kesempatan memperbaiki diri menjadi ayah yang baik untuk Debora.‘Kalau Debby bisa menerimaku lagi, Gerald pasti tidak akan segan lagi untuk memberiku kekayaan. Wati saja sekarang begitu cantik dan terawat,’ gumam Bachtiar dalam hati, ‘hmm …, dia juga sudag memekai perhiasan mahal sekarang, artinya dia sudah hidup enak dalam perlindungan Gerald,’ batin Bachtiar lagi dengan menyeringai dan membayangkan akan hidup enak, dan lebih terhormat lagi bersama Pancawati sebagai mertua dari seorang Gerald.“Mau ke mana lagi Babe?” tanya Gerald menuntun Debora yang kembali masuk ke restoran.“Masuk lagi Gee, biar cepat selesai. Aku sudah malas bertemu dengan orang itu dan keluarganya. Seola
“Lepas, Fatma.” Dengan kasarnya Bachtiar melepaskan tangan Fatmasari dari lengannya. Tubuh Fatmasari terdorong dan membentur dinding tangga.Bachtiar tidak mempedulikan Fatmasari, dengan langkah cepat dia mengejar Debora yang sudah keluar dari restoran. Dia tidak ingin kehilangan kesempatan lagi, jika dia ketinggalan.“tunggu, Nak. Papa masih mau bicara!” seru Bachtiar tergopoh – gopoh.Debora masuk dalam mobil, begitupun Pancawati. Mereka sudah tidak sabar lagi untuk pergi dari restoran itu.“Papa untuk apa mengejar mereka? Papa mau tinggal dengan mereka?” seru Manda penuh amarah.“Iya, Papa mau tinggal dengan mereka,” jawab Bactiar dengan keras sambil terus berjalan menuju mobilnya yang terparkir di pinggir jalan. Mobil Gerald telah berjalan meninggalkan restoran, tidak mungkin lagi baginya untuk mengejar dengan kakinya.“Papa memang tidak pernah Sayang dengan Manda,” seru M
Udara dingin berhembus menggerakkan syal yang mengalung di leher Gerald. Pesawatnya terpaksa harus kembali mendarat dari tempatnya landing tadi, yaitu Bandara Narita, Tokyo, Jepang, karena mengalami turbulensi ketika terbang dalam kondisi cuaca buruk. Setelah berputar di udara selama lima belas menit.Harusnya dia mendarat di Jakarta, tapi pesawat pribadinya tidak dapat melanjutkan penerbangannya. Malam ini dia harus menghadiri gala dinner dari sebuah peluncuran produk kecantikan dari sahabatnya. Dengan tertunduk, Gerald berjalan menuruni anak tangga pesawatnya, secepatnya Gerald berjalan ke bandara, angin di landasan pacu begitu menusuk tulang.Assistannya berjalan mengiringi dirinya di belakang, dengan sangat terpaksa Thomas harus mengabarkan pada sang empunya acara bahwa Gerald, tidak bisa hadir, beberapa penerbangan terpaksa ditunda, karena cuaca yang buruk.Kondisi cuaca di akhir tahun memang sus
Gerald tidak berencana untuk melanjutkan aksi nakalnya pada Letha yang tidak sadarkan diri. Gadis itu terlalu berharga untuk Gerald manfaatkan. Entah malaikat mana yang membuat Gerald mengurungkan niatnya. Dia sudah setengah jalan untuk menikmati tubuh Letha.Gerald, memandangnya wajahnya di cermin kamar mandi saat tepat jam dua malam dia harus mandi air dingin untuk meredam hasrat menggebunya."Kamu sok suci Gerald, munafik," bisik pikiran jahat Gerald."Aku akan membuatnya memohon padaku di saat dia dalam keadaan sadar dan dengan senang hati memberikan tubuhnya untukku. Aku bukan pengecut," jawab Gerald pada dirinya sendiri, di depan cermin. Gerald kemudian keluar dari kamar mandi, dengan pakaian yang sudah lengkap.Gerald menelepon layanan kamar untuk meminta extra bantal dan selimut.Empat jam kemudian Letha terbangun dari tidurnya, kepalanya sangat pusing. Dia membuka mata