Seseorang memang datang ke kamar Dahlia malam itu, tapi bukan untuk membangunkannya seperti yang Dahlia pesan.
Keesokan paginya ketika Dahlia bangun, bencana itu baru dia sadari. Entah bagaimana Dahlia bisa tidur dengan Kai Ronan, menantunya sendiri. Dahlia mengingat potongan-potongan ingatannya dengan jelas seperti ketika Kai menyentuh tubuhnya atau ketika pria itu menggeram di atasnya dan menghunjam Dahlia sampai mereka berdua mencapai puncak.
Apakah ingatan orang mabuk bisa dipilah-pilih?
Dahlia hampir bisa dikatakan tidak pernah mabuk. Dia hanya meminum minuman yang mengandung alkohol seperlunya saja, untuk dinikmati sehabis makan malam misalnya. Tapi tidak pernah sampai mabuk atau semabuk kemarin malam.
Sesaat setelah Dahlia berhasil keluar dari kamar itu. Dia hampir dibuat berteriak dengan kehadiran seorang pria di hadapannya. Saat melihat Dahlia, pria itu menunduk ke lantai.
Melihat dari postur pria itu yang rapi dan kesopanannya, Dahlia menduga bahwa dia adalah bawahan Kai Ronan, entah sekretaris atau asistennya.
Dahlia ingin mengabaikan pria itu, tapi dia mengurungkan niatnya dan malah melangkah mendekati si pria.
“Apa yang kau lakukan di sini, Sir?” tanya Dahlia, tidak terdengar nada berarti dalam suaranya yang bisa mengisyaratkan sesuatu.
Pria itu mendongak padanya. “Saya menunggu Tuan saya bangun, Nyonya. Ada beberapa jadwal pagi ini yang harus beliau lakukan.”
Tarikan napas tajam Dahlia terdengar. Lalu dia terdiam, menatap pria di hadapannya skeptis. “Siapa namamu?” tanya Dahlia.
“Jaden.”
“Jaden, apakah kau tipe bawahan yang setia dan bisa menyimpan rahasia tuanmu dengan baik?”
Pria yang mengaku bernama Jade itu tampak tersinggung. Sepertinya dia mengerti apa yang Dahlia maksud. “Saya tidak berhak ikut campur tentang urusan Tuan saya tanpa seizinnya, Nyonya.”
Jawaban tegas itu membuat Dahlia menghela napas lega. Lagipula, Kai Ronan tidak mungkin membeberkan apa yang kemarin malam dia lakukan bersama ibu mertuanya kepada orang-orang. Selain hal itu akan menghancurkan Dahlia, itu juga akan membuat nama Kai Ronan sendiri buruk.
Dan keberadaan Jaden di sini pasti atas izin tuannya juga.
Dahlia lantas tersenyum pada Jaden. “Tuanmu sudah bangun,” ucapnya. Lalu tanpa menunggu lebih lama, dia berlalu pergi.
Lorong hotel itu sepi. Matahari belum terbit dan semua tamu yang menginap pasti terlalu kelelahan untuk bangun sepagi ini. Dahlia penasaran dengan keadaan putrinya. Apakah gadis itu tidak kelelahan juga? Dan bagaimana responnya saat malam pertamanya dia lalui sendiri tanpa si pengantin pria.
Dahlia tidak bisa membayangkan bagaimana hancurnya Brianna kalau sampai tahu apa yang terjadi. Dan itu adalah alasan yang sangat jelas kenapa saat ini Dahlia merasa enggan untuk bertemu dengan putri tirinya itu.
Dia tidak akan bisa menghadapi Brianna setelah dosa tidak termaafkan yang dia lakukan semalam.
Dahlia masuk ke dalam kamar hotelnya dengan cepat dan langsung berlari ke kamar mandi. Gaun indah yang dia kenakan hampir sobek saat dia menariknya lepas dari tubuhnya dengan gerakan tergesa dan kasar.
Sesaat kemudian, dia berada di bawah air pancuran, menggosok kulitnya dengan sabun berulang kali. Berharap dengan melakukan itu jejak yang Kai Ronan tinggalkan di tubuhnya bisa dia hilangkan.
Tapi tidak bisa. Semakin dia mencoba menghilangkannya, semakin ingatan itu terngiang dengan jelas di benaknya.
Dahlia tidak tahan lagi. Dia menangis tersedu-tersedu. Dadanya terasa sesak oleh penyesalan, kefrustrasian, dan amarah yang dia tujukan kepada Kai Ronan, juga kepada dirinya sendiri.
Botol sabun itu dia lempar ke sembarang arah, membentur dinding dengan suara keras. Lalu Dahlia pun berlutut, tidak kuasa menopang dirinya lagi. Dia menangis semakin keras di bawah guyuran air. Semakin keras suara tangisnya, semakin dia berharap bisa menghilangkan ingatan tentang kejadian semalam dari kepalanya.
Namun sentuhan pria itu … terasa seperti kutukan.
Dahlia tidak bisa melupakannya.
***
Bahkan sekalipun kau tidak ingat, itu tidak mengubah fakta bahwa semalam kau telah tidur bersama menantumu sendiri.
Dahlia menatap benci ke arah pantulan dirinya di dalam cermin. Juga ke arah lehernya yang terdapat bercak-bercak merah di mana-mana.
Dia menelepon asistennya saat itu juga dan memintanya untuk bersiap-siap.
Dahlia memutuskan untuk pergi daripada menghadapi apa yang tidak bisa dia hindari. Brianna akan marah dan semakin membencinya, tentu saja. Tapi pikiran Dahlia sedang tidak jernih, dia takut Brianna akan menyadari atau bahkan mengetahui apa yang semalam Dahlia lakukan.
Apakah orang-orang juga akan menyadarinya?
Bagaimana kalau Kai Ronan bergosip tentangnya di belakang?
Dahlia menggeleng. Itu tidak mungkin terjadi. Namun rasa cemasnya tidak juga menyurut. Dia segera bersiap-siap, membawa tasnya yang berisi barang-barang penting saja seperti ponsel dan dompet, lalu keluar dari kamar hotelnya mengenakan gaun selutut berlengan panjang dengan kerah leher tinggi. Rambut panjangnya dia gerai. Dan matanya tertutup kacamata hitam. Juga setengah wajahnya tertutup oleh masker.
Di lobi, Dahlia bertemu dengan asistennya.
“Ma’am, Anda baik-baik saja?” tanya Kaira. Kecemasan terdengar jelas dalam suaranya.
“Ya, aku baik-baik saja,” jawab Dahlia, menormalkan suaranya sebisa mungkin supaya tidak terdengar gugup.
“Kenapa Anda memutuskan untuk pergi lebih awal?”
“Aku sedang tidak enak badan. Ayo!” Dahlia tidak ingin membuang lebih banyak waktu. Pada jam ini salah satu tamu pasti sudah bangun dan kemungkinan akan melihatnya.
“Ma’am, apa yang Anda cari?” tanya Kaira lagi saat atasannya itu mengedarkan pandang seperti seseorang yang telah melakukan kesalahan dan hendak melarikan diri darinya.
Kening Kaira mengernyit, karena kesalahan seperti apa yang bisa dilakukan oleh seorang Dahlia Harrison? Dia wanita terbaik dan tersuci yang pernah Kaira temui. Dan bekerja dengannya, menjadi orang yang paling dia percaya, adalah sebuah kehormatan bagi Kaira.
“Tidak ada. Ayo!” desak Dahlia lagi. Kaira pun menurut, dia membiarkan Dahlia berjalan lebih dulu.
Langkah Dahlia sangat cepat, seolah dia tengah tergesa-gesa, dan itu tidak biasa bagi Kaira. Apakah ada sesuatu yang mengganggu bossnya itu?
“Setelah ini, sebaiknya kita ke Dokter,” kata Kaira menyarankan.
Mendengar itu, Dahlia hendak membantah. Dia tidak butuh dokter sekarang, dia hanya butuh tempat sejauh mungkin dari sini. Dia tidak ingin bertemu lagi dengan …
… Kai Ronan?
Dahlia tertegun saat melihat seorang pria memasuki lobi dari arah restoran. Pria itu tidak lain adalah orang yang paling dia ingin hindari; Kai Ronan. Pria itu berjalan ke arahnya dan sesaat Dahlia merasa seolah pandangan mereka bertemu.
“Ma’am? Kenapa berhenti?”
Suara Kaira segera menyadarkan Dahlia. Dia menaikkan kacamata hitamnya lalu melanjutkan langkahnya dengan langkah yang lebih tergesa.
Kai Ronan tidak mungkin mengenalinya.
***
“Tuan? Anda mengenal wanita itu?” Jaden bertanya kepada atasannya saat pria itu tiba-tiba saja berhenti melangkah dan tidak lagi bersuara di tengah diskusi mereka tentang jadwalnya yang padat hari ini. Jaden mengikuti arah pandang sang tuan yang tertuju pada dua wanita yang melangkah tergesa keluar dari lobi.
Untuk sesaat, Kai masih terdiam, tidak mengalihkan pandang dari arah wanita itu pergi.
“Kau tidak tahu dia siapa?”
Jaden mengernyit. Apakah itu orang penting? “Tidak, Tuan,” jawab Jaden. “Memangnya dia siapa?” tanyanya lagi.
Kai menggeleng pada dirinya sendiri. “Bukan siapa-siapa. Ayo pergi!”
Dia pun melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda oleh kehadiran wanita itu yang tidak dia duga.
Masih ada satu lagi acara yang harus dilaksanakan dalam prosesi pernikahannya. Lalu apa yang dilakukan wanita itu sepagi ini ke luar hotel?
Senyum miring terbit di bibir Kai saat dia menyadari sesuatu.
Dahlia melarikan diri. Dan wanita itu pasti berpikir bahwa dia bisa melakukannya dengan mudah.
***
[to be continued]
MIL 04 – Pengaman Yang TerlupakanPernikahan ini benar-benar absurd.Brianna—gadis berusia 25 tahun yang baru saja terbangun di hari pertamanya menjadi istri orang lain—membatin.Sarapan yang dia coba telan ke tenggorokannya terasa seperti segumpalan batu yang dijejalkan masuk ke dalam. Sekali lagi, dia menoleh ke arah pintu, seolah tengah menunggu seseorang. Dan dia memang tengah menunggu.“Apa ucapanku semalam terlalu kasar baginya?” gumam Brianna dengan rasa sedikit bersalah.Kemarin hujan, mereka yang seharusnya berangkat ke tempat bulan madu mereka harus menunggu sampai hujan reda, yang tidak juga reda-reda sehingga proses itu diundur sampai keesokan pagi; pagi ini.Kemudian, pria yang baru saja menjadi suaminya memasuki kamar dalam keadaan mabuk. Teman-teman pria itu katanya merecokinya dengan minuman.Brianna marah, tentu saja. Pernikahannya dengan Kai Ronan bukan
Bulan madu antara kedua mempelai akan berlangsung selama seminggu. Selama seminggu itu juga, Dahlia gunakan untuk membenah pikirannya yang sempat kacau.Saat dia pikir dia sudah lebih tenang dari sebelumnya, kini perasaannya kembali berantakan saat dia pulang ke rumah Keluarga Harrison dan mendapati bahwa barang-barang Brianna belum ada satupun yang dipindahkan ke rumah suaminya.“Ada apa ini, Sir Weston? Kenapa barang-barang Brianna masih di sini?” tanya Dahlia pada semua kotak-kotak yang sebelumnya sudah dikeluarkan dan siap untuk dibawa pergi, tapi kini malah kembali dimasukkan ke dalam dan dirapikan seperti semula.Thomas Weston, kepala pelayan Keluarga Harrison yang sudah bekerja selama puluhan tahun itu, menatap terkejut ke arah Dahlia yang baru saja sampai.“Nyonya, Anda sudah kembali?” katanya. Dia terlalu sibuk memberi arahan kepada pelayan sehingga tidak menyadari kepulangan sang nyonya rumah.“Ya,” jaw
Setelah meyakinkan dirinya cukup lama, Dahlia akhirnya keluar dari kamar dan turun untuk makan siang. Jantungnya berdetak dengan sangat kencang saat membayangkan wajah Kai Ronan. Dan dia juga merasakan perutnya seolah dijungkirbalikkan karena menyadari bahwa Brianna akan ada di sana bersama mereka.Dahlia belum siap oleh pertanyaan apa pun. Dan kemungkinan Brianna akan bertanya ke mana Dahlia pergi selama pesta pernikahannya berlangsung.“Maaf. Apa kalian menunggu lama?” kata Dahlia setelah dia menarik kursinya dan duduk. Kai tengah sibuk dengan layar ponselnya dan duduk dengan jarak satu kursi dari Dahlia, sementara Brianna ada di depannya.“Aku tidak menunggumu. Makanannya belum siap,” sahut Brianna, suaranya terdengar dingin dan sikapnya tampak lebih acuh dari sebelumnya.Dahlia menyadari, bahwa dia telah menyia-nyiakan usahanya selama ini untuk dekat dengan Brianna hanya karena satu hari yang dia kacaukan. Masalahnya, satu hari
Dahlia benar-benar datang ke kamar Brianna dan seperti dugaannya, wanita itu tengah sibuk membereskan isi kopernya dibantu oleh seorang pelayan.Diketuknya pintu perlahan untuk menarik perhatian mereka.“Bolehkah aku bergabung membantu kalian?” ucap Dahlia, tersenyum ramah.Si pelayan mendongak diam-diam menatap ke arah sang nona, seolah untuk meminta persetujuan.“Yah, terserah kau saja,” sahut Brianna acuh.Dahlia pun masuk dan ikut duduk di lantai di mana Brianna tengah mengeluarkan pakaiannya dari koper yang kemudian dirapikan oleh pelayan yang membantunya.“Di mana Kai?”Dahlia melirik Brianna, terdiam sesaat sebelum menjawab, “Masih di ruang makan.”“Dia harus merapikan pakaiannya juga,” ucap Brianna.Dahlia mengernyit, lalu menoleh pada sebuah koper berwarna hitam yang terletak di dekat ranjang. “Kenapa tidak kau lakukan itu untuk suamimu?” ka
Pergi.Itulah yang akan Dahlia lakukan.Pergi sejauhnya dari apa pun yang membuatnya terbelenggu di tempat ini. Hanya sesaat, lalu setelah itu dia akan kembali setelah berhasil menguasai dirinya.Saat Dahlia berjalan terburu-buru pada tengah malam dan disaksikan oleh Weston, Dahlia hanya berkata pada pria itu bahwa dia akan pergi.“Aku tidak ingin mengganggu pengantin baru. Mereka butuh waktu berdua untuk saling mengenal.”“Anda sangat bijaksana, Nyonya,” sahut Weston dengan rasa hormat yang tidak berkurang sekalipun usianya jauh lebih tua.Tidak ada orang rumah selain Weston yang tahu bahwa Dahlia pergi. Dan Dahlia juga yakin tidak akan ada yang peduli.Namun di lubuk hatinya yang terdalam, Dahlia bertanya-tanya, apakah Kai akan mencarinya? Besar kemungkinan jawabannya adalah ya. Tapi Dahlia juga tahu maksud pria itu mencarinya adalah untuk mengatakan hal-hal menyakitkan lagi padanya.Dahlia tidak akan
Dahlia duduk di sebuah restoran yang baru pertama kali ini dia lihat. Sebuah restoran Jepang dengan konsep kayu dan kesederhanaan seperti di daerah pedesaan. Belum lagi dengan pemandangan yang disuguhkan dari jendela lebar memenuhi satu sisi dinding dan sengaja dibuka sehingga angin sepoi musim panas masuk ke dalam. Dahlia tidak menyangka bahwa investor pentingnya kali ini memintanya untuk bertemu di sini. Sebuah restoran yang baru dibuka, sangat jauh dari kesan mewah yang Dahlia biasa lihat. Dia berada di sebuah bilik khusus yang telah dipesankan oleh Jaden Miles. Dahlia merasa pernah mendengar nama itu di suatu tempat, tapi dia lupa di mana tepatnya. Dan sembari menunggu pria itu datang, Dahlia memainkan ponsel, mengecek sosial media dan website-website favorit. Saat pikirannya tengah tenggelam di dunia maya, pintu bilik itu terbuka, seseorang masuk. Dahlia buru-buru mengangkat pandangan dan melihat sosok yang kemudian duduk di hadapannya. Ked
Apa pun yang Kai Ronan katakan selama lima belas menit setelahnya, hanya Dahlia tanggapi seadanya saja. Saat Kai mulai lagi mencoba untuk menggodanya dengan kata-kata pria itu yang blak-blakkan, Dahlia memilih untuk diam.“Bisa kah kita makan makan malamnya dengan tenang?”Kai tersenyum, sadar apa yang coba Dahlia perjuangkan. “Kau ingin menghindariku.”Dahlia diam.“Kalau kau melakukannya, aku akan semakin tertarik padamu.”“Aku ibu mertuamu, Ronan. Kau tidak perlu mengejarku. Kita akan bertemu pada makan malam rutin di setiap akhir pekan.”“Apakah itu sebuah isyarat lampu hijau yang aku dengar?”“Itu peringatan,” tukas Dahlia dingin.“Tidak masalah. Kita bisa mengendap-ngendap setelahnya saat semua orang sudah tidur.”Tubuh Dahlia langsung meremang. Dia tidak mengharapkan dirinya akan bereaksi demikian karena siapa pun tahu … yan
Langkah Dahlia terasa berat. Dia hanya berharap bahwa dia tidak terlihat aneh dengan langakh robot itu. Dan semoga saja tidak ada yang menyadari kegugupannya.Dahlia berhenti di dekat meja Brianna dan menatap putri tirinya itu diikuti senyum. “Brianna, aku tidak tahu bahwa kau akan ada di sini,” kata Dahlia, terdengar ramah.Namun respon Brianna justru sebaliknya. Dia mendelikkan mata dan melirik pria di belakang Dahlia. Tubuh Dahlia menegang. Apakah Brianna menyadarinya? Apakah Brianna curiga pada pertemuan mereka malam ini.“Pekerjaan lagi?” ucap wanita itu. Dia tidak menunjukkannya pada Dahlia yang lebih dulu menyapanya, melainkan pada suaminya di belakang wanita itu.Dahlia sangat malu, apalagi tatapan dari teman-teman Brianna mulai semakin tertuju padanya.“Ya. Aku sudah mendengar bahwa akan ada pesta di sini malam ini. Pemiliknya adalah salah satu teman kampusmu, benar?” kata Kai. Suaranya terdengar jauh le
Terlalu ramai. Itu adalah pikiran pertama Dahlia sesaat setelah dia menapakkan kakinya di dalam, juga sedikit terkejut karena ternyata ruangan itu sangat luas dan diisi oleh manusia lebih banyak dari yang Dahlia kira.“Ada lagi di atas,” bisik Kai di dekat telinganya.Tapi tidak peduli seberapa ramai atau sesaknya tempat ini, entah kenapa Dahlia tidak merasa tertekan berada di sana. Dia menatap sekitarnya dengan penuh ketertarikan yang tampak dengan jelas di kedua mata hijaunya itu.Kai yang melihat Dahlia, tersenyum kecil. Dia menggiring Dahlia untuk duduk di meja bundar yang telah diisi oleh beberapa orang dan hanya terdapat tiga kursi kosong di sana dari tujuh. Dahlia tidak mengenal orang-orang ini, tapi suasana di sekitar mereka memberi tahu bahwa mereka tidak perlu saling mengenal untuk mendapatkan kesenangan bersama-sama, persis seperti yang Kai bilang.Dahlia duduk di sana, sementara Kai menunduk ke arahny
Mereka berkendara menuju pesisir. Yang kemudian mempertemukan mereka dengan perbatasan jurang yang curam dan pantai. Kendaraan di sana semakin sedikit dan Dahlia tidak kuasa untuk tidak membuka kaca helmnya dan membiarkan angin yang kencang menerpa wajahnya.Senyum di bibir Dahlia melebar. Pelukannya pada Kai Ronan mengencang, merasakan perut rata dan keras milik pria itu di bawah tangannya.Motor melaju turun dari jalanan curam ke jalan tepat di dekat pantai, mereka hanya terpisah oleh birai besi di pinggir dan suara ombak mulai terdengar bersamaan dengan suara mesin motor.Dahlia terpaku menatap pemandangan di depannya, pada bulan dengan cahaya pucat yang menerpa air laut, seolah menebar bintang di bawahnya.Kai sepenuhnya mengerti dan segera memelankan laju motor supaya Dahlia bisa menikmati pemandangan indah itu lebih lama.Pemandangan yang mungkin bagi orang lain biasa saja, termasuk bagi Kai sendiri, tampak sangat berarti bagi wanita di belak
“Jadi maksudmu, kau bebas melakukan apa pun padaku?” Dahlia menatap pria di hadapannya penuh curiga.Dan Kai Ronan hanya menyengir. “Dan kau juga bebas melakukan apa pun padaku,” sahutnya dengan suara yang sengaja dipelankan seolah itu adalah rahasia mereka berdua.Mereka memang tengah menyimpan sebuah rahasia yang menurut Dahlia sangat berbahaya. Dan tidak ada yang bisa Dahlia lakukan untuk itu. Dia merasa seolah tidak memiliki kuasa apa pun mengenai hubungannya dengan Kai Ronan saat ini.Sejak awal memang hanya pria itu seorang yang memegang kendali.Dahlia terdiam cukup lama sembari mengalihkan pandang.Kai kemudian menangkupkan telapak tangannya yang besar dan hangat ke wajah Dahlia dan memaksa wanita itu untuk menatapnya. Manik mata zamrud dan hazel gelap itu saling menumbuk.Gestur lembut penuh afeksi tersebut membuat otak Dahlia tidak kuasa untuk tidak memikirkan hal apa yang akan terjadi pada mereka malam ini.
Bab 32 –“Aku rasa ini tidak benar, Ronan,” Dahlia berbisik rendah di belakang Kai Ronan yang dengan perlahan mengeluarkan motornya dari parkisan di bagasi. Pria itu naik dan memberikan Dahlia helm untuk wanita itu gunakan. Senyum miring tersemat di bibirnya kala melihat Dahlia memberengut tidak yakin.“Oh ayolah, kapan memang hal yang kita lakukan berdua itu benar?” cemoohnya.Itu adalah pernyataan telak yang tidak ingin Dahlia dengar, tapi memang faktanya begitu dan dia tidak bisa membantah. Dahlia menundukkan pandangannya menatap helm yang dia pegang. Keyakinannya untuk ikut tadi mendadak loncat entah ke mana.Kai Ronan yang menyadari itu menghela napas. Dia mengangkat dagu Dahlia agar tatapan mereka sejajar. Lalu Kai merunduk dan mengecup bibir wanita itu.“Untuk malam ini, mari kita lupakan siapa kita sebenarnya. Hubungan apa pun yang kita miliki, anggap tidak pernah ada. Aku, Kai Ronan, adalah orang asing b
Suara pekikan terkejut Dahlia memecah kesunyian malam.Kai yang mendarat dengan mulus langsung berdiri dan membekap mulut ibu mertuanya itu. “Ssst! Kau akan membangunkan para penghuni rumah.”“Nghmmmm!”“Apa?” Kai Ronan tersenyum geli dan mendekatkan telinganya ke wajah Dahlia.“Nghmm!”“Aku tidak mendengar—”Dahlia menepis tangan Kai Ronan darinya dan mendorong pria itu. “Apa yang kau lakukan?!” serunya dengan suara tertahan.Kai tertawa kecil, lalu bergerak mengambil alih cangkir di tangan Dahlia—yang isinya sudah tumpah ke lantai—dan meletakkan benda itu ke meja.Dahlia yang baru sadar hal itu segera mengelap tangannya yang basah ke baju tidurnya.“Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat,” kata Kai Ronan.“Ke mana?”“Kau mau ikut denganku?”Dahlia menggeleng tanpa pikir panjan
“Brianna.”“Ya, Mom?”“Kapan dia akan pergi dari sini?”Brianna mengernyit. bertanya-tanya apa maksud ibu mertuanya ini. “Siapa?” tanya Brianna heran.Dengan raut jijik di wajahnya, Mariska menjawab, “Ibu tirimu.”Brianna sontak menoleh ke belakang, melihat Dahlia berdiri di sana, yang ketika mata mereka bertemu wanita itu langsung memberikan senyum lebarnya.“Dia ....” Brianna mencoba menemukan kata-kata yang tepat untuk diucapkan. Dia memang berniat untuk menyingkirkan Dahlia, tapi kalau ditanya 'kapan', Brianna tidak bisa menjawab. “Untuk saat ini, dia akan tetap tinggal di kediaman Harrison, Mom.”“Oh, Ya Tuhan. Kau benar-benar kasihan, Anakku. Bagaimana bisa kau tahan dengan wanita dingin itu?”Entah kenapa, Brianna merasa sedikit disentil rasa jengkel oleh ucapan simpati ibu mertuanya itu. Karena bagaimana pun, Dahlia adalah ib
Memasang senyum ramah, Dahlia menghampiri Mariska."Mariska. Hai, selamat datang," sapa Dahlia dengan antusias. Dia membuka tangannya hendak melakukan salam basa basi untuk mengecup pipi wanita itu, tapi secara terang-terangan Mariska tidak menghiraukannya dan langsung menghampiri Brianna dengan antusias yang tidak dia tunjukkan saat berhadapan dengan Dahlia."Oh, lihatlah anak menantuku ini. Kau tampak cantik sekali.""Terima kasih, Mom," balas Brianna, kemudian memeluk ibu mertuanya pelan sebelum Mariska mengambil tempat duduk tepat di samping Dahlia.Dahlia juga kembali duduk di tempatnya tanpa mengatakan apa pun."Bagaimana perjalananmu kemari? Apa semuanya baik-baik saja?" Dahlia tidak menyerah dan mencoba menutupi rasa malunya dengan bertanya demikian, seolah apa yang Mariska lakukan tadi tidak mempermalukannya di hadapan Kai Ronan, Brianna, dan juga para pelayan yang ada di sana.Ah ya. Tidak hanya Dahlia, tapi juga anaknya sendiri Mariska
Penyesalan itu memang selalu datang di akhir. Tapi, karena Dahlia tahu bahwa tidak ada jalan keluar lain, dia mencoba untuk tidak terlalu memikirkannya. Apa yang dia dan Kai Ronan telah lakukan di perpustakaan tadi, biar saja menjadi rahasia gelapnya yang hanya mereka berdua tahu.Menyadari hal itu, menyadari dirinya kini telah melakukan sesuatu yang buruk secara sembunyi-sembunyi, membuat Dahlia merasa seperti sampah.Dia mencoba untuk berkonsentrasi pada makan malam ini dengan menarik napas dalam-dalam agar aroma makanan yang lezat tercium oleh hidungnya. Tapi bahkan dengan itu, nafsu makannya tidak meningkat."Ibuku akan sampai lima menit lagi."Tubuh Dahlia menegang saat mendengar suara itu di belakangnya. Dia tidak menoleh, tapi tahu bahwa Kai Ronan melangkah mendekat dan kemudian duduk di hadapannya. Dahlia menunduk, pura-pura memainkan ponselnya. Dia tidak kuasa menatap Kai lagi tanpa memikirkan kenikmatan yang telah pria itu berikan. Bahkan puncak dada Dahl
Gairah dan adrenalinnya terpacu. Melakukan ini dengan Kai Ronan adalah sebuah kesalahan yang seharusnya dia hentikan. Tapi keyakinannya itu telah menghilang selama beberapa menit lalu sebelum ciuman pria itu menghilangkan pikiran rasionalnya yang ingin memberontak. Kini yang tersisa adalah penyerahan.Dahlia membalas perlakuan Kai Ronan sama besar. Mengecup bibirnya, melumatnya, dan memeluknya erat seolah kedekatan mereka saat ini tidak pernah cukup.Suara cecap bibir yang basah saling beradu memenuhi ruangan tempat mereka berada, buku-buku di perpustakaan itu seolah menjadi saksi bisu pada dua insan yang tengah dimabuk hasrat.Merasa tidak cukup hanya dengan menciumnya, Kai menggendong tubuh Dahlia dan membawanya ke sofa yang ada di sana. Sofa itu sedikit berdebu. Partikel-partikel kecil beterbangan di udara dan nampak di garis cahaya matahari sore yang masuk melalui jendela.Tubuhnya menindih Dahlia, meraup bibir ranum yang memerah dan terbuka