Share

2. Kejutan

Penulis: WuSaKoRi
last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-29 00:30:17

“Bagaimana keadaan gadis itu?”

“Belum siuman karena masih kehilangan banyak darah Sir.”

“Laporkan keadaannya padaku langsung, tempatkan dua penjaga di depan ruangannya. Dia adalah saksi kunci kita, kita tak mau mengambil resiko kehilangannya.”

“Baik, Sir.”

Aku mendengar samar-samar percakapan dari luar masih dengan mata terpejam, kesadaranku berusaha mengetuk-ngetuk untuk ke permukaan tapi fisikku tak kuasa. Kegelapan seolah lebih mudah untuk digapai dibanding terang. Aku terseret pasrah pada tarikan kelelahanku lagi.

Disorientasi waktu, rasanya lelah. Entah sudah berapa lama rasanya aku berlari di dalam kabut tebal bertelanjang kaki. Rumput di bawah kakiku basah berlumpur, piyama rumah sakit yang kukenakan kotor tak karuan, sela-sela jarikupun mulai terasa gatal.

“Meha... Meha...!” Lagi-lagi aku mendengarkan suara teriakan Nina, untuk itulah aku tadi berlari, mencari-cari sumber suaranya.

Sumber cahaya satu-satunya di kejauhan layaknya mercusuar yang menjadi tujuan pelarianku. Menembus kabut samar-samar.

“Meha... Meha... Jangan!” kali ini teriakan Nina berubah.

“NINA...! Kamu dimana?! Tunggu aku!”

“Me... Meha... BANGUN!” Teriak Nina tiba-tiba muncul dihadapanku dengan mata melotot, membuatku terkejut dan terbangun di atas ranjang rumah sakitku yang hangat.

“SYUT... SYUT! BRUGH!” Keheningan terpecah oleh suara ganjil dari luar ruangan.

“Ceklek!” seseorang membuka pintu ruanganku dan berjalan dengan hati-hati tanpa menimbulkan suara. Instingku mengatakan jika niat orang ini tak baik. Dengan hati-hati aku menyimpul tali infus dengan tangan kananku dan menggenggamnya erat. Masih dengan mata setengah terpejam.

Siluet asing itu mendekat, mengarahkan pistol berperedamnya pada pelipisku.

Mati. Sudutnya tak pas untukku melakukan serangan dadakan. Nekat, sekarang atau tidak ada kesempatan sama sekali.

Sepersekian detik kemudian, momentum pistol itu memuntahkan amunisinya, tangan kiriku sudah menggenggam larasnya, mengarahkan sudutnya melewati kepalaku.

“SYUT!” Amunisinya teredam busa kursi pengunjung.

Sebelum pembunuhku sempat bereaksi, aku sudah melilitkan selang infus itu di lehernya kuat-kuat dari belakang mengunci tubuhnya tak bergerak dengan kedua kakiku yang bebas, tangannya menggapai-gapai dan merenggut rambutku.

“AAARGH!!” teriakku saat kulit kepalaku panas seolah hendak terlepas, tarikanku pada selang infus di lehernya semakin kuat.

Tak kupedulikan rasa sakit di kepalaku itu, karena jika aku lengah sedikit maka situasi akan cepat mudah berbalik tak mendukungku.

Sadar jika posisinya tak menguntungkan, tangan yang tadinya merenggut rambutku digunakannya untuk menyikut pinggulku kuat-kuat, aku berteriak tanpa suara. Namun tetap teringat untuk tak melepaskan genggamanku pada selang infus itu.

Putus asa, sang penyerang kini menggunakan kedua tangannya untuk melonggarkan jerat infus pada lehernya dengan panik.

1... 2... 3... 4... detik kemudian saat asupan oksigen di kepala sang penyerang benar-benar hilang dan sudah tak kurasakan lagi perlawanan dari tubuhnya.

Kudorong kasar tubuh sang penyerang dari atas tubuhku hingga ia jatuh terjerembab di lantai. Aku melepas selang infus yang masih tertancap dari tanganku. Begitu juga dengan beberapa patch yang menempel pada dada dan keningku.

Sempat melirik jam dinding dan suasana di luar yang masih gelap. Tak membuang waktu, menyambar mantel yang dipakai oleh si penyerang dan bergegas keluar dari ruangan. Kulihat dua orang penjaga yang berpakaian polisi di depan ruanganku telah tewas, begitu juga dengan tiga orang perawat di counter depan, pembunuhku tak main-main.

Mengendap-endap aku melewati ruangan security rumah sakit yang terlentang di kursinya dengan pelipis bocor. Melihat layar monitor CCTV untuk memastikan tak ada serangan susulan.

Melalui tangga darurat, aku kabur dari rumah sakit tanpa alas kaki.

DONG DONG DONG

Suara lonceng katedral di kejauhan berbunyi sebanyak 6 kali.

Tepat ketika aku sudah sampai di bawah, fajar menyingsing dari ufuk timur, aku berbelok menghindari jalan besar, memasuki lorong-lorong sempit entah menuju kemana. Keputusan sesaatku adalah untuk menghindar sejauh-jauhnya secara acak. Aku tak tahu entah siapa lagi yang mengincar nyawaku.

Tiba di persimpangan, aku mendapati jika sedang berada di lingkungan perumahan suburban yang sepi. Mengapa mereka membawaku ke sini? Jauh dari kota? Dengan merapatkan jaket aku semakin mempercepat langkah. Saat tiba-tiba sebuah mobil van berhenti tepat di sampingku, bannya berdecit nyaring, belum juga aku bertindak, dua pasang tangan membekap mulutku dan meringkus tubuhku masuk ke dalam mobil van yang langsung tertutup dan melaju cepat.

“Hmmmph!” berontakku.

“Diam! Ouch!” teriak kesakitan pria yang membekap mulutku saat jarinya tergigit olehku.

“Meha! Meha! Kalem!” Perintah suara pria yang tak asing bagiku dari bangku depan.

“Daniel?! Apa-apaan?!”

“Nanti akan kujelaskan, sementara ini kami akan membawamu ke tempat aman. Tolong, percayalah pada kami.”

“Permintaanmu berlebihan mengingat bagaimana caramu membawaku.” Sinis aku melirik penyekapku yang tetap menahan tubuhku erat.

“Terpaksa Meha, cuma ini cara satu-satunya agar kau mau ikut dengan kami dalam waktu singkat.”

“Apa mau kalian! Turunkan aku sekarang!” aku memberontak sekuat tenaga.

“Meha! Meha! Tenang dulu. Kami berencana membawamu ke tempat aman. Percayalah.”

“Rencana apa?! Aku akan berontak jika kalian memaksakan kehendak, berkaca dari pengalaman, aku sudah belajar untuk tak lagi gampang percaya dengan orang.”

“Oke, oke. Dengar, kami akan membawamu ke stasiun TV kenalanku. Apa yang kau bongkar ini merupakan skandal nasional Meha. Banyak orang penting yang akan terseret. Jika informasi ini tak dilempar ke publik, aku takut akan tenggelam dan kau akan dibungkam paksa.”

“Kawan-kawan! Ada mobil hitam yang sedang mengikuti kita! Berpegangan! Aku akan menaikkan kecepatan!” teriak pengemudinya yang seorang perempuan, tanpa menunggu persetujuan kami ia langsung tancap gas membelah jalanan sepi pagi hari itu.

Hari baru saja dimulai saat orang-orang yang baru bangun menyaksikan dua mobil berplat nomor kota mengemudi dengan ugal-ugalan. Sumpah serapah terdengar di sepanjang jalan.

“Rene! Mereka sudah di samping!”

“Tsk! Menjengkelkan. Kawan, bersiap untuk benturan!” Rene membanting kemudi ke kiri. Tubuh kami saling berhimpitan di kursi penumpang karena benturan keras tadi.

Mobil penguntit itu melenceng ke pedestrian namun dengan cepat dapat dikendalikan dan kali ini mengincar mobil kami dengan kecepatan tinggi!

“Mereka mengeluarkan senjata!” teriak pria di samping kiriku lalu ikut-ikutan mengeluarkan senjatanya juga.

“Astaga. Jangan lagi!” aku mengernyit lelah ke samping.

Adu tembak pun tak terelakkan. Kawan Daniel tertembak dan tewas, aku merunduk semakin dalam ke kursi penumpang.

DOR!

Tembakan sekali lagi dari arah samping tepat mengenai batang leher Rene.

“Dan- Dani... el.” Rene pun tak tertolong.

“Tidaaak! Rene!!” Daniel meraung sedih namun mengambil alih kemudi dengan tangannya yang bebas.

Mobil melambat tepat di tepi jembatan, mobil penguntit tadi menabrak mobil kami hingga menghantam pembatas. Mobil yang kami tumpangi terjun bebas ke arah air yang tampak tenang menyambut.

“Maaf, Meha...”

Hanya itu kata yang keluar dari Daniel saat mata kami bersitatap sebelum benturan keras dengan muka air terjadi, tak lama mobil sudah terisi air. Tampak leher Daniel yang terkulai canggung, kuduga akibat benturan dengan airbag yang menggelembung tiba-tiba, tatapan matanya padaku sudah tak bernyawa.

Hatiku menjerit kehilangan temanku satu persatu. Namun kini aku harus segera menyelamatkan diri, air sudah hampir penuh. Dengan satu tarikan napas panjang aku menyelam mencari jalan ke luar.

Pintunya tak bisa dibuka, terkunci otomatis. Satu-satunya jalan adalah keluar lewat jendela yang terbuka dan terhalang mayat teman Daniel, kusingkirkan mayat itu cepat sebelum aku kehabisan udara.

Mobil sudah tenggelam ke dasar dan terseret arus, aku keluar dari arah arus datang menghindari diri dari terperangkap dalam bodi mobil lagi. Dadaku sudah sangat sesak meronta meminta udara.

Dengan sisa tenaga aku berenang ke permukaan. Sekelebat ingatan menyeruak mengingat tentang cahaya dari mercusuar dalam mimpiku tadi malam.

Rasanya tinggal sedepa lagi, tapi paru-paruku sudah tak kuat. Saat aku hampir menyerah mengikuti arus, sebuah tangan menyambarku naik.

Aku ditarik naik ke sebuah sekoci dan terkapar di lambungnya terbatuk-batuk mencari udara saat sebuah wajah muncul di atasku dengan seringai palsu.

“Well, hello Meha.”

Si jalang Mrs Leah Thompson-Bortolomov.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Misteri Mayat Sahabat-Sahabatku   3. Awal Seteru

    “Ikat dia sebelum kabur! Sumpal mulutnya juga!”‘Sial! Keberuntungan belum juga dipihakku. Ditangkap oleh ular licik ini.’“Cih. Tutupi mukanya juga, aku tak tahan!” dengan bergidik ia menatapku yang memandangnya dengan dendam berkilat-kilat.Aku berontak saat orang suruhannya memegangi tubuhku, namun staminaku yang telah terkuras kalah tanpa perjuangan berarti.Suara sirine terdengar mendekat dari arah jalan raya, rasa bahagiaku terbit namun segera dipadamkan oleh jalang itu dengan menampar pipiku begitu kuat dan membuatku pingsan. Sayup-sayup aku mendengar, kaki tangan si jalang memintanya untuk bersembunyi menutup kepala dan menambatkan sekoci di bawah jembatan agar tak terlihat.Kembali ke masa dimana masalah paling berat yang kuhadapi hanya seputar tugas dan laporan bulanan.Sir Langdon con artist itu, adalah magnet kuat popularitas, siapapun yang berhasil masuk dalam lingkarannya akan terciprat kepopulerannya itu. Dan ia senang mengundang segelintir mahasiswa yang menarik minatn

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-29
  • Misteri Mayat Sahabat-Sahabatku   4. Klaim

    “SIAL!” umpat Remi. Tak kupedulikan lagi karena aku sudah berlari dari ruangan itu, terlalu malu menjadi saksi skandal sebuah keluarga. Orang-orang kaya ini terlalu bosan dengan hidupnya sehingga mencari percikan dari hubungan terlarang. Hatiku memanas karena itu tadi Remi! Merasa bodoh pernah membuka diri pada pria bejat sepertinya, amoral pula! Tiba di ruangan yang jadi tujuanku sebenarnya, saat tanganku hendak membuka handlenya, urung. Berbalik menuju pintu depan, bodoh sekali aku sempat merasa bangga menjadi bagian dari mereka. Semu. Aku tak cocok menjadi penjilat. Lagipula topeng mereka telah terbuka, mereka bukan orang-orang suci tanpa cela yang diagung-agungkan berita. Tak lagi memedulikan pesta, dengan tekad bulat aku melangkahkan kaki keluar. Sebuah tangan besar menarik lenganku, tubuhku di paksa masuk ke cloakroom yang penuh dengan mantel milik para tamu. “Apa-apaan?!” “Meha, gadis nakal. Kau sudah memergoki perbuatan terlarang dan sekarang hendak kabur? Mau kau jual k

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-29
  • Misteri Mayat Sahabat-Sahabatku   5. First Case

    DOR!Raymond rebah ke tanah diikuti teriakanku yang menggema ke segala arah. Rahang Remi mengeras menahan emosinya tumpah. Siapa sangka, orang yang paling ia percaya berkhianat. Jika itu orang lain, atau bahkan papanya sekalipun ia maklum, tapi ini Raymond?“Ray? Bagaimana bisa?” “Kamu tak papa? Love?” tanya Remi padaku yang masih ternganga, aku menggeleng sebagai jawaban.Ia merengkuhku ke dalam pelukannya dengan posesif, menyiratkan kekhawatirannya padaku. Ku balas dengan melingkarkan lenganku lembut di lehernya. Oh, betapa rindunya aku pada lelaki ini.Menangkup wajahnya dengan kedua tanganku, aku memberinya kecupan-kecupan kecil. Yang berhasil membuatnya menggeram.“Kucing kecil....” suara dalam dan menggetarkan Remi memanggilku dengan julukan kesayangannya di telingaku, membuat kulitku meremang akan gairah. Ia bagai dewa Eros bagiku, memancing hasrat seksual yang tak pernah sadar kumiliki.Dihirupnya bau tubuhku kuat-kuat, awalnya pelan, lembut, hingga gairahnya menguasai dan m

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-01
  • Misteri Mayat Sahabat-Sahabatku   6. Ancaman

    “Hey, kau baik-baik saja?” Remi bertanya padaku yang sedang terpaku di mobil polisi yang membawa kami ke markas mereka.“Itu...., itu NINA!! NINAAAA!!” histeris kala memutar kembali peristiwa tadi di dalam otakku. Remi memelukku erat, aku tersedu sedan di pelukannya. Sera yang duduk di sampingku termenung menatap ke luar jendela.Aku terlalu mengenal Nina hingga bagaimanapun mengerikannya kondisi mayat tadi aku masih mengenalinya.Nina, Nina-ku, mati. Dengan cara keji yang tak dapat kubayangkan.Apakah aku sedang bermimpi? Siapa yang bisa melakukan kekejaman ini pada Nina? Padahal dia adalah manusia paling lembut dan baik hati yang kukenal.Tanganku terkepal, rasa marah menguasaiku. Siapapun yang melakukan ini pada Nina, akan kupastikan mendapatkan balasan yang jauh lebih kejam.“Hey, hey. Tenanglah.” Remi mengelus punggungku membuatku memejam.“Gila, sangat mengerikan. Aku tak yakin bisa hidup normal setelah ini. Mata itu, mata itu.” lirih Sera seperti bergumam sendiri.Apa yang dika

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-01
  • Misteri Mayat Sahabat-Sahabatku   7. Cat Kuku Hint Biru Metalik

    Aku menjauh dari dekapan Remi, tahu sekali jika pertahananku lemah jika sudah menyangkut dada bidang dan aroma tubuh Remi yang menghipnotis. Sekarang bukan waktu yang tepat untuk berpikir macam-macam.Remi memandangku yang menelan ludah dengan susah payah. Sisi positif dari rasa gugup ini adalah, aku tak lagi menggigil kedinginan karena jantung memompa darah lebih cepat dari biasanya, mengalirkan hangat ke seluruh tubuhku.“Meha, aku rasa kamu harus berhati-hati mulai sekarang. Jika mereka sampai mengirim detektif untuk membuntutimu artinya ini bukan kasus kecil.”“ITU, atau aku dicurigai sebagai pembunuh Nina.”“Apakah kau pelakunya?”“Apakah semudah itu ditebaknya?” aku bertanya dengan nada sarkas sambil memutar bola mata.“Hanya untuk memastikan.”“No. Dan keinginanku untuk mengungkap pembunuh Nina mungkin lebih besar dibandingkan polisi-polisi itu.”“Kau mencurigai seseorang?”“Ya. David Brown, dia pacar Nina, hubungan mereka tak sehat, ia sangat kasar.”Aku dan Remi bertukar pand

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-03
  • Misteri Mayat Sahabat-Sahabatku   8. Sera Ramirez

    Aku berlari sempoyongan menuju arah pintu keluar, dengan panik memencet tombol turun. Pintu lift segera membuka, aku menghambur masuk, melihat Remi yang menyusulku dan ikut masuk. Dengan segera aku memencet tombol tutup dan mengarahkan lift kembali ke basement.“Kenapa? Kau membuatku terkejut Meha. Kau mengenal itu siapa? Karena dari bentuk kakinya, aku bisa pastikan itu bukan milik laki-laki.”“Alice, itu Alice. Alice Garcia.”“Siapa?”“Dia ... Mahasiswa penelitian di labku.”“Oh Meha, situasi ini semakin buruk saja untukmu.”Jari jemariku bergetar, ada apa ini? Mengapa dua orang yang kukenal tew4s dalam keadaan mengerikan dan tak wajar?“Remi, apa yang harus kita lakukan?”“Melaporkannya pada polisi?”Aku menatap Remi tak percaya, bagaimana mungkin ide itu muncul di kepalanya. Apa dia tak ingat jika posisiku di ujung tanduk?“Look Meha, sidik jari kita sudah menempel di mana-mana, akan lebih mencurigakan jika kita memilih diam. Lift ini bahkan sudah merekam wajah kita berdua!”Ding!

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-04
  • Misteri Mayat Sahabat-Sahabatku   9. Oh, Sera

    “Bagaimana ini Remi? Itu Sera! Sera menghilang!”“Tenang, Meha. Bisa saja ia hanya memutar dan petugas itu selip memperhatikan Sera.”“Oh, Remi. Kali ini aku benar-benar tidak bisa berpikir jernih. Firasatku buruk mengenai ini Remi.”Polisi tua penguntit kami tadi melompat ke ruang kemudi dan membunyikan sirine menuju alamat terakhir Sera terlihat, bergabung dengan petugas yang menunggu di sana.“Hey, kita berputar sebentar ya. Teman kalian hilang dari radar.”“Pak! Apa tadi maksudnya teman saya – Sera Ramirez hilang dari pantauan? Apakah kalian mengamatinya?”“Ya, tidak hanya dia. Kami memang mendapat tugas untuk memantau satu-satu dari kalian. Aku seharusnya memantaumu juga. Lihatlah apa yang terjadi saat kau menghilang! Satu lagi pembunuhan terungkap! Sangat ganjil untuk dibilang kebetulan. Apakah kau kena kutukan, atau kau adalah pelakunya?” lirik tajam sang detektif tua padaku yang mengintip dari jeruji yang memisahkan kami.“Sepertinya aku hanya berada di waktu dan tempat yang s

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-05
  • Misteri Mayat Sahabat-Sahabatku   10. Tuduhan

    Aku berlari ke luar dari ruangan berpendingin itu menahan rasa shock, rasa menggigil di badan akibat suhu ruangan yang ekstrem tak terasa lagi.“Meha. Bagaimana? Tak ada?”Dengan mata berkaca-kaca aku menatap Remi, tanganku menunjuk dengan gemetar ruangan tersebut. “Sera... Sera di sana, dalam plastik hitam...”Remi gantian masuk dengan berlari, langsung membuka plastik hitam yang kumaksud. Sama sepertiku, ia keluar dengan wajah pias kehabisan kata-kata. Kami duduk termenung berdua di depan ruangan berpendingin itu hingga suara petugas berlarian mencari kami.“KALIAN!! Menyusahkan sekali!!” petugas tua yang belakangan kutahu bernama Sir George itu berang menatap kami.Aku dan Remi tak mengindahkan amarah detektif tersebut.“Great! Sekarang kalian bertingkah seperti patung. Ayo kembali ke mobil sebelum masa pensiunku ditangguhkan gara-gara kalian.”“Kami menemukan Sera.”Petugas itu menatapku sangsi dan bertanya dengan kalimat menyepelekan. “Sekarang kalian ingat menaruh mayatnya di ma

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-06

Bab terbaru

  • Misteri Mayat Sahabat-Sahabatku   28. Kemarahan Remi

    Aku tak suka caranya berbicara yang terkesan sangat arogan dan berlagak pahlawan. Sementara tadi aku ingat betul ia membiarkan Cam adu jotos di luar bar, senang mendapat hiburan kala senggang. Kini ia bertingkah selayaknya penguasa wilayah.“Jika anda polisi pintar, anda pasti tahu untuk tak serta merta mempercayai apa yang disiarkan oleh berita. Selain itu, saya cukup tahu untuk tidak harus menjawab tuduhan sepihak anda.”“Karena pertanyaanku tepat sasaran?”“Karena anda tak tahu apa-apa, saya harap anda memfokuskan diri untuk membereskan masalah yang tampak di depan mata ketimbang mengendus-endus permasalahan saya.” Aku menunjuk dengan ekor mataku ke arah puing-puing mobil Albert, tak sanggup melihat dengan seksama isi di dalamnya.Polisi itu, walaupun aku bertekad untuk menyindirnya namun ternyata keras kepala juga, kini ia terkekeh dan menatapku dengan kesan meremehkan. Sangat menyebalkan.“Sebagai orang terakhir yang melihat korban dalam kondisi hidup, saya akan membawa anda bert

  • Misteri Mayat Sahabat-Sahabatku   27. Jackson

    Rasa sakit di seluruh tubuh akibat benturan tak menghalangiku untuk mendorong pintu sekuat tenaga menggunakan kaki, akibat ledakan besar barusan membuat kondisi mobil Ray rusak, aku ingin segera mengetahui kondisi David. Namun harapanku langsung pupus saat melihat kondisi mobil mereka tinggal kerangka saja, api telah melahap habis material yang gampang terbakar, asap hitam tebal membumbung tinggi di udara.Ray dan Cam yang keluar di sisi berlawanan sama-sama menganga tak percaya. Lebih-lebih Cam yang kini nyata-nyata menunjukkan rasa takutnya. Matanya nyalang ke sana kemari, saat ia hendak melangkahkan kaki, tubuhnya ditahan oleh Ray.“Kau mau kemana?!”“Aku harus bersembunyi! Psikopat itu bahkan bisa mengikuti sampai ke sini. Aku tak mau mati!! Lepaskan aku!!” Cam mendorong tubuh Ray yang mendekapnya erat, tangan Cam menolak pelukan Ray pada tubuhnya, ia seperti kehilangan akal sehat.“Diam!! Kau pikir bisa kemana?! Kini sudah ada aku yang bisa melindungimu Cam!! Tenanglah, kita cari

  • Misteri Mayat Sahabat-Sahabatku   26. Lagi-lagi

    “Saudara David, kau harus ikut kami kembali ke kota.” Albert buka suara memecah keheningan yang ditimbulkan oleh diamku. David tampak ragu, lalu ia seperti mengingat sesuatu ketika matanya memicing menatap kami satu persatu.“Bagaimana kalian tahu aku ada di sini?! Rumah ini adalah peninggalan bibiku dari jalur paman, kepemilikannya tak mungkin terlacak oleh kepolisian. Ini dihadiahkan bibi untukku saat usiaku menginjak 18 tahun. Apakah kalian memata-mataiku?! Well, sekarang menyingkir dari rumah ini! Aku tak ingin mengikuti kalian kembali ke kota lagi, bisa-bisa nyawaku melayang.”David sekali lagi membangun tembok tinggi pertahanan diri, aku berdecak kesal karena Albert yang tak sabaran.“Lalu bagaimana Cam bisa menemukanmu?!” Aku mencoba menggali informasi lebih banyak lagi. “Kalau aku, karena Nina pernah bercerita tentang cottage ini padaku setelah kalian menghabiskan liburan bersama. Apakah cottage yang kau anggap rahasia ini sama “rahasianya” dengan akses masuk ke apartemenmu?”

  • Misteri Mayat Sahabat-Sahabatku   25. How The Game Played

    “Hah? Tapi aku tak pernah merasa menerima?” “Karena Nina bilang kau sedang banyak proyek.” Bahuku merosot lemas, entah harus bersyukur atau bersedih. “Apakah karena ketidak hadiranku justru yang menjadi pemicu kalian diburu?” “Ya, itulah mengapa Nina tak ingin kau tahu. Meha, dia tak ingin kau merasa bersalah dan ikut-ikutan diteror psikopat gila ini. Lagipula, psikopat ini, kuturuti atau tidak sepertinya akan tetap menjadikan kita hewan buruan, ia senang sekali melihat kepanikan kita.” “Bagaimana kau tahu?” “Iya menghubungiku lagi, bilang jika permainan telah dimulai sembari tertawa terbahak-bahak. Menuduhku jika kematian-kematian selanjutnya adalah karena kesalahanku, membebankan ketidakstabilan mentalnya padaku! Dasar gila! Setelah itu, dengan mata kepala sendiri kami menyaksikan Alice meledak di kamar mandi. Itulah awal teror di mulai.” “Bagaimana kau bisa meninggalkan Nina setelah itu?! Dan bagaimana ceritanya Alice bisa meledak? Apakah kau juga membeli bahan peledak?” “TID

  • Misteri Mayat Sahabat-Sahabatku   24. Runyam

    “Jadi, diantara kalian berdua siapa yang mau memberi tahuku pembunuh Nina?!” Aku berdiri dengan berkacak pinggang memperhatikan keduanya dengan tatapan tajam berganti-ganti.“....”Tak ada yang langsung menjawab pertanyaanku, “Astagaaa...” Aku memijat pangkal hidung frustasi. Memperhatikan mereka berdua yang sibuk melempar pandang melemparkan tanggungjawab. Aku tak mengerti mengapa begitu susahnya mereka menyerahkan nama si pembunuh itu. Memutus komunikasi mereka, aku berdiri menghalangi dan kini menatap Cam tajam, sepertinya dia lebih gampang dikorek informasi.“Jadi, Cam?! Ini bukan permainan, sudah ada banyak nyawa yang melayang. Aku tahu di usiamu yang masih muda...”“... Pfft!” Ray menahan tawa yang membuatku mengernyit menanyakan alasannya menertawakan ucapanku, benarkan Cam masih muda? Dia tampak seperti baru memulai masa puber.“Oh, sorry Meha. Hanya saja, bocah ini walau tampak seperti remaja, namun sebenarnya dia sudah semester pertama di Elephas.”“Oh... Well, intinya situa

  • Misteri Mayat Sahabat-Sahabatku   23. Hai, Cam

    “David, diam.” Perintahku pada David yang masih sibuk mondar mandir menggumamkan kata-kata penyesalan yang berulang-ulang.“David, DIAM!” Kini aku mengatakannya dengan lebih keras yang membuatnya terpaku di tempat.“Ada apa, Meha? Kau membuatku terkejut.”“Apakah tadi ada orang yang datang sebelum kami?”David mengedikkan bahunya tanda tak tahu, “Aku tadi tidur dan terbangun karena teriakanmu.”Aku menuju kamar mandi sekali lagi untuk memastikan, wangi itu masih lekat di sana jadi tadi bukanlah imajinasiku saja. Selanjutnya aku membuka lemari obat di atas wastafel meneliti isi di dalamnya satu persatu. David tak memakai produk perawatan badan dengan bau vetiver itu, yang artinya hanya satu. Ini adalah wangi dari orang yang tak ingin diketahui identitasnya.“Ayolah David, katakan siapa yang meneror kalian?!”“Kau kenapa sih?! Aku kan sudah bilang kalau tidak akan memberitahumu.”“RAY!! CARI DENGAN SEKSAMA, ADA ORANG YANG DATANG SEBELUM KITA!!” Aku berteriak pada Ray berharap kedua petu

  • Misteri Mayat Sahabat-Sahabatku   22. Vetiver

    “Meha, kau berurusan dengan orang yang salah jika mencari tahu tentang Nina. Sebaiknya kau tak usah ikut campur jika masih ingin selamat. Menjauhlah Meha, tolonglah.” David memohon sembari menggenggam tanganku yang langsung kutarik jengah. Kebencianku pada David menjadi berkali-kali lipat, rasa iba yang tadi muncul karena melihat kondisinya yang berantakan kini sudah hilang. Jadi selama ini dia menghilang karena, dia sibuk menghindar?! Bukannya menuntut balas atas kematian sang kekasih?! Sibuk menyelamatkan b*kongnya sendiri! “Kau menjijikkan David. Mendengarmu mengatakan ini semakin membuatku menyesali kematian Nina yang sia-sia.” Raut wajah David terkejut dan matanya berkaca-kaca, tangannya dengan segera meraup muka untuk menyembunyikan rasa sedihnya, tampak punggungnya yang bergetar karena tangis tertahan. Aku sudah tak peduli, apa yang kukatakan itulah kenyataannya, dia tak layak mendapat simpati. Di sini dia berlindung sementara kekasihnya – sahabatku, mati dalam kondisi menge

  • Misteri Mayat Sahabat-Sahabatku   21. Oh, David

    “David! David!” Panik, aku menggedor pintu kaca itu yang menimbulkan getaran keras. Ray melarangku, khawatir pintu itu pecah dan dituntut karena perusakan properti.Lalu ia dan Albert berusaha membuka pintu yang ternyata tak terkunci itu, terasa sedikit berat saat digeser. Rumah itu sepi, tak terdengar ada suara apapun dari dalam. Dari lantai yang tampak berdebu dan sarang laba-laba banyak, sepertinya cottage ini sudah ditinggal lama oleh pemiliknya.Albert meneliti tempat sampah yang penuh dengan bungkus makanan instan, meneliti labelnya yang bertanggal tak terlalu lama. Ia lalu mengirim kode pada temannya dan mereka bersama-sama mengeluarkan senjata. Mataku membulat melihat aksi mereka, jantung berdegup kencang menunggu apa yang akan terjadi. Ketiga pria itu lalu meneliti setiap bagian rumah satu persatu namun tak nampak tanda-tanda kehidupan.Pelan aku berjalan ke arah kamar mandi yang terletak paling dekat denganku, saat itulah aku mencium samar bau yang familiar di udara, aftersh

  • Misteri Mayat Sahabat-Sahabatku   20. Dream Cottage

    “Baiklah, kami ikut kalian. Tapi tuan Ray, kami akan menuntutmu karena melakukan penyerangan terhadap petugas.” Sorot mata petugas itu mengarah pada temannya yang masih terkapar di tanah. “Lakukan saja, aku punya dasar-dasar pembelaan, Dan, jika kalian lupa, aku adalah pengacara maka aku tak akan mundur dengan mudah.” “Cih....” Petugas bernama Albert itu menatap sinis pada Ray. “So, kau mau melanjutkan perdebatan kita atau ikut kami mencari David Brown?” Ganti aku yang memecah situasi, tanganku menyerahkan pistol petugas itu dengan takut-takut yang langsung diletakkan kembali pada tempatnya semula. “WUUU... Mana pertarungannya! Kenapa cepat sekali selesai! Ayo lanjutkan perkelahian kalian!!” Sorak pengunjung pub yang masih menonton kami. Sialan, bukannya melerai malah memanas-manasi, aku menarik lengan Ray menjauh. “Kami akan mengikuti kalian, kali ini dengan jarak dekat. Jangan mencoba kabur dan mengecoh kami.” “Tentu saja, mengekorlah.” Sebelum itu, Ray membantu Albert mengan

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status