Bulan madu antara kedua mempelai akan berlangsung selama seminggu. Selama seminggu itu juga, Dahlia gunakan untuk membenah pikirannya yang sempat kacau.
Saat dia pikir dia sudah lebih tenang dari sebelumnya, kini perasaannya kembali berantakan saat dia pulang ke rumah Keluarga Harrison dan mendapati bahwa barang-barang Brianna belum ada satupun yang dipindahkan ke rumah suaminya.
“Ada apa ini, Sir Weston? Kenapa barang-barang Brianna masih di sini?” tanya Dahlia pada semua kotak-kotak yang sebelumnya sudah dikeluarkan dan siap untuk dibawa pergi, tapi kini malah kembali dimasukkan ke dalam dan dirapikan seperti semula.
Thomas Weston, kepala pelayan Keluarga Harrison yang sudah bekerja selama puluhan tahun itu, menatap terkejut ke arah Dahlia yang baru saja sampai.
“Nyonya, Anda sudah kembali?” katanya. Dia terlalu sibuk memberi arahan kepada pelayan sehingga tidak menyadari kepulangan sang nyonya rumah.
“Ya,” jawab Dahlia tidak fokus. “Dan kau belum menjawab pertanyaanku.”
“Ah, ya. Nona Brianna mendadak ingin semua barangnya kembali dirapikan. Dia bilang, bahwa dia dan Tuan Ronan memutuskan untuk tinggal di sini.”
Seketika itu juga, Dahlia membuka mulutnya karena tercengang. “Kau pasti bercanda, Sir Weston,” tukasnya.
“Tidak, Nyonya. Maafkan saya tidak memberi tahu Anda lebih dahulu. Nona Brianna baru memberi tahu mengenai hal ini pagi tadi, sehingga pikiran saya terlalu teralihkan untuk memberi tahu Anda.”
“Dan apa alasannya melakukan itu?” tanya Dahlia gamang.
Weston menunduk. “Saya tidak tahu, Nyonya.”
Dahlia merasakan kepalanya kembali berdenyut sakit. Dia sudah melewatkan beberapa malam tanpa tidur yang cukup, dia pikir dengan kembali ke rumah akan membuatnya merasa lebih baik, namun dengan kabar mengejutkan ini Dahlia tidak lagi berpikir bahwa keputusannya pulang ke sini adalah benar.
“Anda baik-baik saja, Nyonya?” tanya Weston. Wajah keriputnya mengguratkan raut khawatir yang sangat kentara.
Dahlia hanya memberikannya anggukan singkat. “Ya, aku baik-baik saja. Aku akan kembali ke kamar dan istirahat.”
“Baik. Makan siang akan siap dalam dua jam, saya akan memberi tahu Anda nanti.”
“Hm,” sahut Dahlia singkat, lalu pergi ke kamarnya yang terletak di lantai dua. Di sana, dia langsung menjatuhkan tubuhnya ke atas ranjang dan memijat kepalanya yang pening.
Dahlia belum tahu pasti kapan Brianna dan suaminya akan pulang. Bisa saja malam ini, atau mungkin siang ini. Dengan itu, Dahlia pun berinisiatif untuk menghubungi Brianna. Dia mengambil ponselnya, mencari nomor putri tirinya itu, namun tangannya terhenti dan dia mengurunkan niatnya.
Brianna pasti tidak ingin diganggu sekarang. Bulan madu mereka singkat dan mereka mungkin tidak ingin menyia-nyiakannya atau diganggu oleh siapa pun.
Dahlia kembali memikirkan malam yang dia lalui bersama Kai Ronan. Seharusnya dia tidak melakukan itu, namun kini ketika membayangkan Kai tengah berbulan madu dengan Brianna dan melakukan entah apa berdua saja di sana, membuat perasaan buruk yang Dahlia coba hindari selama beberapa hari ini kembali muncul.
Bagaimana reaksi Brianna nanti kalau tahu suaminya menghabiskan malam pengantin mereka dengan tidur dengan mertuanya sendiri.
Dahlia menggeleng, mengenyahkan pemikiran itu dari benaknya.
Brianna tidak boleh tahu. Siapa pun … tidak boleh tahu! Dahlia akan memastikan itu.
Dan karena Brianna memutuskan untuk tinggal di rumah ini, alih-alih di rumah yang katanya telah Kai Ronan siapkan, membuat Dahlia mempertimbangkan untuk keluar dari sini.
Tapi dia teringat kembali dengan ucapan suaminya, Louis Harrison.
“Saat aku tiada nanti, tetaplah tinggal di rumah ini, Dahlia. Dan jaga Brianna untukku. Aku mohon,” kata Louis saat itu dengan suara yang sangat lemah.
Dahlia tentu tidak tega untuk menolak. Dia akhirnya setuju. Lagi pula, ke mana lagi dia harus pergi? Di keluarganya, hanya tersisa Dahlia seorang. Ibu dan ayahnya sudah meninggal dan dia adalah anak bungsu, sementara 2 kakaknya yang lain telah menikah dan memiliki kehidupan mereka masing-masing.
Dahlia akan melakukan kewajibannya sebagai Nyonya Harrison. Setidaknya, sampai Brianna siap untuk mengambil alih semuanya.
***
Suara ketukan di pintu yang terdengar berulang kali membangunkan Dahlia dari tidur. Dia menggeliat di ranjang dan menyadari otot-ototnya terasa pegal. Padahal dia baru saja bangun dari tidur. Tapi seperti biasa, tidurnya tidak pernah nyenyak dan terasa berkualitas.
Saat menoleh ke arah jam di atas nakas, Dahlia menyadari bahwa dia baru saja tidur selama satu jam, setelah semalam tidak tidur sama sekali.
Kepala Dahlia terasa berputar saat dia tiba-tiba bangkit dari ranjang untuk membuka pintu. Dahlia mengira bahwa Weston membangunkannya lebih awal dari seharusnya untuk makan siang yang kata pria itu akan siap dalam dua jam, ini baru satu jam tiga puluh menit.
Namun, saat Dahlia membuka pintu, yang dia lihat justru bukan Weston. Mata Dahlia terasa sedikit perih karena kurang tidur jadi dia mengerjap beberapa kali, mengira bahwa penglihatannya baru saja mengelabuinya. Tapi objek di hadapannya tetap sama. Dahlia mengerjap lagi, membuka mulut hendak mengatakan sesuatu, namun tidak ada satu pun kata yang berhasil dia ucapkan.
Sementara itu, Kai Ronan menatap wanita di hadapannya dengan geli. Wanita itu masih sama cantik dan manisnya seperti yang Kai ingat. Seminggu tidak melihatnya membuat dia terbayang-bayang.
Dan kini, jelas terlihat bahwa Dahli baru saja bangun dari tidur. Matanya terlihat sedikit memerah ada kantung hitam samar di bawah matanya.
“Apakah kau tidak tidur dengan baik?” tanya Kai. Tangannya terangkat menangkup wajah wanita itu, lalu mengusap bawah matanya dengan ibu jari.
Dahlia tersentak, tapi tidak menolak sentuhan yang mengejutkannya itu.
Saat pandangan Kai Ronan turun dari mata ke bibir, lalu ke leher, Dahlia merasa sekujur tubuhnya dialiri gelenyar aneh yang dia tahu pasti apa. Saat itulah kemudian Dahlia menepis tangan pria itu.
Kai Ronan tidak mengatakan apa pun, tapi kini tatapannya turun ke bahu Dahlia. Baju santai yang wanita itu kenakan berupa gaun satin yang tampak lembut dan jatuh dengan pasrah ke lekukan tubuhnya yang bisa Kai bayangkan dengan mudah, karena pernah melihat semuanya.
Dan kini, Kai menginginkannya lagi.
Namun dia tidak menunjukkan itu. Sekalipun dia menginginkan Dahlia, dia tidak ingin pengaruh yang wanita itu timbulkan pada dirinya menguasainya secara menyeluruh.
Aku yang akan menguasai wanita ini, bukan sebaliknya, batin Kai, seolah untuk mengingatkan dirinya sendiri.
“Weston bilang makan siang sudah siap,” Kai berkata sembali menjauh dari Dahlia.
“Ah, ya!” Dahlia juga ikut mundur, baru tersadar oleh kedekatan mereka. “Aku akan ke sana segera.”
Kemudian tanpa menunggu respon pria di hadapannya, Dahlia menutup pintu kamarnya dengan tenaga yang sedikit lebih kencang sehingga menimbulkan suara yang juga mengejutkan dirinya sendiri.
Lalu dia pun bersandar di belakang pintu itu dan menarik napas dalam-dalam, mencoba untuk menenangkan detak jantungnya yang menggila.
Ada apa dengan dirinya? Kenapa mendadak dia merasa seperti ini terhadap pria itu?
Mereka sudah sering bertemu sebelum pernikahan berlangsung. Dan perasaan Dahlia saat itu sangat jauh dari apa yang sekarang dia rasakan.
Pertanyaannya kini adalah bisakah dia terus menganggap Kai Ronan sebagai menantunya?
“Ya, aku bisa,” kata Dahlia, meyakinkan dirinya sendiri.
Namun hatinya jelas berkata lain.
***
[to be continued]
Setelah meyakinkan dirinya cukup lama, Dahlia akhirnya keluar dari kamar dan turun untuk makan siang. Jantungnya berdetak dengan sangat kencang saat membayangkan wajah Kai Ronan. Dan dia juga merasakan perutnya seolah dijungkirbalikkan karena menyadari bahwa Brianna akan ada di sana bersama mereka.Dahlia belum siap oleh pertanyaan apa pun. Dan kemungkinan Brianna akan bertanya ke mana Dahlia pergi selama pesta pernikahannya berlangsung.“Maaf. Apa kalian menunggu lama?” kata Dahlia setelah dia menarik kursinya dan duduk. Kai tengah sibuk dengan layar ponselnya dan duduk dengan jarak satu kursi dari Dahlia, sementara Brianna ada di depannya.“Aku tidak menunggumu. Makanannya belum siap,” sahut Brianna, suaranya terdengar dingin dan sikapnya tampak lebih acuh dari sebelumnya.Dahlia menyadari, bahwa dia telah menyia-nyiakan usahanya selama ini untuk dekat dengan Brianna hanya karena satu hari yang dia kacaukan. Masalahnya, satu hari
Dahlia benar-benar datang ke kamar Brianna dan seperti dugaannya, wanita itu tengah sibuk membereskan isi kopernya dibantu oleh seorang pelayan.Diketuknya pintu perlahan untuk menarik perhatian mereka.“Bolehkah aku bergabung membantu kalian?” ucap Dahlia, tersenyum ramah.Si pelayan mendongak diam-diam menatap ke arah sang nona, seolah untuk meminta persetujuan.“Yah, terserah kau saja,” sahut Brianna acuh.Dahlia pun masuk dan ikut duduk di lantai di mana Brianna tengah mengeluarkan pakaiannya dari koper yang kemudian dirapikan oleh pelayan yang membantunya.“Di mana Kai?”Dahlia melirik Brianna, terdiam sesaat sebelum menjawab, “Masih di ruang makan.”“Dia harus merapikan pakaiannya juga,” ucap Brianna.Dahlia mengernyit, lalu menoleh pada sebuah koper berwarna hitam yang terletak di dekat ranjang. “Kenapa tidak kau lakukan itu untuk suamimu?” ka
Pergi.Itulah yang akan Dahlia lakukan.Pergi sejauhnya dari apa pun yang membuatnya terbelenggu di tempat ini. Hanya sesaat, lalu setelah itu dia akan kembali setelah berhasil menguasai dirinya.Saat Dahlia berjalan terburu-buru pada tengah malam dan disaksikan oleh Weston, Dahlia hanya berkata pada pria itu bahwa dia akan pergi.“Aku tidak ingin mengganggu pengantin baru. Mereka butuh waktu berdua untuk saling mengenal.”“Anda sangat bijaksana, Nyonya,” sahut Weston dengan rasa hormat yang tidak berkurang sekalipun usianya jauh lebih tua.Tidak ada orang rumah selain Weston yang tahu bahwa Dahlia pergi. Dan Dahlia juga yakin tidak akan ada yang peduli.Namun di lubuk hatinya yang terdalam, Dahlia bertanya-tanya, apakah Kai akan mencarinya? Besar kemungkinan jawabannya adalah ya. Tapi Dahlia juga tahu maksud pria itu mencarinya adalah untuk mengatakan hal-hal menyakitkan lagi padanya.Dahlia tidak akan
Dahlia duduk di sebuah restoran yang baru pertama kali ini dia lihat. Sebuah restoran Jepang dengan konsep kayu dan kesederhanaan seperti di daerah pedesaan. Belum lagi dengan pemandangan yang disuguhkan dari jendela lebar memenuhi satu sisi dinding dan sengaja dibuka sehingga angin sepoi musim panas masuk ke dalam. Dahlia tidak menyangka bahwa investor pentingnya kali ini memintanya untuk bertemu di sini. Sebuah restoran yang baru dibuka, sangat jauh dari kesan mewah yang Dahlia biasa lihat. Dia berada di sebuah bilik khusus yang telah dipesankan oleh Jaden Miles. Dahlia merasa pernah mendengar nama itu di suatu tempat, tapi dia lupa di mana tepatnya. Dan sembari menunggu pria itu datang, Dahlia memainkan ponsel, mengecek sosial media dan website-website favorit. Saat pikirannya tengah tenggelam di dunia maya, pintu bilik itu terbuka, seseorang masuk. Dahlia buru-buru mengangkat pandangan dan melihat sosok yang kemudian duduk di hadapannya. Ked
Apa pun yang Kai Ronan katakan selama lima belas menit setelahnya, hanya Dahlia tanggapi seadanya saja. Saat Kai mulai lagi mencoba untuk menggodanya dengan kata-kata pria itu yang blak-blakkan, Dahlia memilih untuk diam.“Bisa kah kita makan makan malamnya dengan tenang?”Kai tersenyum, sadar apa yang coba Dahlia perjuangkan. “Kau ingin menghindariku.”Dahlia diam.“Kalau kau melakukannya, aku akan semakin tertarik padamu.”“Aku ibu mertuamu, Ronan. Kau tidak perlu mengejarku. Kita akan bertemu pada makan malam rutin di setiap akhir pekan.”“Apakah itu sebuah isyarat lampu hijau yang aku dengar?”“Itu peringatan,” tukas Dahlia dingin.“Tidak masalah. Kita bisa mengendap-ngendap setelahnya saat semua orang sudah tidur.”Tubuh Dahlia langsung meremang. Dia tidak mengharapkan dirinya akan bereaksi demikian karena siapa pun tahu … yan
Langkah Dahlia terasa berat. Dia hanya berharap bahwa dia tidak terlihat aneh dengan langakh robot itu. Dan semoga saja tidak ada yang menyadari kegugupannya.Dahlia berhenti di dekat meja Brianna dan menatap putri tirinya itu diikuti senyum. “Brianna, aku tidak tahu bahwa kau akan ada di sini,” kata Dahlia, terdengar ramah.Namun respon Brianna justru sebaliknya. Dia mendelikkan mata dan melirik pria di belakang Dahlia. Tubuh Dahlia menegang. Apakah Brianna menyadarinya? Apakah Brianna curiga pada pertemuan mereka malam ini.“Pekerjaan lagi?” ucap wanita itu. Dia tidak menunjukkannya pada Dahlia yang lebih dulu menyapanya, melainkan pada suaminya di belakang wanita itu.Dahlia sangat malu, apalagi tatapan dari teman-teman Brianna mulai semakin tertuju padanya.“Ya. Aku sudah mendengar bahwa akan ada pesta di sini malam ini. Pemiliknya adalah salah satu teman kampusmu, benar?” kata Kai. Suaranya terdengar jauh le
Dahlia sampai di mobilnya dan masuk. Saat dia baru saja hendak menyalakan mesin mobilnya. Tiba-tiba saja seseorang mengetuk kaca jendela di sebelahnya membuat Dahlia terperanjat. Dia menoleh, dan lebih terkejut lagi melihat Kai Ronan berdiri di sana.Dahlia benar-benar mematung untuk beberapa saat. Apa yang pria itu lakukan di sini dan bukannya dia masih di dalam restoran tadi saat Dahlia meninggalkannya?Mungkin ada sesuatu yang terjadi dengan Brianna, pikir Dahlia.Dia lantas membuka kaca mobilnya dan bertanya cepat, “Ada apa?” tanyanya. Ada raut khawatir yang tampak di wajahnya. “Apa Brianna baik-baik saja?”Kai yang baru saja membuka mulut hendak menjawab kembali menutupnya lagi karena apa yang dikatakan oleh Dahlia. “Ini bukan tentang Brianna,” katanya.“Lalu?”Kai menatap ke area parkiran dan menyahut, “Bisa kau buka mobilnya dan kita bicara di dalam? Orang-orang akan melihat.&rdquo
MIL 13 – TetanggaBenar seperti dugaan Dahlia selama di perjalanan tadi. Bahwa arah apartemen Kai Ronan, persis sama seperti arah menuju apartemennya sendiri. Yang artinya, mereka tinggal di satu gedung apartemen yang sama. Saat mobil Dahlia telah sampai di pelataran apartemen itu, dia terdiam, mengetuk-ngetukkan jarinya di kemudi.“Kenapa diam?” tanya Kai. “Ayo masuk. Kau tidak mungkin menurunkanku di sini, kan?”Dahlia mendelik padanya. “Kau sengaja?”Kai terkekeh geli. “Ini hanya suatu kebetulan saja, Ibu Mertua. Atau kau mau aku menyebutnya takdir? Jarang sekali ada ibu mertua dan menantu yang kebetulan tinggal di satu apartemen yang sama.”“Di satu gedung apartemen yang sama,” Dahlia melarat, dengan nada penuh penekanan.Itu membuat Kai tertawa lagi. “Baiklah. Ayo masuk.”Dengan sangat berat hati, Dahlia menyalakan kembali mobilnya dan memasuki
Terlalu ramai. Itu adalah pikiran pertama Dahlia sesaat setelah dia menapakkan kakinya di dalam, juga sedikit terkejut karena ternyata ruangan itu sangat luas dan diisi oleh manusia lebih banyak dari yang Dahlia kira.“Ada lagi di atas,” bisik Kai di dekat telinganya.Tapi tidak peduli seberapa ramai atau sesaknya tempat ini, entah kenapa Dahlia tidak merasa tertekan berada di sana. Dia menatap sekitarnya dengan penuh ketertarikan yang tampak dengan jelas di kedua mata hijaunya itu.Kai yang melihat Dahlia, tersenyum kecil. Dia menggiring Dahlia untuk duduk di meja bundar yang telah diisi oleh beberapa orang dan hanya terdapat tiga kursi kosong di sana dari tujuh. Dahlia tidak mengenal orang-orang ini, tapi suasana di sekitar mereka memberi tahu bahwa mereka tidak perlu saling mengenal untuk mendapatkan kesenangan bersama-sama, persis seperti yang Kai bilang.Dahlia duduk di sana, sementara Kai menunduk ke arahny
Mereka berkendara menuju pesisir. Yang kemudian mempertemukan mereka dengan perbatasan jurang yang curam dan pantai. Kendaraan di sana semakin sedikit dan Dahlia tidak kuasa untuk tidak membuka kaca helmnya dan membiarkan angin yang kencang menerpa wajahnya.Senyum di bibir Dahlia melebar. Pelukannya pada Kai Ronan mengencang, merasakan perut rata dan keras milik pria itu di bawah tangannya.Motor melaju turun dari jalanan curam ke jalan tepat di dekat pantai, mereka hanya terpisah oleh birai besi di pinggir dan suara ombak mulai terdengar bersamaan dengan suara mesin motor.Dahlia terpaku menatap pemandangan di depannya, pada bulan dengan cahaya pucat yang menerpa air laut, seolah menebar bintang di bawahnya.Kai sepenuhnya mengerti dan segera memelankan laju motor supaya Dahlia bisa menikmati pemandangan indah itu lebih lama.Pemandangan yang mungkin bagi orang lain biasa saja, termasuk bagi Kai sendiri, tampak sangat berarti bagi wanita di belak
“Jadi maksudmu, kau bebas melakukan apa pun padaku?” Dahlia menatap pria di hadapannya penuh curiga.Dan Kai Ronan hanya menyengir. “Dan kau juga bebas melakukan apa pun padaku,” sahutnya dengan suara yang sengaja dipelankan seolah itu adalah rahasia mereka berdua.Mereka memang tengah menyimpan sebuah rahasia yang menurut Dahlia sangat berbahaya. Dan tidak ada yang bisa Dahlia lakukan untuk itu. Dia merasa seolah tidak memiliki kuasa apa pun mengenai hubungannya dengan Kai Ronan saat ini.Sejak awal memang hanya pria itu seorang yang memegang kendali.Dahlia terdiam cukup lama sembari mengalihkan pandang.Kai kemudian menangkupkan telapak tangannya yang besar dan hangat ke wajah Dahlia dan memaksa wanita itu untuk menatapnya. Manik mata zamrud dan hazel gelap itu saling menumbuk.Gestur lembut penuh afeksi tersebut membuat otak Dahlia tidak kuasa untuk tidak memikirkan hal apa yang akan terjadi pada mereka malam ini.
Bab 32 –“Aku rasa ini tidak benar, Ronan,” Dahlia berbisik rendah di belakang Kai Ronan yang dengan perlahan mengeluarkan motornya dari parkisan di bagasi. Pria itu naik dan memberikan Dahlia helm untuk wanita itu gunakan. Senyum miring tersemat di bibirnya kala melihat Dahlia memberengut tidak yakin.“Oh ayolah, kapan memang hal yang kita lakukan berdua itu benar?” cemoohnya.Itu adalah pernyataan telak yang tidak ingin Dahlia dengar, tapi memang faktanya begitu dan dia tidak bisa membantah. Dahlia menundukkan pandangannya menatap helm yang dia pegang. Keyakinannya untuk ikut tadi mendadak loncat entah ke mana.Kai Ronan yang menyadari itu menghela napas. Dia mengangkat dagu Dahlia agar tatapan mereka sejajar. Lalu Kai merunduk dan mengecup bibir wanita itu.“Untuk malam ini, mari kita lupakan siapa kita sebenarnya. Hubungan apa pun yang kita miliki, anggap tidak pernah ada. Aku, Kai Ronan, adalah orang asing b
Suara pekikan terkejut Dahlia memecah kesunyian malam.Kai yang mendarat dengan mulus langsung berdiri dan membekap mulut ibu mertuanya itu. “Ssst! Kau akan membangunkan para penghuni rumah.”“Nghmmmm!”“Apa?” Kai Ronan tersenyum geli dan mendekatkan telinganya ke wajah Dahlia.“Nghmm!”“Aku tidak mendengar—”Dahlia menepis tangan Kai Ronan darinya dan mendorong pria itu. “Apa yang kau lakukan?!” serunya dengan suara tertahan.Kai tertawa kecil, lalu bergerak mengambil alih cangkir di tangan Dahlia—yang isinya sudah tumpah ke lantai—dan meletakkan benda itu ke meja.Dahlia yang baru sadar hal itu segera mengelap tangannya yang basah ke baju tidurnya.“Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat,” kata Kai Ronan.“Ke mana?”“Kau mau ikut denganku?”Dahlia menggeleng tanpa pikir panjan
“Brianna.”“Ya, Mom?”“Kapan dia akan pergi dari sini?”Brianna mengernyit. bertanya-tanya apa maksud ibu mertuanya ini. “Siapa?” tanya Brianna heran.Dengan raut jijik di wajahnya, Mariska menjawab, “Ibu tirimu.”Brianna sontak menoleh ke belakang, melihat Dahlia berdiri di sana, yang ketika mata mereka bertemu wanita itu langsung memberikan senyum lebarnya.“Dia ....” Brianna mencoba menemukan kata-kata yang tepat untuk diucapkan. Dia memang berniat untuk menyingkirkan Dahlia, tapi kalau ditanya 'kapan', Brianna tidak bisa menjawab. “Untuk saat ini, dia akan tetap tinggal di kediaman Harrison, Mom.”“Oh, Ya Tuhan. Kau benar-benar kasihan, Anakku. Bagaimana bisa kau tahan dengan wanita dingin itu?”Entah kenapa, Brianna merasa sedikit disentil rasa jengkel oleh ucapan simpati ibu mertuanya itu. Karena bagaimana pun, Dahlia adalah ib
Memasang senyum ramah, Dahlia menghampiri Mariska."Mariska. Hai, selamat datang," sapa Dahlia dengan antusias. Dia membuka tangannya hendak melakukan salam basa basi untuk mengecup pipi wanita itu, tapi secara terang-terangan Mariska tidak menghiraukannya dan langsung menghampiri Brianna dengan antusias yang tidak dia tunjukkan saat berhadapan dengan Dahlia."Oh, lihatlah anak menantuku ini. Kau tampak cantik sekali.""Terima kasih, Mom," balas Brianna, kemudian memeluk ibu mertuanya pelan sebelum Mariska mengambil tempat duduk tepat di samping Dahlia.Dahlia juga kembali duduk di tempatnya tanpa mengatakan apa pun."Bagaimana perjalananmu kemari? Apa semuanya baik-baik saja?" Dahlia tidak menyerah dan mencoba menutupi rasa malunya dengan bertanya demikian, seolah apa yang Mariska lakukan tadi tidak mempermalukannya di hadapan Kai Ronan, Brianna, dan juga para pelayan yang ada di sana.Ah ya. Tidak hanya Dahlia, tapi juga anaknya sendiri Mariska
Penyesalan itu memang selalu datang di akhir. Tapi, karena Dahlia tahu bahwa tidak ada jalan keluar lain, dia mencoba untuk tidak terlalu memikirkannya. Apa yang dia dan Kai Ronan telah lakukan di perpustakaan tadi, biar saja menjadi rahasia gelapnya yang hanya mereka berdua tahu.Menyadari hal itu, menyadari dirinya kini telah melakukan sesuatu yang buruk secara sembunyi-sembunyi, membuat Dahlia merasa seperti sampah.Dia mencoba untuk berkonsentrasi pada makan malam ini dengan menarik napas dalam-dalam agar aroma makanan yang lezat tercium oleh hidungnya. Tapi bahkan dengan itu, nafsu makannya tidak meningkat."Ibuku akan sampai lima menit lagi."Tubuh Dahlia menegang saat mendengar suara itu di belakangnya. Dia tidak menoleh, tapi tahu bahwa Kai Ronan melangkah mendekat dan kemudian duduk di hadapannya. Dahlia menunduk, pura-pura memainkan ponselnya. Dia tidak kuasa menatap Kai lagi tanpa memikirkan kenikmatan yang telah pria itu berikan. Bahkan puncak dada Dahl
Gairah dan adrenalinnya terpacu. Melakukan ini dengan Kai Ronan adalah sebuah kesalahan yang seharusnya dia hentikan. Tapi keyakinannya itu telah menghilang selama beberapa menit lalu sebelum ciuman pria itu menghilangkan pikiran rasionalnya yang ingin memberontak. Kini yang tersisa adalah penyerahan.Dahlia membalas perlakuan Kai Ronan sama besar. Mengecup bibirnya, melumatnya, dan memeluknya erat seolah kedekatan mereka saat ini tidak pernah cukup.Suara cecap bibir yang basah saling beradu memenuhi ruangan tempat mereka berada, buku-buku di perpustakaan itu seolah menjadi saksi bisu pada dua insan yang tengah dimabuk hasrat.Merasa tidak cukup hanya dengan menciumnya, Kai menggendong tubuh Dahlia dan membawanya ke sofa yang ada di sana. Sofa itu sedikit berdebu. Partikel-partikel kecil beterbangan di udara dan nampak di garis cahaya matahari sore yang masuk melalui jendela.Tubuhnya menindih Dahlia, meraup bibir ranum yang memerah dan terbuka