Beranda / Pernikahan / Misteri di Rumah Mertua / Bab 4 gambar yang dikirimkan Sabrina

Share

Bab 4 gambar yang dikirimkan Sabrina

Penulis: Pena_yuni
last update Terakhir Diperbarui: 2023-02-15 13:38:29

"Kontraksi?" Aku mengulang kata yang baru saja disebutkan suamiku itu.

Aku langsung memundurkan tubuh saat pandangan Mas Rendra menoleh ke arahku. Dengan cepat dan tanpa suara, aku pergi ke kamar sebelum dia mengetahui aku telah menguping pembicaraannya.

Sepertinya aku tidak bisa mendesak Mas Rendra untuk bicara yang sejujurnya. Aku juga tidak yakin, jika dia akan mengatakan yang sebenarnya.

Aku harus punya cara lain untuk bisa mengetahui rahasia yang ada di rumah ibu mertua.

"Tsania."

Aku terperanjat saat Mas Rendra tiba-tiba masuk ke dalam kamar. Namun, buru-buru kusembunyikan rasa terkejutku dengan menghindari tatapan darinya.

"Tsania, aku ingin menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi di rumah Ibu. Oke, jujur aku emang sudah berbohong padamu," ujarnya lagi membuatku menatap dia.

Mas Rendra maju beberapa langkah hingga akhirnya dia berada di depanku yang duduk di ujung ranjang. Dia pun ikut duduk, lalu menggenggam tanganku ini.

Aku menariknya, tapi tidak berhasil melepaskan pegangan tangan suamiku itu.

"Maaf." Dia kembali berucap seraya mencium tanganku.

Aku sama sekali tidak merasa bahagia. Yang ada geli dan jijik karena tahu itu hanyalah sebuah sandiwara belaka. Dia tidak benar-benar mencintaiku.

"Tidak usah berbasa-basi. Kalau mau bicara, ya bicara saja. Enggak usah sok romantis," kataku, benar-benar menarik tangan ini hingga terlepas darinya.

Aku juga menggeser tubuhku sedikit menjauhi dirinya. Rasanya takut saja jika dia akan mengulangi tindakan kasar padaku. Meskipun hanya teriakan, menurutku itu sudah kasar dan aku tidak mau diperlakukan seperti itu.

"Maafkan, Mas, Tsania. Maaf karena tadi sudah teriak, marah dan ... menyeretmu sampai pergelanganmu memerah seperti itu."

Aku langsung menutupi tanganku dengan bantal.

"Jangan basa-basi," tukasku lagi.

Mas Rendra menarik napas panjang, lalu mengembuskannya kasar.

"Iya, aku memang membeli peralatan bayi. Tapi, itu bukan untuk selingkuhanku atau wanita simpananku seperti yang kamu tuduhkan. Peralatan bayi itu untuk tetangga Ibu yang sudah beliau anggap anak. Dia punya suami. Dan aku kenal juga sama suaminya itu. Kalau aku ke rumah Ibu, aku juga datang ke rumah mereka untuk menitipkan Ibu."

Mas Rendra menjeda ucapannya. Dia menoleh ke arahku yang tidak memberikan reaksi apa pun.

Entahlah, aku sama sekali tidak percaya dengan kata-kata Mas Rendra. Bisa saja dia berdusta untuk menutupi kebohongan yang disimpannya di rumah ibu mertua.

"Soal rumah Ibu, sebenarnya aku sudah punya rencana untuk membawamu ke sana saat ulang tahun pernikahan kita, satu minggu lagi. Tapi ... kamu sudah tahu lebih dulu. Dan dengan cara yang tidak menyenangkan seperti tadi. Yah, harusnya aku memang jujur. Maaf, ya, aku sudah membuatmu cemburu dan berpikiran buruk. Tapi, percayalah jika hanya kamu wanita yang aku cintai setelah Ibu. Jangankan untuk menduakanmu, Tsa. Berpikir ke sana pun tidak ada. Aku sangat mencintaimu, Sayang." Mas Rendra kembali berujar dengan panjang lebar.

Aku masih membeku tidak memberikan tanggapan apa pun.

Jujur, hatiku masih sakit dengan kebohongan dia, dan aku juga tidak percaya dengan alasannya padaku tentang rumah Ibu.

"Tsa, kamu masih marah?" tanya Mas Rendra kemudian.

Aku diam.

Otakku terus berpikir bagaimana caranya membuka kebusukan Mas Rendra, tanpa harus terangan-terangan memintanya bicara jujur.

Haruskah aku bersandiwara memaafkan dia? Namun, hatiku masih merasa terluka. Rasanya sulit bersikap biasa saja seperti yang tidak pernah terjadi apa-apa.

"Sayang .... Bicara, dong. Jangan diamkan aku seperti itu?" ujar Mas Rendra. Sekarang dia berlutut di hadapanku dengan tatapan yang menyedihkan.

Aku memalingkan wajah menghindari bersitatap dengannya. Namun, kepala kuanggukan demi sebuah tujuan.

Jika Mas Rendra saja bersandiwara, kenapa aku tidak?

Kita lihat saja, akting siapa yang lebih sempurna. Aku, atau dia?

"Kamu memaafkan aku?" tanya Mas Rendra lagi.

Untuk yang kedua kali aku menganggukkan kepala. "Iya. Ak–aku juga minta maaf karena lancang mengikuti kamu, Mas. Aku takut kamu berpaling dariku," ujarku membuat wajah di depan sana tersenyum penuh kemenangan.

Mas Rendra langsung memelukku, bahkan menciumi wajah ini dengan sangat bahagia.

Biarlah aku pura-pura bodoh untuk saat ini, sampai semuanya terbuka dengan sendirinya.

Aku juga tidak akan tinggal diam dan pasti mencari tahu tentang rumah ibu mertua dengan segala isi di dalamnya. Termasuk wanita hamil yang katanya tetangga si baik hati.

"Tanganku sakit, Mas." Aku mengurai pelukan lalu mengusap-usap pergelangan tangan.

"Oh, ya ampun ... sampai merah banget, Sayang. Maaf, ya?" Mas Rendra meniup tanganku, lalu mengecupnya lama.

"Jangan diulangi lagi, ya? Aku takut banget pas tadi kamu marah-marah. Sebelumnya kamu tidak pernah seperti itu, loh."

"Iya, maafkan aku, ya? Aku janji tidak akan mengulanginya lagi. Tadi aku kaget dan malu sama Ibu, karena kamu datang-datang langsung marah sama beliau. Aku ini anak laki-laki yang seumur hidup harus menjaga Ibu. Rasanya tak terima saja, saat tadi kamu berteriak di depannya. Jangan ulangi lagi, ya?" balas dia.

Aku mengangguk menyanggupi permintaannya. Namun, dalam hati aku tidak janji. Bisa saja aku melakukan hal yang lebih dari sekadar berteriak pada ibu mertua, jika wanita paruh baya itu ikut andil dalam kebohongan putranya ini.

Bukannya aku munafik, tapi sedang main cantik.

*

Hari beranjak malam. Meskipun aku sudah memaafkan Mas Rendra, tapi pikiran tetap waspada. Aku juga belum tidur meskipun jam sudah menunjukkan pukul sepuluh.

Lagipula, pria itu masih berada di ruang tengah, belum masuk kamar. Membuatku semakin curiga saja.

Saat akan keluar dari kamar untuk melihat suamiku, Mas Rendra datang dan kami saling berhadapan di tengah-tengah anak tangga.

"Sayang mau ke mana? Kok, belum tidur?" tanyanya dengan sebelah alis terangkat ke atas.

"Emh ...."

"Aku enggak macem-macem, kok. Aku juga enggak menghubungi siapa pun. Baru selesai nonton bola. Sekarang kita masuk dan bobok, yuk?"

Aku tersenyum kecil seraya mengangguk lemah.

Lihatlah, bahkan aku sama sekali tidak bertanya dia sedang apa ataupun bicara dengan siapa. Tapi, tanpa sadar dia telah menjawab pertanyaan yang hanya aku pendam dalam hati.

Mas Rendra berucap sebaliknya dari yang dia lakukan. Bisa saja dia bicara demikian untuk menutupi kebohongannya lagi.

"Kamu jangan berpikiran buruk terus tentang aku, Tsa. Sampai belum tidur begini," tuturnya lagi seraya berjalan masuk ke dalam kamar.

Aku duduk di pinggir ranjang, melihat dia yang mengunci pintu dan mematikan lampu utama.

Setelahnya, Mas Rendra merebahkan diri di atas pembaringan dengan menarik tanganku pelan.

"Tidur, Tsa. Sudah malam. Atau ... kamu ingin kita—"

"Aku lelah, ingin istirahat," tepisku memotong ucapan Mas Rendra.

Aku langsung merebahkan diri dengan membelakangiku pria itu. Namun, tangan Mas Rendra menyelusup memeluk pinggangku, menarik tubuh ini agar semakin dekat dengannya.

Semakin lama, napas suamiku semakin teratur. Aku membalikkan badan, memastikan jika dia benar-benar sudah terlelap.

"Kamu tidur, Mas?" ujarku, dan dia tidak ada reaksi.

Aku tersenyum, lalu dengan pelan beringsut duduk. Kugapai ponsel milik Mas Rendra yang berada di belakang dia, lalu menyalakan layarnya.

"Loh, pake password?" gumamku, tidak bisa mencari bukti dari barang pribadi suamiku.

Saat tangan ini berusaha mencari angka yang tepat untuk bisa membuka kunci layar ponsel Mas Rendra, ponsel milikku berdenting membuatku mengalihkan pandangan.

Kusimpan kembali ke tempat semula benda pipih milik Mas Rendra, lalu mengambil ponselku.

[Tsa, aku dapat gambar ini di rumah ibu mertuamu tadi. Kuharap, ini bisa meyakinkanmu mengenai Rendra.]

Dadaku berdenyut melihat gambar yang dikirimkan Sabrina padaku.

"Astaga ...."

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
mampuslah kau yg gampang ditipu dg embel2 sayang dan cinta
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 5 banyak alasan

    [Wanita itu berjalan ke luar lewat pintu belakang, terus masuk ke bangunan kecil di belakang rumah mertuamu.]Sabrina kembali mengirimkan pesan beserta gambar sebuah bangunan yang lebih mirip seperti kandang. Entahlah itu gubuk atau apa, aku belum pernah melihatnya. Datang ke rumah Ibu pun, baru tadi dengan cara memaksa pula. [Oke, makasih, Sabrina,] balasku padanya. [Sama-sama. Kalau butuh bantuan apa pun, tinggal hubungi aku, ya? Selamat tidur, Tsania.]Pandanganku tak lepas dari foto yang diberikan Sabrina. Ternyata benar saja kecurigaanku, jika wanita itu kabur lewat pintu belakang. Sialnya, aku tidak menyadari itu saat di rumah ibu mertua. Pikiranku buntu karena amarah yang terlalu menggebu. "Sepertinya aku harus ke sana lagi," ucapku pelan, nyaris tanpa suara. Kupandangi wajah Mas Rendra yang sudah terlelap sejak tadi. Demi Tuhan aku tidak percaya jika laki-laki itu telah berkhianat. Dia bahkan tidak sendirian. Ibu mertua pun ikut andil dalam menutupi kebohongan putranya.

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-15
  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 6 Menu yang Sama

    Aku terperanjat, mulutku menganga dengan mata mengarah pada wajah Sabrina yang kebingungan. "Ada apa, sih, Tsa?" tanya temanku itu. "Apa yang dilakukan Mas Rendra hingga aku bisa tidur selama itu?" "Rendra? Kenapa lagi dengan dia?" Sabrina kembali bertanya. Aku pun mengatakan semua yang sempat aku rencanakan. Niatku untuk ikut ke pabrik teh, harus gagal karena dibuat tidur oleh suamiku sendiri. Iya, aku sangat yakin jika Mas Rendra lah yang sudah membuatku tidur dari pagi hingga malam hari. Kalau bukan dia, siapa lagi? Tidak ada orang lain di sini."Jangan-jangan ... dia emang sengaja memasukkan obat tidur ke minumanmu pagi tadi, Tsa. Gak mungkin, kan kamu tidur kayak orang koma kayak tadi?" Aku diam, membenarkan ucapan Sabrina. Benar-benar keterlaluan Mas Rendra. Dia nekad membuatku tidak sadar demi bisa pergi ke rumah Ibu tanpa ketahuan olehku. Tanganku terkepal kuat meremas seprai. Dada pun naik turun menahan amarah yang tidak terlampiaskan. "Sabar, Tsa. Aku tahu kamu ke

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-01
  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 7 Undangan Ibu Mertua

    "Makan ... makan di warung nasi dekat pabrik lah, di mana lagi?" Mas Rendra menjawab pertanyaanku dengan wajah yang sedikit memerah. Aku langsung membuang pandangan, merasa jijik dengan jawaban bohongnya. "Aku sedang tidak enak badan. Cuma bisa masak ini buat makan. Kalau Mas mau menu yang lain, silahkan masak sendiri," tuturku, lalu mulai mengambil nasi untuk disantap. Mas Rendra tidak lagi bicara. Dia membiarkanku menikmati makanan seperti orang lapar. Bayangkan saja, seharian penuh perutku tidak diisi apa pun. Dan itu karena perbuatan Mas Rendra. Aku yakin betul, jika dia yang membuatku tidur seperti orang mati. Dari ekor mata, aku melihat Mas Rendra mengambil sedikit nasi dan lauk ayam goreng yang tadi aku masak. Terlihat sekali dia tidak berselera dengan masakanku. Yang biasanya selalu makan banyak, kini hanya sedikit, bahkan tidak ada setengah dari porsi dia makan. "Kalau sudah kenyang, gak usah maksain makan, Mas," celetukku. Mas Rendra menoleh dengan kedua alis yang t

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-03
  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 8 Berangkat ke Rumah Ibu Mertua

    "Oke, Bu. Tsania akan datang."Suara Ibu terdengar senang saat aku menjawab ajakannya. Aku akan datang memenuhi undangan ibu mertua, bukan karena rindu masakannya. Tapi untuk mencari tahu wanita hamil di sana. Namun ... beberapa kali aku mendengar Mas Rendra mengatakan kontraksi saat bertelepon dengan Ibu. Apa jangan-jangan wanita itu sudah melahirkan?Sepertinya tidak. Kalaupun ada anak bayi, tidak mungkin Ibu mengundangku datang ke rumahnya, karena pasti akan ketahuan.Ah, sudahlah. Akan aku pikirkan nanti tentang itu. Yang jelas, aku harus memanfaatkan kesempatan yang tidak akan datang dua kali. Pergi ke rumah ibu mertua dengan tidak secara diam-diam. "Ekhem!" Mas Rendra berdehem, membuatku mengalihkan pandangan ke arahnya. "Kenapa?" tanyaku, memicingkan mata. Ah, dasar lelaki. Mana paham kalau hati ini sedang tidak ingin berbagi rasa dengannya. Mas Rendra melakukan apa yang tadi dia lakukan di luar. Namun, sayangnya aku tidak bisa menolaknya kali ini. Apa alasanku untuk itu?

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-04
  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 9 Sikap Aneh Ibu

    "Alhamdulillah ... akhirnya kalian datang juga. Ibu pikir, Tsania enggak akan mau lagi datang ke sini."Ibu mertua menyambut dengan hangat saat kami tiba di tempat tujuan. Sebelum masuk ke rumah, mataku menelisik mencari orang yang tadi aku kirimi pesan. Namun, aku tidak menemukannya. Di mana dia berada? "Tsa, kamu cari apa?" tanya Ibu, menyadari gerak tubuhku. "Oh, tidak mencari siapa-siapa, Bu. Hanya ... sedikit beda dari pertama datang ke sini." Aku menjawab mencari alasan. "Oh ...." Ibu membulatkan mulut seraya menggiring tubuhku ke dalam rumah. "Itu karena Ibu, baru saja memotong rumput dan menebang beberapa pohon srikaya di halaman, Tsa," lanjutnya. Aku manggut-manggut. Sekarang, mata kuedarkan ke seluruh ruangan, dan berhenti pada foto pernikahanku dengan Mas Rendra yang terpampang cukup besar di ruang tamu. Perasaan ... waktu pertama ke sini aku tidak melihat itu, deh. Mungkin karena masuk dengan buru-buru, jadinya tidak memperhatikan hiasan dinding tersebut. "Tsa, ka

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-05
  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 10 Cucu Sah?

    Orang yang aku pertanyakan keberadaannya datang, lalu duduk dengan wajah penuh tanda tanya. "Ini, loh, Dra. Barusan Tsania nanyain kamu," ujar Ibu pada putranya. "Aku dari rumah tetangga, Sayang .... Pasti gak mau makan, ya karena gak ada aku? Aduh, kebiasaan banget istriku ini. Mana piringnya, biar aku yang ambilkan nasi untukmu."Mas Rendra terus bicara seraya tangan menyedok nasi dan beberapa lauk yang terhidang. Aku hanya diam memperhatikan gesture tubuh dan wajahnya yang terlihat lebih ceria dari sebelumnya. Aku jadi curiga dengan tetangga yang baru saja ditemui Mas Rendra. Punya apa tetangga itu hingga membuat wajah suamiku berseri seperti itu? Oh, aku mengerti sekarang. Pasti tetangga yang dimaksud Ibu dan Mas Rendra, ialah wanita itu. Astaga ... sempat-sempatnya dia menemui wanita selingkuhannya di saat aku berada di sini. Kurang ajar! Brukk!"Astagfirullah!""Tsania?!" Mas Rendra dan Ibu berseru bersamaan saat dengan tidak sadar aku menggebrak meja karena merasa kesa

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-07
  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 11 Wanita dengan Lirikan Tajam

    Mata kutajamkan agar bisa melihat dengan jelas foto yang dikirim seseorang padaku. Namun, tetap saja. Gelap dan buram. [Itu foto apa, sih?] Aku mempertanyakannya pada yang mengirim. [Itu perlengkapan bayi, Bu. Saya tidak bisa mengambil gambar dengan jelas, karena di dalam gelap. Coba Ibu keluar dari rumah, lalu pergi ke gubuk belakang. Di situlah saya menemukannya.]Aku memundurkan tubuh, duduk dengan tegak setelah membaca pesan balasan dari orang yang aku suruh untuk memata-matai rumah Ibu. Jadi benar dugaannku, jika yang dikatakan Ibu soal kandang ayam itu adalah tempat wanita selingkuhan suamiku? Astaga, wanita seperti apa yang mau tinggal di tempat seperti itu? Atau ... itu hanya dipakai menyimpan barang-barang saja? "Aku tidak bisa diam saja," gumamku, lalu mulai berpikir bagaimana caranya agar bisa pergi melihat gubuk tersebut. Pergi lewat depan rumah, pasti tidak akan diizinkan Ibu dan Mas Rendra. Setelah beberapa lama diam mencari cara, aku pun memberanikan diri keluar

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-09
  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 12 Aku Wanita Kedua?

    "Oh ...." Aku hanya membulatkan mulut tak mau melanjutkan pertanyaan yang masih ada di dalam hati. Biarkan saja. Biarkan mereka menikmati sandiwaranya untuk saat ini. Dua jus alpukat dan dua es jeruk sudah di tangan ibu mertua. Aku pun mengambil uang dari dompet, lalu memberikannya pada pemilik warung. Kembaliannya tidak aku ambil. Sengaja kuberikan untuk jajan orang-orang yang sedang kumpul di sana. "Kami permisi, ya, assalamualaikum," kataku dengan ramah. Semuanya mengangguk dengan senyuman, mempersilahkan aku dan Ibu kembali ke rumah. Awalnya, aku dan Ibu melangkah beriringan. Namun, tiba-tiba aku berhenti saat menyadari sesuatu. "Ada apa, Tsa?" tanya Ibu, ikut berhenti melangkah. "Hape aku keringgalan di warung tadi, Bu.""Loh, kok bisa ketinggalan? Sudah-sudah, kamu pulang duluan saja, biar Ibu yang ambilkan.""Jangan!" kataku cepat. "Sebaiknya Ibu yang langsung ke rumah, biar aku yang ambil. Masih deket juga, kan? Gak mungkin nyasar, kok, Bu."Ibu diam beberapa saat, lal

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-09

Bab terbaru

  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 139

    "Kayaknya bukan masalah kerjaan, Tsa. Coba, deh, kamu tanya baik-baik sama Rendra. Siapa tahu, dia ... merindukan ibunya?"Aku termenung mendengar penuturan Papa barusan. Apa iya, suamiku merindukan Ibu? "Kenapa tidak bilang dan pergi temui Ibu? Aku enggak akan larang, kok," kataku kemudian. "Mungkin Rendra malu untuk bilang, makanya dia diam. Kamu sebagai istri, harusnya inisiatif tanya. Bagaimanapun juga, wanita yang saat ini ada di rumah sakit jiwa itu, wanita yang telah melahirkan suamimu. Wajib hukumnya kamu mengingatkan suami agar tetap memperhatikan ibunya. Kalau sehat badan, ya dengan tenaga, kalau punya harta, ya dengan harta. Kalau punya keduanya, lakukan bersamaan. Paham, Tsa?" Aku mengangguk lemah dengan tatapan pada Mas Rendra yang memejamkan mata.Papa yang sudah merasakan kantuk, ia pun pamit pada Ayu, mencium pipi chubby cucunya itu sebelum pergi ke kamar. "Mas." Aku mengusap pipi Mas Rendra dengan lembut. Tidak ada respon. Hanya embusan napas teratur yang kudenga

  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 138

    "Kamu aku izinkan menjenguk Ayu, tapi dengan satu syarat," ujar Mas Rendra, melanjutkan ucapannya yang menggantung. "Apa syaratnya, Mas?" Roy bertanya. "Jangan berharap membawa dia. Aku tidak akan mengizinkan itu."Dengan wajah yang terlihat kecewa, Roy menganggukkan kepalanya. Aku merasa lega, karena Mas Rendra tidak membiarkan Roy mengurus Ayu. Pikirku, Mas Rendra akan dengan senang hati menyerahkan Ayu, membiarkan keponakannya itu diasuh oleh ayah kandungnya. Akan tetapi, itu hanya ketakutanku saja. Mas Rendra juga pasti sudah memikirkan matang-matang tentang jawaban yang dia berikan pada Roy. "Sekarang kamu boleh pergi," ujar Mas Rendra dingin."Mas, sebelum aku pergi, bodoh tidak jika aku menggendong anakku?" Mataku langsung menatap wajah Roy setelah dia berucap demikian. Aku memperhatikan dengan lekat wajah itu, mencari apakah ada niat jelek darinya untuk Ayu. Namun, aku bukan Tuhan yang bisa tahu isi hati manusia. Aku tidak menangkap niat buruk dari Roy, hanya melihat se

  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 136 Pria Asing itu Ternyata ....

    Aku dan Mas Rendra saling pandang, sangat terkejut dengan ucapan yang pria itu lontarkan. Mas Rendra membalikkan badan, menatap heran pada pria yang melihat suamiku dengan nyalang. "Siapa yang kau sebut anakku?" tanya suamiku kemudian. Pria itu meneguk ludah dengan kasar. Tanpa mengucapkan satu kata pun, dia pergi menjauhi kami dan naik ke atas kendaraan roda duanya. Mas Rendra mengejar. Suamiku itu berhasil menahan pria asing tadi untuk kabur, sementara aku menghampiri mobil untuk mengambil Ayu yang sengaja kami biarkan di dalam mobil. Awalnya, aku sengaja meninggalkan aku untuk memancing pria itu. Karena aku kira, dia penculik yang mengincar Ayu. Akan tetapi, sepertinya aku salah duga. Dari cara dia tadi berteriak menghentikan Mas Rendra, aku yakin dia bukanlah penculik. "Siapa kamu sebenarnya? Katakan, siapa?!" ujar Mas Rendra, memaksa laki-laki itu untuk bicara. "Lepaskan!" Pria yang kedua tangannya dicekal Mas Rendra, berteriak seraya berontak. "Aku akan melepaskanmu, as

  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 135

    "Ini Anak Bayi mau ke mana? Ya ampun ... pagi-pagi gini sudah cantik aja." "Jalan-jalan, dong, Opa," kataku, menjawab pertanyaan yang Papa tujukan pada Ayu. Sekarang hari minggu. Karena pabrik libur di hari ini, aku pun berinisiatif untuk pergi jalan-jalan bersama Ayu. Alhamdulillah-nya, Mas Rendra tidak menolak ketika aku menyampaikan keinginan untuk pergi di hari minggu. Dan sekarang, aku sudah siap untuk pergi. Tinggal menunggu Mas Rendra yang masih mandi, karena tadi gantian menjaga Ayu. "Kalian mau pergi ke mana? Jangan jauh-jauh, kasihan Ayu. Dan ingat kondisi kamu juga, Tsa," ujar Papa seraya meletakkan Ayu di stroller. "Iya, Papa. Palingan ke taman, terus makan-makan doang, sih. Janji, deh enggak akan pulang malam." Aku mengacungkan dua jari ke depan wajah. "Yasudah, kalian hati-hati, ya? Papa udah transfer buat jajan kalian.""Emh ... Papa .... Makasih," tuturku, lalu memeluk Papa. Sebenarnya, Papa sudah aku ajak untuk ikut bersamaku dan Mas Rendra. Akan tetapi, Papa m

  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 134

    Gorden yang aku tutup tiba-tiba, aku buka kembali untuk melihat orang tadi. Akan tetapi, orang asing itu sudah tidak ada di tempatnya. Dia pergi dan entah ke mana. Hati semakin khawatir, takut jika orang tadi punya niat buruk padaku, atau semua penghuni rumah ini. Sangat menyeramkan. [Mas, tadi ada orang asing yang ngintai rumah kita,] ujarku, mengirimkan pesan pada Mas Rendra. Sayangnya, suamiku itu membalas pesan yang aku kirim. Jangankan membalasnya, dibaca pun tidak sama sekali. Suamiku itu pasti sedang bekerja saat ini. [Pah.] Aku memanggil Papa, lewat pesan juga. Sama seperti Mas Rendra, Papa juga tidak sama sekali membaca pesanku. Ada rasa kesal pada dua lelaki itu karena mengabaikan pesanku, tapi aku juga sadar jika mereka sedang bekerja saat ini. Lalu aku harus apa untuk mengalihkan rasa takut ini? "Astaghfirullah!"Ketukan di pintu membuatku yang tengah melamun, terlonjak kaget mendengarnya. Dada kuusap berulang kali seraya mengatur napas. "Siapa?" tanyaku, seteng

  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 133 Orang Asing

    "Setelah Mama pergi, dia belum pernah datang ke mimpi Papa, Tsa. Papa ingin sekali melihatnya," ujar Papa seraya mengusap kedua matanya. Aku tidak bisa melakukan apa-apa. Tanganku mengusap-usap punggung Papa, lalu akhirnya kami berpelukan. Sebenarnya, aku pun merasakan hal yang sama. Tadi setelah salat maghrib, tiba-tiba mengingat Mama. Namun, aku tidak mengatakannya pada siapa pun. Aku pendam rasa ini, karena mungkin hanya aku yang merasakannya. Ternyata tidak, Papa pun merasakan kerinduan yang sama pada wanita yang sudah tidak lagi bersama kami saat ini. "Masih ada penyesalan di sini, Tsa." Papa meraba dadanya. "Seandainya saja saat itu Papa langsung pulang, mungkin sekarang Mama masih ada, ya?" lanjut Papa lagi. "Ssttt .... Jangan bicara seperti itu, Pah. Kan, kata Papa juga semuanya sudah Allah atur. Kapan kita meninggal, di mana dan dengan cara apa, sudah Allah tentukan lebih dulu sebelum kita dilahirkan ke dunia ini."Papa mengurai pelukan, lalu mengangguk pelan. Dia menari

  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 132 Sabrina Pamit

    "Waalaikumsalam," ucapku, lalu diikuti Mas Rendra dan Papa. Mataku tak lepas dari seseorang yang saat ini masih bergeming di tempatnya. Begitu juga dengan Mas Rendra dan Papa. Sedangkan yang diperhatikan, matanya memindai kami yang ada di dalam rumah, lalu berhenti di Mas Rendra. Untuk beberapa detik keduanya saling mengunci pandangan, hingga akhirnya Mas Rendra melihat ke arahku seraya tersenyum. "Masuk, Na." Aku berucap demikian. Wanita yang tak lain adalah Sabrina, melangkahkan kaki ke dalam rumah, lalu menyalami Papa yang berada paling dekat dengan pintu. Ayahku berpindah duduk, lalu sofa yang tadi ia tempati, kini diduduki Sabrina. Panjang umur Sabrina ini. Baru saja kami membahasnya, tahu-tahu sekarang dia ada di hadapan kami. "Mas Rendra sejak kapan di sini?" tanya Sabrina pada suamiku. Sebagai seorang wanita dewasa, aku paham betul jika tatapan Sabrina pada suamiku mengandung arti. Masih ada rasa yang aku lihat dari sorot matanya itu. Mas Rendra tidak langsung menjawa

  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 131

    "Kakak kaget, loh tadi pas kamu masuk sama Rendra. Kakak kira, kalian mau ngomongin perpisahan. Eh, tahunya sebaliknya. Seneng, deh lihat kamu ceria lagi kayak gini. Tadi, gimana kata dokter? Janinnya baik-baik saja, kan? Kamunya juga sehat?"Aku terkekeh ketika diberondong banyak pertanyaan oleh Kak Anna. Awal aku datang, wajah Kak Anna memang menunjukkan keheranan. Apa lagi alasannya kalau bukan karena aku yang datang bersama Mas Rendra. Dan setelah dijelaskan, baik Kak Anna maupun Bang Ben, menerima keputusanku. Mereka mendukung penuh aku untuk tetap bersama Mas Rendra, apalagi aku yang tengah mengandung anaknya Mas Rendra. "Kandungan aku baik. Meskipun, tadi pagi sempat kram, tapi Alhamdulillah semuanya normal-normal saja. Aku juga sehat," jawabku kemudian."Syukurlah kalau baik-baik saja. Iya, tahu, kok kalau kalian pasti rindu, kan? Tapi, harus ingat, ada Tsania junior di sini. Atau mungkin, Rendra junior?" Aku tertawa, mengikuti Kak Anna yang terkekeh seraya mengusap-usap p

  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 130

    "Jadi, kalian memutuskan untuk bersama lagi?"Aku dan Mas Rendra mengangguk, menjawab pertanyaan yang diberikan Papa. Sekitar satu jam yang lalu, aku dan Mas Rendra memutuskan pulang ke rumah Papa. Setelah makan bersama, Papa mengajak kami untuk bicara, membahas rumah tangga kami yang sempat berada di ujung perpisahan. "Papa senang, jika akhirnya kalian kembali bersama. Karena bagaimanapun, kalian ini akan jadi orang tua. Sudah jadi orang tua bahkan, karena Ayu adalah bagian dari kalian," ujar Papa lagi. Tanganku dan tangan Mas Rendra saling menggenggam. Kami duduk berdampingan, tidak ingin jauh satu sama lain. "Rendra." Papa menyebut nama suamiku. "Iya, Pah?" "Ini kesempatan terakhir yang Papa berikan kepada kamu. Jika suatu hari nanti kamu membuat kesalahan lagi, menutupi masalah apa pun itu dari Tsania, hingga membuat anak Papa terluka, Papa sendiri yang akan memintamu pergi. Ingat, Rendra. Laki-laki yang dipegang itu omongannya. Maka, bersikaplah seperti ucapan yang kamu jan

DMCA.com Protection Status