"Kenapa kau tak pernah memberitahuku?" Suara Suci bergetar di antara deru hujan yang menghantam jendela.
Farhan memandangnya dari balik bayang-bayang, wajahnya nyaris tak terlihat di antara kilatan petir yang sesekali menerangi ruangan. "Aku pikir kau sudah tahu," jawabnya pelan, suaranya tenggelam dalam gemuruh."Sudah tahu?" Suci mengulangi, seakan-akan kata-kata itu terlalu asing untuk dipahami. "Bagaimana mungkin aku tahu jika kau menyembunyikan semuanya dariku? Aku bukan pembaca pikiran, Farhan, aku hanya... Aku hanya bisa melihat apa yang tak kasat mata, tapi bukan ini... bukan kebenaranmu."Farhan menunduk, air hujan dari jaketnya membasahi lantai di bawahnya, menciptakan genangan kecil yang memantulkan cahaya redup dari lampu gantung yang berkedip-kedip di atas mereka. "Suci, ini lebih rumit dari yang kau bayangkan. Ada hal-hal yang... bahkan kau tak boleh tahu."Suci merasa seluruh tubuhnya menegang. Bukan hanya karena pengakuan Farhan ya"Siapa di sana?" Suci tiba-tiba menoleh, matanya mempersempit ketika suara langkah berat bergema di belakangnya.Farhan, yang berada tak jauh darinya, mengangkat tangan seolah ingin menenangkan. "Suci, tenang. Mungkin cuma hembusan angin.""Tidak," Suci berbisik pelan, nadanya tajam, "ini bukan angin."Suasana di sekitarnya mendadak membeku. Setiap helaan napas terasa lebih berat. Dinding-dinding di sekitarnya tampak lebih sempit dari biasanya, seakan ruangan itu bernapas bersamaan dengan mereka. Suci memejamkan mata, mencoba merasakan kehadiran lain di sekitar mereka. Kehadiran yang tak kasat mata, namun begitu nyata dalam indra keenamnya.Bayangan itu mulai menebal, bergerak dari sudut ruangan, semakin mendekat. Suci bisa merasakannya—sesuatu yang lebih dari sekedar bayangan biasa. Ada energi yang menekan, menyelubungi mereka berdua dalam rasa dingin yang menggigit. Matanya perlahan terbuka, menyapu sekeliling, mencari sumber dari kehadiran gela
"Suci... kamu yakin ini tempatnya?" tanya Farhan dengan nada berbisik, matanya menyapu seluruh sudut ruangan yang diterangi hanya oleh cahaya dari jendela kecil di sudut bangunan tua itu.Suci tidak langsung menjawab. Tatapannya tajam, fokus pada lantai yang dingin dan berdebu. Ia tahu sesuatu ada di sini—sesuatu yang tak kasat mata, tapi begitu nyata di dalam pandangannya. "Ya, aku yakin. Tapi tidak semua yang kita lihat bisa diartikan dengan mudah," gumamnya pelan, seakan berbicara lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada Farhan.Ruangan itu sunyi. Hanya desahan angin yang masuk melalui celah-celah jendela yang rusak, membuat suasana semakin mencekam. Di sudut lain, sebuah kursi goyang tua berdiri diam, seakan menunggu untuk mengungkapkan rahasianya.Suci melangkah lebih dekat ke tengah ruangan. Pandangannya tertuju pada sesuatu yang tak terlihat oleh mata biasa. Ia bisa merasakan kehadiran, bayangan yang berdiri di belakangnya, memperhatikan setiap
"Suci, kau yakin ini tempatnya?" suara Farhan terdengar pelan, nyaris berbisik. Ia menatap ke arah pintu kayu yang setengah terbuka, suara angin mendesir pelan, memecah keheningan malam.Suci mengangguk perlahan, matanya terfokus pada cermin besar yang tergantung di dinding ruang tamu rumah tua itu. Di balik tatapan tenangnya, kilatan waspada jelas terlihat. "Ya, ini tempatnya. Pintu itu… tidak seharusnya terbuka sendiri."Farhan menelan ludah, berusaha menghilangkan rasa takut yang mulai merayap di tengkuknya. "Kau merasakan sesuatu?"Suci terdiam sejenak, lalu berbisik, "Lebih dari sekadar sesuatu. Ada sesuatu yang menunggu di sini. Sesuatu yang seharusnya tidak berada di dunia ini."---Suci sudah berada di ambang pintu ruang tamu ketika ia merasakan dorongan kuat untuk melangkah mundur. Suara samar seperti bisikan terdengar di telinganya. Ia memejamkan mata sejenak, meresapi aliran energi yang aneh dari sekitarnya.“Cerm
"Jadi, kau benar-benar yakin kita harus ke sana malam ini?" suara Farhan memecah keheningan di dalam mobil yang melaju perlahan.Suci menghela napas panjang, pandangannya lurus ke jalan yang semakin tertutup kabut. "Aku tak punya pilihan lain. Setelah apa yang kita lihat di cermin itu, semua petunjuk mengarah ke rumah tua itu. Kita harus pergi, dan aku yakin ini akan jadi malam terpanjang dalam hidup kita."Farhan menggigit bibirnya, tak sepenuhnya yakin. Cermin itu, yang retak setelah Suci menatapnya, telah menunjukkan gambaran yang kabur. Ada sosok bayangan berdiri di depan rumah tua di pinggir kota—rumah yang, menurut legenda, tak pernah bisa dilihat oleh orang yang tidak terikat dengan masa lalu kelamnya."Aku tahu cerminnya pecah," lanjut Suci. "Tapi bayangan yang kita lihat di sana bukan kebetulan. Ada sesuatu di dalam rumah itu, sesuatu yang berhubungan dengan semua kasus ini. Pembunuhan berantai, mimpi buruk yang terus menghantui… semua berakar di
“Jadi, apa yang sebenarnya kau lihat, Suci?” tanya Farhan, suaranya tegas namun penuh rasa ingin tahu. Ia menatap Suci, yang terlihat gelisah. Dalam keremangan ruang tamu yang sepi, hanya suara detakan jam di dinding yang mengisi kekosongan. Suci menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab.“Aku melihat bayangan, Farhan. Bayangan dari masa lalu yang terus membayangi setiap langkahku,” jawab Suci, suaranya bergetar. Di luar, hujan mulai turun dengan deras, mengalir deras di jendela.Farhan berdiri, berjalan mendekat ke arah Suci. “Mungkin itu hanya ilusi, Suci. Kau terlalu terbebani dengan semua yang terjadi. Kita harus fokus pada kasus ini.”“Tidak, ini lebih dari sekadar ilusi,” potong Suci, matanya menyala. “Semua ini berkaitan dengan kejadian yang sama. Pembunuhan-pembunuhan ini, semuanya saling terhubung. Dan aku merasakannya.” Dia menyentuh cermin besar di belakangnya, seolah berusaha menembus bayangan yang ada di dalamnya.Farhan menatap cerm
“Farhan, apakah kamu yakin kita harus melanjutkan?” suara Suci bergetar, menandakan ketidakpastian yang menggelayuti hatinya. Dia berdiri di depan pintu kayu tua, yang tampak semakin menyeramkan dalam cahaya remang-remang. “Kita tidak tahu apa yang menunggu di balik pintu ini.”“Aku rasa kita tidak punya pilihan lain,” jawab Farhan dengan tegas. “Kita sudah terlalu dalam terjerat dalam misteri ini. Kita harus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.”Suci menghela napas berat, berusaha menenangkan pikirannya. Dalam perjalanan mereka yang panjang dan melelahkan, banyak rahasia yang terungkap. Dari kasus pembunuhan aneh hingga kehadiran sosok misterius yang terus membayangi mereka. Kegelapan yang menyelimuti pikiran Suci semakin dalam, dan dia merasa seolah-olah semakin jauh dari dirinya yang sebenarnya.“Jangan khawatir, Suci,” Farhan melanjutkan, merasakan kecemasan yang membebani Suci. “Kita berdua akan menghadapi ini bersama. Kita akan menemukan jawaban
"Farhan, kau yakin kita harus masuk ke dalam sini?" tanya Suci, suaranya bergetar sedikit, meski ia berusaha terdengar tenang. Rasa tidak nyaman mulai merayap di dalam dirinya saat menatap pintu kayu tua yang tergores oleh waktu di depan mereka."Kalau bukan kita, lalu siapa? Kita sudah berlari cukup jauh dari kenyataan," jawab Farhan, menatap Suci dengan serius. Mata mereka bertemu, dan Suci merasakan ketegangan di antara mereka. Dia tahu Farhan juga merasakan apa yang dia rasakan—sebuah ancaman yang tidak tampak, namun sangat nyata."Kau ingat, kan, pesan itu? 'Jika kau berani melihat kebenaran, masuklah ke dalam bayanganmu.'" Suci mengingat kalimat itu, sebuah pesan yang mereka temukan dalam salah satu barang bukti yang mengarah kepada misteri ini. Namun, sepertinya, setiap langkah yang mereka ambil semakin mendekatkan mereka pada kegelapan yang lebih dalam.Farhan mengangguk, tetapi wajahnya tetap tegang. "Kita tidak punya pilihan lain. Setiap orang ya
"Farhan, kau dengar itu?" tanya Suci dengan suara bergetar, telinganya menajam saat bunyi berderak samar terdengar dari arah pintu. Farhan mengerutkan kening, matanya berkedip cepat, berusaha fokus di tengah kegelapan yang menyelimuti mereka. "Apa itu? Seperti suara... langkah?" gumamnya, merasa ragu antara ilusi dan kenyataan. Suci menghela napas panjang, berusaha menenangkan detak jantungnya yang semakin tak terkendali. "Sepertinya kita tidak sendirian di sini." Ia menoleh ke Farhan, matanya penuh dengan kecemasan yang tak bisa disembunyikan. "Siapa yang akan datang ke tempat seperti ini? Di tengah malam pula?" Farhan berusaha merasionalkan situasi, meskipun dalam hatinya, ia tahu ada sesuatu yang tidak wajar sejak mereka melangkah masuk ke dalam rumah ini. Tempat ini, dengan segala bayangannya yang mengintai, membawa nuansa yang jauh dari sekadar misteri biasa. "Kau tahu siapa," jawab Suci pelan, suaranya nyar