"Begini saja, saya akan mengantarkan anda pulang, tetapi anda harus menjawab beberapa pertanyaan saya lagi selama diperjalanan. Deal or no deal?"
Badai tahu bukan perkara mudah ditinggalkan calon suami ditengah-tengah meriahnya pernikahan. Bahkan menurutnya Ochi termasuk cukup hebat dengan tidak mengalami hysteria yang berlebihan. Kalau wanita yang lain pasti sudah mengamuk dan mengacak-acak gedung pernikahan. Wanita itu ternyata cukup kuat walau wajahnya selalu terlihat ingin menangis.
"Ok deal."
"Mari ikut saya. Mobil saya diparkir disana." Badai berjalan cepat melintasi jalan setapak menuju ke arah gerbang gedung.
Katanya saja polisi, abdi negara yang taat. Tetapi memarkir mobil saja sembarangan. Ochi yang seumur hidupnya menyukai keteraturan tidak tahan untuk tidak menyuarakan pendapatnya.
"Maaf pak polisi. Bukannya seharusnya anda parkir ditempat yang sudah disediakan, yaitu di dalam basement sana. Ini mengapa Anda malah parkir melintang di depan gedung seperti ini? Bukannya saya bermaksud untuk menggurui, tetapi sebagai seorang abdi negara sikap arogansi itu tidak baik terlalu diumbar-umbar dimuka umum. Jangan karena nila setitik, rusak susu sebelanga."
Ochi adalah seorang guru TK. Dia tidak tahan kalau melihat ada sesuatu yang menyimpang dari jalurnya, tetapi malah dia masa bodohkan. Ochi bukanlah orang yang membudayakan sikap pembiaran. Dia ini adalah seorang guru. Kalau bukan orang-orang dengan professi seperti dirinya yang mencoba meluruskan atau minimal menasehati orang yang berbuat kesalahan, mau jadi apa negara ini kelak bukan?
Badai yang baru saja masuk kedalam mobil, memandang penuh spekulasi pada wajah sendu tapi ternyata cukup cerewet dihadapannya ini. Dia berpikir seharus nya dia mengabaikan saja kata-kata celaan pengantin yang ditinggal ini. Tetapi dia adalah seorang polisi. Pantang baginya meninggalkan kesan membiarkan orang berfikir yang salah tentangnya.
"Saya ini seorang polisi, Bu. Efisiensi kerja dan faktor keselamatan tentu juga menjadi salah satu bahan pertimbangan saya. Begini, gedung yang baru saja di ledakkan itu mempunyai kemungkinan bisa runtuh sewaktu-waktu akibat dahsyatnya ledakan dan daya getar nya. Mungkin saja gedung di dalam basement terlihat baik-baik saja, tetapi komponen bagian dalamnya hancur. Hanya saja itu tidak terlihat jelas dari luar. Dan untuk mencegah terjadinya kemungkinan-kemungkinan buruk yang bisa saja terjadi, seperti kemungkinan mobil saya tertimbun teruntuhan gedung misalnya, makanya saya sengaja parkir didepan gedung. Tidak ada sedikit pun maksud saya untuk mempertontonkan sikap arogansi saya. Semua itu saya lakukan hanya demi untuk kepraktisan bergerak saja. Tidak lebih, tidak kurang. Sudah jelas, Bu?"
"Jelas dan masuk akal. Hanya saja, saya kan tidak mengatakan kalau anda harus parkir di basement gedung yang sudah di bom tadi, akan tetapi digedung yang sebelahnya lagi. Biasakan untuk mendengar sampai selesai kalimat seseorang dalam setiap pembicaraan. Baru anda menjawabnya."
Ochi membuka mobil setelah Badai menekan remote dan kunci mobil yang di lock otomatis terbuka. Setelah Ochi duduk dengan tenang dan memasang sabuk pengaman, barulah Badai menyusul masuk dan duduk di kursi pengemudi. Ochi melihat Badai memanjangkan lengannya dan meraih tas ransel yang tergeletak di kursi belakang. Setelah merogoh-rogoh sejenak ia pun mengambil sebuah ponsel lagi. Sepertinya ponselnya yang pertama tadi telah kehabisan daya. Ochi mendengar Badai membicarakan masalah angka-angka yang tidak di mengertinya dengan seseorang. Sekitar tiga menit kemudian ia menutup telepon dan kembali menelepon seseorang. Sepertinya ia mengatakan pada anak buahnya yang ada di dalam gedung bahwa ia akan mengantarkannya pulang dengan mobil pribadinya. Ochi ingat, polisi yang satu ini memang tidak keluar dari mobil khusus tadi. Tetapi dia memang mengendarai mobil sendiri. Mereka baru berkendara sekitar lima menit saat Badai sepertinya sudah tidak sabar untuk menginterogasinya lagi.
"Bu Oceania. Apakah saat--"
"Tolong jangan menanyai saya dulu. Saya ingin beristirahat sejenak selama anda menyetir. Oh ya, jangan melanggar rambu-rambu lalu lintas dan marka jalan. Jadilah polisi yang baik." Ochi langsung menyenderkan kepalanya pada jok mobil dan memejamkan matanya.
Badai mendengus, kenapa rasanya jadi sipengantin yang ditinggal ini yang mendadak polisi? Katanya capek mau istirahat, tetapi dari tadi cuma dia saja yang sibuk berbicara. Unfaedah lagi topiknya!
" Selain anda dan calon suami anda, siapa saja yang seharusnya ada didekat-dekat anda saat akad akan berlangsung? Kalau calon suami anda hadir dan pernikahan anda tadi terlaksana, maksud saya. Karena menurut anak buah saya, pusat ledakannya itu tepat ditempat ijab kabul." Polisi ini kembali bersuara. Sepertinya ia belum puas untuk menginterogasinya.
"Bapak penghulu, saya, calon suami tidak tahu diri itu, dan kedua orang tua Saya." Ochi menjawab masih dalam posisi tiduran dan mata terpejam.
"Kedua orang tua anda. Lalu kedua orang tua mempelai pria. Apakah mereka tidak datang?" Ochi menghela nafas panjang. Topik yang sensitif untuk saat ini.
"Mereka tidak datang. Saya bukanlah menantu yang mereka harapkan." Sahut Ochi lirih.
"Oke, tolong sebutkan nama dan alamat calon suami tidak tahu diri anda itu."
"Banyu Biru Siliwangi, Pondok Indah Blok A7."
"Jadi kamu adalah laut biru nya si Banyu?" Badai seperti menggumam sendiri. Tidak menyangka kalau calon suami tidak tahu diri nya wanita ini adalah Banyu, sahabat nya waktu SMP dulu. Hanya saja setelah lulus SMP mereka pun lost contact.
"Kalau ingin bertanya, usahakan dengan nada dan intonasi yang benar. Bisik-bisik itu tidak sopan dan sama sekali tidak beretika. Selain itu, saya juga tidak dengar!" Ochi menjawab datar. Badai menghela nafas kesal. Perempuan ini taktis sekali. Setiap kata-kata yang dikeluarkannya selalu saja membuat Badai dongkol. Semakin cepat tugas ini selesai, maka semakin baik untuk menjadi ke stabilan emosinya.
"Apakah anda mempunyai mantan kekasih, Bu? Atau siapa saja yang kira-kira tidak senang dengan pernikahan anda?"
"Saya tidak punya mantan kekasih sama sekali. Pacar pertama saya ya calon suami tidak tahu diri itu saja."
"Apa alasan dia membatalkan pernikahan kalian?"
"Sudah saya katakan, saya tidak tahu. Anda harus menanyakan nya sediri pada Mas Banyu. Laki-laki dan pemikirannya merupakan suatu misteri dalam hidup saya."
"Mungkinkah dia membatalkannya karena dia ada hubungannya dengan peristiwa peledakan gedung itu?" Tanya Badai lagi.
"Tidak. Mas Banyu bukan type orang yang seperti itu. Dia baik, setidaknya sebelum dia meninggalkan saya sendirian begitu saja digedung pernikahan hari ini."
"Saya selalu terbuka terhadap segala kemungkinan, Bu. Didunia ini tidak ada yang tidak mungkin. Anda juga tidak menyangka akan ditinggalkan sendirian pada saat akad nikah bukan?" Badai menjawab datar. Wajah Ochi langsung memerah.
"Anda mengejek atau menyukuri keadaan saya pak polisi?" Ochi langsung membuka matanya dan duduk tegak.
"Tidak keduanya. Tidak ada untung nya bagi saya untuk mengejek ataupun mensyukuri keadaan anda. Tetapi musuh anda pasti mengatakan YA. Musuh anda pasti ingin sekali melihat kehancuran anda." Ochi mendengus. Polisi ini tidak ada sedikit pun menunjukkan rasa simpati sama sekali. Dasar batu!
"Mas Banyu orang yang sopan dan baik. Dia tidak mungkin ingin mencelakai saya."
"Alright. Kalau begitu kita lepaskan saja kemungkinan itu untuk satu hari ini.
"Pekerjaan anda adalah sebagai seorang guru TK bukan? Apakah ada konflik dengan rekan kerja, guru-guru dan staff lain atau orang-orang yang sering bersinggungan dengan anda misalnya?"
"Tidak ada pak polisi. Orang-orang yang sering bersinggungan dengan saya itu adalah murid-murid saya yang semuanya masih berusia balita."
"Ada ancaman? Dari wali atau orang tua murid misalnya." Ochi mendesah kesal. Makin lama dia merasa pembicaraan makin melebar kemana-mana.
"Tidak ada pak polisi. Anda pikir saya tidak menyadari kalau saya punya musuh? Huh?"
"Belum tentu."
"Anda sedang berusah membuat saya ketakutan atau bagaimana ini?"
"Saya cuma meminta anda untuk melihat diri anda sebagai orang luar. Coba periksa kembali kehidupan pribadi anda. Pikirkan orang-orang yang mungkin tidak menyukai anda. Lepaskan saya dalam hal ini. Karena walaupun saya juga tidak menyukai anda, tetapi saya baru mengenal Anda setelah bom itu meledak. Tolong maksimal kan kinerja otak anda."
Kali ini Ochi tidak tahan lagi. Dia langsung saja memukuli dada sang polisi sekuat tenaga. Saat ini sebenarnya dia butuh pelampiasan dan sedikit rasa simpati. Tetapi mengapa polisi berhati batu ini tidak menyadari. Mobil tiba-tiba berhenti. Dan tanpa mengatakan apa-apa polisi itu menahan pukulan Ochi dengan satu tangan dan memborgol kedua tangannya sekaligus!
"Anda sudah gila atau bagaimana? Mengapa anda memborgol saya? Saya kan bukan seorang penjahat?!"
"Ini adalah tindakan preventif yang harus saya lakukan sebelum anda menjadi lebih brutal lagi." Sahut Badai kalem. Ochi merasa darahnya mendidih tiba-tiba. Polisi ini belum tahu seberapa mengerikannya kalau seorang wanita marah!
Ochi dengan geram langsung saja menggigit lengan Badai sekuat-kuatnya. Dia pikir setelah memborgol kedua tangannya Ochi tidak bisa berbuat apa-apa? Huh yang benar saja!
"Jangan coba-coba memancing emosi saya, karena apa bila saya membalas, maka saya akan memilih bagian yang lain dari tubuh anda untuk saya gigit. Mengerti?!" Badai menekan rahang Ochi dengan kesal. Gadis ini sikapnya tidak terduga sama sekali.
"Apa anda sebagai seorang polisi tidak pernah memakai perasaan dalam menginterogasi seseorang sehingga terlihat lebih manusiawi?"
"Kalau kami para penegak hukum lebih mengutamakan perasaan dibanding dengan logika dan alat bukti, bisa hancur negara ini!"
Brakkk!!! Brakkk!!
Ochi kaget saat ada sebuah mobil secara sengaja menabrak mobil mereka dan terus berusaha mendorong mobil mereka sampai ke ujung jalan. Badai dengan sigap berusaha mengendalikan kemudi dan bertahan agar mobil nya tidak keluar jalaur dan menabrak warung penjual nasi disamping mobil mereka. Setelah menabrak mobil mereka, mobil itu pun meluncur cepat meninggalkan mereka disertai dengan kepulan asap dari knalpot mobilnya.
"Anda masih berani bilang kalau anda tidak punya musuh sama sekali setelah mobil itu nyaris menabrak kita? Demi Tuhan! Gedung diledakkan, mobil ditabrak. Sebetulnya apa yang sudah anda lakukan sehingga orang ini ingin sekali melenyapkan anda?"
Belum lagi Ochi sempat menjawab, ponsel polisi disamping nya ini berdering. Sang polisi kaku ini mulai melakukan pembicaraan sambil berulang kali melirik kepadanya. Ochi mulai mengerutkan dahi saat mendengar polisi itu mulai
menyebut-nyebut lokasi apartemennya berkali-kali sebelum akhirnya menutup pembicaraannya."Anda tidak bisa kembali keapartemen anda saat ini, Bu Guru."
"Kenapa? Anda ada keperluan mendadak sehingga anda tidak bisa mengantarkan saya kesana? Ya sudah tidak apa-apa. Saya pulang sendiri saja. Tetapi tentu saja anda harus terlebih dahulu membuka borgol Saya."
"Bukan. Apartemen anda sedang kebakaran hebat saat ini. Dan untuk tindakan pengamanan sementara, anda akan pulang kerumah saya. Sepertinya kasus anda ini cukup serius. Orang ini benar-benar menginginkan kematian anda."
"APAAAA?!!"
Ochi melongo. Sepertinya hari ini dia sedang benar-benar diuji. Bayangkan saja, sudah ditinggalkan calon suami, gedung pernikahan di ledakkan, ini masa apartemennya juga dibakar! Masyaallahhh emang nya dia salah apa coba? Dia ini bukan politikus, artis atau pun anak orang kaya yang kemungkinan memiliki hatersnya bejibun. Dia ini cuma anak seorang mantan supir dan juga berprofessi sebagai seorang guru TK biasa saja. Kematiannya juga tidak akan mempengaruhi apa-apa dan siapa-siapa."Kenapa harus pulang kerumah, Bapak? Saya kan masih punya orang tua. Saya akan pulang kerumah orang tua atau kakak saya saja."Badai menggelengkan kepalanya sambil berkata," tidak bisa. Karena si peneror ini pasti sudah menyelidiki orang-orang terdekat Anda. Buktinya dia bisa membakar apartemen anda seperti membakar sampah saja." Badai mulai memberikan gambaran logis tentang gawatnya situasi saat ini pada Ochi."Be&md
"Sebegitu putus asanya anda ingin menikah sampai tidak mempermasalahkan bahwa mempelai prianya itu siapa, begitu? Dengar, menikah itu bukan seperti berjudi. Kalau tidak menang ya kalah. Wanita terkadang nalarnya suka macet kalau sudah berhubungan dengan masalah cinta. Dengan mantan calon suami yang sudah anda kenal selama bertahun-tahun saja anda masih bisa salah memilih, apalagi dengan saya yang anda kenal hanya dalam hitungan jam. Wanita dan pemikirannya, benar-benar luar biasa absurdnya."Badai melirik Ochi yang sedari tadi terus saja diam dengan pandangan kosong kedepan. Seperti nya gadis ini bahkan tidak menyadari kalau Badai tengah menasehatinya panjang lebar. Dia seperti tenggelam dalam pemikirannya sendiri."Anda tidak mendengar kalau sedari tadi saya sedang berbicara dengan anda, Bu Oceania?" Badai melirik Ochi yang masih saja bersikap seolah-olah sedang bertapa mencari wangsit."Saya mendengarnya dengan
Senjahari memandang gadis yang terlihat mengikuti punggung Badai yang menjauh, dengan lirikan matanya. Mungkin ibu guru ini malu kalau terlihat terang-terangan ketakutan di tinggal sendiri oleh Badai. Wajar saja, setelah melalui saat-saat yang berat dan menguras adrenalin, gadis ini pasti memerlukan seorang kesatria berbaju zirah untuk melindunginya."Bu, Tante ini siapa? Kok bawa-bawa tas besar? Tante mau tinggal di sini dengan Bintang ya? Hore!" Ochi melihat kalau anak yang ada di gendongan Senja mulai menggeliat meminta turun. Sementara kembarannya terlihat sudah duduk anteng sambil membaca buku."Oh ya Bintang, Langit. Ayo salim dulu dengan ibu guru Ochi, sayang. Bu Ochi akan tinggal sementara di sini untuk menemani kita semua. Senang tidak Nak?"
"Ochi, Ayo keluar! Ada yang mau Mas bicarakan dengan kamu."Banyu membuka pintu mobil dan menarik paksa Ochi yang masih saja memegang erat lengan kiri Badai."Lepaskan! Sakit Mas!" Ochi meringis kesakitan saat Banyu terus saja berupaya menariknya keluar dari mobil. Ochi sudah khatam sekali dengan segala sifat Banyu. Sebelum keinginannya kesampaian, dia tidak akan pernah berhenti berusaha."Aduhhhh!!" Ochi menjerit tertahan saat merasakan Banyu meremas kuat pangkal lengannya karena geram dan kesal. Badai bereaksi cepat dengan memutar pergelangan tangan Banyu, yang seketika melepaskan Ochi karena kesakitan. Namun Ochi bertahan untuk tidak mau keluar dari mobil. Ia tidak mau menemui Banyu."Eh, Dai. Lo ini kan sekarang posisinya adalah sebagai petugas yang melindungi saksi kan ya? Jadi lo jangan bertingkah seolah-olah bahwa lo adalah pemilik pacar gue. Ingat garis batas teritori lo!"Banyu ma
Di sepanjang perjalanan kembali ke rumah Senja, air mata Ochi seperti tidak bisa berhenti mengalir. Banyu dengan Dania? Bagaimana bisa dua orang terdekatnya itu menghianatinya sampai sedemikian rupa? Ochi memejamkan mata. Ia tidak sanggup membayangkan adegan yang begitu intim yang biasanya hanya boleh dilakukan oleh sepasang suami istri ternyata sanggup mereka lakukan di belakangnya. Betapa kejamnya mereka berdua!Isakan-isakan kecil yang lolos dari bibir nya membuat Badai yang sedang menyetir merasa tidak tega. Sedu sedan Ochi makin lama makin membesar saat dia membayangkan persahabatan mereka bertiga, yaitu dirinya, Dania dan Farhani yang sudah mulai terjalin saat MOS mereka di SMU. Suka duka dan canda tawamewarnai masa putih abu abu, kuliah hingga sekarang. Ochi ingat Dania lah yang terus saja mendesak dan menyemangati Ochi untuk menerima cinta Banyu dulu. Menurut Dania, Banyu itu paket lengkap. Kaya, ganteng dan mencintainya setengah gila. Karena
" Jadi benar gadis ini calon istri Anda, Pak Raga? Wah pertama kali go public ya? Namanya siapa, Pak Raga?"Para kerumunan pewarta itu terus maju. Mereka mendesak Ochi yang tengah berdiri di samping meja, hingga ia nyaris jatuh tersungkur. Untung saja ada sepasang tangan kuat yang menahan punggungnya. Tangan Pak Raga ternyata!Ochi mencoba menggeser-geser tubuhnya, menjauhi lengan Raga. Namun ia kalah cepat dengan Raga. Karena lengan Raga kini malah melingkari pinggulnya di hadapan para pewarta. Para kuli tinta itu terlihat sangat anthusias karena akan mendapat berita terkini.Kilatan lampu blitz yang terus menerus menerpa wajahnya, membuat Ochi risih. Ia berupaya memalingkan wajah, sambil meper meper kearah kursi tunggu. Situasi ini begitu tidak mengenakkan baginya. Namun lagi-lagi, Raga menahan langkahnya."Nama kamu siapa, Sayang? Ayo dong kasih tahu mereka? Tadi aja kamu deng
"Sa-Saya Saya minta maaf. Ta-tadi ponsel saya kehabisan daya. Dan saya baru tahunya sewaktu di kantor omnya murid saya. Jadi baru saya charge di sana. Makanya pas tadi Bapak telepon sudah aktif lagi kan ponsel sa-saya?"Ochi memandang Badai takut-takut. Dia memang sudah melakukan kesalahan yang amat besar."Keadaan rumah di Kemang bagaimana ya, Pak? Apa-apakah semuanya baik-baik saja?" Badai menghela nafas panjang. Melindungi saksi kunci seperti Ochi bisa semakin memendekkan usianya sepertinya."Kalau Anda hanya ingin tahu keadaan Banyu tetapi gengsi untuk menanyakannya pada saya, saya akan menjawab rasa penasaran Anda sekarang juga. Mas Banyumu itu baik-baik saja. Puas? Ada hal lain yang ingin Anda tanyakan?"Ochi terdiam. Ia mengenali suasana hati Badai dari panggilannya pada dirinya. Kalau hatinya sedang baik, maka Badai akan memanggilnya bu guru atau kamu. Tetapi kalau Badai
"Kalau analogi lo seperti itu, mari kita luruskan. Status gue memang hanya polisi yang kebetulan mendapat tugas untuk melindungi saksi. Lantas status lo apa terhadap saksi gue? Dibilang pacar? Bukan? Dibilang suami? Bukan juga. Jadi mulai hari ini, berhenti untuk menghubung-hubungi saksi gue lagi. Ngerti lo?!" bentak Badai tegas. Walau hanya berbicara melalui ponsel, Badai tetap menujukkan ketegasannya pada Banyu. Laki-laki modelan Banyu ini memang perlu untuk dicuci otaknya.Badai terkadang heran dengan orang yang sudah jelas-jelas salah, tapi masih saja bersikap playing victim seperti Banyu. Apa lagi itu dilakukan oleh kaumnya sendiri yang katanya berego tinggi. Tidak malu apa dengan burung garuda segede gambreng?"Emang lo siapanya sampe berani ngelarang-larang gue menghubungi pacar gue? Ayahnya?""Lebih tepatnya calon imamnya, insyaallah!" Dan Bada
"Mas, nasib Rahayu bagaimana ini? Kasihan dia, Mas. Ayah kandung sudah lama meninggal. Ini ibu dan paman rasa ayahnya juga sudah tidak ada. Kasihan Ayu, Mas. Bisa tidak kita mengadopsinya?" Ochi merasa tidak tenang saat mengingat Rahayu Jaya Krisna, muridnya yang masih begitu kecil dan harus hidup sebatang kara karena semua keluarga nya semua tidak bersisa. Ochi masih teringat pada wajah imut yang menangis meraung-raung memanggil nama ayahnya saat JK di makamkan. Anak yang baru berusia lima tahun itu terlihat ketakutan dan kebingungan saat melihat ayahnya pulang dalam keadaan tidak bernyawa. Bola matanya kosong dan ia juga tidak mau diajak berbicara. Walaupun JK memang bersalah, tapi bagi Ayu, ayahnya adalah segalanya. Ia ingat pembicaraan terakhirnya dengan muridnya itu di pemakaman. "Bu Guru, kenapa ayah Ayu di tembak? Ayah Ayu salah apa? Ayu sudah tidak punya ibu, sekarang Ayu juga sudah tidak punya ayah. Jadi Ayu hidup dengan siapa? Mengapa polisi-pol
"Saya terima nikah dan kawinnya Oceania Samudra binti Darmawan Samudra dengan mas kawin 555 gram emas dan seperangkat alat sholat dibayar tunai!" Badai dengan suara tegas dan lantang mengucapkan ijab kabul dalam satu tarikan nafas."Bagaimana saksi? Sah?"Tanya Pak Penghulu."SAHHHHH!!!"Koor dari para saksi dan semua tamu undangan yang menyaksikan ijab kabul terdengar lantang."Alhamdullilahhhh."Setelah acara ijab kabul selesai, penghulu meminta Ochi untuk keluar dan duduk disamping suaminya. Setelah itu Ochie mencium punggung tangan Badai yang kini telah sah menjadi suaminya. Acara dilanjutkan dengan acara sungkeman. Pak Darmawan tampak mencium kening putri b
"Dapattt!!! Posisi terakhir mereka ada di perkebunan kelapa sawit kira-kira 14 kilometer dari sini. Kadang gue heran, si JK ini emang kelewat pinter sampai jadi bodoh atau emang bodoh yang kebetulan aja nasibnya beruntung?!!"Elang mengelus-elus dagunya. Ciri khas nya kalau sedang berfikir."Maksud lo?""Lah dia entah sengaja entah lupa tidak mematikan ponsel Ochi. Kan jadi terlalu mudah bagi kita untuk melacaknya.""Lo salah Lang. Dia bukan bodoh, tapi dia sengaja. Dia mau menancing kita kesana. Dia ingin menyiksa perasaan gue, batin gue, pikiran gue melalui satu hal, Ochie. Dia terlalu mengenal gue seperti juga gue terlalu mengenal dia. Dia ingin gue juga merasakan apa yang dia rasakan. Kehilangan orang tercinta, sementara kita tidak bisa berbuat apa-apa.Oke, mari kita ikuti semua keinginannya. Kita adu otak, adu taktik dan adu sabar aja. Kita lihat saja siapa yang membuat kesalahan dul
Ochi memandangi jam dipergelangan tangan tangan kiri nya. Rasanya dia sudah tidak sabar untuk menunggu kedatangan Badai. Urusan dengan KUA sudah selesai. Saat ini dia sedang menunggu kedatangan Badai untuk mengambil pakaian yang akan digunakan untuk ijab kabul mereka besok pagi.Uang memang maha segala bila di gunakan untuk hal-hal yang mendesak seperti ini. Ibu Ajeng membayar mahal butik yang mendesign pakaian yang akan di kenakan oleh nya dan Badai karena semuanya di kerjakan hanya dalam kurun waktu lima hari!Menurut pemilik butik semua pekerjanya termasuk dirinya sendiri lembur sampai pagi, demi selesainya kebaya indah bertaburan batu swarovski itu. Makanya Ochi sudah tidak sabar untuk melihatnya.TINN!! TINN!!! TINN!!!Akhirnya yang di tunggu datang juga. Ochi yang sejak semalam memang menginap di rumah orang tuanya bergegas berdiri. Setelah menyalim tangan kedua orang tuanya, tubuh Ochi lang
Ochi meringis saat merasa begitu tidak nyaman dengan keadaan dirinya sendiri. Tubuhnya yang memang sudah sakit-sakit akibat bom di Mapolres tadi, kini di tambah lagi dengan pegal-pegal dan rasa nyeri di pusat dirinya. Untuk menggerakkan tubuhnya saja rasanya Ochi kesusahan. Apalagi saat ingin berdiri dan berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri.Ochi merasa tubuh nya lengket oleh keringat nya yang telah bercampur dengan keringat Badai dan hal-hal lainnya. Sesuatu yang hangat terasa mengalir di paha bagian dalamnya dan terasa lengket. Sepertinya dia memang harus segera membersihkan dirinya.Ada butiran air bening yang mengaliri pipi mulusnya. Ochi kesakitan, sedih dan merana. Badai yang katanya mencintainya, kini malah dengan tega menodainya. Titik air mata Ochi yang mengalir pelan pelan, makin lama makin deras seiring isakan-isakan yang mulai terdengar disegenap penjuru kamar. Badai menghela nafas panjang. Tahu bahwa dia telah melak
"Dai, Bu Ochi. Syukurlah kalian berdua selamat. Hebat lo Dai, main solo tapi berhasil mengevakuasi sebegitu banyaknya manusia dengan begitu cepat tanggap. Noh! Itu Pak Fatah ngeliatin adegan romantis sedih plus berdarah-darah kalian dari pinggir jalan. Gue nggak tahu juga sih maksud yang ada dihati dia itu apa. Ya kita kan juga udah pada tahu, dia itu makhluk species bunglon. Keberpihakannya tidak terduga dan bisa nemplok dimana aja.Tapi satu hal yang pasti, lo pasti bakal naik pangkat, Man!!! Selamat ya?!!"Elang menepuk-nepuk punggung Badai dengan keras. Salut dengan keberanian dan totalitas Badai terhadap tugas yang diembannya sebagai polisi pelindung masyarakat."By the way, koq lo bisa-bisanya sih buat adegan TOP GUN ala ala Tom Cruise and Kelly McGillis yang legendaris itu ditengah kekacauan begini? Kalau di film-film hollywood sana udah dibuat scene slowmotion dengan lat
"Kenapa Ochi? Ochi?!! Kamu kenapa sih Sayang?"Badai heran saat melihat Ochi seperti orang ketakutan dan menatap ngeri pada sebuah kertas origami berbentuk burung. Origami berbentuk burung? Astaga!! Jangan-jangan?!!"Berikan origami itu, Ochi." Saat origami berpindah tangan, otak Badai langsung berpikir cepat. Ingatan photografinya langsung bekerja. Potongan kilasan-kilasan masa lalu mulai bermunculan di benaknya.Kalo suatu hari gue kesel sama senior-senior dan atasan-atasan songong ini, bakalan gue bom mereka ini semua pada saat lagi ngumpul rame-rame. Biar matinya berjamaah. Hahahaha...Gue benci banget tuh sama orang-orang TNI dan segala angkatannya. Seperti mereka saja yang bisa perang. Dari mulai doktrin Catur Dharma Eka Karma sampai doktrin Tri Dharma Eka Karma, kelakuan mereka semua itu sama saja. Asal ngomong pasti tugas merekalah yang paling mulia dibandingkan dengan kita. Karena mer
"Lang, lo masih di mall kan sekarang?"Iya. Untung aja si Gading mempercayai kata-kata gue. Gila bener itu si Arini. Kalau bukan perempuan, udah gue ratain tuh mukanya!"Bagus deh. Lang, sekarang lo secepatnya kearah perempatan jalan dekat restaurant kakak ipar gue. Orlando diikuti OTK sejak dari parkiran mall."Ck! Lo lupa siapa Orlando? Mengendarai tank Leopard 2 dengan mesin twin turbo V12 MTU MB 873 Ka-501 seberat 62,3 ton aja dia khatam, apalagi cuma mobil doang. Berasa naik bom bom car aja dia itu, Bro. Santai aja nggak usah panik gitu."Kalau cuma Orlando didalam mobil itu nggak masalah, Kampret. Ada Ochi didalamnya dan... anak lo, Nuri."Bajiruttttt!!! Oke apa rencana lo! Cepetan!!! "Orlando akan berkendara ke a
"Adek mau langsung pulang ya ini? Atau mau singgah ke mall dulu beli kado untuk acara ulang tahun murid adek tanggal 16 nanti?"Orlando menyetir dengar hati-hati. Walaupun dia sedang berbicara, tapi pandangannya tetap lurus kedepan, berkonsentrasi penuh dijalur lalu lintas. Memang lah Orlando ini polisi yang lurus selurus-lurusnya."Oh iya, ke mall depan dulu ya, Bang. Adek mau beli boneka buat Deasy sebentar."Tanggal 16 besok, anak didiknya ada yang berulang tahun disalah satu gerai makanan siap saji. Sebagai gurunya tentu saja Ochi diundang dan dia pasti akan datang. Daisy berkali-kali mengingatkannya untuk datang, karena nanti ada badut sulap katanya.Badai dan Elang hari ini sangat sibuk karena kantor mereka akan mengadakan acara tahunan HUT TNI. Aneh bukan acara HUT TNI tapi diadakan dikantor polisi? Ternyata acara seperti ini memang sengaja diadakan sebagai bentuk apresiasi sinergi