Dahlia tidur dengan menantunya sendiri.
Itu adalah kesadaran pertama yang dia dapatkan sesaat setelah membuka mata dari tidur yang terasa begitu lama dan melelahkan. Tubuhnya menggeliat dari pelukan erat seorang pria, Kai Ronan, suami anak tirinya sendiri. Dan apa yang lebih parah dari itu adalah kesadaran lain bahwa tubuhnya tidak menyesali apa yang dia dan Kai lakukan semalam.
Titik-titik sensitif di tubuhnya masih mengingat jejak sentuhan pria itu. Bahkan alkohol yang semalam membuatnya mabuk tidak cukup membuatnya lupa.
Pikiran Dahlia jelas sedang tidak waras sekarang.
Semalam, pernikahan anak tirinya, Brianna Harrison, baru saja disahkan. Dan bukannya merayakan malam pertama dengan istrinya, sang pengantin pria justru melakukan hal itu dengan ibu mertuanya sendiri.
Bagaimana ini? batin Dahlia panik. Pendingin di dalam kamar itu menyala dan berfungsi dengan baik, tapi peluh menetes dari dahinya. Tubuhnya juga sekaku manekin saat lengan kekar yang melingkari pinggangnya menariknya semakin erat.
Tidak banyak yang bisa dilakukan, pikir Dahlia. Semalam dia mabuk berat.
Menyaksikan sebuah pernikahan yang dirayakan secara meriah itu membuatnya melankolis.
Dia ingat merasa sedih dan sedikit iri pada pernikahan putri tirinya, karena pernikahan Dahlia sendiri dilansungkan dengan cara yang paling dingin. Dalam sekejap mata, dia telah sah menjadi istri seorang pria kaya raya yang tengah terbaring lemah di tempat tidur karena penyakit berat yang menggerogoti tubuh tuanya.
Dahlia juga ingat saat dia pertama kali menyesap sampanye itu, meminumnya berulang kali untuk meredakan perasaan sedihnya. Dan sekarang lihatlah di mana dia berakhir!
Di dalam pelukan menantunya sendiri.
Dahlia ingin menangis karena kekacauan yang dia yakin tengah dia ciptakan. Namun sebelum itu, dia harus melepaskan dirinya dari kungkungan pria ini. Yang mana hal itu tidak mudah untuk dilakukan.
Dengan sangat pelan, Dahlia beringsut menjauh. Saat akhirnya dia berhasil melepaskan diri, segumpal napas yang tercekat di tenggorokannya dia embuskan dengan penuh lega. Ditatapnya langit-langit kamar yang temaram. Ruangan ini berwarna putih, dan seprainya, selain kusut juga bersih. Itu artinya dia tidak sedang berada di kamar pengantin.
Walau Dahlia tidak tahu kenapa hal itu bisa membuat keadaannya menjadi lebih baik, karena jelas tidak.
Dia beringsut lagi, kali ini berniat untuk bangun. Saat kakinya menyentuh lantai yang dingin, dia kembali menghela napas lega. Selama melakukan itu, tidak sekali pun dia menoleh ke belakang, atau mencoba melirik pria itu.
Namanya Kai Ronan, Dahlia tidak lupa. Namun saat ini, dia menolak menyebut nama itu di kepalanya. Dia akan keluar dari kamar ini secara diam-diam, lalu bertindak seolah tidak ada yang pernah terjadi.
Kalau perlu, dia siap menjadi pengecut dengan pergi sejauh mungkin dari kekacauan yang telah dia perbuat ini. Dahlia tidak akan bisa menghadapinya. Terutama menghadapi Brianna, putrinya, saat tahu apa yang telah dia lakukan semalam.
Saat baru saja Dahlia hendak berdiri, tiba-tiba saja tubuhnya ditarik ke belakang dan sebelum dia mampu memproses apa yang terjadi, tubuhnya kembali terbaring di atas ranjang dengan wajah tampan seorang pria di atasnya.
Pria itu menatap Dahlia dengan godaan dan tantangan yang berkelibat di mata kelamnya; godaan dan tantangan yang tidak akan Dahlia ambil. Karena hal terakhir yang Dahlia inginkan pagi ini adalah pria itu bangun dan menyadari siapa yang berada di ranjang ini bersamanya.
Alih-alih bersikap canggung, pria itu justru tersenyum miring pada Dahlia. “Mencoba kabur, Ibu Mertua?” bisiknya dengan suara serak yang berat.
Dahlia mendapati dirinya nyaris tercekat oleh napasnya sendiri. Sekelibat bayangan tentang apa yang mereka lakukan semalam muncul dalam benak Dahlia, tentang bagaimana suara berat itu mengerang di atasnya saat mencapai puncak dan membisikkan namanya dengan lembut di telinga.
Oh, bagaimana dia bisa mengingat semua itu dengan sangat detail?!
“Dahlia.” Pria itu menyebut namanya.
Dan Dahlia pun menyadari satu hal.
“Kau tahu aku siapa?” suara Dahlia terdengar sedikit bergetar, karena sebuah ketakutan lain yang mendadak muncul.
Kai Ronan mengangkat sebelah alisnya. Dan lagi-lagi, senyum menggoda itu terbit di bibirnya. “Tentu saja, Ibu Mertua.”
Barulah Dahlia sadar akan bagaimana Kai menyebutnya Ibu Mertua terdengar seperti sebuah hinaan.
Dengan sekuat tenaga Dahlia mendorong pria itu dari atasnya, menarik selimut untuk menutupi dirinya sendiri dan menatap pria itu nyalang.
“Apa apaan kau ini? Kau tahu aku siapa tapi kau tetap bersikap seolah apa yang kita lakukan semalam bukanlah apa-apa?!” Tadinya Dahlia pikir dia akan dilanda rasa malu yang amat besar saat pria ini bangun, tapi kini Dahlia justru merasakan amarah membumbung tinggi di dadanya.
“Memangnya harus bagaimana?” pria itu bertanya balik dengan nada geli.
Dia menikmatinya, pikir Dahlia tercengang.
Dahlia bangkit dari tempat tidur dan menatap pria itu dengan marah.
Lagi-lagi, pria itu menatapnya seolah dia makhluk kecil yang rendah. “Hm? Dahlia, menurutmu aku harus bagaimana?”
Apakah nada manis dan wajah malaikat itu yang menjerumuskan Dahlia untuk tidur dengannya semalam? Dahlia tidak habis pikir, tapi dalam sekejap dia tahu pria semacam apa yang baru saja menikah dengan putrinya.
Pria yang berbahaya. Yang tidak seharusnya berurusan atau bersinggungan sedikit pun dengan dunia Dahlia.
Dengan ekspresi dingin yang mengeras di wajahnya, Dahlia berkata, “Ini sebuah kesalahan.”
“Hm,” balas pria itu. Dia bangkit dari ranjang, mengambil celana pendeknya di lantai dan mengenakannya. Susah payah Dahlia berusaha untuk tidak melirik ke arah tubuh pria itu.
“Lalu?” lanjutnya saat berbalik kepada Dahlia lagi dan melangkah mendekat.
Dahlia mundur, tapi pria itu kemudian hanya duduk di pinggir ranjang, mendongak pada Dahlia yang berdiri di hadapannya.
“Aku tidak akan memberi tahu Brianna. Atau orang lain,” ucapnya.
Dahlia menatapnya lama, mencari sebuah kebohongan, dan kejujuran lah yang dia dapatkan.
“Bagus,” sahut Dahlia kemudian. “Kalau begitu, kita bisa menganggap semua ini tidak pernah terjadi.”
Pria itu tersenyum lagi, seolah merasa geli mendengar ucapan Dahlia.
“Kenapa? Kau ingin aku bertanggung jawab?”
Senyum pria itu berubah menjadi tawa dan Dahlia menatapnya waspada. “Aku yang akan bertanggung jawab,” ucapnya.
Tubuh Dahlia menegang. “Semalam kau … mengenakan pengaman, kan?” cicitnya dengan keraguan dan harapan yang menjadi satu.
Pria itu justru menggeleng dengan ringan.
Untuk sesaat Dahlia merasa dunianya runtuh. Tidak cukup dengan tidur dengan menantunya sendiri, apakah dia juga akan mengandung anak dari pria itu?
Dahlia menghapus bencana itu dari kepalanya lalu berbalik dan bergerak dengan cepat mengambil pakaiannya dan membawanya ke kamar mandi.
Saat Dahlia keluar, dia sudah berpakaian lengkap, dengan gaun berwarna abu-abu muda yang kemarin dia kenakan di pesta.
Sebelum pergi, Dahlia berbalik ke arah pria yang masih duduk di ranjang.
“Kau bajingan!” rutuknya dengan penuh penekanan.
Mendengar pintu yang dibanting tertutup, Kai sedikit pun tidak berkedip. Tapi tatapannya yang tertuju ke arah kepergian wanita itu menyimpan banyak sekali makna tersembunyi.
“Aku tidak akan bisa lupa,” gumamnya. “Dan aku tidak akan melepaskanmu begitu saja, Dahlia.”
***
[to be continued]
Hai, selamat datang di cerita baru Asia July! Cerita ini akan cukup menguras emosi kalian, jadi siap-siap yaaa.
Oh iya, untuk tahu info mengenai update dan cerita yang lain, follow IG Asia July @deltaxia. Terima kasih sudah mampir dan selamat membaca~
Dahlia adalah wanita berusia 27 tahun. Dia menikah dengan suaminya, Louis Harrison, dua tahun lalu. Pernikahan mereka terjadi karena sebuah wasiat yang mengharuskan Dahlia untuk menyetujuinya. Louis memiliki seorang anak gadis dari pernikahan sebelumnya, Brianna Harrison.Brianna hanya berbeda dua tahun lebih muda dari Dahlia. Seharusnya mereka bisa lebih mudah untuk dekat dan akrab, tapi Brianna tidak pernah menyukai ibu tirinya itu. Sehingga sepanjang dua tahun pernikahan Dahlia dengan Louis, Brianna selalu bersikap sinis padanya.Delapan bulan lalu, Louis meninggal dunia karena sebuah penyakit yang telah lama dia derita. Dahlia memiliki tanggung jawab untuk merawat suaminya sehingga itulah yang dia lakukan. Louis adalah teman ayah Dahlia.Semasa hidupnya, Louis sering kali menceritakan kisah-kisah masa mudanya bersama ayah Dahlia. Mungkin itu kenapa, alih-alih melihat Louis sebagai suaminya, Dahlia justru merasa bahwa Louis adalah sosok yang menjadi pengganti
Seseorang memang datang ke kamar Dahlia malam itu, tapi bukan untuk membangunkannya seperti yang Dahlia pesan.Keesokan paginya ketika Dahlia bangun, bencana itu baru dia sadari. Entah bagaimana Dahlia bisa tidur dengan Kai Ronan, menantunya sendiri. Dahlia mengingat potongan-potongan ingatannya dengan jelas seperti ketika Kai menyentuh tubuhnya atau ketika pria itu menggeram di atasnya dan menghunjam Dahlia sampai mereka berdua mencapai puncak.Apakah ingatan orang mabuk bisa dipilah-pilih?Dahlia hampir bisa dikatakan tidak pernah mabuk. Dia hanya meminum minuman yang mengandung alkohol seperlunya saja, untuk dinikmati sehabis makan malam misalnya. Tapi tidak pernah sampai mabuk atau semabuk kemarin malam.Sesaat setelah Dahlia berhasil keluar dari kamar itu. Dia hampir dibuat berteriak dengan kehadiran seorang pria di hadapannya. Saat melihat Dahlia, pria itu menunduk ke lantai.Melihat dari postur pria itu yang rapi dan kesopanannya, Dahlia men
MIL 04 – Pengaman Yang TerlupakanPernikahan ini benar-benar absurd.Brianna—gadis berusia 25 tahun yang baru saja terbangun di hari pertamanya menjadi istri orang lain—membatin.Sarapan yang dia coba telan ke tenggorokannya terasa seperti segumpalan batu yang dijejalkan masuk ke dalam. Sekali lagi, dia menoleh ke arah pintu, seolah tengah menunggu seseorang. Dan dia memang tengah menunggu.“Apa ucapanku semalam terlalu kasar baginya?” gumam Brianna dengan rasa sedikit bersalah.Kemarin hujan, mereka yang seharusnya berangkat ke tempat bulan madu mereka harus menunggu sampai hujan reda, yang tidak juga reda-reda sehingga proses itu diundur sampai keesokan pagi; pagi ini.Kemudian, pria yang baru saja menjadi suaminya memasuki kamar dalam keadaan mabuk. Teman-teman pria itu katanya merecokinya dengan minuman.Brianna marah, tentu saja. Pernikahannya dengan Kai Ronan bukan
Bulan madu antara kedua mempelai akan berlangsung selama seminggu. Selama seminggu itu juga, Dahlia gunakan untuk membenah pikirannya yang sempat kacau.Saat dia pikir dia sudah lebih tenang dari sebelumnya, kini perasaannya kembali berantakan saat dia pulang ke rumah Keluarga Harrison dan mendapati bahwa barang-barang Brianna belum ada satupun yang dipindahkan ke rumah suaminya.“Ada apa ini, Sir Weston? Kenapa barang-barang Brianna masih di sini?” tanya Dahlia pada semua kotak-kotak yang sebelumnya sudah dikeluarkan dan siap untuk dibawa pergi, tapi kini malah kembali dimasukkan ke dalam dan dirapikan seperti semula.Thomas Weston, kepala pelayan Keluarga Harrison yang sudah bekerja selama puluhan tahun itu, menatap terkejut ke arah Dahlia yang baru saja sampai.“Nyonya, Anda sudah kembali?” katanya. Dia terlalu sibuk memberi arahan kepada pelayan sehingga tidak menyadari kepulangan sang nyonya rumah.“Ya,” jaw
Setelah meyakinkan dirinya cukup lama, Dahlia akhirnya keluar dari kamar dan turun untuk makan siang. Jantungnya berdetak dengan sangat kencang saat membayangkan wajah Kai Ronan. Dan dia juga merasakan perutnya seolah dijungkirbalikkan karena menyadari bahwa Brianna akan ada di sana bersama mereka.Dahlia belum siap oleh pertanyaan apa pun. Dan kemungkinan Brianna akan bertanya ke mana Dahlia pergi selama pesta pernikahannya berlangsung.“Maaf. Apa kalian menunggu lama?” kata Dahlia setelah dia menarik kursinya dan duduk. Kai tengah sibuk dengan layar ponselnya dan duduk dengan jarak satu kursi dari Dahlia, sementara Brianna ada di depannya.“Aku tidak menunggumu. Makanannya belum siap,” sahut Brianna, suaranya terdengar dingin dan sikapnya tampak lebih acuh dari sebelumnya.Dahlia menyadari, bahwa dia telah menyia-nyiakan usahanya selama ini untuk dekat dengan Brianna hanya karena satu hari yang dia kacaukan. Masalahnya, satu hari
Dahlia benar-benar datang ke kamar Brianna dan seperti dugaannya, wanita itu tengah sibuk membereskan isi kopernya dibantu oleh seorang pelayan.Diketuknya pintu perlahan untuk menarik perhatian mereka.“Bolehkah aku bergabung membantu kalian?” ucap Dahlia, tersenyum ramah.Si pelayan mendongak diam-diam menatap ke arah sang nona, seolah untuk meminta persetujuan.“Yah, terserah kau saja,” sahut Brianna acuh.Dahlia pun masuk dan ikut duduk di lantai di mana Brianna tengah mengeluarkan pakaiannya dari koper yang kemudian dirapikan oleh pelayan yang membantunya.“Di mana Kai?”Dahlia melirik Brianna, terdiam sesaat sebelum menjawab, “Masih di ruang makan.”“Dia harus merapikan pakaiannya juga,” ucap Brianna.Dahlia mengernyit, lalu menoleh pada sebuah koper berwarna hitam yang terletak di dekat ranjang. “Kenapa tidak kau lakukan itu untuk suamimu?” ka
Pergi.Itulah yang akan Dahlia lakukan.Pergi sejauhnya dari apa pun yang membuatnya terbelenggu di tempat ini. Hanya sesaat, lalu setelah itu dia akan kembali setelah berhasil menguasai dirinya.Saat Dahlia berjalan terburu-buru pada tengah malam dan disaksikan oleh Weston, Dahlia hanya berkata pada pria itu bahwa dia akan pergi.“Aku tidak ingin mengganggu pengantin baru. Mereka butuh waktu berdua untuk saling mengenal.”“Anda sangat bijaksana, Nyonya,” sahut Weston dengan rasa hormat yang tidak berkurang sekalipun usianya jauh lebih tua.Tidak ada orang rumah selain Weston yang tahu bahwa Dahlia pergi. Dan Dahlia juga yakin tidak akan ada yang peduli.Namun di lubuk hatinya yang terdalam, Dahlia bertanya-tanya, apakah Kai akan mencarinya? Besar kemungkinan jawabannya adalah ya. Tapi Dahlia juga tahu maksud pria itu mencarinya adalah untuk mengatakan hal-hal menyakitkan lagi padanya.Dahlia tidak akan
Dahlia duduk di sebuah restoran yang baru pertama kali ini dia lihat. Sebuah restoran Jepang dengan konsep kayu dan kesederhanaan seperti di daerah pedesaan. Belum lagi dengan pemandangan yang disuguhkan dari jendela lebar memenuhi satu sisi dinding dan sengaja dibuka sehingga angin sepoi musim panas masuk ke dalam. Dahlia tidak menyangka bahwa investor pentingnya kali ini memintanya untuk bertemu di sini. Sebuah restoran yang baru dibuka, sangat jauh dari kesan mewah yang Dahlia biasa lihat. Dia berada di sebuah bilik khusus yang telah dipesankan oleh Jaden Miles. Dahlia merasa pernah mendengar nama itu di suatu tempat, tapi dia lupa di mana tepatnya. Dan sembari menunggu pria itu datang, Dahlia memainkan ponsel, mengecek sosial media dan website-website favorit. Saat pikirannya tengah tenggelam di dunia maya, pintu bilik itu terbuka, seseorang masuk. Dahlia buru-buru mengangkat pandangan dan melihat sosok yang kemudian duduk di hadapannya. Ked
Terlalu ramai. Itu adalah pikiran pertama Dahlia sesaat setelah dia menapakkan kakinya di dalam, juga sedikit terkejut karena ternyata ruangan itu sangat luas dan diisi oleh manusia lebih banyak dari yang Dahlia kira.“Ada lagi di atas,” bisik Kai di dekat telinganya.Tapi tidak peduli seberapa ramai atau sesaknya tempat ini, entah kenapa Dahlia tidak merasa tertekan berada di sana. Dia menatap sekitarnya dengan penuh ketertarikan yang tampak dengan jelas di kedua mata hijaunya itu.Kai yang melihat Dahlia, tersenyum kecil. Dia menggiring Dahlia untuk duduk di meja bundar yang telah diisi oleh beberapa orang dan hanya terdapat tiga kursi kosong di sana dari tujuh. Dahlia tidak mengenal orang-orang ini, tapi suasana di sekitar mereka memberi tahu bahwa mereka tidak perlu saling mengenal untuk mendapatkan kesenangan bersama-sama, persis seperti yang Kai bilang.Dahlia duduk di sana, sementara Kai menunduk ke arahny
Mereka berkendara menuju pesisir. Yang kemudian mempertemukan mereka dengan perbatasan jurang yang curam dan pantai. Kendaraan di sana semakin sedikit dan Dahlia tidak kuasa untuk tidak membuka kaca helmnya dan membiarkan angin yang kencang menerpa wajahnya.Senyum di bibir Dahlia melebar. Pelukannya pada Kai Ronan mengencang, merasakan perut rata dan keras milik pria itu di bawah tangannya.Motor melaju turun dari jalanan curam ke jalan tepat di dekat pantai, mereka hanya terpisah oleh birai besi di pinggir dan suara ombak mulai terdengar bersamaan dengan suara mesin motor.Dahlia terpaku menatap pemandangan di depannya, pada bulan dengan cahaya pucat yang menerpa air laut, seolah menebar bintang di bawahnya.Kai sepenuhnya mengerti dan segera memelankan laju motor supaya Dahlia bisa menikmati pemandangan indah itu lebih lama.Pemandangan yang mungkin bagi orang lain biasa saja, termasuk bagi Kai sendiri, tampak sangat berarti bagi wanita di belak
“Jadi maksudmu, kau bebas melakukan apa pun padaku?” Dahlia menatap pria di hadapannya penuh curiga.Dan Kai Ronan hanya menyengir. “Dan kau juga bebas melakukan apa pun padaku,” sahutnya dengan suara yang sengaja dipelankan seolah itu adalah rahasia mereka berdua.Mereka memang tengah menyimpan sebuah rahasia yang menurut Dahlia sangat berbahaya. Dan tidak ada yang bisa Dahlia lakukan untuk itu. Dia merasa seolah tidak memiliki kuasa apa pun mengenai hubungannya dengan Kai Ronan saat ini.Sejak awal memang hanya pria itu seorang yang memegang kendali.Dahlia terdiam cukup lama sembari mengalihkan pandang.Kai kemudian menangkupkan telapak tangannya yang besar dan hangat ke wajah Dahlia dan memaksa wanita itu untuk menatapnya. Manik mata zamrud dan hazel gelap itu saling menumbuk.Gestur lembut penuh afeksi tersebut membuat otak Dahlia tidak kuasa untuk tidak memikirkan hal apa yang akan terjadi pada mereka malam ini.
Bab 32 –“Aku rasa ini tidak benar, Ronan,” Dahlia berbisik rendah di belakang Kai Ronan yang dengan perlahan mengeluarkan motornya dari parkisan di bagasi. Pria itu naik dan memberikan Dahlia helm untuk wanita itu gunakan. Senyum miring tersemat di bibirnya kala melihat Dahlia memberengut tidak yakin.“Oh ayolah, kapan memang hal yang kita lakukan berdua itu benar?” cemoohnya.Itu adalah pernyataan telak yang tidak ingin Dahlia dengar, tapi memang faktanya begitu dan dia tidak bisa membantah. Dahlia menundukkan pandangannya menatap helm yang dia pegang. Keyakinannya untuk ikut tadi mendadak loncat entah ke mana.Kai Ronan yang menyadari itu menghela napas. Dia mengangkat dagu Dahlia agar tatapan mereka sejajar. Lalu Kai merunduk dan mengecup bibir wanita itu.“Untuk malam ini, mari kita lupakan siapa kita sebenarnya. Hubungan apa pun yang kita miliki, anggap tidak pernah ada. Aku, Kai Ronan, adalah orang asing b
Suara pekikan terkejut Dahlia memecah kesunyian malam.Kai yang mendarat dengan mulus langsung berdiri dan membekap mulut ibu mertuanya itu. “Ssst! Kau akan membangunkan para penghuni rumah.”“Nghmmmm!”“Apa?” Kai Ronan tersenyum geli dan mendekatkan telinganya ke wajah Dahlia.“Nghmm!”“Aku tidak mendengar—”Dahlia menepis tangan Kai Ronan darinya dan mendorong pria itu. “Apa yang kau lakukan?!” serunya dengan suara tertahan.Kai tertawa kecil, lalu bergerak mengambil alih cangkir di tangan Dahlia—yang isinya sudah tumpah ke lantai—dan meletakkan benda itu ke meja.Dahlia yang baru sadar hal itu segera mengelap tangannya yang basah ke baju tidurnya.“Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat,” kata Kai Ronan.“Ke mana?”“Kau mau ikut denganku?”Dahlia menggeleng tanpa pikir panjan
“Brianna.”“Ya, Mom?”“Kapan dia akan pergi dari sini?”Brianna mengernyit. bertanya-tanya apa maksud ibu mertuanya ini. “Siapa?” tanya Brianna heran.Dengan raut jijik di wajahnya, Mariska menjawab, “Ibu tirimu.”Brianna sontak menoleh ke belakang, melihat Dahlia berdiri di sana, yang ketika mata mereka bertemu wanita itu langsung memberikan senyum lebarnya.“Dia ....” Brianna mencoba menemukan kata-kata yang tepat untuk diucapkan. Dia memang berniat untuk menyingkirkan Dahlia, tapi kalau ditanya 'kapan', Brianna tidak bisa menjawab. “Untuk saat ini, dia akan tetap tinggal di kediaman Harrison, Mom.”“Oh, Ya Tuhan. Kau benar-benar kasihan, Anakku. Bagaimana bisa kau tahan dengan wanita dingin itu?”Entah kenapa, Brianna merasa sedikit disentil rasa jengkel oleh ucapan simpati ibu mertuanya itu. Karena bagaimana pun, Dahlia adalah ib
Memasang senyum ramah, Dahlia menghampiri Mariska."Mariska. Hai, selamat datang," sapa Dahlia dengan antusias. Dia membuka tangannya hendak melakukan salam basa basi untuk mengecup pipi wanita itu, tapi secara terang-terangan Mariska tidak menghiraukannya dan langsung menghampiri Brianna dengan antusias yang tidak dia tunjukkan saat berhadapan dengan Dahlia."Oh, lihatlah anak menantuku ini. Kau tampak cantik sekali.""Terima kasih, Mom," balas Brianna, kemudian memeluk ibu mertuanya pelan sebelum Mariska mengambil tempat duduk tepat di samping Dahlia.Dahlia juga kembali duduk di tempatnya tanpa mengatakan apa pun."Bagaimana perjalananmu kemari? Apa semuanya baik-baik saja?" Dahlia tidak menyerah dan mencoba menutupi rasa malunya dengan bertanya demikian, seolah apa yang Mariska lakukan tadi tidak mempermalukannya di hadapan Kai Ronan, Brianna, dan juga para pelayan yang ada di sana.Ah ya. Tidak hanya Dahlia, tapi juga anaknya sendiri Mariska
Penyesalan itu memang selalu datang di akhir. Tapi, karena Dahlia tahu bahwa tidak ada jalan keluar lain, dia mencoba untuk tidak terlalu memikirkannya. Apa yang dia dan Kai Ronan telah lakukan di perpustakaan tadi, biar saja menjadi rahasia gelapnya yang hanya mereka berdua tahu.Menyadari hal itu, menyadari dirinya kini telah melakukan sesuatu yang buruk secara sembunyi-sembunyi, membuat Dahlia merasa seperti sampah.Dia mencoba untuk berkonsentrasi pada makan malam ini dengan menarik napas dalam-dalam agar aroma makanan yang lezat tercium oleh hidungnya. Tapi bahkan dengan itu, nafsu makannya tidak meningkat."Ibuku akan sampai lima menit lagi."Tubuh Dahlia menegang saat mendengar suara itu di belakangnya. Dia tidak menoleh, tapi tahu bahwa Kai Ronan melangkah mendekat dan kemudian duduk di hadapannya. Dahlia menunduk, pura-pura memainkan ponselnya. Dia tidak kuasa menatap Kai lagi tanpa memikirkan kenikmatan yang telah pria itu berikan. Bahkan puncak dada Dahl
Gairah dan adrenalinnya terpacu. Melakukan ini dengan Kai Ronan adalah sebuah kesalahan yang seharusnya dia hentikan. Tapi keyakinannya itu telah menghilang selama beberapa menit lalu sebelum ciuman pria itu menghilangkan pikiran rasionalnya yang ingin memberontak. Kini yang tersisa adalah penyerahan.Dahlia membalas perlakuan Kai Ronan sama besar. Mengecup bibirnya, melumatnya, dan memeluknya erat seolah kedekatan mereka saat ini tidak pernah cukup.Suara cecap bibir yang basah saling beradu memenuhi ruangan tempat mereka berada, buku-buku di perpustakaan itu seolah menjadi saksi bisu pada dua insan yang tengah dimabuk hasrat.Merasa tidak cukup hanya dengan menciumnya, Kai menggendong tubuh Dahlia dan membawanya ke sofa yang ada di sana. Sofa itu sedikit berdebu. Partikel-partikel kecil beterbangan di udara dan nampak di garis cahaya matahari sore yang masuk melalui jendela.Tubuhnya menindih Dahlia, meraup bibir ranum yang memerah dan terbuka