Namaku Kim Taevin. Umurku sekarang 26 tahun. Aku merupakan pewaris tunggal dari Simwoon grup, yang merupakan salah satu grup terbesar di Korea Selatan saat ini. Perusahaan kami bergerak di bidang Kontruksi, karenanya sejak kecil aku sudah dilatih untuk memahami kontruksi sekaligus cara mengelola bisnis. Ayahku, Kim Taeho merupakan seorang pria yang sangat ambisius dengan pekerjaannya. Baginya perusahaan merupakan hal nomor satu.
Sifatnya itulah yang membuat ibuku menjadi kesepian hingga melampiaskan rasa kesepiannya dengan cara mabuk-mabukan. Dengan harapan ayahku akan memarahinya. Ya harapan wanita malang itu hanya agar ayah memarahinya dan menyuruhnya berhenti mabuk, sehingga rasa kesepiannya dapat sedikit terangkat.
Tapi apa yang bisa diharapkan dari pria dingin itu? ayahku benar-benar tidak peduli dan malah meminta kamar terpisah karena tidak mau tidur dikamar yang sama dengan pecandu alkohol. hari itu, ibu pun memutuskan untuk berhenti minum. Naasnya, karena tindakan sesaatnya itu, hatinya sudah keracunan. Dokter memvonis ibu gagal ginjal.
Saat aku berumur 7 tahun ibu menghembuskan nafas terakhirnya. Tanpa sempat merasakan cinta dan kasih dari ayahku. Selama prosesi pemakaman, ayahku tidak meneteskan setetes air mata. Dia benar-benar manusi dingin. Walau bagaimana pun dia sudah menghabiskan waktu selama 10 tahun terakhir dengan ibuku bukan?
"Karena ibumu sudah tidak ada, maka mulai sekarang kau harus bisa mengurus dirimu sendiri. Jangan seperti ibumu, mengharapkan sesuatu yang tidak seharusnya dan malah berujung seperti itu. Memalukan sekali, sekarang orang-orang memandangku dengan tatapan suami yang ditinggal mati istri pecandu alkohol"
Itu adalah kata-kata penyemangat yang diucapkan seorang ayah pada anaknya yang baru berusia 7 tahun disaat anak itu menangis histeris ketika melihat peti mati ibunya ditutup. Hari itulah saat aku membuang perasaan dan emosiku sepenuhnya.
.
.
.
5 tahun berlalu setelah kematian ibuku, aku benar-benar hidup tanpa memedulikan sekitarku. Tidak tau kenapa emosi yang selama ini kupendam, belakangan ini membucah keluar. aku benar-benar diluar kendali. Anehnya aku hanya bisa merasakan amarah. Seperti ketika salah satu pelayanku salah manaruh saus ke dalam roti lapisku.
"pranggg!"
Seketika ruang makan yang selalu hening karena memang hanya ada aku yang makan di dalamnya itu dipenuhi dengan suara piring pecah. Para pelayan di rumahku segera berlarian ke dalam ruangan.
"apa ada yang salah tuan muda?" tanya Bu Choi
Bu Choi merupakan salah satu pelayan senior di rumah ini sekaligus pengasuhku sejak aku lahir.
"bukannya aku sudah bilang kalau aku benci mayones? kenapa di roti lapisku ada mayonesnya?" bentakku
Sontak para pelayan memasang muka kaget. Tuan muda mereka yang selalu diam tiba-tiba mengamuk sampai memecahkan piring hanya karena hal sepele. Seorang pelayan lantas maju dan segera membereskan pecahan piring itu sembari berkata,
"mohon maafkan kesalahan saya, segera akan saya siapkan roti lapis baru tuan muda", ucapnya sembari memberikan senyuman diakhir kalimatnya.
Apa-apaan ini, apa pelayan ini meremehkanku? padahal ini kesalahannya tapi dia dengan mudahnya meminta maaf sambil tersenyum? hei apa dia sedang meremehkanku? amarahku seketika memuncak.
"pranggg"
Kembali ruangan ini dipenuhi dengan suara pecahan. Kali ini aku memecahkan gelas yang berisi susu. Raut wajah kaget kembali menghiasi wajah para pelayanku.
"makan saja sendiri roti lapisnya. Seleraku sudah hilang. Padahal ini kesalahanmu, tapi bisa-bisanya kau meminta maaf sambil tersenyum. Padahal hari ini aku saja belum ada tersenyum", ujarku kesal sembari meninggalkan ruangan itu menuju mobil pribadiku.
Di mobil aku merasa aneh. Padahal biasanya tak peduli pelayanku berbuat salah aku tak pernah pernah marah, apa karena aku benar-benar lapar? tapi sebenarnya aku juga tidak lapar. Apa ada yang salah denganku?
sesampainya di sekolah, aku segera turun dari mobil dan berjalan menuju kelasku. Di lorong dekat kelasku, seorang anak laki-laki menabrakku hingga aku terjatuh ke lantai. Ah palingan anak ini tidak sengaja atau sedang buru-buru pikirku. Saat hendak berdiri tiba-tiba aku mendengar suara. Suara berbisik yang mengerikan.
"apa kau mau pergi begitu saja?"
"hei anak ini sengaja menabrakmu!"
"lihat dia tertawa melihatmu di lantai, dia menghinamu"
"kenapa kau tidak memberikan pelajaran pada anak jahat itu?"
suara itu sangat nyata! Terdengar sangat dekat. Tapi tidak ada orang lain disini selain aku dan anak ini.
"Maaf, apa kau terluka? tadi aku sedang memikirkan hal lain jadi tidak melihatmu" katanya sembari menjulurkan tangannya ke arahku untuk membantuku berdiri. Saat hendak meraih tangan itu, tiba-tiba suara bisikan yang tadi terdengar lagi.
"jangan terima tangan itu! tangan itu kotor"
"lihat pakaiannya, dia pasti anak rendahan" sambung suara lain.
"cepat berdiri dan tabrak dia agara kalian impas" timpal suara yang berbeda lagi.
kepalaku pusing!
"argggg!" teriakku sembari menutup telingaku dengan kedua tangan. Anak laki-laki itu ikut kaget melihatku, kemudian dia berlari. Perlahan kesadaranku menghilang.
.
.
.
Saat membuka mata, aku ada di ruangan putih dengan sekat tirai. Ini pasti ruang kesehatan, tapi kenapa aku ada di sini. Tiba-tiba seluruh kejadian tadi berputar di dalam kepalaku, membuat kepalaku kembali terasa sakit. Tolong hentikan! teriakku dalam hati.
"kau benar-benar payah! pantas saja ayah dan ibumu menelantarkanmu"
"lihatlah dia mau menangis"
"pemandangan yang menyedihkan"
Aku benar-benar terkejut. Bukankah suara-suara yang kudengar di lorong tadi tidak nyata? tapi kenapa suaranya terdengar lagi. ada dua, ah tidak ada total tiga suara. Dari mana asal suara ini.
"hahaha lihat dia kebingungan"
"bukankah wajahnya sangat lucu?"
Suara-suara itu semakin jelas dan terasa semakin dekat.
"jangan takut, kau dengan kami tidak berbeda karena kita adalah satu"
Mendengar suara itu aku lantas berteriak sekuat mungkin untuk memanggil siapa saja. Tolong siapa saja selamatkan aku. Suara-suara aneh itu terus berbisik kepadaku. Ruangan yang semula sangat hening itu kini dipenuhi dengan suara teriakanku dan juga suara langkah kaki para petugas yang berlari ke arahku.
"ada Taevin? apa ada yang sakit?" ucap salah satu petugas dengan nada cemas sembari menatapku.
Kubuka mulutku untuk menjawab, tapi suara bisikan itu kembali terdengar.
"Taevin jangan lakukan itu"
"Taevin apa kau mau dianggap gila?"
"Taevin hanya kau yang bisa mendengar kami"
"buka mulutmu kalau kau mau dilempar ke rumah sakit jiwa"
suara mereka semakin kuat terdengar. Suara mereka kini tidak terdengar dekat lagi, tapi memang sudah berada didalam kepalaku. Air mataku perlahan mengalir. Kugelengkan kepalaku untuk merespon pertanyaan petugas tadi.
"tidak ada yang sakit. saya hanya merasa lelah dan mau pulang", ucapku lirih sambil menahan tangis.
"bagus dan berhentilah menangis"
"ingat ini adalah rahasia kita"
Mereka kembali berbisik sembari tertawa. Suara tawa mereka yang kian membesar membuatku semakin takut. Tolong biarkan aku sendiri. Melihatku yang hanya terdiam sambil menutup telingaku dengan kedua telapak tangan, para petugas yang sebelumnya memandangku cemas kini mengubah raut wajahnya menjadi heran. Mereka pun segera menghubungi ayahku agar aku dijemput dan diantar pulang.
Namun bukan ayahku namanya jika dia yang akan datang hanya untuk menjemputku. Tentu saja yang datang adalah salah satu pesuruhnya. Tanpa basa-basi aku langsung diantarpulang ke rumah.
Di kamar, aku mulai memikirkan segala sesuatu yang terjadi hari ini, kenapa emosiku bisa meledak atau kenapa aku bisa mendengan suara bisik-bisk yang aneh itu? mengingat hal tersebut tiba-tiba kepalaku rasanya mau meledak.
Bangkit dari tempat tidur, aku segera menuju meja belajarku dan segera aku melempari segala barang yang bisa kuraih. Tak sampai disana, aku memutuskan untuk mencari semua barang yang dapat kulempar. Kini dikamarku dipenuhi suara bantingan barang. Lantai kamar dipenuhi barang-barang yang berserak.
Para pekerja di rumahku segera masuk ke kamar karena kebisingan yang kubuat. Tentu saja melihat kondisi kamarku mereka sangat terkejut.
"tuan muda apa anda baik-baik saja?" tanya pengasuhku cemas. Anehnya sakit kepalaku hilang setelah aku meluapkan emosi dan amarahku. Tidak kalau begini terus aku akan benar-benar gila pikirku.
"bukankah menyenangkan merusak barang-barang di kamarmu?"
"lihat wajahmu, kau benar-benar menikmatinya bukan."
"hei, kalau kepalamu sakit kau tinggal meluapkan amarahmu saja"
"kalau tidak ada benda kau boleh memukul orang lain juga. Hahaha"
Saran macam apa itu? kenapa mereka begitu kejam. Tidak mungkin aku melampiaskan rasa sakitku dengan memukuli orang lain.
"kau memukul orang lain untuk menghilangkan rasa sakitmu, jadi kau tidak salah"
"benar. Ayahmu kan orang yang berkuasa dia pasti melindungimu jika terjadi masalah"
Aku benar-benar sudah tidak tahan dengan suara mereka yang memenuhi kepalaku. Kututup telingaku dengan kedua telapak tangan sembari berteriak.
"kalian sangat berisik. Cepat pergi!!"
namun hasilnya hanya para pekerja di rumahku yang semakin takut melihatku. Mereka pasti menganggapku gila. Suara di dalam kepalaku, kumohon berhentilah.
Hari itu, ayahku pulang cepat karena para pekerja yang berada di rumah panik dengan keadaanku. Kapan terakhir ayah cepat pulang ya? ah itu saat ibu meninggal. Kali ini dia cepat pulang apakah aku juga akan menyusul ibuku ataukah ayahku akan berubah dan menanyai keadaanku dan mulai memperhatikan aku dengan penuh kasih layaknya keluarga yang normal?"Brakk!!" Monolog dalam hatiku terhenti ketika mendengar pintu kamarku di buka dengan kasar. Di balik pintu itu tampak ayahku dengan muka masam becampur kesal. Ah tidak itu bisa saja ekspresi khawatirnya. Apa dia benar-benar khawatir dengan keadaanku sehingga terburu-buru menemuiku? Tanpa sadar ujung bibirku naik membayangkan hal tersebut. Padahal kukira selama ini aku tidak memerlukan keberadaan ayahku, tapi ternyata aku salah. Dengan langkah besar ayahku segera menghampiri kasur tempatku berbaring."plak" Aku memang tidak berharap ayahku akan memelukku, tapi aku berharap
Selama di rawat di rumah sakit, kulalui hari-hari tenangku dengan David, Airin dan Dave. Mereka benar-benar berubah, terutama David. Dia sekarang tidak terlalu sering marah-marah. Belakangan dia sering menceritakan kisah-kisah peperangan. Walau kadang aku tidak mengerti apa yang dia maksud, tapi mendengarnya bercerita membuatku senang. Berbeda dengan cerita David yang penuh kisah heroik, cerita dari Airin terdengar sedikit membosankan. Itu karena Airin sibuk bercerita tentang pesta dansa, acara minum teh dan perhiasan. Di zaman sekarang siapa yang datang ke acara minum teh? Korea Selatan kan bukan negara kerajaan. Berbeda dengan David dan Airin, cerita dari Dave lebih menjurus pada pelajaran ekonomi. Ya dia sibuk bercerita tentang cara mengelola bisnis. Mungkin dave akan suka jika berbincang dengan ayah pikirku. padahal sudah seminggu aku di rawat di rumah sakit, tapi sekali pun ayah belum pernah datang. Pengas
Setelah melihat sekeliling, aku sadar kalau villa ini jauh lebih baik daripada yang kubayangkan. bagunannya bertema klasik, tapi jika masuk kedalam ternyata isinya modern. Ya ini tidak terlalu buruk sebenarnya. Total pekerja di villa ini ada tiga orang saja. Jauh lebih sedikit dari pada pekerja di rumah yang totalnya beserta satpam lebih dari tiga puluh lima orang. Pak choi bertugas sebagai penjaga sekaligus tukang kebun, Bu Choi bertugas memasak dan Bu Lim yang bertugas untuk bersih-bersih. Sepertinya kata-kata ayah benar juga. Tempat ini tenang danpara pekerjanya yang hanya tiga orang juga tidak membuatku terganggu. Tapi saat wajah ayah terlintas dibenakku, amarahku kembali memuncak. Menyebalkan bagaimana pun aku adalah orang yang dibuang kesini. "jangan begitu kesal, seperti kata ayahmu kau bebas berbuat apa saja disini. Bukankah itu kesempatan yang bagus?", ucap David. "kau tau ini adalah villa keluarga kesukaan ib
Setelah mengetahu rahasia dibalik kelahiranku, rasanya aku ingin menghilang saja. Aku sangat membenci diriku sendiri. Ayah yang selama ini kubenci perlahan aku mulai merasa kasihan padanya. Dia juga korban sekaligus pelaku karena telah menipu semuanya. Disisi lain, ibuku yang selama ini kurindukan juga merupakan korban sekaligus pelaku. Dia merupakan korban penipuan ayahku sekaligus pelaku perselingkuhan. Jadi sebenarnya ini salah siapa? apa salah ayah karena dia yang memulai semua ini. Tunggu apakah aku boleh memanggilnya ayah? kami bahkan tidak memiliki ikatan darah. Memikirkan fakta itu membuatku sangat kesal sekaligus sakit. Apa ayah selama ini sangat dingin kepadaku karena aku bukan anaknya? jika aku terlahir sebagai anaknya apakah aku akan mendapatkan kasih sayangnya? Pertanyaan itu terus menerus menghantuiku. Rasa bersalah sekaligus sedih. Bahkan saat ibu mengandungku dia tidak mau sering di rumah karena
Masa sekolah ku dihabiskan dengan perkelahian. Namun cenderung perkelahian sepihak karena tidak ada anak yang berani melawanku. Sejujurnya aku juga tidak mau menyakiti orang lain, tapi aku tidak tau cara lain untuk melampiaskan kesedihanku. Setiap kali pikiran tentang ibu atau ayahku terlintas di benak ku rasa sakit akan menjalar keseluruh tubuhku. Aku perlu pelampiasan untuk rasa sakit ini. David, Airin dan Dave tidak pernah mau berbicara denganku selama setahun ini. Aku tidak punya teman berbicara sama sekali. Tampa terasa waktu terus berjalan seperti itu. Tak ada yang berubah dalam hidup ku hingga aku lulus dari sekolah menengah atas. Ayah juga tampaknya sudah lupa dengan keberadaanku. Walau beliau sebulan sekali mengirim pesan pada ku. Tapi pesan itu tampaknya bukan pesan dari ayah pada anaknya, namun lebih pada peringatan supaya aku menjaga tingkah laku ku.'bulan ini kau sudah membuat lima orang masuk rumah sakit. Tol
Tiba-tiba sebuah tangan dijulurkan ke arah ku seakan memberi tanda bahwa tangan itu kan membantu ku berdiri. Tentu saja aku tidak mau meraih tangan itu. Dia bahkan tidak bisa menggerakkan kakinya. Bagaimana caranya dia akan membantu ku berdiri? Sekujur tubuh ku terasa sangat sakit saat ku paksakan untuk berdiri. Perlahan aku berjalan ke arah tongkat yang tadi dipatahkan oleh orang-orang itu. Anehnya tadi aku benar-benar melihat tongkat ini panah, tapi sekarang kenapa tongkatnya kembali utuh? Rasa sakit di sekujur tubuh ku seakan menyadarkan ku untuk segera menyerahkan tongkat ini lalu segera pulang agar aku bisa tidur. Besok pagi-pagi sekali aku harus mengantar susu! Perlahan aku mendekat ke arah pria yang masi terduduk di tanah itu. Setelah dilihat sepertinya dia juga orang Korea seperti aku. Ku ulurkan tangan ku seperti yang dilakukannnya tadi. Sambil tersenyum diraihnya tangan ku dan berusaha untuk berdiri. Syukurlah tampakny
Pagi ini feeling ku benar-benar baik. Setelah berpikir serta memperhitungkan kebutuhan ku sepanjang semester ini uang dari pekerjaan sampingan ku tidak mungkin akan cukup. Terlebih aku harus melepas pekerjaan ku sebagai kurir karena waktunya yang bersamaan dengan jadwal kuliah ku. Sehingga aku harus menambah pekerjaan. Mungkin aku bisa mendapat sekitar lima ratus dolar jika menerima pekerjaan dari tuan Nam. Itu jauh lebih tinggi dari pada bekerja sebagai kurir yang paling digaji paling tinggi dua ratus dolar. Aku juga akan melepas pekerjaan sebagai pelayan ku yang gajinya hanya dua ratus dolar. Tapi sedikit sayang karena makan sudah ditanggung oleh pemilik restoran. Tapi aku tidak punya pilihan karena harus kuliah juga. Pekerjaan sebagai pengantar susu akan tetap aku pertahankan karena tidak menggangu jadwal lainnya. Jadi setiap subuh aku akan mengantar susu sebelum berangkat kuliah. Dalam perjalanan ke rumah salah seorang pelanggan aku
Selepas dari ruang kerja tuan Nam, aku menuju ke ruang tengah. Disana aku melihat nyonya Nam tengah berbincang dengan Ki Tae hyung sambil memakan buah, aku diajak untuk bergabung dengan mereka. Nyonya Nam kembali meminta ku untuk menginap saja. Tidak ada alasan untuk menolak bukan? toh besok juga aku tidak ada kegiatan. Setelah aku setuju untuk menginap nyonya Nam meminta salah seorang pelayannya untuk membawa korak P3k. nyonya Nam lalu meminta ku untuk duduk didekatnya agar perban ku dapat diganti. Nyonya Nam bisa memikirkan hal itu disaat aku sendiri lupa. Rasa sakit dari obat yang diteteskan ke atas luka ku rasanya tidak sebanding dengan rasa senang di dalam hati ku. Sungguh baru pertama aku mendapat perlakuan penuh kasihseperti ini. Aku lalu diminta untuk tidur di kamar tamu di lantai dua yang ku pakai minggu lalu. Sebelum tidur aku sempat berbincang dengan Ki Tae hyung. Dia banyak bercerita tentang dirinya. Aku jadi tau kal
Sebulan telah berlalu sejak aku pertama kali bangun di sini, kami secara teratur melakukan kontak lewat surat dengan Alejandro. Yang mengganggu ku adalah fakta bahwa putra mahkota hingga saat ini belum naik tahta, ia membiarkan kursi raja kosong hingga hampir dua bulan. Menurut Alejandro para petinggi kerajaan yang cemas akan kekosongan itu terus menerus mendesak putra mahkota agar dengan segera ia memegang gelar raja. Putra mahkota menolak gagasan itu dengan alasan akan membiarkan kursi raja untuk kosong selama seratus hari sebagai bentuk berkabung untuk ayahnya. Walau pun ayahnya adalah "penghianat" tapi jasa nya selama ini tak bisa diabaikan. Alasan putra mahkota bagaikan obat penenang sementara. Sedangkan pihak ratu belakangan ini terlihat tak memiliki pergerakan. Saudara ratu, paman dari putra mahkota yang baru diangkat menjadi kepala pasukan keamanan istana yang baru mengeluarkan kebijakan untuk menambah senjata prajurit. Ta
Aku lalu melihat bagaimana cara putra mahkota dibesarkan, anak sekecil itu terlihat begitu tragis dengan tekanan dan beban yang harus dipikulnya. Setiap hari ia menghabiskan waktunya dengan belajar dan berlatih taktik perang. Ia jarang bertemu dengan orang lain selain pelatih dan gurunya. Ibunya, sang ratu sesekali menemuinya untuk melampiaskan amarahnya, setiap kali pangeran kedua mendapat pujian maka putra mahkota kecil akan mendapat tamparan dari ibunya. putra mahkota kecil juga dipaksa untuk berlatih pedang dengan pamannya, saudara laki-laki ibunya. Perbedaan usia dan pengalaman antara mereka tentunya jelas terasa dan disaat putra mahkota kecil terjatuh, pamannya lalu memukulnya habis-habisan. Tak sampai di situ, ratu datang untuk menamparnya karena menganggap dirinya tak berguna. Saat ulang tahun ke delapannya, raja menyelenggaran pesta ulang tahun putra mahkota. Bahkan di pesta ulang tahunnya sekali pun ,
"apa maksud anda, Alejandro berusaha agar saya tidak menjadi target putra mahkota?", tanya ku lagi pada Tuan Ignatius. Tuan Ignatius tak menjawa, tapi ia menganggukkan kepalanya. Alejandro, sejak awal aku merasa curiga tentang segala tindakannya dan ternyata kecurigaan ku benar. TApi ternyata ia memiliki rasa kemanusiaan tak seperti putra mahkota. Demi menyelamatkan ku, ia bahkan sampai membunuh ayah kandungnya sendiri. AKu jadi merasa sangat bersalah padanya, seharusnya dia memberitahu ku sebelumnya, kenapa ia harus menanggung semua beban ini sendirian?.."Tolong beritahu ibu dan Arrahad kalau besok saat festival dimulai, kita akan melarikan diri ke kerajaan Xavier", ujar ku."Kita tak boleh melakukan itu kak, putra mahkota tak akan tinggal diam", teriak Alejandro."Kita tak punya pilihan lain, bahkan raja rela mengorbankan dirinya sendiri", elak ku."Bagaimana kalau di perjalanan kita tak bisa selamat? a
Prak tring brakhiks sadarlahbuka mata mu! Suara barang-barang yang bergesekan yang bercampur dengan isak tangis itu mengusik ku, belum lahi rasa nyeri di lengan ku. Seperti seseorang tengah menyiram luka ku dengan sesuatu. Apa yang kau lakukan? jangan sentuh luka ku! kau membuat ku kesakitan! aku terus berteriak di dalam hati ku. Ntah apa yang salah dengan tenggorokan ku, aku tak bisa mengeluarkan suara.... Aku membuka ke dua mata ku di suatu tempat yang aneh, tempat itu memantulkan cahaya biru. Tempat ini terasa tidak asing, apakah aku telah bangun di tubuh orang lain lagi? aku harap kali ini pemilik tubuh ini tidak bernasib malamg seperti dua tubuh sebelumnya.Bukalah mata mu wahai anak ku Tiba-tiba aku mendengar suara, aku melihat ke sekeliling ku untuk mencari sumber suaranya. Namun aku tak bisa melihat siapa pun di temp
Keadaan paman dan tuan duke yang begitu mengenaskan itu membuat ku murka pada putra mahkota. Apa yang telah dilakukannya pada ayahnya sendiri? "Putra mahkota, bukan kah anda sebaiknya memperlakukan se0orang raja dari kerajaan ini lebih baik lagi?!", aku berteriak pada putra mahkota. "apa kakak tidak tau apa saja yang sudah dilakukan oleh pria tua ini?", putra mahkota bertanya balik pada ku. "Apa pun itu, tidak tidak sebanding dengan perbuatan mu sendiri", sindir ku. "Lepas kan penutup mata dan mulutnya", putra mahkota memerintahkan seorang anggota pasukan khususnya. Setelah penutup itu dilepas, aku dapat melihat sorot kecewa di mata paman, apa yang membuat mu begitu kecewa? apakah karena aku yang gagal melarikan diri atau karena putra mahkota melakukan ini semua tanpa keraguan sedikit pun? "paman maafkan aku", ujar ku spontan "kenapa kakak yang minta maaf? orang inilah yang seharusnya meminta maaf atas
Tuan muda!Tuan muda sadarlah!Tuan saya mohon bukalah mata anda! Suara itu terus tergiang di kepala ku, suara siapa itu? tempat ini begitu gelap. Aku tidak bisa melihat apa pun, sejauh mata ku memandang aku hanya bisa melihat kegelapan yang tak berujung. Suara itu terasa semakin dekat."Hah", aku berteriak. Aku memperhatikan sekitar ku, tubuh ku dipenuhi dengan peluh keringat. Jantung ku berdebar tak karuan seperti habis berlari jauh, apa tadi itu hanya mimpi? Gilliard memandangi ku dengan tatapan aneh."Apa anda bermimpi buruk? dari tadi anda terus berteriak. Tapi tak peduli bagaimana saya memanggil anda, anda tak kunjung bangun", keluh Gilliard. Itu berarti aku benar-benar bermimpi, tapi kalau diingat-ingat sepertinya itu bukan lah mimpi biasa. Itu adalah ingatan seseorang, seperti ingatan ketika aku melihat ayah dan ibu ku dibunuh dulu. Tapi siapa pemilik ingatan
Esoknya, sesuai dengan rencana seluruh utusan dan tamu undangan beserta para peserta festival berburu berkumpul di halaman belakang istana. Di sana dilakukan semacam perpisahan untuk para peserta berburu yang akan bertolak ke hutan. Setiap peserta diijinkan membentuk sebuah tim yang berisikan satu orang peserta dan dua orang pengawal. Hal ini dilakukan untuk berjaga-jaga dari hal berbahaya mengingat kalau peserta berburu ini berasal dari kalangan bangsawan menengah dan atas. Kemanan mereka selama festival berlangsung harus dapat dipastikan. Ini pertama kalinya dalam sepuluh tahun paman ikut serta dalam festival berburu, paman dikawal oleh Tuan Duke Ophelium dan ketua pasukan kesatria kerajaan. Sedangkan aku di kawal oleh Gilliard dan Tuan Ignatius yang nantinya akan menunjukkan arah pelarian. Sebelum berangkat ke hutan, aku menemui ibu yang tengah berada di antara kerumunan nyonya bangsawan lainnya. AKu mencium
Esoknya, dengan di dampingi oleh ku dan tuan duke, paman selaku raja kerajaan ini menyambut para tamu kehormatan yang di utus dari negara tetangga. Aku mengenali beberapa wajah di antara mereka. Wajah orang-orang yang membantu putra mahkota untuk mengembangkan usahanya hingga kini. Kami menyambut mereka dengan hangat walau tau kalau mereka akan balik menyerang kami besok. Sesuai jadwal setelah semua utusan tiba di istana, kami akan melakukan acara minum teh bersama. Total orang yang hadir di acara itu adalah lima belas orang. Putra mahkota tak ikut di dalamnya, karena berdasarkan tradisi kerajaan, putra mahkota bertugas menemani para tamu yang tiba ke istana sehari sebelumnya. Walau pemimpin mereka tak ada di sini, tampaknya mereka dengan berani akan mencoba memojokkan paman."Yang mulia saya senang melihat anda sehat di usia anda sekarang. Saya harap anda akan berumur panjang", puji salah satu utusan yang merupakan penduku
Ada begitu banyak hal terjadi di luar ekspektasi ku, putra mahkota yang ternyata adalah sumbermasalah di tempat ini, paman yang memutuskan untuk berperang dengan anaknya sendiri hingga Arrahad, adik ku sendiri yang memutuskan untuk tak berkomunikasi dengan ku lagi. Semua bermula karena aku hendak memberikan "wasiat" padanya, tapi sepertinya adik ku itu belum siap untuk menerima semua kenyataan yang selama ini terpendam. Bagaimana pun aku berusaha untuk mendekatinya, ia terus menjauh. Waktu terus berjalan seakan tak peduli dengan kesiapan ku, hingga kini tinggal lima hari sebelum festival berburu diadakan dan tiga hari hingga pembukaan festival berlangsung. Aku tak bisa memastikan keselamatan ku di sana tapi Arrahad tetap menolak untuk berbicara dengan ku. Aku pun tak punya kekuatan untuk menghentikan paman atau pun putra mahkota. Tak ada yang bisa memprediksi apa yang akan dihasilkan dari festival itu, namun sa