MIL 13 – Tetangga
Benar seperti dugaan Dahlia selama di perjalanan tadi. Bahwa arah apartemen Kai Ronan, persis sama seperti arah menuju apartemennya sendiri. Yang artinya, mereka tinggal di satu gedung apartemen yang sama. Saat mobil Dahlia telah sampai di pelataran apartemen itu, dia terdiam, mengetuk-ngetukkan jarinya di kemudi.
“Kenapa diam?” tanya Kai. “Ayo masuk. Kau tidak mungkin menurunkanku di sini, kan?”
Dahlia mendelik padanya. “Kau sengaja?”
Kai terkekeh geli. “Ini hanya suatu kebetulan saja, Ibu Mertua. Atau kau mau aku menyebutnya takdir? Jarang sekali ada ibu mertua dan menantu yang kebetulan tinggal di satu apartemen yang sama.”
“Di satu gedung apartemen yang sama,” Dahlia melarat, dengan nada penuh penekanan.
Itu membuat Kai tertawa lagi. “Baiklah. Ayo masuk.”
Dengan sangat berat hati, Dahlia menyalakan kembali mobilnya dan memasuki
“Ini tentang hubungan kita. Kalau kau setuju, aku akan melakukan apa yang kau inginkan, Dahlia,” kata Kai. Dan itu sukses membuat Dahlia berhenti.Tentu saja dia melihat ucapan Kai itu sebagai sebuah jalan keluar baginya mengakhiri semua masalah ini.Sehingga kedua tangan Dahlia pun melemas dan Kai Ronan berhasil mendorong benda keras itu. Dia masuk, lalu menutup pintu di belakangnya.Dahlia menatapnya, menunggu. “Katakan sekarang!”“Ck! Ck! Tidak sopan sekali,” gumam Kai, lalu masuk ke dalam tanpa menunggu Dahlia mempersilakannya, karena wanita itu tidak mungkin akan membiarkannya masuk lebih jauh.Kai duduk di sofa berwarna hijau tua yang terletak di tengah-tengah ruangan. Perpaduan hijau gelap, putih, dan beberapa ukiran dan benda hiasan berwarna emas dalam interior apartemen ini benar-benar membuat pandangan segar.“Aku mengerti. Kau menyukai kemewahan,” komentar Kai.“…
Kai membawa Dahlia ke kamarnya. Menurunkan wanita itu ke atas ranjang. Lalu dia bergerak cepat untuk melakukan pertolongan pertama menurunkan demam pada tubuh wanita itu. Bagaimana bisa dia tidak menyadarinya sedari tadi.Padahal Dahlia sudah menunjukkannya dengan jelas. Kata-katanya di restoran tadi buktinya, dia bilang hendak istirahat karena merasa kelelahan, tapi Kai justru mengabaikannya.Mengambil air hangat menggunakan mangkuk dan handuk kecil di kamar mandi, Kai kembali ke ranjang, duduk di samping Dahlia dan mulai mengompres dahinya. Setelah itu, Kai bergerak melepaskan sepatu wanita itu.Tubuh seorang Kai Ronan mematung saat pandangannya berlabuh ke arah stoking hitam yang membalut kaki jenjang nan indah milik wanita di hadapannya. Dahlia mengenakan baju terusan berwarna krim, stoking hitam, dan sepatu berhak rendah. Penampilannya selalu tampak formal sekaligus anggun.Kai tidak terlalu memperhatikannya tadi, namun Dahlia malam ini tampak sangat
MIL 16 –Saat matanya terbuka, dia mendapati ruangan tempatnya berada gelap. Kepalanya berdentum seperti gendang yang dipukul. Saat menengok ke samping dan menyadari bahwa dirinya tengah terbaring seorang diri di ranjang, dia pun memejamkan matanya lagi, memutuskan untuk melanjutkan tidurnya.Namun, sebelum dia benar-benar tenggelam dalam ketidaksadaran, dia teringat apa yang terjadi sebelumnya. Dia ingat bahwa seorang pria berpakaian putih, dengan suara beratnya yang rendah, menawarkannya bantuan. Bantuan dari apa? Dia tidak tahu. Dan juga, dia ingat akan seberapa wanginya pria itu. Sehingga saat mereka berdua menjauh, dia merasa kehilangan.Dahlia jatuh tertidur sekali lagi, memikirkan sosok pria itu. Bagian dari dirinya yang masih menjadi gadis kecil penuh mimpi berharap bahwa pria itu adalah si pangeran berkuda putih yang menolongnya dalam kesusahan.Kemudian, entah sudah berapa lama berlalu, Dahlia terbangun lagi. Matanya terbuka. Namun kali in
Kai Ronan tahu bahwa seharusnya dia menjauh. Atau kalau perlu menyingkirkan wanita yang saat ini tengah menciumnya dengan begitu panas. Namun, dia mendapati dirinya sendiri membalas ciuman itu dengan hasrat yang sama.Kalau ini wanita lain, tentu dia akan mendorong wanita itu menjauh dan menatapnya dengan pandangan jijik. Tapi yang saat ini berada dalam rengkuhan tangannya dan berhasil menyulut gairahnya dalam satu bisikan mesra, adalah Dahlia.Hanya satu rangkai nama; Dahlia.Kai tidak suka menyebut nama belakang wanita itu. Apalagi dalam keadaan seperti ini, saat tubuhnya memanas dan menyadari kehadiran wanita itu dengan sangat nyata. Kobaran api gairah yang menyala di antara mereka juga menggodanya semakin jauh. Kai mencium bibir itu dengan panas, semakin menuntut.Suara kecupan bibir mereka akhirnya terhenti saat Dahlia mendorong tubuh Kai untuk bernapas. Namun hanya sebentar, karena bibir mereka kembali menyatu dalam sekejap.Kai menyecap rasa
MIL 18 – Permata IndahDahlia terbangun dengan napas terengah-engah. Mulutnya terbuka dan tenggorokannya terasa kering. Tubuhnya panas dan sensitif di mana-mana. Kepuasan baru saja menghantamnya dengan keras dan dia terbangun dari tidur tampak seperti seseorang yang baru saja mencapai puncak kenikmatan.Beradaptasi dengan kegelapan di ruangan itu, Dahlia mengerjap, mencoba mengumpulkan sisa kesadarannya yang tercerai-berai.Lalu saat semuanya telah dia dapatkan, bisikan pelan lolos dari bibirnya, “Mimpi macam apa itu?”Tidak, itu bukan mimpi, melainkan bagian dari ingatannya akan malam itu, malam di mana dia melakukan kesalahan besar dengan tidur bersama menantunya sendiri.Dahlia memejamkan matanya lagi, mencoba mengenyahkan bayangan itu dari benaknya. Karena masalahnya adalah, mimpi itu terasa sangat—sangat—nyata! Bahkan kulit Dahlia sekarang masih meremang oleh bekas sentuhan pria itu di dalam mimpinya. Darahnya mas
MIL 19 – Takut DicurigaiHari itu juga, Dahlia pergi menemui dokter ditemani oleh asistennya, Ashley. Seorang sopir telah menunggu mereka di luar dan setelah melakukan pemeriksaan, Dahlia langsung kembali ke apartemennya.“Anda diharuskan untuk beristirahat selama dua hari, Nyonya Harrison,” kata Dokter.Tadinya Dahlia ingin melanggar itu, tapi Ashley berkata, “Sebaiknya Anda mengikuti saran Dokter, Ma’am. Saya tidak ingin kesehatan Anda memburuk yang mana hal itu akan memakan waktu lebih lama untuk sembuh dan sama sekali tidak efisien.”Dahlia pun akhirnya menurut karena ucapan Ashley itu memang ada benarnya. Itulah kenapa dia mempekerjakan wanita itu sebagai asistennya, karena Ashley sangat bisa diandalkan dalam banyak hal.Namun sebagai gantinya, beberapa pekerjaan mudah Dahlia lakukan di rumah. Dia duduk di hadapan televisi dengan laptop di hadapannya yang menyala. Mata Dahlia terfokus ke ara
Brianna benar-benar mabuk semalam. Sera membawanya pulang ke apartemen wanita itu dan kini Brianna tengah tertidur di atas ranjang berukung king size milik Sera. Brianna ingin berbaring lebih lama lagi, tapi sebuah dering telepon yang membangunkannya tadi dan diakhiri dengan sebuah pesan singkat berisi informasi yang sangat penting baginya.[Hari ini ibu tirimu tidak hadir karena sakit. Datanglah dan hadiri rapat untuk menggantikannya.]Pandangan Brianna tampak menerawang untuk beberapa saat. Dahlia sakit?Separah apa penyakitnya itu sampai membuatnya lalai dalam pekerjaannya? Pikir Brianna. Dia segera bangkit dan hendak pergi ke kamar mandi saat tiba-tiba saja pintu terbuka.Sera Vincent, sahabat Brianna, muncul di sana dengan nampan yang Brianna yakini berisi sarapan.“Oh, kau sudah bangun?” Sera tampak terkejut.Brianna menyugar rambut panjangnya ke belakang dan mendesah lelah. “Ya. Aku harus cepat-cepa
Sesaat setelah mendengar suara seorang pria menyambutnya di seberang sana, Ashley langsung tertegun. Bukan hanya karena suaranya, tapi juga karena ucapannya yang sangat tidak biasa. Kalau dia adalah orang yang memiliki keperluan bisnis, tidak mungkin akan mengatakan kata-kata manis seperti rayuan macam itu.Ashley buru-buru mendekati Dahlia yang sepertinya sudah hampir masuk ke alam mimpi, kemudian menyodorkan ponsel itu ke hadapannya. “Ma’am!” panggilnya tergesa.“Hah? Apa?” sahut Dahlia dengan suara mengantuk.Ashley semakin menyodorkan ponsel itu kepada Dahlia. “Anda mungkin mau mengangkat telepon ini sendiri.”“Ck! Aku mengantuk. Kau saja yang bicara,” sahut Dahlia, karena saat ini kesadarannya sangat rendah dan benaknya sedang tidak bisa berpikir jernih, juga matanya sudah tidak bisa diajak berkompromi karena terus menutup seperti lem.“Ma’am—““Ashley!”
Terlalu ramai. Itu adalah pikiran pertama Dahlia sesaat setelah dia menapakkan kakinya di dalam, juga sedikit terkejut karena ternyata ruangan itu sangat luas dan diisi oleh manusia lebih banyak dari yang Dahlia kira.“Ada lagi di atas,” bisik Kai di dekat telinganya.Tapi tidak peduli seberapa ramai atau sesaknya tempat ini, entah kenapa Dahlia tidak merasa tertekan berada di sana. Dia menatap sekitarnya dengan penuh ketertarikan yang tampak dengan jelas di kedua mata hijaunya itu.Kai yang melihat Dahlia, tersenyum kecil. Dia menggiring Dahlia untuk duduk di meja bundar yang telah diisi oleh beberapa orang dan hanya terdapat tiga kursi kosong di sana dari tujuh. Dahlia tidak mengenal orang-orang ini, tapi suasana di sekitar mereka memberi tahu bahwa mereka tidak perlu saling mengenal untuk mendapatkan kesenangan bersama-sama, persis seperti yang Kai bilang.Dahlia duduk di sana, sementara Kai menunduk ke arahny
Mereka berkendara menuju pesisir. Yang kemudian mempertemukan mereka dengan perbatasan jurang yang curam dan pantai. Kendaraan di sana semakin sedikit dan Dahlia tidak kuasa untuk tidak membuka kaca helmnya dan membiarkan angin yang kencang menerpa wajahnya.Senyum di bibir Dahlia melebar. Pelukannya pada Kai Ronan mengencang, merasakan perut rata dan keras milik pria itu di bawah tangannya.Motor melaju turun dari jalanan curam ke jalan tepat di dekat pantai, mereka hanya terpisah oleh birai besi di pinggir dan suara ombak mulai terdengar bersamaan dengan suara mesin motor.Dahlia terpaku menatap pemandangan di depannya, pada bulan dengan cahaya pucat yang menerpa air laut, seolah menebar bintang di bawahnya.Kai sepenuhnya mengerti dan segera memelankan laju motor supaya Dahlia bisa menikmati pemandangan indah itu lebih lama.Pemandangan yang mungkin bagi orang lain biasa saja, termasuk bagi Kai sendiri, tampak sangat berarti bagi wanita di belak
“Jadi maksudmu, kau bebas melakukan apa pun padaku?” Dahlia menatap pria di hadapannya penuh curiga.Dan Kai Ronan hanya menyengir. “Dan kau juga bebas melakukan apa pun padaku,” sahutnya dengan suara yang sengaja dipelankan seolah itu adalah rahasia mereka berdua.Mereka memang tengah menyimpan sebuah rahasia yang menurut Dahlia sangat berbahaya. Dan tidak ada yang bisa Dahlia lakukan untuk itu. Dia merasa seolah tidak memiliki kuasa apa pun mengenai hubungannya dengan Kai Ronan saat ini.Sejak awal memang hanya pria itu seorang yang memegang kendali.Dahlia terdiam cukup lama sembari mengalihkan pandang.Kai kemudian menangkupkan telapak tangannya yang besar dan hangat ke wajah Dahlia dan memaksa wanita itu untuk menatapnya. Manik mata zamrud dan hazel gelap itu saling menumbuk.Gestur lembut penuh afeksi tersebut membuat otak Dahlia tidak kuasa untuk tidak memikirkan hal apa yang akan terjadi pada mereka malam ini.
Bab 32 –“Aku rasa ini tidak benar, Ronan,” Dahlia berbisik rendah di belakang Kai Ronan yang dengan perlahan mengeluarkan motornya dari parkisan di bagasi. Pria itu naik dan memberikan Dahlia helm untuk wanita itu gunakan. Senyum miring tersemat di bibirnya kala melihat Dahlia memberengut tidak yakin.“Oh ayolah, kapan memang hal yang kita lakukan berdua itu benar?” cemoohnya.Itu adalah pernyataan telak yang tidak ingin Dahlia dengar, tapi memang faktanya begitu dan dia tidak bisa membantah. Dahlia menundukkan pandangannya menatap helm yang dia pegang. Keyakinannya untuk ikut tadi mendadak loncat entah ke mana.Kai Ronan yang menyadari itu menghela napas. Dia mengangkat dagu Dahlia agar tatapan mereka sejajar. Lalu Kai merunduk dan mengecup bibir wanita itu.“Untuk malam ini, mari kita lupakan siapa kita sebenarnya. Hubungan apa pun yang kita miliki, anggap tidak pernah ada. Aku, Kai Ronan, adalah orang asing b
Suara pekikan terkejut Dahlia memecah kesunyian malam.Kai yang mendarat dengan mulus langsung berdiri dan membekap mulut ibu mertuanya itu. “Ssst! Kau akan membangunkan para penghuni rumah.”“Nghmmmm!”“Apa?” Kai Ronan tersenyum geli dan mendekatkan telinganya ke wajah Dahlia.“Nghmm!”“Aku tidak mendengar—”Dahlia menepis tangan Kai Ronan darinya dan mendorong pria itu. “Apa yang kau lakukan?!” serunya dengan suara tertahan.Kai tertawa kecil, lalu bergerak mengambil alih cangkir di tangan Dahlia—yang isinya sudah tumpah ke lantai—dan meletakkan benda itu ke meja.Dahlia yang baru sadar hal itu segera mengelap tangannya yang basah ke baju tidurnya.“Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat,” kata Kai Ronan.“Ke mana?”“Kau mau ikut denganku?”Dahlia menggeleng tanpa pikir panjan
“Brianna.”“Ya, Mom?”“Kapan dia akan pergi dari sini?”Brianna mengernyit. bertanya-tanya apa maksud ibu mertuanya ini. “Siapa?” tanya Brianna heran.Dengan raut jijik di wajahnya, Mariska menjawab, “Ibu tirimu.”Brianna sontak menoleh ke belakang, melihat Dahlia berdiri di sana, yang ketika mata mereka bertemu wanita itu langsung memberikan senyum lebarnya.“Dia ....” Brianna mencoba menemukan kata-kata yang tepat untuk diucapkan. Dia memang berniat untuk menyingkirkan Dahlia, tapi kalau ditanya 'kapan', Brianna tidak bisa menjawab. “Untuk saat ini, dia akan tetap tinggal di kediaman Harrison, Mom.”“Oh, Ya Tuhan. Kau benar-benar kasihan, Anakku. Bagaimana bisa kau tahan dengan wanita dingin itu?”Entah kenapa, Brianna merasa sedikit disentil rasa jengkel oleh ucapan simpati ibu mertuanya itu. Karena bagaimana pun, Dahlia adalah ib
Memasang senyum ramah, Dahlia menghampiri Mariska."Mariska. Hai, selamat datang," sapa Dahlia dengan antusias. Dia membuka tangannya hendak melakukan salam basa basi untuk mengecup pipi wanita itu, tapi secara terang-terangan Mariska tidak menghiraukannya dan langsung menghampiri Brianna dengan antusias yang tidak dia tunjukkan saat berhadapan dengan Dahlia."Oh, lihatlah anak menantuku ini. Kau tampak cantik sekali.""Terima kasih, Mom," balas Brianna, kemudian memeluk ibu mertuanya pelan sebelum Mariska mengambil tempat duduk tepat di samping Dahlia.Dahlia juga kembali duduk di tempatnya tanpa mengatakan apa pun."Bagaimana perjalananmu kemari? Apa semuanya baik-baik saja?" Dahlia tidak menyerah dan mencoba menutupi rasa malunya dengan bertanya demikian, seolah apa yang Mariska lakukan tadi tidak mempermalukannya di hadapan Kai Ronan, Brianna, dan juga para pelayan yang ada di sana.Ah ya. Tidak hanya Dahlia, tapi juga anaknya sendiri Mariska
Penyesalan itu memang selalu datang di akhir. Tapi, karena Dahlia tahu bahwa tidak ada jalan keluar lain, dia mencoba untuk tidak terlalu memikirkannya. Apa yang dia dan Kai Ronan telah lakukan di perpustakaan tadi, biar saja menjadi rahasia gelapnya yang hanya mereka berdua tahu.Menyadari hal itu, menyadari dirinya kini telah melakukan sesuatu yang buruk secara sembunyi-sembunyi, membuat Dahlia merasa seperti sampah.Dia mencoba untuk berkonsentrasi pada makan malam ini dengan menarik napas dalam-dalam agar aroma makanan yang lezat tercium oleh hidungnya. Tapi bahkan dengan itu, nafsu makannya tidak meningkat."Ibuku akan sampai lima menit lagi."Tubuh Dahlia menegang saat mendengar suara itu di belakangnya. Dia tidak menoleh, tapi tahu bahwa Kai Ronan melangkah mendekat dan kemudian duduk di hadapannya. Dahlia menunduk, pura-pura memainkan ponselnya. Dia tidak kuasa menatap Kai lagi tanpa memikirkan kenikmatan yang telah pria itu berikan. Bahkan puncak dada Dahl
Gairah dan adrenalinnya terpacu. Melakukan ini dengan Kai Ronan adalah sebuah kesalahan yang seharusnya dia hentikan. Tapi keyakinannya itu telah menghilang selama beberapa menit lalu sebelum ciuman pria itu menghilangkan pikiran rasionalnya yang ingin memberontak. Kini yang tersisa adalah penyerahan.Dahlia membalas perlakuan Kai Ronan sama besar. Mengecup bibirnya, melumatnya, dan memeluknya erat seolah kedekatan mereka saat ini tidak pernah cukup.Suara cecap bibir yang basah saling beradu memenuhi ruangan tempat mereka berada, buku-buku di perpustakaan itu seolah menjadi saksi bisu pada dua insan yang tengah dimabuk hasrat.Merasa tidak cukup hanya dengan menciumnya, Kai menggendong tubuh Dahlia dan membawanya ke sofa yang ada di sana. Sofa itu sedikit berdebu. Partikel-partikel kecil beterbangan di udara dan nampak di garis cahaya matahari sore yang masuk melalui jendela.Tubuhnya menindih Dahlia, meraup bibir ranum yang memerah dan terbuka