Ochi melongo. Sepertinya hari ini dia sedang benar-benar diuji. Bayangkan saja, sudah ditinggalkan calon suami, gedung pernikahan di ledakkan, ini masa apartemennya juga dibakar! Masyaallahhh emang nya dia salah apa coba? Dia ini bukan politikus, artis atau pun anak orang kaya yang kemungkinan memiliki hatersnya bejibun. Dia ini cuma anak seorang mantan supir dan juga berprofessi sebagai seorang guru TK biasa saja. Kematiannya juga tidak akan mempengaruhi apa-apa dan siapa-siapa.
"Kenapa harus pulang kerumah, Bapak? Saya kan masih punya orang tua. Saya akan pulang kerumah orang tua atau kakak saya saja."
Badai menggelengkan kepalanya sambil berkata," tidak bisa. Karena si peneror ini pasti sudah menyelidiki orang-orang terdekat Anda. Buktinya dia bisa membakar apartemen anda seperti membakar sampah saja." Badai mulai memberikan gambaran logis tentang gawatnya situasi saat ini pada Ochi.
"Be—begitu ya?" Ochi menjawab tergagap. Dia speechless. Dalam waktu sehari saja hidupnya sudah berantakan semua.
"Tapi kita akan singgah sebentar kerumah orang tua kamu dulu. Ada yang harus Saya tanyakan dengan mereka sebagai saksi sebelum gedung diledakkan. Itu memang prosedur dari kepolisian. Sekalian saya juga ingin minta izin kepada orang tua anda perihal pengamanan sementara anda dengan tinggal di bawah perlindungan institusi saya. Sekali pukul dua masalah terselesaikan sudah."
Badai berbicara dengan nada yang begitu dingin dan datar. Seolah-olah segala kemalangan bertubi-tubi yang dialami oleh Ochi bukanlah sesuatu hal yang penting baginya.
"Memang cara bekerja anda yang begitu tidak punya empati terhadap masalah orang lain, atau memang para penegak hukum harus heartless seperti sikap anda ini?"
Ochi tidak suka melihat cara bekerja Badai yang terlihat dingin dan terstruktur tanpa sedikit pun ada unsur empati didalamnya. Sedikit senyum ramah atau tepukan dibahu pasti akan membuat Ochi merasa lebih terhibur.
"Apa yang anda sebut dengan heartless itu kami menyebutnya sebagai kode etik dan efisiensi kerja. Sekarang sebutkan alamat rumah orang tua anda. Saya tidak suka kalau disetiap perempatan jalan harus selalu membangunkan Anda hanya demi mencari jalan yang benar."
Setelah menyebutkan alamat rumah orang tuanya, Ochi pun kembali menyandarkan tubuhnya dalam-dalam ke jok mobil sambil memejamkan matanya. Kali ini dia ingin benar-benar tidur dan melupakan semua masalahnya sehari ini.
Badai terdiam termangu setelah berhenti pada alamat rumah yang disebutkan oleh Ochi tadi. Dia merasa ada yang salah disini. Mengingat gedung pernikahan mewah yang hanya bisa di booked oleh orang-orang yang keadaan finansialnya sudah grade super premium, rumah ini sangat sederhana. Jauh dibawah ekspektasi nya. Jangan-jangan alamat ini salah. Badai melirik pada sipengantin yang ditinggal dengan tatapan miris. Dia masih tertidur dengan pulasnya. Badai perlahan melepaskan borgol dikedua tangan Ochi. Mengelus-elus sebentar pergelangan tangan yang tampak agak memerah itu agar aliran darahnya kembali lancar.
Elusan tangan Badai membuat Ochi langsung terjaga dan mendelikkan matanya.
"Apa yang anda lakukan, Pak Polisi? Anda mau melecehkan saya didepan rumah orang tua saya sendiri?"
Ochi segera menepiskan tangan Badai dengan kasar. Ochi paling membenci laki-laki yang mesum. Mas Banyu nya saja tidak pernah diizinkan oleh Ochi untuk memesrainya secara berlebihan. Walau pun terkadang Mas Banyu nya sampai sakit kepala karena menahankan hasratnya yang tidak terlampiaskan. Tetapi Ochi telah berjanji kepada diri sendiri bahwa hal-hal seperti itu tidak boleh dilakukan sebelum mereka sah sebagai pasangan suami istri. Dan polisi buluan yang cuma dikenalnya dalam waktu kurang lebih setengah jam ini sudah seenak udelnya saja mengelus-elus pergelangan tangannya.
"Maaf ? Anda bilang apa tadi? Melecehkan Anda? Sekarang lihat baik-baik pergelangan tangan anda. Lihat saya bilang!"
Ochi pun mulai memperhatikan kedua pergelangan tangannya yang memerah dan tampak tertekan besi borgol hingga berbekas seperti gelang dikedua tangannya.
"Saya hanya mencoba membantu melancarkan peredaran darah dipergelangan tangan anda agar menjadi lancar kembali. Bukan melecehkan anda. Anda ini sangat suka sekali mengambil kesimpulan sendiri dan cenderung negative thinking terus menerus. Tidak capek apa mengarang bebas terus?"
"Maaf."
Ochi hanya mengucapkan satu patah kata. Dia adalah type orang yang tidak malu untuk meminta maaf duluan kalau memang dia salah. Itu adalah hal wajib yang selalu dia ajarkan pada murid-muridnya. Dan sebagai seorang guru, dia pun selalu mempraktekkan kapan saat harus ia harus meminta maaf.
Badai terdiam. Luar biasa. Kamus wanita tidak pernah salah dan selalu tidak pernah mengaku salah ternyata tidak berlaku pada ibu guru yang lurus ini. Banyu memang bodoh!
"Assalamualaikum."
Dengan bahu yang mulai ditegak-tegakkan Ochi mengucapkan salam. Dia tidak ingin ayahnya yang sedang sakit menjadi bertambah terpuruk keadaannya. Cukup dia saja yang hancur lebur, jangan kedua orang tuanya.
"Walaikumsalam."
"Astaga Ochi, kamu kenapa lama sekali baru menghubungi ibu sih? Apa Banyu sudah menghubungi kamu, Nak? Dia ada dimana sekarang?"
"Astaga ibu, mengapa ibu malah menanyakan keadaan Mas Banyu duluan sih? Mengapa ibu tidak bertanya tentang keadaan Ochi? Apakah Ochi sedih, malu atau kece—"
"Ibu lihat kamu kan keadaannya baik-baik saja. Makanya ibu merasa tidak perlu menanyakannya lagi. Ochi, Ibu tahu kamu marah, Nak. Tapi—"
Ochi menaikkan sebelah tangannya kepada Ibunya. Memohon agar ibunya berhenti berbicara. Ochi sangat tidak percaya kalau ibunya jauh lebih mengkhawatirkan keadaan calon suami sialannya itu dibanding dengan dirinya sendiri. Anak kandungnya.
"Marah? Bu seharusnya ibu juga marah pada Mas Banyu karena dia sudah mempermalukan Ochi
Bu, anak kandung Ibu. Tidak bisakah ibu marah padanya demi Ochi, Bu?"Ochi mengguncang-guncang kedua tangan ibunya meminta perhatian . Begitu inginnya ia dibela oleh ibunyw sendiri, alih-alih malah membela calon menantu keparatnya itu.
"Tentu saja ibu marah, Ochi. Tetapi marah nya ibu itu marah yang memakai akal sehat. Kamu harus memaafkan Banyu ya, Nak? Mungkin Banyu hanya masih bingung dengan keputusan yang dia ambil. Karena bagi laki-laki keputusan untuk menikah itu bukan hal yang main-main."
"Jadi bagi perempuan menikah itu adalah hal yang main-main? Begitu maksud ibu? Kenapa sih ibu tidak pernah membela Ochi sekaliiii saja, Bu?"
"Karena kalau ibu tidak membela Banyu, kita semua akan jadi gelandangan. Paham kamu, Ochi?"
"Maksud ibu a—apa?" Otak Ochi mulai berfikir keras. Pemikiran tentang sesuatu mulai menciutkan perasaannya. Jangan bilang kalau—
" Semua yang ada di dalam pikiran kamu itu benar Ochi. Banyu lah yang selama ini menopang hidup kita. Dia lah yang membeli apartemen itu untuk kamu, alih-alih menyewanya. Dia juga yang sudah membeli rumah ini. Membiayai pengobatan dan terapi kaki ayahmu. Bahkan biaya hidup ayah dan ibu sehari-hari semua dia yang menanggungnya, Nak. Maafkan ibu kalau selama ini membohongimu. Tapi kita kan memang butuh uang untuk hidup. Apalagi sejak ayahmu lumpuh dan tidak bisa menyopiri ayahnya lagi. Banyu lah yang mengurus hidup kita selama hampir tiga tahun ini, Ochi."
Ochi langsung jatuh terduduk. Berarti benar! Kedua orang tua Mas Banyu tidak pernah menyetujui hubungan mereka berdua karena mengganggap Ochi hanya akan memanfaatkan harta benda Banyu saja. Dan itu ternyata benar adanya!
" Tapi Ochi tidak bisa, Bu. Ochi bahkan tidak ingin melihat muka Mas Banyu lagi. Ochi benar-benar merasa ditelanjangi didepan orang banyak, Bu. Mas Banyu bahkan sudah membuat Ochi viral didunia maya dengan caption mempelai yang tertinggal. Ochi tidak sanggup untuk melanjutkan hubungan ini, Bu. Tidak sanggup!!"
"Kalau begitu kamu tidak ingin ayah kamu sembuh hah? Jangan egois Ochi?!" Ibu nya mulai marah. Kehilangan sumber pundi-pundi emasnya membuat Ibunya gelap mata.
"Ayah tidak perlu di terapi dirumah sakit lagi. Toh ayah disana cuma di tatah tatah berjalan seperti anak belajar jalan saja, koq. Dirumah ayah juga bisa melakukannya sendiri. Jadi kita tidak perlu uang Banyu lagi untuk kerumah sakit. Ayah setuju denganmu, Nak. Kamu tidak perlu lagi berhubungan dengan laki-laki pengecut itu selamanya. Seorang laki-laki itu yang dipegang kan kata-katanya. Kalau bibir baru berucap dan masih basah, namun langsung dilanggar apa itu namanya? Ayah tidak rela kalau kamu menghabiskan waktu mu dengan laki-laki seperti itu."
EHEMMM!!
Badai berdeham. Saling serunya mereka bertiga beradu pendapat, mereka bahkan sampai tidak sadar telah menganggurinya.
"Selamat siang Bapak dan Ibu. Saya Badai Putra Alam, petugas dari DENSUS 88. Saya ingin mengabarkan bahwa gedung pernikahan putri bapak dan ibu baru saja diledakkan oleh orang yang tidak dikenal. Dan diduga sepertinya ada orang yang ingin mencelakai putri bapak karena apartemen putri bapak juga terbakar tiba-tiba. Kami menduga itu juga ada kaitannya dengan peledakan gedung pernikahan anak bapak sebelumnya.
Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, maka kami akan mengamankan putri bapak dalam pengawasan divisi kami. Jadi untuk sementara waktu putri bapak akan tinggal tinggal ditempat yang kami sediakan. Setelah situasi dan kondisi aman terkendali atau minimal kondusif, putri bapak akan kami kembalikan dalam pengawasan bapak dan ibu sebagai orang tua nya."
Badai menjelaskan maksud dan tujuan kedatangannya dengan singkat, padat dan jelas. Sepertinya efisiensi adalah nama tengahnya. Kedua orang tua Ochi tampak shock. Mereka sama sekali tidak menduga akan terjadi hal yang luar biasa seperti ini.
"Tetapi apakah pantas kalau anak saya tinggal di tempat yang akan anda sediakan? Anak saya ini kan perempuan. Belum lagi kalau calon suaminya nanti marah." Bu Ranti tampak keberatan kalau anak gadisnya nya akan ikut ketempat perlindungan Badai. Bagaimana pun anaknya kan seorang perempuan.
"Putri ibu bukan akan tinggal bersama dengan saya. Tetapi dia akan tinggal di rumah kakak ipar saya yang hanya berjarak beberapa blok saja dari rumah saya. Ibu tidak usah khawatir. Team kami sedang menyelidiki mata rantai semua kejadian ini. Mudah-mudahan dalam waktu beberapa hari lagi, putri Ibu sudah bisa kami pulang kan kembali." Kedua orang tua Ochi terdiam. Keadaannya memang sedang berbahaya.
"Kalau begitu saya akan mengganti pakaian saja dulu sebentar, Pak Badai. Bu, baju-baju lama Ochi masih ada di lemari yang biasa tidak, Bu?" Ibunya mengangguk. Tanpa membuang waktu lagi Ochi segera masuk kedalam kamar lamanya dan berganti pakaian.
Sepuluh menit kemudianOchi telah mengganti pakaian pengantinnya dengan gaun rumah sederhana. Wajahnya polos tanpa sentuhan make up sedikitpun. Bahkan rambutnya hanya di kuncir buntut kuda. Terkadang Badai heran sendiri, untuk apa para wanita sampai membayar mahal para make up artist, kalau ternyata wanita terlihat jauh lebih cantik manusiawi dengan riasan sederhana. Buang-buang uang saja bukan?
"Saya titip anak saya ya, Pak Polisi. Tolong dijaga dan dilindungi keselamatannya." Pak Darmawan mendorong pelan kursi rodanya dan menepuk pelan bahu Badai.
"Siap, Pak!" Badai menjawab dalam sikap militer seorang polisi.
"Ochi, bagaimana kalau nanti Mas Banyu mu menelepon dan mencarimu, Nak. Ibu harus bilang apa coba?" Ibunya masih saja terlihat tidak rela melihat Ochi dibawa pergi oleh Badai.
"Katakan saja bahwa Ochi sudah kawin lari dengan seorang perwira polisi!"
"Sebegitu putus asanya anda ingin menikah sampai tidak mempermasalahkan bahwa mempelai prianya itu siapa, begitu? Dengar, menikah itu bukan seperti berjudi. Kalau tidak menang ya kalah. Wanita terkadang nalarnya suka macet kalau sudah berhubungan dengan masalah cinta. Dengan mantan calon suami yang sudah anda kenal selama bertahun-tahun saja anda masih bisa salah memilih, apalagi dengan saya yang anda kenal hanya dalam hitungan jam. Wanita dan pemikirannya, benar-benar luar biasa absurdnya."Badai melirik Ochi yang sedari tadi terus saja diam dengan pandangan kosong kedepan. Seperti nya gadis ini bahkan tidak menyadari kalau Badai tengah menasehatinya panjang lebar. Dia seperti tenggelam dalam pemikirannya sendiri."Anda tidak mendengar kalau sedari tadi saya sedang berbicara dengan anda, Bu Oceania?" Badai melirik Ochi yang masih saja bersikap seolah-olah sedang bertapa mencari wangsit."Saya mendengarnya dengan
Senjahari memandang gadis yang terlihat mengikuti punggung Badai yang menjauh, dengan lirikan matanya. Mungkin ibu guru ini malu kalau terlihat terang-terangan ketakutan di tinggal sendiri oleh Badai. Wajar saja, setelah melalui saat-saat yang berat dan menguras adrenalin, gadis ini pasti memerlukan seorang kesatria berbaju zirah untuk melindunginya."Bu, Tante ini siapa? Kok bawa-bawa tas besar? Tante mau tinggal di sini dengan Bintang ya? Hore!" Ochi melihat kalau anak yang ada di gendongan Senja mulai menggeliat meminta turun. Sementara kembarannya terlihat sudah duduk anteng sambil membaca buku."Oh ya Bintang, Langit. Ayo salim dulu dengan ibu guru Ochi, sayang. Bu Ochi akan tinggal sementara di sini untuk menemani kita semua. Senang tidak Nak?"
"Ochi, Ayo keluar! Ada yang mau Mas bicarakan dengan kamu."Banyu membuka pintu mobil dan menarik paksa Ochi yang masih saja memegang erat lengan kiri Badai."Lepaskan! Sakit Mas!" Ochi meringis kesakitan saat Banyu terus saja berupaya menariknya keluar dari mobil. Ochi sudah khatam sekali dengan segala sifat Banyu. Sebelum keinginannya kesampaian, dia tidak akan pernah berhenti berusaha."Aduhhhh!!" Ochi menjerit tertahan saat merasakan Banyu meremas kuat pangkal lengannya karena geram dan kesal. Badai bereaksi cepat dengan memutar pergelangan tangan Banyu, yang seketika melepaskan Ochi karena kesakitan. Namun Ochi bertahan untuk tidak mau keluar dari mobil. Ia tidak mau menemui Banyu."Eh, Dai. Lo ini kan sekarang posisinya adalah sebagai petugas yang melindungi saksi kan ya? Jadi lo jangan bertingkah seolah-olah bahwa lo adalah pemilik pacar gue. Ingat garis batas teritori lo!"Banyu ma
Di sepanjang perjalanan kembali ke rumah Senja, air mata Ochi seperti tidak bisa berhenti mengalir. Banyu dengan Dania? Bagaimana bisa dua orang terdekatnya itu menghianatinya sampai sedemikian rupa? Ochi memejamkan mata. Ia tidak sanggup membayangkan adegan yang begitu intim yang biasanya hanya boleh dilakukan oleh sepasang suami istri ternyata sanggup mereka lakukan di belakangnya. Betapa kejamnya mereka berdua!Isakan-isakan kecil yang lolos dari bibir nya membuat Badai yang sedang menyetir merasa tidak tega. Sedu sedan Ochi makin lama makin membesar saat dia membayangkan persahabatan mereka bertiga, yaitu dirinya, Dania dan Farhani yang sudah mulai terjalin saat MOS mereka di SMU. Suka duka dan canda tawamewarnai masa putih abu abu, kuliah hingga sekarang. Ochi ingat Dania lah yang terus saja mendesak dan menyemangati Ochi untuk menerima cinta Banyu dulu. Menurut Dania, Banyu itu paket lengkap. Kaya, ganteng dan mencintainya setengah gila. Karena
" Jadi benar gadis ini calon istri Anda, Pak Raga? Wah pertama kali go public ya? Namanya siapa, Pak Raga?"Para kerumunan pewarta itu terus maju. Mereka mendesak Ochi yang tengah berdiri di samping meja, hingga ia nyaris jatuh tersungkur. Untung saja ada sepasang tangan kuat yang menahan punggungnya. Tangan Pak Raga ternyata!Ochi mencoba menggeser-geser tubuhnya, menjauhi lengan Raga. Namun ia kalah cepat dengan Raga. Karena lengan Raga kini malah melingkari pinggulnya di hadapan para pewarta. Para kuli tinta itu terlihat sangat anthusias karena akan mendapat berita terkini.Kilatan lampu blitz yang terus menerus menerpa wajahnya, membuat Ochi risih. Ia berupaya memalingkan wajah, sambil meper meper kearah kursi tunggu. Situasi ini begitu tidak mengenakkan baginya. Namun lagi-lagi, Raga menahan langkahnya."Nama kamu siapa, Sayang? Ayo dong kasih tahu mereka? Tadi aja kamu deng
"Sa-Saya Saya minta maaf. Ta-tadi ponsel saya kehabisan daya. Dan saya baru tahunya sewaktu di kantor omnya murid saya. Jadi baru saya charge di sana. Makanya pas tadi Bapak telepon sudah aktif lagi kan ponsel sa-saya?"Ochi memandang Badai takut-takut. Dia memang sudah melakukan kesalahan yang amat besar."Keadaan rumah di Kemang bagaimana ya, Pak? Apa-apakah semuanya baik-baik saja?" Badai menghela nafas panjang. Melindungi saksi kunci seperti Ochi bisa semakin memendekkan usianya sepertinya."Kalau Anda hanya ingin tahu keadaan Banyu tetapi gengsi untuk menanyakannya pada saya, saya akan menjawab rasa penasaran Anda sekarang juga. Mas Banyumu itu baik-baik saja. Puas? Ada hal lain yang ingin Anda tanyakan?"Ochi terdiam. Ia mengenali suasana hati Badai dari panggilannya pada dirinya. Kalau hatinya sedang baik, maka Badai akan memanggilnya bu guru atau kamu. Tetapi kalau Badai
"Kalau analogi lo seperti itu, mari kita luruskan. Status gue memang hanya polisi yang kebetulan mendapat tugas untuk melindungi saksi. Lantas status lo apa terhadap saksi gue? Dibilang pacar? Bukan? Dibilang suami? Bukan juga. Jadi mulai hari ini, berhenti untuk menghubung-hubungi saksi gue lagi. Ngerti lo?!" bentak Badai tegas. Walau hanya berbicara melalui ponsel, Badai tetap menujukkan ketegasannya pada Banyu. Laki-laki modelan Banyu ini memang perlu untuk dicuci otaknya.Badai terkadang heran dengan orang yang sudah jelas-jelas salah, tapi masih saja bersikap playing victim seperti Banyu. Apa lagi itu dilakukan oleh kaumnya sendiri yang katanya berego tinggi. Tidak malu apa dengan burung garuda segede gambreng?"Emang lo siapanya sampe berani ngelarang-larang gue menghubungi pacar gue? Ayahnya?""Lebih tepatnya calon imamnya, insyaallah!" Dan Bada
"Bapak nggak mau masuk dulu sebentar? Nggak enak kalau Bapak cuma nunggu di mobil. Nggak sopan, Pak. Saya akan menyusul ke depan sekalian berpamitan.""Oke. Saya akan menunggu di teras."Setelah Badai mematikan panggilannya, Ochi mencoba memutar otak agar bisa terbebas dari suasana tidak mengenakkan ini tetapi dengan cara yang sopan."Ehm, Tante. Saya permisi pulang dulu ya, Tan? Soalnya saya sudah dijemput."Empat kepala langsung menoleh. Mereka menatapnya dengan pemikiran yang berbeda-beda. Belum sempat Tante Marini menjawab, ponselnya berbunyi. Satpam memberitahukan ada orang yang ingin menjemput Oceania, dan meminta izin masuk. Tante Marini membolehkan, karena
"Mas, nasib Rahayu bagaimana ini? Kasihan dia, Mas. Ayah kandung sudah lama meninggal. Ini ibu dan paman rasa ayahnya juga sudah tidak ada. Kasihan Ayu, Mas. Bisa tidak kita mengadopsinya?" Ochi merasa tidak tenang saat mengingat Rahayu Jaya Krisna, muridnya yang masih begitu kecil dan harus hidup sebatang kara karena semua keluarga nya semua tidak bersisa. Ochi masih teringat pada wajah imut yang menangis meraung-raung memanggil nama ayahnya saat JK di makamkan. Anak yang baru berusia lima tahun itu terlihat ketakutan dan kebingungan saat melihat ayahnya pulang dalam keadaan tidak bernyawa. Bola matanya kosong dan ia juga tidak mau diajak berbicara. Walaupun JK memang bersalah, tapi bagi Ayu, ayahnya adalah segalanya. Ia ingat pembicaraan terakhirnya dengan muridnya itu di pemakaman. "Bu Guru, kenapa ayah Ayu di tembak? Ayah Ayu salah apa? Ayu sudah tidak punya ibu, sekarang Ayu juga sudah tidak punya ayah. Jadi Ayu hidup dengan siapa? Mengapa polisi-pol
"Saya terima nikah dan kawinnya Oceania Samudra binti Darmawan Samudra dengan mas kawin 555 gram emas dan seperangkat alat sholat dibayar tunai!" Badai dengan suara tegas dan lantang mengucapkan ijab kabul dalam satu tarikan nafas."Bagaimana saksi? Sah?"Tanya Pak Penghulu."SAHHHHH!!!"Koor dari para saksi dan semua tamu undangan yang menyaksikan ijab kabul terdengar lantang."Alhamdullilahhhh."Setelah acara ijab kabul selesai, penghulu meminta Ochi untuk keluar dan duduk disamping suaminya. Setelah itu Ochie mencium punggung tangan Badai yang kini telah sah menjadi suaminya. Acara dilanjutkan dengan acara sungkeman. Pak Darmawan tampak mencium kening putri b
"Dapattt!!! Posisi terakhir mereka ada di perkebunan kelapa sawit kira-kira 14 kilometer dari sini. Kadang gue heran, si JK ini emang kelewat pinter sampai jadi bodoh atau emang bodoh yang kebetulan aja nasibnya beruntung?!!"Elang mengelus-elus dagunya. Ciri khas nya kalau sedang berfikir."Maksud lo?""Lah dia entah sengaja entah lupa tidak mematikan ponsel Ochi. Kan jadi terlalu mudah bagi kita untuk melacaknya.""Lo salah Lang. Dia bukan bodoh, tapi dia sengaja. Dia mau menancing kita kesana. Dia ingin menyiksa perasaan gue, batin gue, pikiran gue melalui satu hal, Ochie. Dia terlalu mengenal gue seperti juga gue terlalu mengenal dia. Dia ingin gue juga merasakan apa yang dia rasakan. Kehilangan orang tercinta, sementara kita tidak bisa berbuat apa-apa.Oke, mari kita ikuti semua keinginannya. Kita adu otak, adu taktik dan adu sabar aja. Kita lihat saja siapa yang membuat kesalahan dul
Ochi memandangi jam dipergelangan tangan tangan kiri nya. Rasanya dia sudah tidak sabar untuk menunggu kedatangan Badai. Urusan dengan KUA sudah selesai. Saat ini dia sedang menunggu kedatangan Badai untuk mengambil pakaian yang akan digunakan untuk ijab kabul mereka besok pagi.Uang memang maha segala bila di gunakan untuk hal-hal yang mendesak seperti ini. Ibu Ajeng membayar mahal butik yang mendesign pakaian yang akan di kenakan oleh nya dan Badai karena semuanya di kerjakan hanya dalam kurun waktu lima hari!Menurut pemilik butik semua pekerjanya termasuk dirinya sendiri lembur sampai pagi, demi selesainya kebaya indah bertaburan batu swarovski itu. Makanya Ochi sudah tidak sabar untuk melihatnya.TINN!! TINN!!! TINN!!!Akhirnya yang di tunggu datang juga. Ochi yang sejak semalam memang menginap di rumah orang tuanya bergegas berdiri. Setelah menyalim tangan kedua orang tuanya, tubuh Ochi lang
Ochi meringis saat merasa begitu tidak nyaman dengan keadaan dirinya sendiri. Tubuhnya yang memang sudah sakit-sakit akibat bom di Mapolres tadi, kini di tambah lagi dengan pegal-pegal dan rasa nyeri di pusat dirinya. Untuk menggerakkan tubuhnya saja rasanya Ochi kesusahan. Apalagi saat ingin berdiri dan berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri.Ochi merasa tubuh nya lengket oleh keringat nya yang telah bercampur dengan keringat Badai dan hal-hal lainnya. Sesuatu yang hangat terasa mengalir di paha bagian dalamnya dan terasa lengket. Sepertinya dia memang harus segera membersihkan dirinya.Ada butiran air bening yang mengaliri pipi mulusnya. Ochi kesakitan, sedih dan merana. Badai yang katanya mencintainya, kini malah dengan tega menodainya. Titik air mata Ochi yang mengalir pelan pelan, makin lama makin deras seiring isakan-isakan yang mulai terdengar disegenap penjuru kamar. Badai menghela nafas panjang. Tahu bahwa dia telah melak
"Dai, Bu Ochi. Syukurlah kalian berdua selamat. Hebat lo Dai, main solo tapi berhasil mengevakuasi sebegitu banyaknya manusia dengan begitu cepat tanggap. Noh! Itu Pak Fatah ngeliatin adegan romantis sedih plus berdarah-darah kalian dari pinggir jalan. Gue nggak tahu juga sih maksud yang ada dihati dia itu apa. Ya kita kan juga udah pada tahu, dia itu makhluk species bunglon. Keberpihakannya tidak terduga dan bisa nemplok dimana aja.Tapi satu hal yang pasti, lo pasti bakal naik pangkat, Man!!! Selamat ya?!!"Elang menepuk-nepuk punggung Badai dengan keras. Salut dengan keberanian dan totalitas Badai terhadap tugas yang diembannya sebagai polisi pelindung masyarakat."By the way, koq lo bisa-bisanya sih buat adegan TOP GUN ala ala Tom Cruise and Kelly McGillis yang legendaris itu ditengah kekacauan begini? Kalau di film-film hollywood sana udah dibuat scene slowmotion dengan lat
"Kenapa Ochi? Ochi?!! Kamu kenapa sih Sayang?"Badai heran saat melihat Ochi seperti orang ketakutan dan menatap ngeri pada sebuah kertas origami berbentuk burung. Origami berbentuk burung? Astaga!! Jangan-jangan?!!"Berikan origami itu, Ochi." Saat origami berpindah tangan, otak Badai langsung berpikir cepat. Ingatan photografinya langsung bekerja. Potongan kilasan-kilasan masa lalu mulai bermunculan di benaknya.Kalo suatu hari gue kesel sama senior-senior dan atasan-atasan songong ini, bakalan gue bom mereka ini semua pada saat lagi ngumpul rame-rame. Biar matinya berjamaah. Hahahaha...Gue benci banget tuh sama orang-orang TNI dan segala angkatannya. Seperti mereka saja yang bisa perang. Dari mulai doktrin Catur Dharma Eka Karma sampai doktrin Tri Dharma Eka Karma, kelakuan mereka semua itu sama saja. Asal ngomong pasti tugas merekalah yang paling mulia dibandingkan dengan kita. Karena mer
"Lang, lo masih di mall kan sekarang?"Iya. Untung aja si Gading mempercayai kata-kata gue. Gila bener itu si Arini. Kalau bukan perempuan, udah gue ratain tuh mukanya!"Bagus deh. Lang, sekarang lo secepatnya kearah perempatan jalan dekat restaurant kakak ipar gue. Orlando diikuti OTK sejak dari parkiran mall."Ck! Lo lupa siapa Orlando? Mengendarai tank Leopard 2 dengan mesin twin turbo V12 MTU MB 873 Ka-501 seberat 62,3 ton aja dia khatam, apalagi cuma mobil doang. Berasa naik bom bom car aja dia itu, Bro. Santai aja nggak usah panik gitu."Kalau cuma Orlando didalam mobil itu nggak masalah, Kampret. Ada Ochi didalamnya dan... anak lo, Nuri."Bajiruttttt!!! Oke apa rencana lo! Cepetan!!! "Orlando akan berkendara ke a
"Adek mau langsung pulang ya ini? Atau mau singgah ke mall dulu beli kado untuk acara ulang tahun murid adek tanggal 16 nanti?"Orlando menyetir dengar hati-hati. Walaupun dia sedang berbicara, tapi pandangannya tetap lurus kedepan, berkonsentrasi penuh dijalur lalu lintas. Memang lah Orlando ini polisi yang lurus selurus-lurusnya."Oh iya, ke mall depan dulu ya, Bang. Adek mau beli boneka buat Deasy sebentar."Tanggal 16 besok, anak didiknya ada yang berulang tahun disalah satu gerai makanan siap saji. Sebagai gurunya tentu saja Ochi diundang dan dia pasti akan datang. Daisy berkali-kali mengingatkannya untuk datang, karena nanti ada badut sulap katanya.Badai dan Elang hari ini sangat sibuk karena kantor mereka akan mengadakan acara tahunan HUT TNI. Aneh bukan acara HUT TNI tapi diadakan dikantor polisi? Ternyata acara seperti ini memang sengaja diadakan sebagai bentuk apresiasi sinergi