Beranda / Pernikahan / Misteri di Rumah Mertua / Bab 7 Undangan Ibu Mertua

Share

Bab 7 Undangan Ibu Mertua

Penulis: Pena_yuni
last update Terakhir Diperbarui: 2023-04-03 05:43:12

"Makan ... makan di warung nasi dekat pabrik lah, di mana lagi?" Mas Rendra menjawab pertanyaanku dengan wajah yang sedikit memerah.

Aku langsung membuang pandangan, merasa jijik dengan jawaban bohongnya.

"Aku sedang tidak enak badan. Cuma bisa masak ini buat makan. Kalau Mas mau menu yang lain, silahkan masak sendiri," tuturku, lalu mulai mengambil nasi untuk disantap.

Mas Rendra tidak lagi bicara. Dia membiarkanku menikmati makanan seperti orang lapar.

Bayangkan saja, seharian penuh perutku tidak diisi apa pun. Dan itu karena perbuatan Mas Rendra.

Aku yakin betul, jika dia yang membuatku tidur seperti orang mati.

Dari ekor mata, aku melihat Mas Rendra mengambil sedikit nasi dan lauk ayam goreng yang tadi aku masak.

Terlihat sekali dia tidak berselera dengan masakanku. Yang biasanya selalu makan banyak, kini hanya sedikit, bahkan tidak ada setengah dari porsi dia makan.

"Kalau sudah kenyang, gak usah maksain makan, Mas," celetukku.

Mas Rendra menoleh dengan kedua alis yang terangkat ke atas. Alih-alih menjawab ucapanku yang sinis, dia malah memberikan seulas senyum seolah-olah tidak merasa terusik.

"Apa pun masakan kamu, akan aku makan. Kalau kamu sudah kenyang, sini berikan sisanya. Aku akan menghabiskannya," ujar Mas Rendra tanpa ragu.

Dia mengulurkan tangan meminta piringku, tapi tanganku menepisnya.

Enak saja. Aku bahkan masih merasa lapar karena seharian tidak makan.

Akhirnya kami makan dalam keheningan. Meskipun nasi Mas Rendra sudah habis, tapi dia sama sekali tidak beranjak dari kursinya. Dia seperti sengaja menungguku. Cari perhatian.

Malam ini langit dihiasi bintang yang bertaburan di atas sana. Semilir angin malam terasa sejuk menerpa kulit wajah yang mengadah.

Sudah pukul sepuluh malam, tapi aku tidak merasakan kantuk itu datang. Ini pasti karena seharian aku tidur, dan akan terjaga untuk malam ini.

"Sayang ...." Sentuhan tangan besar mengusap ubun-ubunku, lalu membelai rambut hingga pundak.

Aku enggan untuk menoleh dan melihat dia yang telah menorehkan luka. Meskipun bibir berkata kuat, tapi hati tetap rapuh. Aku tak sanggup.

"Sudah malam, ayo kita tidur," bisiknya di telinga.

"Aku belum ngantuk, Mas."

"Aku rindu ...." Bisikan kata yang diucapkan Ma Rendra membuat tubuhku menegang seketika.

Bulu kudukku meremang saat kecupan-kecupan kecil dia daratkan di cengkuk leherku.

"Mas ...." Aku menghentikan aksinya. Membalikkan badan, melihat dia dengan keberatan.

"Kenapa? Kamu masih marah sama aku?"

Jari-jari Mas Rendra menyelipkan rambutku ke belakang telinga. Tatapannya penuh damba, menginginkan sesuatu dariku, yang sudah menjadi haknya sejak setahun pernikahan kami.

Akan tetapi ... kali ini aku berat melakukan kewajibanku. Bayang-bayang pengkhianatan dia terpampang nyata. Dan ... pastinya dia pun sering melakukan itu dengan wanita yang sekarang tengah mengandung buah hatinya.

Kurasakan tikaman busur panah di ulu hati ketika mengingat itu. Tak sadar, tanganku terkepal kuat dengan tatapan benci pada pria di depanku.

"Aku benci sama kamu, Mas." Kata-kata itu meluncur begitu saja tanpa bisa aku kendalikan.

Sepasang netra yang sedari tadi menatapku penuh cinta, kini berubah menjadi tanda tanya.

Mas Rendra mengerutkan kening, dia keheranan dengan kalimat yang baru saja aku ucapkan.

"Tsa, semarah itu kamu padaku, hanya gara-gara tidak membawamu ke pabrik tadi pagi?"

Cih, aku muak dengan pertanyaannya itu.

Kugelengkan kepala, lalu pergi meninggalkan dia seorang diri di ambang pintu yang mengarah pada taman kecil di samping rumah kami.

Aku memang tidak pernah bisa bersandiwara tentang perasaan. Tubuhku akan bereaksi sesuai isi hati.

"Ini, Ibu bicara saja sama Tsania langsung. Dia sedang marah padaku, Bu. Dari tadi dia mendiamkanku."

Aku yang tengah duduk di atas tempat tidur, langsung melihat pada Mas Rendra yang baru saja masuk dengan ponsel yang ditempelkan di telinga.

"Kayaknya begitu. Makanya, Ibu yang bicara, deh. Kalau aku yang ngomong, mana mungkin dia percaya," tuturnya lagi, lalu naik ke ranjang dan duduk di sampingku.

"Apa?" tanyaku, saat dia mengulurkan tangan memberikan ponselnya.

"Ibu mau bicara."

Aku mengembuskan napas kasar. Malas sebenarnya menanggapi kebohongan yang mungkin akan dikatakan ibu mertua tentang kejadian kemarin.

Namun, aku tidak punya alasan untuk menolak bicara dengan ibu mertua. Rasanya tidak sopan, meskipun mereka juga tidak sopan telah menghadirkan wanita lain dalam pernikahan aku dan Mas Rendra.

"Halo," ucapku dingin.

"Tsania ... Ibu minta maaf, jika kemarin Rendra telah kasar sama kamu, Nak. Apa yang ada dalam pikiran kamu, sama sekali tidak benar. Rendra teramat mencintai kamu, dia tidak mungkin berkhianat darimu. Dan soal pakaian bayi itu, itu untuk—"

"Tsania sudah tahu, Bu." Aku memotong ucapan ibu mertua.

"Oh, Rendra sudah menceritakannya?"

"He'em," kataku bergumam.

"Kamu harus percaya sama Rendra, Tsa. Dia itu setia. Dia tidak mungkin mendua. Oh, iya, Ibu mengundang kalian datang ke rumah Ibu, Tsa. Kita makan-makan di sini. Ibu akan masak banyak untuk kalian. Ibu kangen, makan bareng sama kamu, Tsa. Kalau Ibu datang ke rumahmu, kamu paling suka makan masakan Ibu, kan? Sekarang gantian, kamu yang datang ke sini, ya? Ibu masakin apa pun yang kamu mau. Ya, Tsa, ya. Mau, ya besok datang?"

Mataku melirik Mas Rendra yang juga tengah menatapku.

Entah apa tujuan ibu mertua mengundangku datang, tapi ... sepertinya aku tidak boleh melewatkan ini.

Aku jadi penasaran dengan wanita hamil di rumah Ibu, yang dia sembunyikan di gubuk belakang rumah seperti pada foto yang Sabrina berikan.

"Tsa, kamu mau datang, ya?" ucap Ibu lagi.

"Emh ...."

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
kau dinikahi krn anak orang kaya njing. jadi sadar diri aja
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 8 Berangkat ke Rumah Ibu Mertua

    "Oke, Bu. Tsania akan datang."Suara Ibu terdengar senang saat aku menjawab ajakannya. Aku akan datang memenuhi undangan ibu mertua, bukan karena rindu masakannya. Tapi untuk mencari tahu wanita hamil di sana. Namun ... beberapa kali aku mendengar Mas Rendra mengatakan kontraksi saat bertelepon dengan Ibu. Apa jangan-jangan wanita itu sudah melahirkan?Sepertinya tidak. Kalaupun ada anak bayi, tidak mungkin Ibu mengundangku datang ke rumahnya, karena pasti akan ketahuan.Ah, sudahlah. Akan aku pikirkan nanti tentang itu. Yang jelas, aku harus memanfaatkan kesempatan yang tidak akan datang dua kali. Pergi ke rumah ibu mertua dengan tidak secara diam-diam. "Ekhem!" Mas Rendra berdehem, membuatku mengalihkan pandangan ke arahnya. "Kenapa?" tanyaku, memicingkan mata. Ah, dasar lelaki. Mana paham kalau hati ini sedang tidak ingin berbagi rasa dengannya. Mas Rendra melakukan apa yang tadi dia lakukan di luar. Namun, sayangnya aku tidak bisa menolaknya kali ini. Apa alasanku untuk itu?

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-04
  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 9 Sikap Aneh Ibu

    "Alhamdulillah ... akhirnya kalian datang juga. Ibu pikir, Tsania enggak akan mau lagi datang ke sini."Ibu mertua menyambut dengan hangat saat kami tiba di tempat tujuan. Sebelum masuk ke rumah, mataku menelisik mencari orang yang tadi aku kirimi pesan. Namun, aku tidak menemukannya. Di mana dia berada? "Tsa, kamu cari apa?" tanya Ibu, menyadari gerak tubuhku. "Oh, tidak mencari siapa-siapa, Bu. Hanya ... sedikit beda dari pertama datang ke sini." Aku menjawab mencari alasan. "Oh ...." Ibu membulatkan mulut seraya menggiring tubuhku ke dalam rumah. "Itu karena Ibu, baru saja memotong rumput dan menebang beberapa pohon srikaya di halaman, Tsa," lanjutnya. Aku manggut-manggut. Sekarang, mata kuedarkan ke seluruh ruangan, dan berhenti pada foto pernikahanku dengan Mas Rendra yang terpampang cukup besar di ruang tamu. Perasaan ... waktu pertama ke sini aku tidak melihat itu, deh. Mungkin karena masuk dengan buru-buru, jadinya tidak memperhatikan hiasan dinding tersebut. "Tsa, ka

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-05
  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 10 Cucu Sah?

    Orang yang aku pertanyakan keberadaannya datang, lalu duduk dengan wajah penuh tanda tanya. "Ini, loh, Dra. Barusan Tsania nanyain kamu," ujar Ibu pada putranya. "Aku dari rumah tetangga, Sayang .... Pasti gak mau makan, ya karena gak ada aku? Aduh, kebiasaan banget istriku ini. Mana piringnya, biar aku yang ambilkan nasi untukmu."Mas Rendra terus bicara seraya tangan menyedok nasi dan beberapa lauk yang terhidang. Aku hanya diam memperhatikan gesture tubuh dan wajahnya yang terlihat lebih ceria dari sebelumnya. Aku jadi curiga dengan tetangga yang baru saja ditemui Mas Rendra. Punya apa tetangga itu hingga membuat wajah suamiku berseri seperti itu? Oh, aku mengerti sekarang. Pasti tetangga yang dimaksud Ibu dan Mas Rendra, ialah wanita itu. Astaga ... sempat-sempatnya dia menemui wanita selingkuhannya di saat aku berada di sini. Kurang ajar! Brukk!"Astagfirullah!""Tsania?!" Mas Rendra dan Ibu berseru bersamaan saat dengan tidak sadar aku menggebrak meja karena merasa kesa

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-07
  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 11 Wanita dengan Lirikan Tajam

    Mata kutajamkan agar bisa melihat dengan jelas foto yang dikirim seseorang padaku. Namun, tetap saja. Gelap dan buram. [Itu foto apa, sih?] Aku mempertanyakannya pada yang mengirim. [Itu perlengkapan bayi, Bu. Saya tidak bisa mengambil gambar dengan jelas, karena di dalam gelap. Coba Ibu keluar dari rumah, lalu pergi ke gubuk belakang. Di situlah saya menemukannya.]Aku memundurkan tubuh, duduk dengan tegak setelah membaca pesan balasan dari orang yang aku suruh untuk memata-matai rumah Ibu. Jadi benar dugaannku, jika yang dikatakan Ibu soal kandang ayam itu adalah tempat wanita selingkuhan suamiku? Astaga, wanita seperti apa yang mau tinggal di tempat seperti itu? Atau ... itu hanya dipakai menyimpan barang-barang saja? "Aku tidak bisa diam saja," gumamku, lalu mulai berpikir bagaimana caranya agar bisa pergi melihat gubuk tersebut. Pergi lewat depan rumah, pasti tidak akan diizinkan Ibu dan Mas Rendra. Setelah beberapa lama diam mencari cara, aku pun memberanikan diri keluar

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-09
  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 12 Aku Wanita Kedua?

    "Oh ...." Aku hanya membulatkan mulut tak mau melanjutkan pertanyaan yang masih ada di dalam hati. Biarkan saja. Biarkan mereka menikmati sandiwaranya untuk saat ini. Dua jus alpukat dan dua es jeruk sudah di tangan ibu mertua. Aku pun mengambil uang dari dompet, lalu memberikannya pada pemilik warung. Kembaliannya tidak aku ambil. Sengaja kuberikan untuk jajan orang-orang yang sedang kumpul di sana. "Kami permisi, ya, assalamualaikum," kataku dengan ramah. Semuanya mengangguk dengan senyuman, mempersilahkan aku dan Ibu kembali ke rumah. Awalnya, aku dan Ibu melangkah beriringan. Namun, tiba-tiba aku berhenti saat menyadari sesuatu. "Ada apa, Tsa?" tanya Ibu, ikut berhenti melangkah. "Hape aku keringgalan di warung tadi, Bu.""Loh, kok bisa ketinggalan? Sudah-sudah, kamu pulang duluan saja, biar Ibu yang ambilkan.""Jangan!" kataku cepat. "Sebaiknya Ibu yang langsung ke rumah, biar aku yang ambil. Masih deket juga, kan? Gak mungkin nyasar, kok, Bu."Ibu diam beberapa saat, lal

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-09
  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 13 Pergi ke Gubuk Belakang Rumah Ibu

    "Maling!""Maling!" "Ada maling!!"Belum juga Mas Rendra meneruskan ucapannya, suara gaduh dari luar membuat kami seketika menoleh ke arah pintu. Ibu, Mas Rendra dan aku pun keluar, melihat apa yang sekiranya terjadi di sana. "Ada apa, Pa?" tanya suamiku pada pria yang terengah dengan papan kayu di tangannya. "Ada yang mau maling, Mas Rendra," jawabnya. "Maling? Maling apa, Pak?" "Enggak tahu, tapi dari tadi dia terus saja bertindak mencurigakan di belakang rumah Bu Mariyah. Hati-hati, rumah ibumu jadi incaran maling."Bukan hanya Ibu dan Mas Rendra saja yang terkejut. Tapi, aku juga. Siapa yang akan mencuri di rumah Ibu? Apa yang ingin dia curi, sedangkan tak ada barang mewah di sini? Apa jangan-jangan ... astaga! Apa yang dikira maling itu orang suruhanku? Gawat jika benar dia dan tertangkap warga. Aku dalam ancaman juga. Warga yang tadi meneriaki maling, kini berkumpul di depan rumah Ibu seraya membahas pria asing yang mereka curigai. Semua orang menyayangkan, jika laki

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-10
  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 14 Wanita Cinta Pertama Mas Rendra

    Tidak ada siapa pun di sana. Itu yang membuatku kesal luar biasa. Aku gagal menemukan wanita selingkuhan suamiku.Namun, karpet bulu serta perlengkapan bayi yang waktu itu dibeli Mas Rendra, ada di sana. Dan aku semakin yakin, jika gubuk ini memang ada penghuninya. "Ini gubuk apa istana?" ujarku seraya memindai ruangan kecil tersebut. Tidak terlihat seperti bekas kandang ayam seperti yang dikatakan ibu mertua. Justru tempat ini sangat layak untuk ditinggali. Papan yang menjadi lantai, sangat bersih dan mengkilap. Dindingnya pun ditutup stiker yang membuat gubuk ini terlihat estetika. Aku melangkahkan kaki mendekati meja kecil yang berada di sudut ruangan, lalu mengulurkan tangan mengambil kain rajut yang belum sepenuhnya selesai. "Topi bayi," kataku, memperhatikan bentuk kain tersebut. Aku memejamkan mata seraya menekan dada dengan kuat untuk meredam dentuman di dalam sana. Sekuat apa pun aku menahan rasa sakit, tapi nyatanya tetap saja terasa. Apalagi saat membayangkan Mas Ren

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-11
  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 15 Ina?

    Aku mengambil album foto dari Ina, lalu melihat lekat gambar yang ada di sana. Iya, benar itu Mas Rendra. Di sana, dia masih memakai seragam SMA. Suamiku berfose ceria dengan wanita di sampingnya. Dan wanita itu ...."Kamu?" kataku, seraya bergantian melihat Ina dan foto wanita dalam album tersebut. "Ini kamu, kan?" tanyaku lagi. "Iya, itu aku. Aku wanita cinta pertama Mas Rendra. Dan kamu, telah merebutnya dariku."Aku mengerutkan kening seraya menatap wanita yang sekarang berdiri dengan kedua tangan dilipat di perut. Demi Tuhan aku tidak paham dengan ucapan dia. Kenapa dia mengaku cinta pertama Mas Rendra, sedangkan yang sekarang ingin aku temui adalah wanita hamil selingkuhan suamiku. Aku jadi tidak yakin, jika Ina ada hubungannya dengan wanita hamil yang aku cari. "Dulu, aku sama Mas Rendra sangat dekat. Teramat dekat, hingga tak pernah satu hari pun tidak bertemu. Berangkat ke sekolah selalu bersama, begitu pun pulangnya. Kami juga sudah berjanji untuk saling menjaga di man

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-12

Bab terbaru

  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 139

    "Kayaknya bukan masalah kerjaan, Tsa. Coba, deh, kamu tanya baik-baik sama Rendra. Siapa tahu, dia ... merindukan ibunya?"Aku termenung mendengar penuturan Papa barusan. Apa iya, suamiku merindukan Ibu? "Kenapa tidak bilang dan pergi temui Ibu? Aku enggak akan larang, kok," kataku kemudian. "Mungkin Rendra malu untuk bilang, makanya dia diam. Kamu sebagai istri, harusnya inisiatif tanya. Bagaimanapun juga, wanita yang saat ini ada di rumah sakit jiwa itu, wanita yang telah melahirkan suamimu. Wajib hukumnya kamu mengingatkan suami agar tetap memperhatikan ibunya. Kalau sehat badan, ya dengan tenaga, kalau punya harta, ya dengan harta. Kalau punya keduanya, lakukan bersamaan. Paham, Tsa?" Aku mengangguk lemah dengan tatapan pada Mas Rendra yang memejamkan mata.Papa yang sudah merasakan kantuk, ia pun pamit pada Ayu, mencium pipi chubby cucunya itu sebelum pergi ke kamar. "Mas." Aku mengusap pipi Mas Rendra dengan lembut. Tidak ada respon. Hanya embusan napas teratur yang kudenga

  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 138

    "Kamu aku izinkan menjenguk Ayu, tapi dengan satu syarat," ujar Mas Rendra, melanjutkan ucapannya yang menggantung. "Apa syaratnya, Mas?" Roy bertanya. "Jangan berharap membawa dia. Aku tidak akan mengizinkan itu."Dengan wajah yang terlihat kecewa, Roy menganggukkan kepalanya. Aku merasa lega, karena Mas Rendra tidak membiarkan Roy mengurus Ayu. Pikirku, Mas Rendra akan dengan senang hati menyerahkan Ayu, membiarkan keponakannya itu diasuh oleh ayah kandungnya. Akan tetapi, itu hanya ketakutanku saja. Mas Rendra juga pasti sudah memikirkan matang-matang tentang jawaban yang dia berikan pada Roy. "Sekarang kamu boleh pergi," ujar Mas Rendra dingin."Mas, sebelum aku pergi, bodoh tidak jika aku menggendong anakku?" Mataku langsung menatap wajah Roy setelah dia berucap demikian. Aku memperhatikan dengan lekat wajah itu, mencari apakah ada niat jelek darinya untuk Ayu. Namun, aku bukan Tuhan yang bisa tahu isi hati manusia. Aku tidak menangkap niat buruk dari Roy, hanya melihat se

  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 136 Pria Asing itu Ternyata ....

    Aku dan Mas Rendra saling pandang, sangat terkejut dengan ucapan yang pria itu lontarkan. Mas Rendra membalikkan badan, menatap heran pada pria yang melihat suamiku dengan nyalang. "Siapa yang kau sebut anakku?" tanya suamiku kemudian. Pria itu meneguk ludah dengan kasar. Tanpa mengucapkan satu kata pun, dia pergi menjauhi kami dan naik ke atas kendaraan roda duanya. Mas Rendra mengejar. Suamiku itu berhasil menahan pria asing tadi untuk kabur, sementara aku menghampiri mobil untuk mengambil Ayu yang sengaja kami biarkan di dalam mobil. Awalnya, aku sengaja meninggalkan aku untuk memancing pria itu. Karena aku kira, dia penculik yang mengincar Ayu. Akan tetapi, sepertinya aku salah duga. Dari cara dia tadi berteriak menghentikan Mas Rendra, aku yakin dia bukanlah penculik. "Siapa kamu sebenarnya? Katakan, siapa?!" ujar Mas Rendra, memaksa laki-laki itu untuk bicara. "Lepaskan!" Pria yang kedua tangannya dicekal Mas Rendra, berteriak seraya berontak. "Aku akan melepaskanmu, as

  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 135

    "Ini Anak Bayi mau ke mana? Ya ampun ... pagi-pagi gini sudah cantik aja." "Jalan-jalan, dong, Opa," kataku, menjawab pertanyaan yang Papa tujukan pada Ayu. Sekarang hari minggu. Karena pabrik libur di hari ini, aku pun berinisiatif untuk pergi jalan-jalan bersama Ayu. Alhamdulillah-nya, Mas Rendra tidak menolak ketika aku menyampaikan keinginan untuk pergi di hari minggu. Dan sekarang, aku sudah siap untuk pergi. Tinggal menunggu Mas Rendra yang masih mandi, karena tadi gantian menjaga Ayu. "Kalian mau pergi ke mana? Jangan jauh-jauh, kasihan Ayu. Dan ingat kondisi kamu juga, Tsa," ujar Papa seraya meletakkan Ayu di stroller. "Iya, Papa. Palingan ke taman, terus makan-makan doang, sih. Janji, deh enggak akan pulang malam." Aku mengacungkan dua jari ke depan wajah. "Yasudah, kalian hati-hati, ya? Papa udah transfer buat jajan kalian.""Emh ... Papa .... Makasih," tuturku, lalu memeluk Papa. Sebenarnya, Papa sudah aku ajak untuk ikut bersamaku dan Mas Rendra. Akan tetapi, Papa m

  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 134

    Gorden yang aku tutup tiba-tiba, aku buka kembali untuk melihat orang tadi. Akan tetapi, orang asing itu sudah tidak ada di tempatnya. Dia pergi dan entah ke mana. Hati semakin khawatir, takut jika orang tadi punya niat buruk padaku, atau semua penghuni rumah ini. Sangat menyeramkan. [Mas, tadi ada orang asing yang ngintai rumah kita,] ujarku, mengirimkan pesan pada Mas Rendra. Sayangnya, suamiku itu membalas pesan yang aku kirim. Jangankan membalasnya, dibaca pun tidak sama sekali. Suamiku itu pasti sedang bekerja saat ini. [Pah.] Aku memanggil Papa, lewat pesan juga. Sama seperti Mas Rendra, Papa juga tidak sama sekali membaca pesanku. Ada rasa kesal pada dua lelaki itu karena mengabaikan pesanku, tapi aku juga sadar jika mereka sedang bekerja saat ini. Lalu aku harus apa untuk mengalihkan rasa takut ini? "Astaghfirullah!"Ketukan di pintu membuatku yang tengah melamun, terlonjak kaget mendengarnya. Dada kuusap berulang kali seraya mengatur napas. "Siapa?" tanyaku, seteng

  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 133 Orang Asing

    "Setelah Mama pergi, dia belum pernah datang ke mimpi Papa, Tsa. Papa ingin sekali melihatnya," ujar Papa seraya mengusap kedua matanya. Aku tidak bisa melakukan apa-apa. Tanganku mengusap-usap punggung Papa, lalu akhirnya kami berpelukan. Sebenarnya, aku pun merasakan hal yang sama. Tadi setelah salat maghrib, tiba-tiba mengingat Mama. Namun, aku tidak mengatakannya pada siapa pun. Aku pendam rasa ini, karena mungkin hanya aku yang merasakannya. Ternyata tidak, Papa pun merasakan kerinduan yang sama pada wanita yang sudah tidak lagi bersama kami saat ini. "Masih ada penyesalan di sini, Tsa." Papa meraba dadanya. "Seandainya saja saat itu Papa langsung pulang, mungkin sekarang Mama masih ada, ya?" lanjut Papa lagi. "Ssttt .... Jangan bicara seperti itu, Pah. Kan, kata Papa juga semuanya sudah Allah atur. Kapan kita meninggal, di mana dan dengan cara apa, sudah Allah tentukan lebih dulu sebelum kita dilahirkan ke dunia ini."Papa mengurai pelukan, lalu mengangguk pelan. Dia menari

  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 132 Sabrina Pamit

    "Waalaikumsalam," ucapku, lalu diikuti Mas Rendra dan Papa. Mataku tak lepas dari seseorang yang saat ini masih bergeming di tempatnya. Begitu juga dengan Mas Rendra dan Papa. Sedangkan yang diperhatikan, matanya memindai kami yang ada di dalam rumah, lalu berhenti di Mas Rendra. Untuk beberapa detik keduanya saling mengunci pandangan, hingga akhirnya Mas Rendra melihat ke arahku seraya tersenyum. "Masuk, Na." Aku berucap demikian. Wanita yang tak lain adalah Sabrina, melangkahkan kaki ke dalam rumah, lalu menyalami Papa yang berada paling dekat dengan pintu. Ayahku berpindah duduk, lalu sofa yang tadi ia tempati, kini diduduki Sabrina. Panjang umur Sabrina ini. Baru saja kami membahasnya, tahu-tahu sekarang dia ada di hadapan kami. "Mas Rendra sejak kapan di sini?" tanya Sabrina pada suamiku. Sebagai seorang wanita dewasa, aku paham betul jika tatapan Sabrina pada suamiku mengandung arti. Masih ada rasa yang aku lihat dari sorot matanya itu. Mas Rendra tidak langsung menjawa

  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 131

    "Kakak kaget, loh tadi pas kamu masuk sama Rendra. Kakak kira, kalian mau ngomongin perpisahan. Eh, tahunya sebaliknya. Seneng, deh lihat kamu ceria lagi kayak gini. Tadi, gimana kata dokter? Janinnya baik-baik saja, kan? Kamunya juga sehat?"Aku terkekeh ketika diberondong banyak pertanyaan oleh Kak Anna. Awal aku datang, wajah Kak Anna memang menunjukkan keheranan. Apa lagi alasannya kalau bukan karena aku yang datang bersama Mas Rendra. Dan setelah dijelaskan, baik Kak Anna maupun Bang Ben, menerima keputusanku. Mereka mendukung penuh aku untuk tetap bersama Mas Rendra, apalagi aku yang tengah mengandung anaknya Mas Rendra. "Kandungan aku baik. Meskipun, tadi pagi sempat kram, tapi Alhamdulillah semuanya normal-normal saja. Aku juga sehat," jawabku kemudian."Syukurlah kalau baik-baik saja. Iya, tahu, kok kalau kalian pasti rindu, kan? Tapi, harus ingat, ada Tsania junior di sini. Atau mungkin, Rendra junior?" Aku tertawa, mengikuti Kak Anna yang terkekeh seraya mengusap-usap p

  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 130

    "Jadi, kalian memutuskan untuk bersama lagi?"Aku dan Mas Rendra mengangguk, menjawab pertanyaan yang diberikan Papa. Sekitar satu jam yang lalu, aku dan Mas Rendra memutuskan pulang ke rumah Papa. Setelah makan bersama, Papa mengajak kami untuk bicara, membahas rumah tangga kami yang sempat berada di ujung perpisahan. "Papa senang, jika akhirnya kalian kembali bersama. Karena bagaimanapun, kalian ini akan jadi orang tua. Sudah jadi orang tua bahkan, karena Ayu adalah bagian dari kalian," ujar Papa lagi. Tanganku dan tangan Mas Rendra saling menggenggam. Kami duduk berdampingan, tidak ingin jauh satu sama lain. "Rendra." Papa menyebut nama suamiku. "Iya, Pah?" "Ini kesempatan terakhir yang Papa berikan kepada kamu. Jika suatu hari nanti kamu membuat kesalahan lagi, menutupi masalah apa pun itu dari Tsania, hingga membuat anak Papa terluka, Papa sendiri yang akan memintamu pergi. Ingat, Rendra. Laki-laki yang dipegang itu omongannya. Maka, bersikaplah seperti ucapan yang kamu jan

DMCA.com Protection Status