"Sebaiknya kamu mandi dulu, Mbak sudah masakkan air hangat buatmu. Nanti setelah mandi, Mbak mau antar Mas, mu kerja sekalian mau manggil bidan untuk mandikan Hana, dan mengecek jahitanmu," ucap Mila.
Hartika lalu berdiri dengan susah payah, sembari menahan sakit dibagian jalan lahirnya. Entah itu sakit dijalan lahirnya, atau yang lain, hanya dialah yang tau. "Sudah 3 hari, apa belum kering? kamu makan apa sih, semalam?" tanya Mila memastikan. "Aku hanya makan tempe yang Mbak goreng sama kecap kok. Aku mana ada makan lain," jawab Hartika sembari menyiram kepalanya dengan air. "Duduklah, Mbak akan keramasin kamu. Sudah 3 hari kamu nggak keramas, biar d4r4h kotornya tidak naik." Mila segera membantu Hartika untuk duduk, namun Hartika malah kesakitan saat ia ingin duduk dikursi kayu yang telah di sediakan oleh Mila. "Ahhhhhh!" teriaknya kesakitan. "Kamu kenapa? apanya yang sakit?" tanya Mila heran. "Sebaiknya aku nggak usah duduk, Mbak. Aku berdiri saja," lirihnya mencoba berdiri kembali dengan dibantu Mila. "Kamu ini kenapa? jahitanmu robek, atau gimana?" tanya Mila heran. "Nggak tau, Mbak. Sebaiknya aku sudah saja mandinya. Hana pasti nangis didalam," ujarnya mengalihkan pembicaraan "Randa mana? kenapa dia tidak mencuci popok anakmu? ini sudah hampir jam 8, takutnya nanti tidak kering. Lagian dia kan, masih cuti." "Mas, Randa dikamar Mbak. Dia tadi malam begadang menjaga Hana, jadi masih tidur," jawab Hartika. "Astaghfirullah. Suami macam apa? hari gini masih tidur? dia nggak tau anaknya butuh pakaian? belum lagi makanmu. Kecuali dia sudah kerja, baru nanti Mbak yang membantumu semuanya," omel Mila. Ia heran dengan sikap suaminya itu. Usia sudah tidak muda, tapi kelakuan tidak dewasa. "Mas, bantu aku pakai pakaian dalam Mas," ucap Hartika meminta tolong kepada suaminya. "Pakai gitu saja nggak bisa? parah betul jadi istri kamu ini. Hanya pakai pakaian d4lam saja!" bentak Randa suaminya. "Aku takut jahitanku robek Mas. Anuku juga sakit sekali, aku lemah sekali Mas," lirihnya. "Bisa tidak kalau bicara itu pelan-pelan! kalau sampai di dengar Ibumu, atau Mbakmu yang super cerewet itu, bagaimana? bisa malu aku!" tukasnya. "Aku kan sudah bilang, kamu sabar sampai aku selesai nifas. Tapi kamu yang tidak sabar, kamu tidak mikir apa?" ucap Hartika sembari menahan isak tangisnya. "Salahmu sendiri. Aku kan sudah bilang, aku tidak ingin punya anak dulu. Aku masih ingin bersenang-senang dengan istriku, lagian kamu juga setuju kok. Kalau aku gituin kamu. Asal kamu tau, dulu mantan istriku tidak pernah nolak kalau kugitukan," tukas Randa. Hartika memang istri kedua Randa. Sebelum ia menikah dengan Hartika, ia telah mempunyai 3 orang anak, dari istri pertamanya. Bahkan usia anaknya sama dengan Hartika. "Usiamu sudah semakin tua, Mas. Kalau kita tidak segera punya anak, mau kapan lagi?" lirihnya pelan. "Ah, terserahmu lah. Intinya selama kamu belum selesai itu d4r4h atau apalah, aku mau terus gitukan kamu. Daripada nanti aku cari wanita lain? kamu mau? lagian dengan kondisimu yang pincang gitu lelaki mana yang mau denganmu!" Hartika hanya bisa menghela nafas sesal saja. Ia pikir dengan Randa bisa menerima fisiknya dengan keadaan pincang, bakal bisa membuatnya bahagia. Ternyata salah. Ia malah dibawa kejurang penyakit oleh Randa. Beberapa saat "Alhamdulillah tali pusarnya sudah putus. Sebaiknya kamu jangan makan-makan yang berupa kacang-kacangan dulu ya. Yang pedes-pedes juga jangan dulu, biarkan pusar anakmu mengering dulu," ujar bidan muda yang memandikan Hana bayi Hartika. "Alhamdulillah. Kamu dengar tuh, jangan membantah kalau dibilangin," sambung Mila juga menasihati Hartika. Hartika hanya mengganguk kecil. Semenjak lahiran ia memang tidak pernah makan yang aneh-aneh. Apalagi makan yang pedas-pedas, sudah pasti ia hindari demi Hana buah hatinya. "Jadi gini, Buk. Katanya jahitannya ngilu. Apa itu wajar? tadi juga pas saya bantu dia mandi, dia menjerit kesakitan," ucap Mila menjelaskan kepada bidan yang bernama Rina itu. "Ngilu? ngilu bagaimana? apa boleh saya cek, sebentar?" ujar bidan Rina. "Cek? nggak usah Buk. saya tidak apa-apa kok. Nanti juga sembuh sendiri kok," jawab Hartika penuh terbata-bata. "Kamu jangan ngeyel. Susah banget dibilangin. Kalau tidak dicek, bagaimana mau tau. Takutnya ada yang robek lagi!" ucap Mila sedikit marah. "Maaf, apa kamu sudah melakukan hubungan suami, istri?" tanya Rina. Seketika wajah Hartika gugup, dan pucat. Ia antara bingung dan malu untuk mengatakan itu, dari awal ia sudah berjanji dengan suaminya kalau tidak akan bilang kesiapapun, karena itu termasuk aib suaminya yang harus ia jaga. "Jujur kamu!" desak Mila lagi. "Nggak, kok Mbak. Aku mana ada begitu. Aku kan masih mengeluarkan d4r4h kotor." "Begini saja. Sebaiknya untuk mencegah itu terjadi, biarkan Mbakmu ini yang menemani kamu tidur. Bisa kan?" ucap Rina. "Saya mau saja. Tapi semalam setelah pulang dari puskesmas, suaminya tidak mengizinkan saya. Malah dia marah-marah, dan bilang tidak percaya dengan dia," tukas Mila. Memang setelah pulang dari puskesmas kemarin, Randa tidak mengizinkan siapapun untuk tidur di kamar mereka. Ia malah bilang kalau Hana lebih butuh Ayahnya daripada Budenya, ataupun Neneknya. "Sebaiknya di jaga ya, Har. Jangan sampai kamu berhubungan dulu, kalau perlu selesai nifas pun, tunggu 3 bulan lagi. Karena kamu masih anak pertama, dinding rahimmu itu masih sangat muda, dan lemah. Kamu harus tau, kalau orang selepas lahiran itu, rahimnya kembali muda, jadi kalau dipaksa, itu bisa mengakibatkan fatal," jelas bidan Rina panjang lebar. Hartika yang mendengar penjelasan dari bidan Rina, hanya bisa menggangukan kepalanya saja, sembari menelan ludahnya. Sebenarnya ia tidak melakukan apa yang dikatakan oleh bidan Rina, melainkan suaminya hanya melakukan dengan cara jalur lain. Bersambung."Randa, tolong kamu cuci baju-baju anakmu itu. Apa kamu tidak tau ini sudah siang?" ucap Mila kepada Randa."Suruh saja Hartika yang mencuci. Aku mau keluar, mau kerumah anakku," jawab Randa."Gila kamu ya? dia baru 4 hari lahiran sudah kamu suruh nyuci. Kamu itu percuma sudah dua kali menikah, tapi tidak mengerti sama istri," omel Mila kesal."Mbak ini, kenapa ya? bawel terus. Kalau Mbak nggak terima, Mbak saja yang nyuci sana. Lagian aku males nyuci pakaian Mila yang banyak d4r4hnya," ketus Randa."Astaghfirullah. Itukan tugasmu, berdosa kamu kalau menyuruh kami untuk yang mencucinya. Itu kewajibanmu kalau istrimu lahiran." "Ahhh, bawel sekali. Hartika! bilangin sama Mbakmu ini, nggak usah bawel. Aku lama-lama nggak betah tinggal disini!" ketus Randa ngomel."Kamu itu harus tegas sama suamimu. Lihat itu, mencuci baju anakmu, dan bajumu saja dia nggak mau. Keterlaluan!" pekik Mila."Sudahlah, Mbak. Biarkan saja, mungkin Mas Randa tidak terbiasa, kalau Mbak nggak keberatan, Mbak tolo
"Buk, malam ini kita tidur bareng Hartika ya?" ucap Mila kepada Retno Ibunya."Kamu kayak nggak tau Randa saja. Kemarin saja dia marah-marah-marah begitu. Padahal Ibu hanya takut, kalau Adikmu itu nanti lasak tidurnya, apalagi Hana itu anak pertamanya," jawab Retno."Selain aku khawatir soal Hana, aku juga ada khawatir yang lain Buk. Bukanya apa, Hartika itu masih baru lahiran, takutnya suaminya nggak bisa nahan. Bagaimana kalau sampai belum nifas mereka sudah begituan lagi?" ujar Mila lagi."Cobak kamu bilangin saja dia. Kamu kayak tidak tau gimana Adik iparmu itu, sudah tua tapi keras kepalanya minta ampun."Sore itu Mila sengaja masuk kedalam kamar Hartika, karena memang pintu kamarnya juga tidak tertutup. Dilihatnya Randa malah merokok didalam, sementara Hartika tengah menyusui Hana bayi mereka."Apa tidak bisa kamu merokok diluar? ada anak bayi, kamu merokok dikamar. Aku saja yang tidak punya bayi, suamiku merokok diluar!" celetuk Mila.Bukan bermaksud hati untuk mencampuri, akan
Hari itu Randa sudah mulai bekerja seperti biasa, karena masa cutinya juga sudah habis."Mas, sakit sekali Mas. Bawakan aku berobat Mas," lirih Hartika merengek, sembari masih meringkuk ditepat tidurnya.Sementara Hana bayinya menangis terus menerus sejak subuh mulai tadi. Bahkan untuk bangkit, dan menggeser kepalanya saja ia begitu berat sekali. Belum lagi menahan sesak yang begitu tidak mengenakan di bagian belakangnya."Berobat apa sih? kamu mau bikin aku malu ya?" sahut Randa sembari memakai kemejanya."Punyaku sakit sekali Mas. Tadi pagi waktu aku buang air kecil, ada tetesan d4r4h keluar dari sana. Mungkin luka dalam," lirih Hartika lagi."Alah! nanti juga bakal sembuh kok, nggak usah di manjakan, bawa jalan." Sama sekali Randa tidak menghiraukan rintihan, dan rengekan Hartika. Padahal ia bisa melihat sendiri keadaan Hartika. Wajahnya pucat Pasih, seperti tidak ada aliran d4r4h yang menjalar keseluruh tubuhnya."Aku mau berangkat kerja. Jangan kamu buat aku menjadi tambah pusi
"Apa-apaan kamu? ngapain pegang-pegang aku?" pekik Mila terkejut.Bahkan sendok goreng yang ia pegang sempat ia lemp4r saat ia sadar Randa meny3ntuh bagian yang tidak wajar miliknya."A-aku. Aku tidak sengaja, Mbak. Aku kira tadi Hartika," jawab Randa gugup. Wajahnya begitu pucat, akibat menahan rasa malu, dan takut sekaligus."Gil4 kamu ya? bisa-bisanya kamu!" tangan Mila hampir saja melayang kearah Randa, namun ia hentikan saat ia sadar Hartika datang."Kenapa, Mbak? Mas? ada apa ribut-ribut," tanya Hartika dengan langkahnya yang kesusahan, akibat sebelah kakinya yang tidak norm4l.Randa, dan Mila saling tatap. Ingin sekali Mila mengadu kepada Hartika, tapi ia masih mikir kalau kejadian itu adalah sebuah kesalahpahaman saja."Tidak apa-apa, Dek. Ini, Mas hanya nanya sama Mbak Mila." elak Randa."Tanya apa, Mas? tumben?" ujar Hartika lagi."Eh, ini, Mas hanya menanyakan Mas Karim," tukasnya beralasan."Oh, gitu. Yasudah aku mau kedepan angkat jemuran dulu." Hartika dengan langkah yan
"Oo, ternyata malam itu dia kemanarnya lagi. Awas kamu ya, jangan panggil aku Mila kalau aku nggak bisa membongkar kebusukanmu!" batin Mila dalam Hati sembari menatap tajam kearah Randa."Kenapa, sih, Mas? Mbak Mila hanya ingin pinjam ponsel saja," Hartika."Kamu mau tersamb4r petir? kalau kamu mau m4ti, m4ti saja sendiri, jangan didalam sini main ponsel!" bent4k Randa."Assalamualaikum." tiba-tiba suara Retno terdengar dari luar."Astaga, Ibu basah sekali?" Mila segera memberikan sebuah handuk kepada Retno Ibunya, dan segera membawanya kekamarnya."Iya, Ibu kehujanan saat perjalanan pulang. Tadi Ibu sudah sampai masjid, tapi malah hujan tidak kunjung reda. Bagaimana keadaan Adikmu?" ucap Retno menanyakan keadaan Hartika."Aku heran sama Anak Ibu itu, suaminya memperlakukan dia seenaknya saja, tapi dia diam saja. Aku lama-lama geram Buk, ingin sekali rasanya aku menyuruhnya untuk berpisah dengan laki-laki gil4 itu!" ujar Mila kesal."Kamu jangan bicara begitu lah. Bagaimanapun Randa i
"Kenapa jalanmu begitu Har?" tanya Retno Ibu dari Hartika. "Tidak apa-apa, Buk. Ini, bekas jahitanku agak ngilu," jawabnya lalu segera menuang teh hangat kedalam gelas. Hartika baru saja 3 hari lahiran anak pertamamya. Diusianya yang masih sangat muda ia sudah menikah dengan seorang lelaki yang usianya jauh lebih tua, bahkan lebih tua dari Ibunya. "Suamimu mana? sudah tidur? kok nggak kelihatan dari tadi?" tanya Retno heran. Belakangan semenjak Hartika lahiran, setiap mau mangrib pasti suaminya mengurung dikamar, entah kalau ia tengah memomong anaknya didalam kamarnya. "Mas, Randa sudah tidur Buk. Aku masuk dulu ya. Hana sudah bengun, mau nyusu," tukas Hartika lalu segera kembali kedalam kamarnya. "Kalau jahitanmu ngilu, sebaiknya besok kamu cek kebidan. Suruh Randa atau Mbakmu manggil bidan, lagian kamu juga belum boleh keluarrumah," ucap Retno menyarankan. "Emang dia makan apa, Bu? bukannya tadi hanya makan pakai tempe goreng saja? kenapa jahitannya bermasalah." tiba-tiba Mil
"Oo, ternyata malam itu dia kemanarnya lagi. Awas kamu ya, jangan panggil aku Mila kalau aku nggak bisa membongkar kebusukanmu!" batin Mila dalam Hati sembari menatap tajam kearah Randa."Kenapa, sih, Mas? Mbak Mila hanya ingin pinjam ponsel saja," Hartika."Kamu mau tersamb4r petir? kalau kamu mau m4ti, m4ti saja sendiri, jangan didalam sini main ponsel!" bent4k Randa."Assalamualaikum." tiba-tiba suara Retno terdengar dari luar."Astaga, Ibu basah sekali?" Mila segera memberikan sebuah handuk kepada Retno Ibunya, dan segera membawanya kekamarnya."Iya, Ibu kehujanan saat perjalanan pulang. Tadi Ibu sudah sampai masjid, tapi malah hujan tidak kunjung reda. Bagaimana keadaan Adikmu?" ucap Retno menanyakan keadaan Hartika."Aku heran sama Anak Ibu itu, suaminya memperlakukan dia seenaknya saja, tapi dia diam saja. Aku lama-lama geram Buk, ingin sekali rasanya aku menyuruhnya untuk berpisah dengan laki-laki gil4 itu!" ujar Mila kesal."Kamu jangan bicara begitu lah. Bagaimanapun Randa i
"Apa-apaan kamu? ngapain pegang-pegang aku?" pekik Mila terkejut.Bahkan sendok goreng yang ia pegang sempat ia lemp4r saat ia sadar Randa meny3ntuh bagian yang tidak wajar miliknya."A-aku. Aku tidak sengaja, Mbak. Aku kira tadi Hartika," jawab Randa gugup. Wajahnya begitu pucat, akibat menahan rasa malu, dan takut sekaligus."Gil4 kamu ya? bisa-bisanya kamu!" tangan Mila hampir saja melayang kearah Randa, namun ia hentikan saat ia sadar Hartika datang."Kenapa, Mbak? Mas? ada apa ribut-ribut," tanya Hartika dengan langkahnya yang kesusahan, akibat sebelah kakinya yang tidak norm4l.Randa, dan Mila saling tatap. Ingin sekali Mila mengadu kepada Hartika, tapi ia masih mikir kalau kejadian itu adalah sebuah kesalahpahaman saja."Tidak apa-apa, Dek. Ini, Mas hanya nanya sama Mbak Mila." elak Randa."Tanya apa, Mas? tumben?" ujar Hartika lagi."Eh, ini, Mas hanya menanyakan Mas Karim," tukasnya beralasan."Oh, gitu. Yasudah aku mau kedepan angkat jemuran dulu." Hartika dengan langkah yan
Hari itu Randa sudah mulai bekerja seperti biasa, karena masa cutinya juga sudah habis."Mas, sakit sekali Mas. Bawakan aku berobat Mas," lirih Hartika merengek, sembari masih meringkuk ditepat tidurnya.Sementara Hana bayinya menangis terus menerus sejak subuh mulai tadi. Bahkan untuk bangkit, dan menggeser kepalanya saja ia begitu berat sekali. Belum lagi menahan sesak yang begitu tidak mengenakan di bagian belakangnya."Berobat apa sih? kamu mau bikin aku malu ya?" sahut Randa sembari memakai kemejanya."Punyaku sakit sekali Mas. Tadi pagi waktu aku buang air kecil, ada tetesan d4r4h keluar dari sana. Mungkin luka dalam," lirih Hartika lagi."Alah! nanti juga bakal sembuh kok, nggak usah di manjakan, bawa jalan." Sama sekali Randa tidak menghiraukan rintihan, dan rengekan Hartika. Padahal ia bisa melihat sendiri keadaan Hartika. Wajahnya pucat Pasih, seperti tidak ada aliran d4r4h yang menjalar keseluruh tubuhnya."Aku mau berangkat kerja. Jangan kamu buat aku menjadi tambah pusi
"Buk, malam ini kita tidur bareng Hartika ya?" ucap Mila kepada Retno Ibunya."Kamu kayak nggak tau Randa saja. Kemarin saja dia marah-marah-marah begitu. Padahal Ibu hanya takut, kalau Adikmu itu nanti lasak tidurnya, apalagi Hana itu anak pertamanya," jawab Retno."Selain aku khawatir soal Hana, aku juga ada khawatir yang lain Buk. Bukanya apa, Hartika itu masih baru lahiran, takutnya suaminya nggak bisa nahan. Bagaimana kalau sampai belum nifas mereka sudah begituan lagi?" ujar Mila lagi."Cobak kamu bilangin saja dia. Kamu kayak tidak tau gimana Adik iparmu itu, sudah tua tapi keras kepalanya minta ampun."Sore itu Mila sengaja masuk kedalam kamar Hartika, karena memang pintu kamarnya juga tidak tertutup. Dilihatnya Randa malah merokok didalam, sementara Hartika tengah menyusui Hana bayi mereka."Apa tidak bisa kamu merokok diluar? ada anak bayi, kamu merokok dikamar. Aku saja yang tidak punya bayi, suamiku merokok diluar!" celetuk Mila.Bukan bermaksud hati untuk mencampuri, akan
"Randa, tolong kamu cuci baju-baju anakmu itu. Apa kamu tidak tau ini sudah siang?" ucap Mila kepada Randa."Suruh saja Hartika yang mencuci. Aku mau keluar, mau kerumah anakku," jawab Randa."Gila kamu ya? dia baru 4 hari lahiran sudah kamu suruh nyuci. Kamu itu percuma sudah dua kali menikah, tapi tidak mengerti sama istri," omel Mila kesal."Mbak ini, kenapa ya? bawel terus. Kalau Mbak nggak terima, Mbak saja yang nyuci sana. Lagian aku males nyuci pakaian Mila yang banyak d4r4hnya," ketus Randa."Astaghfirullah. Itukan tugasmu, berdosa kamu kalau menyuruh kami untuk yang mencucinya. Itu kewajibanmu kalau istrimu lahiran." "Ahhh, bawel sekali. Hartika! bilangin sama Mbakmu ini, nggak usah bawel. Aku lama-lama nggak betah tinggal disini!" ketus Randa ngomel."Kamu itu harus tegas sama suamimu. Lihat itu, mencuci baju anakmu, dan bajumu saja dia nggak mau. Keterlaluan!" pekik Mila."Sudahlah, Mbak. Biarkan saja, mungkin Mas Randa tidak terbiasa, kalau Mbak nggak keberatan, Mbak tolo
"Sebaiknya kamu mandi dulu, Mbak sudah masakkan air hangat buatmu. Nanti setelah mandi, Mbak mau antar Mas, mu kerja sekalian mau manggil bidan untuk mandikan Hana, dan mengecek jahitanmu," ucap Mila.Hartika lalu berdiri dengan susah payah, sembari menahan sakit dibagian jalan lahirnya. Entah itu sakit dijalan lahirnya, atau yang lain, hanya dialah yang tau."Sudah 3 hari, apa belum kering? kamu makan apa sih, semalam?" tanya Mila memastikan."Aku hanya makan tempe yang Mbak goreng sama kecap kok. Aku mana ada makan lain," jawab Hartika sembari menyiram kepalanya dengan air."Duduklah, Mbak akan keramasin kamu. Sudah 3 hari kamu nggak keramas, biar d4r4h kotornya tidak naik." Mila segera membantu Hartika untuk duduk, namun Hartika malah kesakitan saat ia ingin duduk dikursi kayu yang telah di sediakan oleh Mila."Ahhhhhh!" teriaknya kesakitan."Kamu kenapa? apanya yang sakit?" tanya Mila heran."Sebaiknya aku nggak usah duduk, Mbak. Aku berdiri saja," lirihnya mencoba berdiri kembali
"Kenapa jalanmu begitu Har?" tanya Retno Ibu dari Hartika. "Tidak apa-apa, Buk. Ini, bekas jahitanku agak ngilu," jawabnya lalu segera menuang teh hangat kedalam gelas. Hartika baru saja 3 hari lahiran anak pertamamya. Diusianya yang masih sangat muda ia sudah menikah dengan seorang lelaki yang usianya jauh lebih tua, bahkan lebih tua dari Ibunya. "Suamimu mana? sudah tidur? kok nggak kelihatan dari tadi?" tanya Retno heran. Belakangan semenjak Hartika lahiran, setiap mau mangrib pasti suaminya mengurung dikamar, entah kalau ia tengah memomong anaknya didalam kamarnya. "Mas, Randa sudah tidur Buk. Aku masuk dulu ya. Hana sudah bengun, mau nyusu," tukas Hartika lalu segera kembali kedalam kamarnya. "Kalau jahitanmu ngilu, sebaiknya besok kamu cek kebidan. Suruh Randa atau Mbakmu manggil bidan, lagian kamu juga belum boleh keluarrumah," ucap Retno menyarankan. "Emang dia makan apa, Bu? bukannya tadi hanya makan pakai tempe goreng saja? kenapa jahitannya bermasalah." tiba-tiba Mil