Hari itu, ayahku pulang cepat karena para pekerja yang berada di rumah panik dengan keadaanku. Kapan terakhir ayah cepat pulang ya? ah itu saat ibu meninggal. Kali ini dia cepat pulang apakah aku juga akan menyusul ibuku ataukah ayahku akan berubah dan menanyai keadaanku dan mulai memperhatikan aku dengan penuh kasih layaknya keluarga yang normal?
"Brakk!!"
Monolog dalam hatiku terhenti ketika mendengar pintu kamarku di buka dengan kasar. Di balik pintu itu tampak ayahku dengan muka masam becampur kesal. Ah tidak itu bisa saja ekspresi khawatirnya. Apa dia benar-benar khawatir dengan keadaanku sehingga terburu-buru menemuiku? Tanpa sadar ujung bibirku naik membayangkan hal tersebut. Padahal kukira selama ini aku tidak memerlukan keberadaan ayahku, tapi ternyata aku salah. Dengan langkah besar ayahku segera menghampiri kasur tempatku berbaring.
"plak"
Aku memang tidak berharap ayahku akan memelukku, tapi aku berharap setidaknya dia akan menanyakan keadaanku. Namun, yang kudapati hanya tamparan darinya. Tapi rasa sakit karena tamparannya itu dapat dikalahkan dengan kata-kata menusuk yang keluar dari mulutnya.
"padahal aku sudah membesarkanmu selama ini! tapi kenapa kau tidak tahu terima kasih? kenapa kau membuat masalah kau benar-benar miri dengan ibumu!
Apa ini. Apa ayahku benar-benar membenci ibuku. Kenapa dia terus berkata buruk tentang ibuku. Dengan susah payah kujaga agar air mataku tidak keluar. Rasa nyeri bekar tamparan tadi juga semakin terasa. Aku merasa sesak.
"kalau kau tumbuh sebagai pembuat onar seperti ini, pergilah menyusul ibumu!"
Tes...
Air mata yang sedari tadi kutahan mengalir keluar dengan deras. Aku sudah tak kuat, dadaku rasanya ingin meledak. Ku dongakkan kepalaku untuk melihat wajah ayahku, anehya wajah yang selalu dingin itu sekarang dipenuhi dengan ekspresi terkejut.
Kenapa dia terkejut? Apa karena melihatku menangis layaknya anak-anak lain atau karena dia sadar dengan kata-kata yang diucapkannya. Namun pertanyaan dalam hatiku ini tidak bisa terjawab karena ayahku tergesa-gesa keluar dari kamarku.
Saat air mataku mengalir melewati sudut bibirku, rasa nyeri langsung menyerangku. Sudut bibirku ternyata berdarah. Bau anyir dari darah membuatku mual. Hidupku benar-benar kacau. apa tidak ada yang bisa kulakukan untuk mengatasi ini semua?
"kenapa kau mencari orang lain padahal kau mempunyai kami?"
"itu benar padahal kami selalu berasa disisimu"
"kau benar-benar kejam tak mengamgap kami ada"
"sudahlah, hapus air matamu lalu basuh wajahmu"
"ya malam ini langsung tidur saja"
Aku pun mengikuti perintah mereka. Kubasuh mukaku lalu pergi tidur. Malam itu aku bermimpi buruk. Kulihat sesosok wanita yang perlahan mendekatiku. Terdengar suara tangis dari wanita itu. Semakin dia mendekat suara tangisnya semakin besar. Kenapa dia menangis pikirku.
"Taevin, kamu seharusnya tidak ada. Kalau kamu tidak ada suamiku pasti bisa sedikit lebih menyayangiku" kata suara itu terisak.
Ibu! ternyata wanita itu ibuku. Tapi kenapa ibuku menangis sambil berkata seperti itu? Ibu apa ada yang salah? kucoba menggerakkan tanganku untuk mengusap air matanya. Tapi tanganku tidak bisa kugerakkan.
Hap!
Tangan ibuku meraih batang tenggorakanku. Tangan itu benar-benar terasa dingin. Ibuku mulai mengalirkan tenaga ke tangannya. Dia mencoba mencekikku!
"arg... i-ibu, t-tapi kenapa bu?", ucapku terbata-bata karena rasa sesak akibat cecikan itu.
"kamu seharusnya tidak terlahir", ucap ibuku sembari menangis dan meneteskan air mata.
"ah! berhenti!!" teriakku
Aku pun terbangun dari mimpi aneh itu. Mimpi itu tidak mungkin nyata, tidak mungkin ibuku mencoba membunuhku. Walau selama ini ibuku memang tidak pernah bersikap hangat padaku, tapi setidaknya ibu tidak pernah mencoba menyakitiku. Saat aku sakit, beliau akan menemaniku sepanjang malam secara diam-diam. Ntah kenapa dia tidak pernah mau menunjukkan kasih sayangnya secara langsung.
"itu karena kaulah sumber masalah dalam hidupnya"
"kau pikir kalau ibumu bersikap baik kepadamu secara terang-terangan, ayahmu akan senang?"
"hai pilihan kata kalian sangat buruk. Bagaimana pun anak ini baru berumur dua belas tahun"
"apa maksud kalian?" ucapku tergesa-gesa menanggapi ucapak suara bisikian di kepalaku.
"Bukan apa-apa. Belum saatnya kau tau." Balas suara itu.
Saat hendak membalas ucapan itu, kepalaku terasa nyeri. Rasanya kepalaku seperti akan meledak. aku pun berteriak memanggil pengasuhku. Hal terakhir yang kulihat sebelum akhirnya pingsan adalah para pekerja di rumahku yang berlari ke arahku dengan muka ketakutan.
.
.
.
Perlahan kubuka mataku. Hal pertama yang kulihat adalah langit-langit yang berwarna putih. Kuperhatikan sekitarku. Ini bukan di kamarku, tempat ini benar-benar asing. Nyeri di kepalaku tetap terasa walau sudah sedikit berkurang. Apa aku sudah mati dan menyusul ibuku?
"sudah kubilangkan, bocah ini memang benar-benar payah"
"bukan begitu, dia hanya lemah secara mental"" Ayolah jangan begitu, dia masi terguncang. Hei nak kau masih hidup. Saat ini kau sedang di rumah sakit!"
Rumah sakit? pantas saja dari tadi aku mencium bau obat-obatan. Pasti para pekerja yang membawaku ke sini. Mungkin sebentar lagi ayah akan muncul dan menamparku lagi seperti tadi malam. Memikirkannya saja sudah membuatku sakit kepala. Dadaku terasa kembali nyeri.
Krek.
Terdengar suara pintu kamar terbuka lalu muncul seorang pria paruh baya dengan jas putih panjang. Ah itu pasti dokter.
"bagaimana keadaan anda? apa ada bagian tubuh anda yang sakit?", tanyanya kepadaku dengan nada yang ramah.
Nada ramahnya membuatku muak, padahal aku meninginkan nada ramah dan rasa peduli dari ayahku bukan orang lain. Tapi kenapa begitu sulit. Melihatku yang hanya diam sembari mengeluarkan ekspresi kesal, dokter itu kembali berkata
"emosi anda benar-benar sedang tidak stabil. Tapi di usia 12 tahun memang kebanyakan anak akan mengalaminya. Jadi anda bisa memanfaakan sepuluh hari ini untuk menenangkan pikiran anda."
"sepuluh hari? kenapa dengan tiga hari?", ucapku kaget. Dokter itu pun membalas.
"saya sudah meminta pada ayah anda agar selama sepuluh hari ini anda dapat beristirahat disini sembari menenangkan pikiran anda, karena sepertinya belakangan banyak hal yang terjadi dalam diri anda. Ayah anda juga sudah setuju dan berkata akan memanfaatkan sepuluh hari tersebut untuk mengubah suasana tempat tinggal anda agar lebih tenang", jelasnya panjang.
Ayah mau melakukan semua hal aneh itu? ha dia bukan tipe orang yang seperti itu. Kutebak pasti dia sedang merencanakan sesuatu untukku. Tapi kuharap itu bukan hal yang mengerikan karena sekarang aku tidak kuat dengan hal tersebut.
"tampaknya anda sudah paham. Kalau begitu saya permisi keluar. Setiap jam makan, akan ada perawat yang akan datang membawakan anda makan dan obat. Setiap pagi saya juga akan menengok keadaan anda. Saya harap anda dapat menikmati waktu anda dan lekas sembuh"
Kuperhatikan langkah dokter tersebut hingga sosoknya benar-benar menghilang di balik pintu. Bukannya sikapnya terlalu formal untuk anak berusia dua belas tahun? ah aku tidak peduli. Lebih baik aku memikirkan apa yang harus kulakukan jika kembali ke rumah. Jujur aku sangat takut, sepertinya ayah tidak akan tinggal diam.
Saat membaringkan badanku ke kasur, aku melihat gelang pasien di tanganku dan membaca tulisannya. Simoon Group. Ah pantas saja dokter tadi bersikap sangat baik dan ramah inikan rumah sakit milik anak perusahaan ayahku. Aku benar-benar terkecoh.
"apa yang kau harapkan? berharap ada manusia yang benar-benar peduli dengan keadaan manusia lainnya?"
"manusia itu mengerikan. jadi hati-hati""Berhenti, biarkan dia istirahat"
Suara-suara mereka memang benar-benar mengganguku, tapi yang lebih menggangguku adalah mereka selalu saja ribut. Kalau diperhatikan mereka ini adalah tiga sosok berbeda. Yang pertama adalah sosok yang selalu mulai berbicara pertama, kata-katanya kasar dan nadanya pun seperti hendak mengajak bertengkar.
Sosok kedua, suara terdengar cempreng. Sosok ini selalu setuju dengan pendapat sosok pertama. Dan kata-katanya hanya mengiyakan atau mempertegas maksud dari sosok pertama.
Sosok ketiga, berbeda dengan sosok kedua yang sepenuhnya mendukung sosok pertama, sosok ketiga ini selalu menentang pendapat sosok pertama. Dari ketiganya, sosok terakhir ini adalah sosok yang paling "baik" menurutku. Dia sering menolongku ketika sosok pertama dan kedua terus mendesakku. Sosok ini juga yang paling memikirkan keadaanku.
Tunggu kalau dia memang baik dia pasti tidak akan menggangguku, setidaknya saat sosok yang lain mulai berbicara dia bisa saja memarahi mereka agar aku tidak terganggu.
"apa kalian bersaudara?"
Hening, tak ada tanggapan apa-apa dari mereka
"hahaha"
Tiba-tiba ketiganya tertawa kencang. Nada tawa mereka lama-lama terdengar seperti mengejek. Tidak bisakah kalian sedikit menghargai perasaanku. Lama kelamaan aku merasa jengkel, tawa mereka seakan tidak ada habisnya.
"sudah berhenti tertawanya. Kitakan perlu berbicara serius dengan anak ini"
"ah benar juga. Hampir saja aku lupa"
Apa maksudnya? membuatku cemas saja. Apa pun itu mereka pastinya tidak bisa melukaiku kan? toh hubungan kami ibarat inang dengan parasitnya. Tanpa aku mereka juga akan menghilang sendirinya.
"Kau tidak akan bisa hidup tanpa kami karena kami bagian dari dirimu. Berusaha menyingkirkan kami juga tidak akan gunanya"
"ya selama di dimensi yang ini atau pun di dimensi lain kami akan selalu mengikutimu"
"hei jaga bicaramu"Ah mereka mulai bertengkar lagi. Lalu apa maksudnya dengan dimensi lain. Apa dimensi lain memang benar-benar ada? Saat hendak bertanya tiba-tiba aku dipotong.
"singkatnya kami hidup di jiwamu jadi kita akan terus bersama. Kuharap kau segera terbiasa hidup dengan kami" ucap sosok yang biasa kusebut dengan sosok ketiga.
"namaku David, aku sosok yang kuat, jadi saat memerlukan kekuatan fisik kau bisa meminjamnya dariku. Dan ini Airin istriku. Kami sama-sama hidup dalam jiwamu"
"halo nak, namaku Airin. David suamiku memiliki tempramen yang buruk. Aku harap kau bisa memakluminya"
jadi sosok pertama yang bernama David menikah dengan sosok kedua yang bernama Airin. Pantas saja Airin selalu mendukung semua perkataan David. Ha, tunggu sebentar sosok kedua itu wanita?
"tunggu maksudnya salah satu dari kalian adalah wanita? tapi kenapa aku tidak pernah menyadarinya?
"hahaha", suara tawa David terdengar sangat jelas
"tutup mulut mu!", ucap Airin marah. Mendengar suara marah Airin seketika aku ciut. Apa yang akan dilakukannya? kudengar ketika wanita marah, dia bisa melakukan apa saja.
"sudah-sudah jangan bertengkar", itu suara sosok ketiga. Mendengarnya saja aku bisa menebak bahwa dia sedang menahan tawa.
"perkenalkan namaku Dave. Aku adik sekaligus saudara kembar David"
Tunggu jadi mereka bertiga adalah keluarga. Jadi kenapa keluarga ini hidup dalam jiwaku atau apa pun itu? kenapa mereka membuat tidak nyaman. Seketika air mukaku yang semula terlihat biasa saja berubah menjadi kesal. Dave menyadari hal ini.
"jangan terlalu membenci kami. Kami juga terpaksa berada di dalam keadaan ini. Percayalah kami juga sangat tersiksa"
"jadi bisakah kalian menjelaskan kenapa kalian bisa berada disini? dan apa maksudnya tentang dimensi lain"
"kalau itu kami akan menjelaskan saat waktunya tiba. Kau masi berumur dua belas tahun. Kau pasti akan kebingungan", ucap David.
"tapi tenang saja kami aku menjelaskannya secara perlahan. Satu demi satu", sambung Airin.
"sepertinya kau lelah, istirahatlah dulu", itu pasti suara Dave.
Aku pun memutuskan untuk berbaring dan menutup mataku. Tapi mimpiku tadi malam sangat menggangguku. Jadi kuputuskan untuk bertanya.
"apa kalian tau atau pernah mendengar kalau ibuku pernah mencoba untuk membunuhku?"
Hening. Tak terdengar jawaban dari mereka. Tiba-tiba Airin berkata.
"ibumu sangat menyayangimu. Tapi dia berada di kondisi tidak bisa menunjukkan hal itu"
Mendengar hal itu sesuatu dalam hatiku terasa menghangat. Sudut mataku memanas dan air mataku perlahan keluar.
Benarkah itu? dapatkah aku mempercayai hal itu? tanyaku dalam hati sembari menutup mata. Perlahan tapi pasti aku masuk ke dalam dunia mimpi.
Selama di rawat di rumah sakit, kulalui hari-hari tenangku dengan David, Airin dan Dave. Mereka benar-benar berubah, terutama David. Dia sekarang tidak terlalu sering marah-marah. Belakangan dia sering menceritakan kisah-kisah peperangan. Walau kadang aku tidak mengerti apa yang dia maksud, tapi mendengarnya bercerita membuatku senang. Berbeda dengan cerita David yang penuh kisah heroik, cerita dari Airin terdengar sedikit membosankan. Itu karena Airin sibuk bercerita tentang pesta dansa, acara minum teh dan perhiasan. Di zaman sekarang siapa yang datang ke acara minum teh? Korea Selatan kan bukan negara kerajaan. Berbeda dengan David dan Airin, cerita dari Dave lebih menjurus pada pelajaran ekonomi. Ya dia sibuk bercerita tentang cara mengelola bisnis. Mungkin dave akan suka jika berbincang dengan ayah pikirku. padahal sudah seminggu aku di rawat di rumah sakit, tapi sekali pun ayah belum pernah datang. Pengas
Setelah melihat sekeliling, aku sadar kalau villa ini jauh lebih baik daripada yang kubayangkan. bagunannya bertema klasik, tapi jika masuk kedalam ternyata isinya modern. Ya ini tidak terlalu buruk sebenarnya. Total pekerja di villa ini ada tiga orang saja. Jauh lebih sedikit dari pada pekerja di rumah yang totalnya beserta satpam lebih dari tiga puluh lima orang. Pak choi bertugas sebagai penjaga sekaligus tukang kebun, Bu Choi bertugas memasak dan Bu Lim yang bertugas untuk bersih-bersih. Sepertinya kata-kata ayah benar juga. Tempat ini tenang danpara pekerjanya yang hanya tiga orang juga tidak membuatku terganggu. Tapi saat wajah ayah terlintas dibenakku, amarahku kembali memuncak. Menyebalkan bagaimana pun aku adalah orang yang dibuang kesini. "jangan begitu kesal, seperti kata ayahmu kau bebas berbuat apa saja disini. Bukankah itu kesempatan yang bagus?", ucap David. "kau tau ini adalah villa keluarga kesukaan ib
Setelah mengetahu rahasia dibalik kelahiranku, rasanya aku ingin menghilang saja. Aku sangat membenci diriku sendiri. Ayah yang selama ini kubenci perlahan aku mulai merasa kasihan padanya. Dia juga korban sekaligus pelaku karena telah menipu semuanya. Disisi lain, ibuku yang selama ini kurindukan juga merupakan korban sekaligus pelaku. Dia merupakan korban penipuan ayahku sekaligus pelaku perselingkuhan. Jadi sebenarnya ini salah siapa? apa salah ayah karena dia yang memulai semua ini. Tunggu apakah aku boleh memanggilnya ayah? kami bahkan tidak memiliki ikatan darah. Memikirkan fakta itu membuatku sangat kesal sekaligus sakit. Apa ayah selama ini sangat dingin kepadaku karena aku bukan anaknya? jika aku terlahir sebagai anaknya apakah aku akan mendapatkan kasih sayangnya? Pertanyaan itu terus menerus menghantuiku. Rasa bersalah sekaligus sedih. Bahkan saat ibu mengandungku dia tidak mau sering di rumah karena
Masa sekolah ku dihabiskan dengan perkelahian. Namun cenderung perkelahian sepihak karena tidak ada anak yang berani melawanku. Sejujurnya aku juga tidak mau menyakiti orang lain, tapi aku tidak tau cara lain untuk melampiaskan kesedihanku. Setiap kali pikiran tentang ibu atau ayahku terlintas di benak ku rasa sakit akan menjalar keseluruh tubuhku. Aku perlu pelampiasan untuk rasa sakit ini. David, Airin dan Dave tidak pernah mau berbicara denganku selama setahun ini. Aku tidak punya teman berbicara sama sekali. Tampa terasa waktu terus berjalan seperti itu. Tak ada yang berubah dalam hidup ku hingga aku lulus dari sekolah menengah atas. Ayah juga tampaknya sudah lupa dengan keberadaanku. Walau beliau sebulan sekali mengirim pesan pada ku. Tapi pesan itu tampaknya bukan pesan dari ayah pada anaknya, namun lebih pada peringatan supaya aku menjaga tingkah laku ku.'bulan ini kau sudah membuat lima orang masuk rumah sakit. Tol
Tiba-tiba sebuah tangan dijulurkan ke arah ku seakan memberi tanda bahwa tangan itu kan membantu ku berdiri. Tentu saja aku tidak mau meraih tangan itu. Dia bahkan tidak bisa menggerakkan kakinya. Bagaimana caranya dia akan membantu ku berdiri? Sekujur tubuh ku terasa sangat sakit saat ku paksakan untuk berdiri. Perlahan aku berjalan ke arah tongkat yang tadi dipatahkan oleh orang-orang itu. Anehnya tadi aku benar-benar melihat tongkat ini panah, tapi sekarang kenapa tongkatnya kembali utuh? Rasa sakit di sekujur tubuh ku seakan menyadarkan ku untuk segera menyerahkan tongkat ini lalu segera pulang agar aku bisa tidur. Besok pagi-pagi sekali aku harus mengantar susu! Perlahan aku mendekat ke arah pria yang masi terduduk di tanah itu. Setelah dilihat sepertinya dia juga orang Korea seperti aku. Ku ulurkan tangan ku seperti yang dilakukannnya tadi. Sambil tersenyum diraihnya tangan ku dan berusaha untuk berdiri. Syukurlah tampakny
Pagi ini feeling ku benar-benar baik. Setelah berpikir serta memperhitungkan kebutuhan ku sepanjang semester ini uang dari pekerjaan sampingan ku tidak mungkin akan cukup. Terlebih aku harus melepas pekerjaan ku sebagai kurir karena waktunya yang bersamaan dengan jadwal kuliah ku. Sehingga aku harus menambah pekerjaan. Mungkin aku bisa mendapat sekitar lima ratus dolar jika menerima pekerjaan dari tuan Nam. Itu jauh lebih tinggi dari pada bekerja sebagai kurir yang paling digaji paling tinggi dua ratus dolar. Aku juga akan melepas pekerjaan sebagai pelayan ku yang gajinya hanya dua ratus dolar. Tapi sedikit sayang karena makan sudah ditanggung oleh pemilik restoran. Tapi aku tidak punya pilihan karena harus kuliah juga. Pekerjaan sebagai pengantar susu akan tetap aku pertahankan karena tidak menggangu jadwal lainnya. Jadi setiap subuh aku akan mengantar susu sebelum berangkat kuliah. Dalam perjalanan ke rumah salah seorang pelanggan aku
Selepas dari ruang kerja tuan Nam, aku menuju ke ruang tengah. Disana aku melihat nyonya Nam tengah berbincang dengan Ki Tae hyung sambil memakan buah, aku diajak untuk bergabung dengan mereka. Nyonya Nam kembali meminta ku untuk menginap saja. Tidak ada alasan untuk menolak bukan? toh besok juga aku tidak ada kegiatan. Setelah aku setuju untuk menginap nyonya Nam meminta salah seorang pelayannya untuk membawa korak P3k. nyonya Nam lalu meminta ku untuk duduk didekatnya agar perban ku dapat diganti. Nyonya Nam bisa memikirkan hal itu disaat aku sendiri lupa. Rasa sakit dari obat yang diteteskan ke atas luka ku rasanya tidak sebanding dengan rasa senang di dalam hati ku. Sungguh baru pertama aku mendapat perlakuan penuh kasihseperti ini. Aku lalu diminta untuk tidur di kamar tamu di lantai dua yang ku pakai minggu lalu. Sebelum tidur aku sempat berbincang dengan Ki Tae hyung. Dia banyak bercerita tentang dirinya. Aku jadi tau kal
Malam yang awalnya ku lalui dalam nuansa hening tiba-tiba kacau ketika David tiba-tiba bertanya apakah aku benar-benar percaya dengan keluarga itu. Pertanyaan itu benar-benar kejam, padahal dia juga pasti ikut mendengar cerita itu secara keseluruhan. Bukannya merasa iba atau turut prihatin dia malah meragukan kisah itu? ya mungkin saja memang ceritanya sudah dilebih-lebihkan tapi bukan berarti itu semua kebohongan bukan? Airin juga ikut menimpali perkataan David dengan berkata aku seharusnya tidak lantas percaya dengan kisah itu dan sebaikna aku menjaga jarak dengan keluarga ini. Keluarga ini akan membawa pengaruh buruk dalam hidup kata Airin. Mereka berdua pasti sudah kehilangan akal sehatnya. Tak heran mereka berjodoh satu sama lain. Aku kesal dengan perkataan mereka berdua, jadi aku mencoba berbicara dengan Dave, wujud yang paling wara diantara ketiganya. Namun kata-kata dari Dave malah lebih jahat lagi. Menurutnya manusia dila
Sebulan telah berlalu sejak aku pertama kali bangun di sini, kami secara teratur melakukan kontak lewat surat dengan Alejandro. Yang mengganggu ku adalah fakta bahwa putra mahkota hingga saat ini belum naik tahta, ia membiarkan kursi raja kosong hingga hampir dua bulan. Menurut Alejandro para petinggi kerajaan yang cemas akan kekosongan itu terus menerus mendesak putra mahkota agar dengan segera ia memegang gelar raja. Putra mahkota menolak gagasan itu dengan alasan akan membiarkan kursi raja untuk kosong selama seratus hari sebagai bentuk berkabung untuk ayahnya. Walau pun ayahnya adalah "penghianat" tapi jasa nya selama ini tak bisa diabaikan. Alasan putra mahkota bagaikan obat penenang sementara. Sedangkan pihak ratu belakangan ini terlihat tak memiliki pergerakan. Saudara ratu, paman dari putra mahkota yang baru diangkat menjadi kepala pasukan keamanan istana yang baru mengeluarkan kebijakan untuk menambah senjata prajurit. Ta
Aku lalu melihat bagaimana cara putra mahkota dibesarkan, anak sekecil itu terlihat begitu tragis dengan tekanan dan beban yang harus dipikulnya. Setiap hari ia menghabiskan waktunya dengan belajar dan berlatih taktik perang. Ia jarang bertemu dengan orang lain selain pelatih dan gurunya. Ibunya, sang ratu sesekali menemuinya untuk melampiaskan amarahnya, setiap kali pangeran kedua mendapat pujian maka putra mahkota kecil akan mendapat tamparan dari ibunya. putra mahkota kecil juga dipaksa untuk berlatih pedang dengan pamannya, saudara laki-laki ibunya. Perbedaan usia dan pengalaman antara mereka tentunya jelas terasa dan disaat putra mahkota kecil terjatuh, pamannya lalu memukulnya habis-habisan. Tak sampai di situ, ratu datang untuk menamparnya karena menganggap dirinya tak berguna. Saat ulang tahun ke delapannya, raja menyelenggaran pesta ulang tahun putra mahkota. Bahkan di pesta ulang tahunnya sekali pun ,
"apa maksud anda, Alejandro berusaha agar saya tidak menjadi target putra mahkota?", tanya ku lagi pada Tuan Ignatius. Tuan Ignatius tak menjawa, tapi ia menganggukkan kepalanya. Alejandro, sejak awal aku merasa curiga tentang segala tindakannya dan ternyata kecurigaan ku benar. TApi ternyata ia memiliki rasa kemanusiaan tak seperti putra mahkota. Demi menyelamatkan ku, ia bahkan sampai membunuh ayah kandungnya sendiri. AKu jadi merasa sangat bersalah padanya, seharusnya dia memberitahu ku sebelumnya, kenapa ia harus menanggung semua beban ini sendirian?.."Tolong beritahu ibu dan Arrahad kalau besok saat festival dimulai, kita akan melarikan diri ke kerajaan Xavier", ujar ku."Kita tak boleh melakukan itu kak, putra mahkota tak akan tinggal diam", teriak Alejandro."Kita tak punya pilihan lain, bahkan raja rela mengorbankan dirinya sendiri", elak ku."Bagaimana kalau di perjalanan kita tak bisa selamat? a
Prak tring brakhiks sadarlahbuka mata mu! Suara barang-barang yang bergesekan yang bercampur dengan isak tangis itu mengusik ku, belum lahi rasa nyeri di lengan ku. Seperti seseorang tengah menyiram luka ku dengan sesuatu. Apa yang kau lakukan? jangan sentuh luka ku! kau membuat ku kesakitan! aku terus berteriak di dalam hati ku. Ntah apa yang salah dengan tenggorokan ku, aku tak bisa mengeluarkan suara.... Aku membuka ke dua mata ku di suatu tempat yang aneh, tempat itu memantulkan cahaya biru. Tempat ini terasa tidak asing, apakah aku telah bangun di tubuh orang lain lagi? aku harap kali ini pemilik tubuh ini tidak bernasib malamg seperti dua tubuh sebelumnya.Bukalah mata mu wahai anak ku Tiba-tiba aku mendengar suara, aku melihat ke sekeliling ku untuk mencari sumber suaranya. Namun aku tak bisa melihat siapa pun di temp
Keadaan paman dan tuan duke yang begitu mengenaskan itu membuat ku murka pada putra mahkota. Apa yang telah dilakukannya pada ayahnya sendiri? "Putra mahkota, bukan kah anda sebaiknya memperlakukan se0orang raja dari kerajaan ini lebih baik lagi?!", aku berteriak pada putra mahkota. "apa kakak tidak tau apa saja yang sudah dilakukan oleh pria tua ini?", putra mahkota bertanya balik pada ku. "Apa pun itu, tidak tidak sebanding dengan perbuatan mu sendiri", sindir ku. "Lepas kan penutup mata dan mulutnya", putra mahkota memerintahkan seorang anggota pasukan khususnya. Setelah penutup itu dilepas, aku dapat melihat sorot kecewa di mata paman, apa yang membuat mu begitu kecewa? apakah karena aku yang gagal melarikan diri atau karena putra mahkota melakukan ini semua tanpa keraguan sedikit pun? "paman maafkan aku", ujar ku spontan "kenapa kakak yang minta maaf? orang inilah yang seharusnya meminta maaf atas
Tuan muda!Tuan muda sadarlah!Tuan saya mohon bukalah mata anda! Suara itu terus tergiang di kepala ku, suara siapa itu? tempat ini begitu gelap. Aku tidak bisa melihat apa pun, sejauh mata ku memandang aku hanya bisa melihat kegelapan yang tak berujung. Suara itu terasa semakin dekat."Hah", aku berteriak. Aku memperhatikan sekitar ku, tubuh ku dipenuhi dengan peluh keringat. Jantung ku berdebar tak karuan seperti habis berlari jauh, apa tadi itu hanya mimpi? Gilliard memandangi ku dengan tatapan aneh."Apa anda bermimpi buruk? dari tadi anda terus berteriak. Tapi tak peduli bagaimana saya memanggil anda, anda tak kunjung bangun", keluh Gilliard. Itu berarti aku benar-benar bermimpi, tapi kalau diingat-ingat sepertinya itu bukan lah mimpi biasa. Itu adalah ingatan seseorang, seperti ingatan ketika aku melihat ayah dan ibu ku dibunuh dulu. Tapi siapa pemilik ingatan
Esoknya, sesuai dengan rencana seluruh utusan dan tamu undangan beserta para peserta festival berburu berkumpul di halaman belakang istana. Di sana dilakukan semacam perpisahan untuk para peserta berburu yang akan bertolak ke hutan. Setiap peserta diijinkan membentuk sebuah tim yang berisikan satu orang peserta dan dua orang pengawal. Hal ini dilakukan untuk berjaga-jaga dari hal berbahaya mengingat kalau peserta berburu ini berasal dari kalangan bangsawan menengah dan atas. Kemanan mereka selama festival berlangsung harus dapat dipastikan. Ini pertama kalinya dalam sepuluh tahun paman ikut serta dalam festival berburu, paman dikawal oleh Tuan Duke Ophelium dan ketua pasukan kesatria kerajaan. Sedangkan aku di kawal oleh Gilliard dan Tuan Ignatius yang nantinya akan menunjukkan arah pelarian. Sebelum berangkat ke hutan, aku menemui ibu yang tengah berada di antara kerumunan nyonya bangsawan lainnya. AKu mencium
Esoknya, dengan di dampingi oleh ku dan tuan duke, paman selaku raja kerajaan ini menyambut para tamu kehormatan yang di utus dari negara tetangga. Aku mengenali beberapa wajah di antara mereka. Wajah orang-orang yang membantu putra mahkota untuk mengembangkan usahanya hingga kini. Kami menyambut mereka dengan hangat walau tau kalau mereka akan balik menyerang kami besok. Sesuai jadwal setelah semua utusan tiba di istana, kami akan melakukan acara minum teh bersama. Total orang yang hadir di acara itu adalah lima belas orang. Putra mahkota tak ikut di dalamnya, karena berdasarkan tradisi kerajaan, putra mahkota bertugas menemani para tamu yang tiba ke istana sehari sebelumnya. Walau pemimpin mereka tak ada di sini, tampaknya mereka dengan berani akan mencoba memojokkan paman."Yang mulia saya senang melihat anda sehat di usia anda sekarang. Saya harap anda akan berumur panjang", puji salah satu utusan yang merupakan penduku
Ada begitu banyak hal terjadi di luar ekspektasi ku, putra mahkota yang ternyata adalah sumbermasalah di tempat ini, paman yang memutuskan untuk berperang dengan anaknya sendiri hingga Arrahad, adik ku sendiri yang memutuskan untuk tak berkomunikasi dengan ku lagi. Semua bermula karena aku hendak memberikan "wasiat" padanya, tapi sepertinya adik ku itu belum siap untuk menerima semua kenyataan yang selama ini terpendam. Bagaimana pun aku berusaha untuk mendekatinya, ia terus menjauh. Waktu terus berjalan seakan tak peduli dengan kesiapan ku, hingga kini tinggal lima hari sebelum festival berburu diadakan dan tiga hari hingga pembukaan festival berlangsung. Aku tak bisa memastikan keselamatan ku di sana tapi Arrahad tetap menolak untuk berbicara dengan ku. Aku pun tak punya kekuatan untuk menghentikan paman atau pun putra mahkota. Tak ada yang bisa memprediksi apa yang akan dihasilkan dari festival itu, namun sa