Decit suara roda brankar yang didorong bergesekan dengan ubin menyakitkan telingaku dan membuatku menyerah pada mimpi sunyi yang lebih memikat. Saat mataku membuka, aku mendapati diri sudah berada di ruangan yang tak kukenal. Namun dari tampilannya yang bersih, mesin dan infus di tangan, juga bau obat-obatan, aku menyimpulkan jika sedang berada di rumah sakit.Kenapa tiba-tiba aku di sini? Aku mencoba mengingat-ingat kembali. Ah, ledakan! Mengingat suara memekakkan telinga dan bumi berguncang setelahnya membuatku terbangun dari posisi tidur secara tiba-tiba.Clang! Tanganku tertahan oleh borgol di tangan kanan yang mengikatku ke ranjang pasien. Seorang perawat datang membuka tirai yang memisahkan bilikku dengan bilik yang lain.“Oh, kamu sudah sadar, ada keluhan?” ia bertanya ramah.“Oh, Mm- aku di mana?”“Anda sedang dirawat di Rumah Sakit Elephas, unit kesehatan paling dekat dengan Tempat Kejadian Perkara.”“Aku, tadi bersama dengan seorang teman, apakah anda tahu dimana dia?”“Tuan
“Maaf, Sir. Anda tak bisa menahan saya dan Meha tanpa ada surat penangkapan resmi. Jika kalian melakukannya, maka pengacara saya yang akan berbicara.” Remi datang dengan kabar yang membuat rasa bahagiaku naik.“Remi, semua ini akan mudah jika kau mau bekerjasama.”“Saya menolak.”Rahang detektif Tom – yang lucunya ternyata bernama Tommy – mengeras, ia yang tadinya jumawa bisa membawa kami berdua dan sudah memikirkan publikasi besar-besaran di depan mata yang akan dia dapat karena berhasil memojokkan anak Sir Langdon yang terkenal itu, menjadi buyar. Dengan anggukan kepala, ia mengajak anak buahnya untuk pergi dari tempat itu.“Hey, detektif. Tolong lepaskan borgolku.” Aku menunjukkan tangan yang masih terikat di ranjang.“Well, nona Meha. Bukankah anda mahir melakukannya sendiri?”“Maaf, bagaimana maksudnya?”“Tidak ada, Lucas! Lepaskan borgol nona muda ini.”“Terimakasih.”“Jika aku jadi kalian, aku tak akan kemana-mana membuat kekacauan, karena aku tak akan segan-segan langsung meri
“Meha, apakah kau suka publisitas?”“Nope. Menjadi pusat perhatian adalah antonim dari Meha.”“Maka, kusarankan kau menunggu kami di pintu belakang, nanti kujemput di tangga darurat, bagaimana? Kalau big boy ini sih sudah biasa, biar dia jadi umpan bagimu untuk menjauhkan wartawan. Mereka akan mengerubunginya seperti piranha mencium darah.” Ray menepuk pundak Remi.“Kau bawa topiku?”“Tentu saja! Nih, tangkap!”Remi sigap menangkap topi yang dilemparkan oleh Ray. “Aku titip Meha, Ray.”“Sejak kapan kau percaya padaku? Kau tak takut nona cantik ini nanti malah memilihku? Benar kan nona? Pesonaku lebih menggoda dibandingkan berandalan tampan ini.”Aku hanya tersenyum saja melihat interaksi mereka berdua. Baru ini aku melihat Remi bisa begitu terbuka dan menjadi diri sendiri saat bersama Ray. Di depanku saat ini menjelma seorang Remi yang bersikap sesuai usianya, bahkan di depan papanya sendiri ia tak bersikap seperti ini, tetap menunjukkan sikap stoic. Memunculkan rasa penasaranku terha
“Jaga mulutmu, Leah, tak ada yang meminta pendapatmu di sini.”“Tsk! Mentang-mentang ada barang baru ya Remi, kau berlagak ketus padaku.”Remi tak terima ucapan Leah dan menyudutkannya ke dinding, punggung Leah membentur dinding itu keras, tampak ia mengaduh tapi tak dihiraukan oleh Remi. “Sudah kukatakan untuk tak mengusikku, jangan membuat drama padaku, aku tak seperti Langdon yang gampang tertipu olehmu.”“Remi, lepaskan.” Aku dan Ray berusaha melerai mereka.“Ouch Remi, kau menyakitiku.” Leah memasang tampang memelas pura-pura. Remi melepaskan jeratannya pada leher Leah yang lalu terbatuk-batuk.“Kau hanyalah istri Langdon, bukan keluargaku, kuingatkan jika kau lupa akan hal itu. KAU tidak pernah kuanggap sebagai keluarga, pendapatmu tak penting. Simpan untuk dirimu sendiri.”“Sst... Remi, Remi. Ayo, tinggalkan saja dia.” Ray menepuk-nepuk pundah Remi.“Aku sudah cukup sabar selama ini, dia jadi tak tahu tempat.”“I know. Sudahlah, jangan hiraukan, dia semakin suka jika mendapat p
“Excuse me?!” Ray berteriak mewakili keterkejutanku, tentu saja ia tak terima klien sekaligus sahabatnya dijadikan bidak catur seenak jidat mereka.“Bagaimana, Remi? Kau pasti lebih tahu mengapa aku memintamu.” Langdon tak memedulikan rasa keberatanku dan Ray, kali ini memandang Remi tepat di mata.PRAANG!! Suara gelas pecah di lempar ke lantai membuat beberapa orang berjingkat terkejut.“Kau gila Langdon! Mengapa kau umpankan putramu sendiri! Biarkan wanita kampungan itu bertanggungjawab terhadap perbuatannya sendiri!!” Leah berdiri dari duduknya dengan tampang murka sembari menunjuk wajahku, detik kemudian ekspresinya berubah yaitu dengan wajah memelas berjalan ke arah Remi dan menyentuh pundak Remi yang membuatnya berjengit jijik. “Remi, sayang. Jangan dengarkan daddy-mu, kau berhak menolaknya.” ia berakting seperti seorang ibu yang baik.“Singkirkan tanganmu, atau kupatahkan.” Remi mengancam Leah yang beruntungnya langsung sadar diri dan menarik tangannya kembali.“Langdon, Sir. S
Satu bulan setelah hubungannya dengan David, Nina pulang dari “kencan”nya selama seminggu penuh dengan mata yang berbinar-binar. Tas koper traveling kecil disampirkannya serampangan ke pojok ruangan. Lalu dengan bersemangat menindihku yang sedang berbaring di atas kasur, pagi itu hujan baru saja turun dan rasa malas sedang menggelayuti mataku.“Uggh! Kau beraaat...” Aku mendorongnya menjauh, tapi Nina tak peduli dan malah memberikanku ciuman di pipi bertubi-tubi, rasa bahagianya sungguh terpancar membuat moodku yang sedang buruk jadi ikut membaik.“Meha, kau tahu kemana kali ini ia mengajakku?! Tempatnya sangat indah! Oh, benar-benar rumah impianku Meha. Aku sudah membayangkan akan menghabiskan hari tuaku di sana sembari membesarkan anak-anak yang lucu bermata cokelat.”“Pffft...! Aku tak meragukan jika itu kau yang menjadi seorang “ibu” Nina, tapi David? Menjadi seorang ayah? Harapanmu berlebihan!”“Kau belum mengenal sisinya yang lain, Meha. David tak seperti yang ia tampakkan di lu
Detektif Tom berdiri dengan cengiran pongah terpampang di bawah kumis lelenya itu, pandangan matanya tak lepas dengan tajam memperhatikan kami masuk. Mengapa Langdon tak menuruti permintaan Remi dan malah mengkhianati kepercayaan putranya sendiri? “Maaf Remi, hanya detektif Tom yang bersedia ditugaskan untuk kasus ini. Detektif yang lain menolak dengan tegas.” Rahang Remi mengeras mendengarkan penjelasan Langdon, ia tahu telah masuk dalam permainan mereka, ia tak punya nilai tawar. Remi menatap Ray meminta dukungan. “Sir, klien saya menolak jika detektif Tom yang menangani kasusnya. Sejak awal klien saya merasa jika detektif Tom tak bisa bersikap objektif.” “Oh, apakah demikian tuan Remi? Ataukah kau masih tak rela melepaskan kenyamananmu di sini?” Tom menimpali dengan nada ejekan. “Bukti apa yang kau punya hingga merasa di angkasa, Tom?” tantang Remi, beruntung ia masih dalam mode tenang. Jika tidak, Tom akan semakin senang bisa memancing emosi Remi dan membuatnya menjadi terliha
“Meha ikut aku, Sir.” Ray menepuk bahuku dari belakang. “Hmm....” “Itu permintaan Remi. Lagipula, aku akan menjaganya.” “Ya, lebih baik jika saya ikut dengan Ray, Sir.” “Baiklah, tapi kau harus berjanji Ray, semua tetap di bawah kontrol. Pastikan ia tak kemana-mana, untuk sementara ini.” “Baik, Sir.” “Oke, kalian boleh pergi.” ‘Yes!’ Sorak hatiku yang senang terbebas dari interogasi orang-orang penting dan kaku ini. Saat aku dan Ray keluar dari ruangan, aku dapat merasakan tatapan tajam mereka menembus punggungku. Uugh, sungguh tak nyaman! Aku bergidik saat Ray menutup pintu. “Haha, kau takut? Jangan pedulikan mereka, anggap saja angin lalu. Remi bilang kau punya petunjuk baru mengenai David? Ayo kita diskusikan sambil jalan, dinding ini bisa mendengar.” Ray mengatakan kalimat terakhir dengan sedikit berbisik, ia mengarahkan kami menuju garasi. “Ya, West Wittering Beach.” “Kalau begitu kita harus segera bergerak, mumpung polisi-polisi itu sedang disibukkan oleh Remi dan para
Aku tak suka caranya berbicara yang terkesan sangat arogan dan berlagak pahlawan. Sementara tadi aku ingat betul ia membiarkan Cam adu jotos di luar bar, senang mendapat hiburan kala senggang. Kini ia bertingkah selayaknya penguasa wilayah.“Jika anda polisi pintar, anda pasti tahu untuk tak serta merta mempercayai apa yang disiarkan oleh berita. Selain itu, saya cukup tahu untuk tidak harus menjawab tuduhan sepihak anda.”“Karena pertanyaanku tepat sasaran?”“Karena anda tak tahu apa-apa, saya harap anda memfokuskan diri untuk membereskan masalah yang tampak di depan mata ketimbang mengendus-endus permasalahan saya.” Aku menunjuk dengan ekor mataku ke arah puing-puing mobil Albert, tak sanggup melihat dengan seksama isi di dalamnya.Polisi itu, walaupun aku bertekad untuk menyindirnya namun ternyata keras kepala juga, kini ia terkekeh dan menatapku dengan kesan meremehkan. Sangat menyebalkan.“Sebagai orang terakhir yang melihat korban dalam kondisi hidup, saya akan membawa anda bert
Rasa sakit di seluruh tubuh akibat benturan tak menghalangiku untuk mendorong pintu sekuat tenaga menggunakan kaki, akibat ledakan besar barusan membuat kondisi mobil Ray rusak, aku ingin segera mengetahui kondisi David. Namun harapanku langsung pupus saat melihat kondisi mobil mereka tinggal kerangka saja, api telah melahap habis material yang gampang terbakar, asap hitam tebal membumbung tinggi di udara.Ray dan Cam yang keluar di sisi berlawanan sama-sama menganga tak percaya. Lebih-lebih Cam yang kini nyata-nyata menunjukkan rasa takutnya. Matanya nyalang ke sana kemari, saat ia hendak melangkahkan kaki, tubuhnya ditahan oleh Ray.“Kau mau kemana?!”“Aku harus bersembunyi! Psikopat itu bahkan bisa mengikuti sampai ke sini. Aku tak mau mati!! Lepaskan aku!!” Cam mendorong tubuh Ray yang mendekapnya erat, tangan Cam menolak pelukan Ray pada tubuhnya, ia seperti kehilangan akal sehat.“Diam!! Kau pikir bisa kemana?! Kini sudah ada aku yang bisa melindungimu Cam!! Tenanglah, kita cari
“Saudara David, kau harus ikut kami kembali ke kota.” Albert buka suara memecah keheningan yang ditimbulkan oleh diamku. David tampak ragu, lalu ia seperti mengingat sesuatu ketika matanya memicing menatap kami satu persatu.“Bagaimana kalian tahu aku ada di sini?! Rumah ini adalah peninggalan bibiku dari jalur paman, kepemilikannya tak mungkin terlacak oleh kepolisian. Ini dihadiahkan bibi untukku saat usiaku menginjak 18 tahun. Apakah kalian memata-mataiku?! Well, sekarang menyingkir dari rumah ini! Aku tak ingin mengikuti kalian kembali ke kota lagi, bisa-bisa nyawaku melayang.”David sekali lagi membangun tembok tinggi pertahanan diri, aku berdecak kesal karena Albert yang tak sabaran.“Lalu bagaimana Cam bisa menemukanmu?!” Aku mencoba menggali informasi lebih banyak lagi. “Kalau aku, karena Nina pernah bercerita tentang cottage ini padaku setelah kalian menghabiskan liburan bersama. Apakah cottage yang kau anggap rahasia ini sama “rahasianya” dengan akses masuk ke apartemenmu?”
“Hah? Tapi aku tak pernah merasa menerima?” “Karena Nina bilang kau sedang banyak proyek.” Bahuku merosot lemas, entah harus bersyukur atau bersedih. “Apakah karena ketidak hadiranku justru yang menjadi pemicu kalian diburu?” “Ya, itulah mengapa Nina tak ingin kau tahu. Meha, dia tak ingin kau merasa bersalah dan ikut-ikutan diteror psikopat gila ini. Lagipula, psikopat ini, kuturuti atau tidak sepertinya akan tetap menjadikan kita hewan buruan, ia senang sekali melihat kepanikan kita.” “Bagaimana kau tahu?” “Iya menghubungiku lagi, bilang jika permainan telah dimulai sembari tertawa terbahak-bahak. Menuduhku jika kematian-kematian selanjutnya adalah karena kesalahanku, membebankan ketidakstabilan mentalnya padaku! Dasar gila! Setelah itu, dengan mata kepala sendiri kami menyaksikan Alice meledak di kamar mandi. Itulah awal teror di mulai.” “Bagaimana kau bisa meninggalkan Nina setelah itu?! Dan bagaimana ceritanya Alice bisa meledak? Apakah kau juga membeli bahan peledak?” “TID
“Jadi, diantara kalian berdua siapa yang mau memberi tahuku pembunuh Nina?!” Aku berdiri dengan berkacak pinggang memperhatikan keduanya dengan tatapan tajam berganti-ganti.“....”Tak ada yang langsung menjawab pertanyaanku, “Astagaaa...” Aku memijat pangkal hidung frustasi. Memperhatikan mereka berdua yang sibuk melempar pandang melemparkan tanggungjawab. Aku tak mengerti mengapa begitu susahnya mereka menyerahkan nama si pembunuh itu. Memutus komunikasi mereka, aku berdiri menghalangi dan kini menatap Cam tajam, sepertinya dia lebih gampang dikorek informasi.“Jadi, Cam?! Ini bukan permainan, sudah ada banyak nyawa yang melayang. Aku tahu di usiamu yang masih muda...”“... Pfft!” Ray menahan tawa yang membuatku mengernyit menanyakan alasannya menertawakan ucapanku, benarkan Cam masih muda? Dia tampak seperti baru memulai masa puber.“Oh, sorry Meha. Hanya saja, bocah ini walau tampak seperti remaja, namun sebenarnya dia sudah semester pertama di Elephas.”“Oh... Well, intinya situa
“David, diam.” Perintahku pada David yang masih sibuk mondar mandir menggumamkan kata-kata penyesalan yang berulang-ulang.“David, DIAM!” Kini aku mengatakannya dengan lebih keras yang membuatnya terpaku di tempat.“Ada apa, Meha? Kau membuatku terkejut.”“Apakah tadi ada orang yang datang sebelum kami?”David mengedikkan bahunya tanda tak tahu, “Aku tadi tidur dan terbangun karena teriakanmu.”Aku menuju kamar mandi sekali lagi untuk memastikan, wangi itu masih lekat di sana jadi tadi bukanlah imajinasiku saja. Selanjutnya aku membuka lemari obat di atas wastafel meneliti isi di dalamnya satu persatu. David tak memakai produk perawatan badan dengan bau vetiver itu, yang artinya hanya satu. Ini adalah wangi dari orang yang tak ingin diketahui identitasnya.“Ayolah David, katakan siapa yang meneror kalian?!”“Kau kenapa sih?! Aku kan sudah bilang kalau tidak akan memberitahumu.”“RAY!! CARI DENGAN SEKSAMA, ADA ORANG YANG DATANG SEBELUM KITA!!” Aku berteriak pada Ray berharap kedua petu
“Meha, kau berurusan dengan orang yang salah jika mencari tahu tentang Nina. Sebaiknya kau tak usah ikut campur jika masih ingin selamat. Menjauhlah Meha, tolonglah.” David memohon sembari menggenggam tanganku yang langsung kutarik jengah. Kebencianku pada David menjadi berkali-kali lipat, rasa iba yang tadi muncul karena melihat kondisinya yang berantakan kini sudah hilang. Jadi selama ini dia menghilang karena, dia sibuk menghindar?! Bukannya menuntut balas atas kematian sang kekasih?! Sibuk menyelamatkan b*kongnya sendiri! “Kau menjijikkan David. Mendengarmu mengatakan ini semakin membuatku menyesali kematian Nina yang sia-sia.” Raut wajah David terkejut dan matanya berkaca-kaca, tangannya dengan segera meraup muka untuk menyembunyikan rasa sedihnya, tampak punggungnya yang bergetar karena tangis tertahan. Aku sudah tak peduli, apa yang kukatakan itulah kenyataannya, dia tak layak mendapat simpati. Di sini dia berlindung sementara kekasihnya – sahabatku, mati dalam kondisi menge
“David! David!” Panik, aku menggedor pintu kaca itu yang menimbulkan getaran keras. Ray melarangku, khawatir pintu itu pecah dan dituntut karena perusakan properti.Lalu ia dan Albert berusaha membuka pintu yang ternyata tak terkunci itu, terasa sedikit berat saat digeser. Rumah itu sepi, tak terdengar ada suara apapun dari dalam. Dari lantai yang tampak berdebu dan sarang laba-laba banyak, sepertinya cottage ini sudah ditinggal lama oleh pemiliknya.Albert meneliti tempat sampah yang penuh dengan bungkus makanan instan, meneliti labelnya yang bertanggal tak terlalu lama. Ia lalu mengirim kode pada temannya dan mereka bersama-sama mengeluarkan senjata. Mataku membulat melihat aksi mereka, jantung berdegup kencang menunggu apa yang akan terjadi. Ketiga pria itu lalu meneliti setiap bagian rumah satu persatu namun tak nampak tanda-tanda kehidupan.Pelan aku berjalan ke arah kamar mandi yang terletak paling dekat denganku, saat itulah aku mencium samar bau yang familiar di udara, aftersh
“Baiklah, kami ikut kalian. Tapi tuan Ray, kami akan menuntutmu karena melakukan penyerangan terhadap petugas.” Sorot mata petugas itu mengarah pada temannya yang masih terkapar di tanah. “Lakukan saja, aku punya dasar-dasar pembelaan, Dan, jika kalian lupa, aku adalah pengacara maka aku tak akan mundur dengan mudah.” “Cih....” Petugas bernama Albert itu menatap sinis pada Ray. “So, kau mau melanjutkan perdebatan kita atau ikut kami mencari David Brown?” Ganti aku yang memecah situasi, tanganku menyerahkan pistol petugas itu dengan takut-takut yang langsung diletakkan kembali pada tempatnya semula. “WUUU... Mana pertarungannya! Kenapa cepat sekali selesai! Ayo lanjutkan perkelahian kalian!!” Sorak pengunjung pub yang masih menonton kami. Sialan, bukannya melerai malah memanas-manasi, aku menarik lengan Ray menjauh. “Kami akan mengikuti kalian, kali ini dengan jarak dekat. Jangan mencoba kabur dan mengecoh kami.” “Tentu saja, mengekorlah.” Sebelum itu, Ray membantu Albert mengan