"Ochi, Ayo keluar! Ada yang mau Mas bicarakan dengan kamu."
Banyu membuka pintu mobil dan menarik paksa Ochi yang masih saja memegang erat lengan kiri Badai.
"Lepaskan! Sakit Mas!" Ochi meringis kesakitan saat Banyu terus saja berupaya menariknya keluar dari mobil. Ochi sudah khatam sekali dengan segala sifat Banyu. Sebelum keinginannya kesampaian, dia tidak akan pernah berhenti berusaha.
"Aduhhhh!!" Ochi menjerit tertahan saat merasakan Banyu meremas kuat pangkal lengannya karena geram dan kesal. Badai bereaksi cepat dengan memutar pergelangan tangan Banyu, yang seketika melepaskan Ochi karena kesakitan. Namun Ochi bertahan untuk tidak mau keluar dari mobil. Ia tidak mau menemui Banyu.
"Eh, Dai. Lo ini kan sekarang posisinya adalah sebagai petugas yang melindungi saksi kan ya? Jadi lo jangan bertingkah seolah-olah bahwa lo adalah pemilik pacar gue. Ingat garis batas teritori lo!"
Banyu makin emosi melihat Badai yang terang-terangan menentangnya di depan Ochi. Dengan santai Badai pun keluar dari mobil, dan memandang Ochi dengan tatapan seolah-olah berkata tenang saja.
"Gue heran ya ngeliat sikap lo, Nyu. Ternyata dari zaman kita SMP sampai sekarang kelakuan lo masih kayak bocah aja. Denger, justru kehadiran gue di sini sebagai pihak tengahlah makanya gue bersikap seperti ini. Kita semua tidak ada yang tahu, siapa sebenarnya oknum yang ingin mencelakai Bu Oceania. Semua kemungkinan itu ada. Termasuk mungkin aja lo bisa jadi tersangka, mengingat cuma lo satu-satunya orang yang tidak hadir di acara pernikahan Lo sendiri. Think smart!" Badai menunjuk kepalanya sendiri.
Wajah Ochi seketika memucat, dan wajah Banyu langsung menghitam karena kaget dan marah.
"Lo gila ya, Dai? Bagaimana mungkin gue bisa punya niat untuk menyakiti pacar gue sendiri? Ayahnya sudah mengabdi pada keluarga Gue selama 14 tahun. Gue bahkan sudah membantu masalah finansial ortunya selama hampir tiga tahun ini. Gue jatuh bangun mengejarnya dan baru dua tahun ini gue resmi berpacaran dengan dia. Gue juga pernah bilang sama lo kalau gue sangat mencintai pacar gue kan beberapa tahun lalu kan? Jadi bagaimana mungkin gue punya keinginan untuk menyakitinya?" Banyu memandang Badai seolah-olah Badai telah kehilangan kewarasannya.
"Tidak mungkin menyakitinya lo bilang? Jadi lo sebut apa perbuatan lo yang meninggalkan dia sendirian di depan penghulu kemarin pagi? Lo ngeprank?" Badai berdecih sinis.
Banyu seketika terdiam. Kalimat pembelaan yang sudah terkumpul diujung lidahnya pun urung dilontarkan. Dia memang salah. Tetapi semua masalahnya sudah teruraikan semalam. Dia hanya perlu untuk meyakinkan Ochi sekali lagi agar memberikan kesempatan kedua kepadanya.
Kemarin Dania, sahabat Ochi mengancamnya akan membeberkan perselingkuhan mereka berdua selama sebulan ini pada Ochi, kalau dia tetap akan menikahi Ochi sebelum masalah mereka berdua clear. Dania menuntut sejumlah besar uang atas jasanya melayaninya selama kurang lebih sebulan ini.
Dirinya yang tidak pernah mendapatkan kehangatan dari Ochi, melampiaskan semua hasratnya pada Dania yang dianggapnya sebagai pengganti Ochi.
Dania pun tahu itu, karena di setiap pelepasan tertingginya, hanya nama Ochi lah yang disebutnya berulang-ulang kali di tengah-tengah lenguh kepuasannya. Mereka berdua sama-sama memahami kalau mereka berdua tidak saling mencintai, tetapi saling membutuhkan. Dania butuh uang dan dirinya butuh kehangatan. Cinta tidak ada dalam hubungan timbal balik mereka.
Tetapi seminggu terakhir ini, Dania terus memaksanya untuk memberinya sejumlah besar uang, karena dirinya telah memutuskannya dan akan menikah dengan Ochi.
Dania yang merasa dicampakkan tanpa kompensasi yang memadai pun, akhirnya mengancam akan membocorkan rahasia busuk mereka berdua. Maka batallah pernikahan mereka kemarin.Kini setelah dirinya pada akhirnya mengalah dan menuruti semua keinginan Dania, Dania pun dengan senang hati menjauh dan bersedia untuk menandatangani surat kesepakatan mereka bersama. Akhirnya semua masalah clear. Tetapi ia tidak menyangka, masalahnya bakal jadi sepelik ini. Ochi ternyata tidak bersedia memaafkannya!
"Sayang, Mas mengerti kalau kamu masih marah sekali pada, Mas. Mas memang salah. Mas akan membiarkan kamu sendiri saat ini. Tetapi nanti siang, Mas akan balik lagi ke sini. Mas juga mendapatkan panggilan ke kantor polisi. Kita sama-sama saja ke sananya ya, Sayang? Mas mohon!"
Banyu menatap Ochi yang masih berada dalam mobil dengan penuh kerinduan. Ochi tampak makin cantik saja di matanya. Kalau saja semalam si Dania brengsek itu tidak mengancamnya, pasti saat ini tubuh indah itu sudah ada dalam pelukannya.
"Ochi kemarin sudah bilang 'kan Mas, kalau Ochi sudah tidak mau lagi berhubungan dengan Mas. Mas juga sudah tidak perlu lagi membantu finasial ayah dan ibu ke depannya. Dari dulu Ochi tidak pernah menginginkan uang, Mas. Tolong jangan mempersulit hidup Ochi lagi. Hubungan kita sudah berakhir."
Ochi pun membuka pintu mobil dan bermaksud untuk segera masuk ke dalam gedung sekolah. Tubuh mungil Ochi langsung disambut dengan pelukan hangat Banyu begitu ia keluar dari mobil. Ochi
berusaha menepis dan melepaskan belitan kedua tangan Banyu yang membuatnya sesak nafas seketika.Badai yang tahu ini adalah masalah pribadi hanya bisa memalingkan wajah ke kanan. Tidak mau melihat adegan ala ala drakor yang sedang berlangsung di depan matanya. Lain cerita kalau ibu guru ini meminta tolong, pasti dengan segera akan diuraikannya belitan tangan pria dewasa bermental bocah itu dengan senang hati. Untung saja saat ini masih agak pagi, sehingga belum banyak murid-murid yang berlalu lalang di sekitar gerbang. Kalau tidak pasti adegan ala sinetron ini akan menjadi viral.
"Lepaskan Ochi, Mas! Lepas!" Ochi mulai meronta-ronta. Merasa jijik saat kulitnya bersentuhan dengan kulit panas Banyu. Dia sudah kehilangan semua respeknya pada laki-laki di depannya ini. Sementara Banyu yang sudah gelap mata, mulai mengendus harum vanilla yang sudah begitu dikenalnya dan berupaya mengecupi kulit leher dan selebar wajah Ochi. Kewarasannya sudah mulai hilang akibat penolakan terang-terangan Ochi.
"Pak B-Badai tolong saya! Lepaskan Mas! Jangan kurang ajar pada Ochi! Lepas... Jangan, Mas?!"
Ochi memalingkan wajahnya ke kanan dan ke kiri menghindari panasnya bibir Banyu yang seperti sudah putus urat malunya. Apalagi ia melihat ada beberapa orang murid yang terlihat baru saja di turunkan dari mobil dan akan berjalan masuk ke arah gerbang sekolah. Pemandangan ini tidak baik tentu saja.
Sekonyong-konyong Ochi merasakan tubuhnya ditarik kuat dalam satu sentakan dan terlepas dari pelukan Banyu. Setelah hampir dua hari bersama, baru kali ini Ochi melihat air muka Badai berubah. Dia terlihat marah!
"Jangan pernah memaksakan kelebihan fisik lo terhadap makhluk yang lebih lemah, terutama yang berjenis kelamin sama dengan ibu lo, Brengsek!"
Setelah memindahkan Ochi ke sisi tubuhnya, Badai mendorong tubuh Banyu ke samping hingga nyaris saja tersungkur ke tanah. Banyu yang sempoyongan langsung bangkit dan bermaksud untuk memberi bogem mentah pada Badai yang hanya mengelak dengan mudah.
"Lo emang nggak berubah dari dulu ya Brengsek! Selalu saja mencampuri urusan gue. Setelah Danti, lo juga mau ngerebut Ochi dari gue, hah? Sahabat macam apa lo?!"
"Lo juga nggak berubah gue lihat. Sifat lo ini persis kayak bocah yang takut kalau mainnya diambil orang. Padahal sebelum-sebelumnya nggak lo perhatikan. Lo tau perbedaan lo yang signifikan dari kita zaman kita SMP sampai sekarang? Lo cuma nambah bulu jenggot dan kemaluan. Yang lainnya tetap aja masih seperti bocah egois yang kekanakan!" bentak Badai.
"Udahhh! Jangan ribut lagi. Ini sekolahan. Saya masuk dulu ya, Pak Badai? Nanti pukul 12.00 WIB, jemput lagi saya di sini. Terima kasih sudah menolong saya dari setan yang menyamar jadi manusia. Lain kali akan saya bacakan ayat kursi saja. Permisi."
Ochi meninggalkan dua laki-laki yang sedang naik tensi itu begitu saja. Dia sudah tidak mau mendengar alasan apapun lagi dari Banyu. Dia cuma sedikit bingung bagaimana caranya mengambil barang-barangnya yang sudah terlanjur disusun rapi di rumah masa depan mereka berdua. Rumah mewah yang khusus di bangun oleh Banyu untuk mereka tempati setelah menikah.
"Lo jangan pernah coba-coba merebut laut biru gue, sialan! Gua abisin lo sampe lo bahkan akan minta mati aja dibanding hidup tapi serasa udah mati. Gue bersumpah!" Banyu menunjukan jari tengahnya pada Badai sebelum melajukan mobilnya dengan kecepatan diatas rata-rata.
===================
Dan sekarang di sini lah mereka berada. Banyu dan Ochi duduk bersama di dalam ruang pemeriksaan khusus yang dikepalai oleh Kadensus. Badai sama sekali tidak boleh mengintervensi kasus ini. Beberapa anggota Brimob dan juga anggota Densus 88 yang memback up kasus ini wara wiri berseliweran di sepanjang ruang pemeriksaan.
Elang Pramudya tampak menatap tajam sepasang calon pengantin yang batal menikah ini dengan pandangan penuh spekulasi. Si Wanita terlihat begitu tidak nyaman saat harus duduk berdampingan dengan sang pria. Berbanding terbalik dengan sang pria yang terlihat begitu antusias saat disandingkan duduk bersama. Ochi terlihat sampai memiring-miringkan tubuhnya agak tidak terlalu dekat dengan Banyu. Dan semua kejadian itu diperhatikan dengan seksama oleh Elang.
"Ibu Oceania. Anda mengatakan pada petugas kami bahwa hanya tinggal Anda sendirilah yang ada di gedung itu kemarin. Apakah Anda melihat ada sesuatu yang janggal di sana? Entah bau gas, bungkusan aneh, atau orang yang kebetulan ada di ruangan itu sebelum meledak?"
"Tidak, Pak."
"Jam berapa tepatnya gedung itu meledak?"
"Mungkin sekitar pukul sebelas kurang sepuluh menit. Saya sempat melihat kearah jam besar di dalam gedung sebelum berjalan keluar kearah jalan raya." Sahut Ochi yakin.
"Penikahan dijadwalkan pada pukul 10.00 WIB. Karena dibatalkan maka gedung itu kosong bukan? Tadi kami sudah terlebih dahulu memeriksa keterangan dari penghulu dan kedua orang tua Anda, Bu Oceania. Dan mereka membenarkan kalau Anda ditinggal mempelai pria di sana. Yang artinya, mempelai pria yang seharusnya ada, tetapi tidak ada di sana saat itu.
Pertanyaan saya selanjutnya adalah pada bapak Banyu Biru Siliwangi. Di mana Anda pada pukul sebelas kurang sepuluh menit kemarin pagi?" tanya Elang sambil menatap tajam kedua mata Banyu.
"Saya-Saya ada di-di rumah yang akan kami tinggali setelah menikah nanti di Kemang 12."
Banyu menjawab gugup. Elang mengotak atik ponselnya sejenak. Sebelum kembali melanjutkan pertanyaannya.
"Tetapi menurut penyelelidikan anak buah saya, Anda saat itu ada di rumah nona Dania Prasetya di daerah City Indah Permai. Jadi yang mana yang benar? Anda ada di mana sebenarnya pada saat itu?" tandas Elang lagi.
Wajah Ochi memucat, tetapi wajah Banyu lebih pucat lagi. Dia sama sekali tidak menyangka, bahwa kecurangannya pada Ochi akan diketahui dalam waktu secepat ini. Di kantor polisi pula. Apalagi wajah Ochi sudah memperlihatkan ekspresi mengerti, bahwa ada sesuatu di antara pacarnya dan sahabatnya. Mata Ochi tampak berkaca-kaca. Bibirnya juga terlihat bergetar.
"Saya-baiklah saya memang ada di rumah Dania. Kami-kami sedang menyelesaikan masalah ka-kami. Dan semua masalah kami itu sekarang sudah clear."
Banyu tidak berani memandang Ochi. Dia merasa sangat malu dan bersalah secara bersamaan. Dan di atas semua itu, dia amat sangat menyesal!
"Masalah apa itu?"
"Maaf. Itu masalah pribadi. Tidak ada relevansinya dengan kasus bom ini."
"Ada. Kalau Anda yang ternyata berselingkuh dengan sahabat calon mempelai wanita. Dan karena Anda tidak ingin melanjutkan pernikahan itu, makanya Anda tidak menghadirinya, tetapi malah mengirim bom untuk menghilangkan penghalang bagi hubungan gelap kalian berdua. Benar begitu?!" pungkas Elang sambil menatap dalam-dalam kedua mata Banyu.
Banyu langsung berdiri dengan mata melotot karena emosi. Dia sama sekali tidak mengira kalau polisi ini mencurigainya ingin menyakiti Ochi dengan cara keji seperti itu. Mereka semua sudah gila!
"Anda sudah gila ya, Pak Polisi? Saya membatalkan pernikahan itu karena wanita brengsek itu mengancam akan membeberkan hubungan simbiosis mutualisme kami kalau saya tidak memberinya uang sebesar dua milyar rupiah!
Jadi saya tidak menghadirinya bukan karena saya ingin menyingkirkan Ochi. Justru saya ingin menyelesaikam semua masalah agar pada akhirnya kami dapat bersatu kembali. Saya sangat mencintainya, Pak Polisi?!" Jawab Banyu emosi. Dia tidak terima karena dianggap ingin mencelakai Ochi. Wanita yang amat sangat di cintainya.
"Anda sangat mencintainya tetapi Anda menyelingkuhinya dengan sahabat pacar Anda sendiri. Pernyataan Anda kontradiktif sekali, Pak Banyu."
Isakan yang lolos dari bibir Ochi membuat Banyu merasa sangat tidak enak hati. Ochi ini adalah wanita yang kuat. Melihatnya sampai sesenggukan seperti ini, Banyu sampai merasa sesak nafas dan hatinya terasa bagai diremas-remas.
"Sayang. Mas bersumpah, Mas khilaf dalam sebulan ini. Mas-Mas-"
Banyu tidak sanggup melanjutkan kalimatnya saat melihat Ochi tampak begitu hancur dan kesakitan. Apalagi tiba-tiba Dania juga di hadirkan di dalam ruangan ini. Dania yang datang didampingi oleh kedua orang tuanya, tampak tidak berani memandang wajah Ochi. Ayah dan Ibunya tadi bahkan sudah menghajar habis-habisan anaknya yang begitu tidak tahu diri. Menikam diam-diam sahabat baiknya sendiri."Sa-Saya boleh istirahat sejenak di luar tidak, Pak Polisi?" Bahkan mengucapkan kalimat sederhana saja Ochi merasa sangat kesusahan.
"Sebentar lagi ya, Bu Oceania. Saya ingin mendapat jawaban dengan semua orang yang terkait di dalamnya ada. Sehingga jawaban yang di dapat akan lebih objektif dan tidak berat sebelah. Saya ingin mendengar jawaban versi Anda masing-masing." Sahut Elang tegas.
Badai yang tidak tahan melihat Ochi yang terlihat babak belur hati dan perasaannya dihianati pacar sekaligus sahabat baiknya, mengulurkan air mineral yang sudah dibukanya pada Ochi, berikut juga sapu tangan pribadinya. Elang mengernyitkan alisnya. Badai Putra Alam, yang hatinya selama ini cuma terisi oleh freon ternyata punya hati juga. Dan ini tidak bagus untuk pekerjaannya. Hati adalah hal tabu bila ikut bermain dalam kasus ini.
Ochi yang merasa mendapatkan dukungan, bahkan langsung memegang erat lengan kiri Badai dan meletakkannya kepalanya yang terasa berat di sana. Badai merasakan lengannya basah seketika. Ochi rupanya kembali menangis tanpa suara dan bahkan tanpa dia menyadarinya. Badai refleks mengikuti insting dasarnya sebagai seorang laki-laki. Dia menyandarkan kepala lelah Ochi ke pinggangnya dan mengelus pelan puncak kepalanya. Karena Ochi dalam posisi duduk dan Badai berdiri tepat di sampingnya.
Banyu menyaksikan interaksi tanpa kata itu dengan mata membara. Dia cemburu berat!
"Kabarnya kedua orang tua Anda tidak menyetujui pernikahan Anda. Benar begitu Pak Banyu?"
"Benar."
"Apakah orang tua Anda punya musuh Pak Banyu?"
"Semua orang kaya itu pasti punya musuh, Pak Polisi."
"Di mana keberadaan orang tua Anda saat ini, Pak Banyu?"
"Di New York. Ada meeting dengan beberapa perusahaan di sana."
"Bisakah Anda meminta orang tua Anda menghubungi saya, setibanya mereka di tanah air?"
"Papa saya orang sibuk, Pak Polisi."
"Begitu juga dengan saya, Pak Banyu." Elang membalas tak kalah pedas.
"Untuk sementara Nona Oceania bisa pulang, tetapi Pak Banyu dan Ibu Dania masih harus tinggal di sini. Ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan mengenai motif peledakan gedung pernikahan ini."
Di sepanjang perjalanan kembali ke rumah Senja, air mata Ochi seperti tidak bisa berhenti mengalir. Banyu dengan Dania? Bagaimana bisa dua orang terdekatnya itu menghianatinya sampai sedemikian rupa? Ochi memejamkan mata. Ia tidak sanggup membayangkan adegan yang begitu intim yang biasanya hanya boleh dilakukan oleh sepasang suami istri ternyata sanggup mereka lakukan di belakangnya. Betapa kejamnya mereka berdua!Isakan-isakan kecil yang lolos dari bibir nya membuat Badai yang sedang menyetir merasa tidak tega. Sedu sedan Ochi makin lama makin membesar saat dia membayangkan persahabatan mereka bertiga, yaitu dirinya, Dania dan Farhani yang sudah mulai terjalin saat MOS mereka di SMU. Suka duka dan canda tawamewarnai masa putih abu abu, kuliah hingga sekarang. Ochi ingat Dania lah yang terus saja mendesak dan menyemangati Ochi untuk menerima cinta Banyu dulu. Menurut Dania, Banyu itu paket lengkap. Kaya, ganteng dan mencintainya setengah gila. Karena
" Jadi benar gadis ini calon istri Anda, Pak Raga? Wah pertama kali go public ya? Namanya siapa, Pak Raga?"Para kerumunan pewarta itu terus maju. Mereka mendesak Ochi yang tengah berdiri di samping meja, hingga ia nyaris jatuh tersungkur. Untung saja ada sepasang tangan kuat yang menahan punggungnya. Tangan Pak Raga ternyata!Ochi mencoba menggeser-geser tubuhnya, menjauhi lengan Raga. Namun ia kalah cepat dengan Raga. Karena lengan Raga kini malah melingkari pinggulnya di hadapan para pewarta. Para kuli tinta itu terlihat sangat anthusias karena akan mendapat berita terkini.Kilatan lampu blitz yang terus menerus menerpa wajahnya, membuat Ochi risih. Ia berupaya memalingkan wajah, sambil meper meper kearah kursi tunggu. Situasi ini begitu tidak mengenakkan baginya. Namun lagi-lagi, Raga menahan langkahnya."Nama kamu siapa, Sayang? Ayo dong kasih tahu mereka? Tadi aja kamu deng
"Sa-Saya Saya minta maaf. Ta-tadi ponsel saya kehabisan daya. Dan saya baru tahunya sewaktu di kantor omnya murid saya. Jadi baru saya charge di sana. Makanya pas tadi Bapak telepon sudah aktif lagi kan ponsel sa-saya?"Ochi memandang Badai takut-takut. Dia memang sudah melakukan kesalahan yang amat besar."Keadaan rumah di Kemang bagaimana ya, Pak? Apa-apakah semuanya baik-baik saja?" Badai menghela nafas panjang. Melindungi saksi kunci seperti Ochi bisa semakin memendekkan usianya sepertinya."Kalau Anda hanya ingin tahu keadaan Banyu tetapi gengsi untuk menanyakannya pada saya, saya akan menjawab rasa penasaran Anda sekarang juga. Mas Banyumu itu baik-baik saja. Puas? Ada hal lain yang ingin Anda tanyakan?"Ochi terdiam. Ia mengenali suasana hati Badai dari panggilannya pada dirinya. Kalau hatinya sedang baik, maka Badai akan memanggilnya bu guru atau kamu. Tetapi kalau Badai
"Kalau analogi lo seperti itu, mari kita luruskan. Status gue memang hanya polisi yang kebetulan mendapat tugas untuk melindungi saksi. Lantas status lo apa terhadap saksi gue? Dibilang pacar? Bukan? Dibilang suami? Bukan juga. Jadi mulai hari ini, berhenti untuk menghubung-hubungi saksi gue lagi. Ngerti lo?!" bentak Badai tegas. Walau hanya berbicara melalui ponsel, Badai tetap menujukkan ketegasannya pada Banyu. Laki-laki modelan Banyu ini memang perlu untuk dicuci otaknya.Badai terkadang heran dengan orang yang sudah jelas-jelas salah, tapi masih saja bersikap playing victim seperti Banyu. Apa lagi itu dilakukan oleh kaumnya sendiri yang katanya berego tinggi. Tidak malu apa dengan burung garuda segede gambreng?"Emang lo siapanya sampe berani ngelarang-larang gue menghubungi pacar gue? Ayahnya?""Lebih tepatnya calon imamnya, insyaallah!" Dan Bada
"Bapak nggak mau masuk dulu sebentar? Nggak enak kalau Bapak cuma nunggu di mobil. Nggak sopan, Pak. Saya akan menyusul ke depan sekalian berpamitan.""Oke. Saya akan menunggu di teras."Setelah Badai mematikan panggilannya, Ochi mencoba memutar otak agar bisa terbebas dari suasana tidak mengenakkan ini tetapi dengan cara yang sopan."Ehm, Tante. Saya permisi pulang dulu ya, Tan? Soalnya saya sudah dijemput."Empat kepala langsung menoleh. Mereka menatapnya dengan pemikiran yang berbeda-beda. Belum sempat Tante Marini menjawab, ponselnya berbunyi. Satpam memberitahukan ada orang yang ingin menjemput Oceania, dan meminta izin masuk. Tante Marini membolehkan, karena
Sepanjang lorong menuju kamar jenazah rumah sakit, Badai terus saja menggenggam telapak tangan Ochi. Sebenarnya Badai tidak tega membawa Ochi untuk melihat jenazah orang bunuh diri. Apalagi dengan cara menembak kepalanya sendiri. Sudah pasti penampakannya tidak manusiawi, dengan kepala bolong dan otak yang berceceran. Tetapi apa boleh buat, tugas tetaplah tugas. Semakin cepat benang merahnya ditarik, maka semakin cepat pula kasus terkuak. Di depan pintu yang bertuliskan kamar jenazah, suhu yang mendadak terasa sangat dingin. Tampak Elang Pramudya telah berdiri di sana bersama dengan AKBP Reihard Ratulangi, reserse devisi kriminal. "Ayo kita langsung saja mengidentifikasi jenazah. Mudah-mudahan saja Ibu dapat mengenalinya. Tolong beri kami satu clue saja, Bu." Elang mensejajari langkah Ochi di sebelah kiri, sedangkan Badai di sebelah kanannya. Dalam diam mencoba memberi kekuatan dalam genggaman tangannya.
"Ini ceritanya Bapak mau melamar saya atau bagaimana?" dengkus Ochi kesal."Ya kamu dong niatnya tadi bagaimana? Minta gaji saya setiap bulan 'kan? Ya kalau begitu konsekuensinya kamu harus mengurus kebutuhan lahir batin saya juga setiap bulannya? 'Kan semua uang saya, sudah saya alokasikan keseluruhannya buat kamu?" sahut Badai datar. Ochi melirik ke samping. Ia bingung dalam mengartikan. kata-kata Badai. Badai ini susah ditebak. Terlebih lagi air mukanya tidak membiaskan apapun yang ada dalam hatinya.Karena Ochi tidak menjawab, Badai mulai menekan persnelling dari posisi P ke posisi D. Mobil pun mulai kembali melaju membelah kepadatan lalu lintas di sore hari yang mendung itu.Penasaran, Badai melirik Ochi yang terdiam sambil memainkan tali tote bagnya. Gadis ini terlihat biasa- biasa saja setelah ditembak eh lebih tepatnya dibom oleh pernyataan seriusnya tadi. Tidak ada sedikitpun ta
"Jadi pada tanggal 20 Desember Anda sedang berada di mana Pak Singgih?" Elang Pamudya menumpangkan kedua tangannya ke paha. Sedangkan tubuhnya sedikit dicondongkan kearah Singgih dengan tatapan menyelidiknya. Elang memang terkenal dengan tatapan setajam elangnya. Kadang para pesakitan nyaris tidak kuasa untuk menatap matanya, apabila sedang berbohong."Saya ada di Fifth Avenue, Pak. Untuk membeli hadiah ulang tahun istri saya." Singgih masih berupaya mempertahankan alibi lamanya.Lo jual gue beli deh! Batin Elang."Benar begitu, Ibu Gendis?" Elang mengalihkan pandangan pada Gendis."Begitulah menurut pengakuan suami saya tercinta saat ini," sahut Bu Gendis kalem.Ibu Gendis menjawab singkat tetapi penuh dengan makna. Emak-emak kalau sudah dalam keadaan emosi, telur digenggaman pun bisa matang, terkena panasnya amarah."
"Mas, nasib Rahayu bagaimana ini? Kasihan dia, Mas. Ayah kandung sudah lama meninggal. Ini ibu dan paman rasa ayahnya juga sudah tidak ada. Kasihan Ayu, Mas. Bisa tidak kita mengadopsinya?" Ochi merasa tidak tenang saat mengingat Rahayu Jaya Krisna, muridnya yang masih begitu kecil dan harus hidup sebatang kara karena semua keluarga nya semua tidak bersisa. Ochi masih teringat pada wajah imut yang menangis meraung-raung memanggil nama ayahnya saat JK di makamkan. Anak yang baru berusia lima tahun itu terlihat ketakutan dan kebingungan saat melihat ayahnya pulang dalam keadaan tidak bernyawa. Bola matanya kosong dan ia juga tidak mau diajak berbicara. Walaupun JK memang bersalah, tapi bagi Ayu, ayahnya adalah segalanya. Ia ingat pembicaraan terakhirnya dengan muridnya itu di pemakaman. "Bu Guru, kenapa ayah Ayu di tembak? Ayah Ayu salah apa? Ayu sudah tidak punya ibu, sekarang Ayu juga sudah tidak punya ayah. Jadi Ayu hidup dengan siapa? Mengapa polisi-pol
"Saya terima nikah dan kawinnya Oceania Samudra binti Darmawan Samudra dengan mas kawin 555 gram emas dan seperangkat alat sholat dibayar tunai!" Badai dengan suara tegas dan lantang mengucapkan ijab kabul dalam satu tarikan nafas."Bagaimana saksi? Sah?"Tanya Pak Penghulu."SAHHHHH!!!"Koor dari para saksi dan semua tamu undangan yang menyaksikan ijab kabul terdengar lantang."Alhamdullilahhhh."Setelah acara ijab kabul selesai, penghulu meminta Ochi untuk keluar dan duduk disamping suaminya. Setelah itu Ochie mencium punggung tangan Badai yang kini telah sah menjadi suaminya. Acara dilanjutkan dengan acara sungkeman. Pak Darmawan tampak mencium kening putri b
"Dapattt!!! Posisi terakhir mereka ada di perkebunan kelapa sawit kira-kira 14 kilometer dari sini. Kadang gue heran, si JK ini emang kelewat pinter sampai jadi bodoh atau emang bodoh yang kebetulan aja nasibnya beruntung?!!"Elang mengelus-elus dagunya. Ciri khas nya kalau sedang berfikir."Maksud lo?""Lah dia entah sengaja entah lupa tidak mematikan ponsel Ochi. Kan jadi terlalu mudah bagi kita untuk melacaknya.""Lo salah Lang. Dia bukan bodoh, tapi dia sengaja. Dia mau menancing kita kesana. Dia ingin menyiksa perasaan gue, batin gue, pikiran gue melalui satu hal, Ochie. Dia terlalu mengenal gue seperti juga gue terlalu mengenal dia. Dia ingin gue juga merasakan apa yang dia rasakan. Kehilangan orang tercinta, sementara kita tidak bisa berbuat apa-apa.Oke, mari kita ikuti semua keinginannya. Kita adu otak, adu taktik dan adu sabar aja. Kita lihat saja siapa yang membuat kesalahan dul
Ochi memandangi jam dipergelangan tangan tangan kiri nya. Rasanya dia sudah tidak sabar untuk menunggu kedatangan Badai. Urusan dengan KUA sudah selesai. Saat ini dia sedang menunggu kedatangan Badai untuk mengambil pakaian yang akan digunakan untuk ijab kabul mereka besok pagi.Uang memang maha segala bila di gunakan untuk hal-hal yang mendesak seperti ini. Ibu Ajeng membayar mahal butik yang mendesign pakaian yang akan di kenakan oleh nya dan Badai karena semuanya di kerjakan hanya dalam kurun waktu lima hari!Menurut pemilik butik semua pekerjanya termasuk dirinya sendiri lembur sampai pagi, demi selesainya kebaya indah bertaburan batu swarovski itu. Makanya Ochi sudah tidak sabar untuk melihatnya.TINN!! TINN!!! TINN!!!Akhirnya yang di tunggu datang juga. Ochi yang sejak semalam memang menginap di rumah orang tuanya bergegas berdiri. Setelah menyalim tangan kedua orang tuanya, tubuh Ochi lang
Ochi meringis saat merasa begitu tidak nyaman dengan keadaan dirinya sendiri. Tubuhnya yang memang sudah sakit-sakit akibat bom di Mapolres tadi, kini di tambah lagi dengan pegal-pegal dan rasa nyeri di pusat dirinya. Untuk menggerakkan tubuhnya saja rasanya Ochi kesusahan. Apalagi saat ingin berdiri dan berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri.Ochi merasa tubuh nya lengket oleh keringat nya yang telah bercampur dengan keringat Badai dan hal-hal lainnya. Sesuatu yang hangat terasa mengalir di paha bagian dalamnya dan terasa lengket. Sepertinya dia memang harus segera membersihkan dirinya.Ada butiran air bening yang mengaliri pipi mulusnya. Ochi kesakitan, sedih dan merana. Badai yang katanya mencintainya, kini malah dengan tega menodainya. Titik air mata Ochi yang mengalir pelan pelan, makin lama makin deras seiring isakan-isakan yang mulai terdengar disegenap penjuru kamar. Badai menghela nafas panjang. Tahu bahwa dia telah melak
"Dai, Bu Ochi. Syukurlah kalian berdua selamat. Hebat lo Dai, main solo tapi berhasil mengevakuasi sebegitu banyaknya manusia dengan begitu cepat tanggap. Noh! Itu Pak Fatah ngeliatin adegan romantis sedih plus berdarah-darah kalian dari pinggir jalan. Gue nggak tahu juga sih maksud yang ada dihati dia itu apa. Ya kita kan juga udah pada tahu, dia itu makhluk species bunglon. Keberpihakannya tidak terduga dan bisa nemplok dimana aja.Tapi satu hal yang pasti, lo pasti bakal naik pangkat, Man!!! Selamat ya?!!"Elang menepuk-nepuk punggung Badai dengan keras. Salut dengan keberanian dan totalitas Badai terhadap tugas yang diembannya sebagai polisi pelindung masyarakat."By the way, koq lo bisa-bisanya sih buat adegan TOP GUN ala ala Tom Cruise and Kelly McGillis yang legendaris itu ditengah kekacauan begini? Kalau di film-film hollywood sana udah dibuat scene slowmotion dengan lat
"Kenapa Ochi? Ochi?!! Kamu kenapa sih Sayang?"Badai heran saat melihat Ochi seperti orang ketakutan dan menatap ngeri pada sebuah kertas origami berbentuk burung. Origami berbentuk burung? Astaga!! Jangan-jangan?!!"Berikan origami itu, Ochi." Saat origami berpindah tangan, otak Badai langsung berpikir cepat. Ingatan photografinya langsung bekerja. Potongan kilasan-kilasan masa lalu mulai bermunculan di benaknya.Kalo suatu hari gue kesel sama senior-senior dan atasan-atasan songong ini, bakalan gue bom mereka ini semua pada saat lagi ngumpul rame-rame. Biar matinya berjamaah. Hahahaha...Gue benci banget tuh sama orang-orang TNI dan segala angkatannya. Seperti mereka saja yang bisa perang. Dari mulai doktrin Catur Dharma Eka Karma sampai doktrin Tri Dharma Eka Karma, kelakuan mereka semua itu sama saja. Asal ngomong pasti tugas merekalah yang paling mulia dibandingkan dengan kita. Karena mer
"Lang, lo masih di mall kan sekarang?"Iya. Untung aja si Gading mempercayai kata-kata gue. Gila bener itu si Arini. Kalau bukan perempuan, udah gue ratain tuh mukanya!"Bagus deh. Lang, sekarang lo secepatnya kearah perempatan jalan dekat restaurant kakak ipar gue. Orlando diikuti OTK sejak dari parkiran mall."Ck! Lo lupa siapa Orlando? Mengendarai tank Leopard 2 dengan mesin twin turbo V12 MTU MB 873 Ka-501 seberat 62,3 ton aja dia khatam, apalagi cuma mobil doang. Berasa naik bom bom car aja dia itu, Bro. Santai aja nggak usah panik gitu."Kalau cuma Orlando didalam mobil itu nggak masalah, Kampret. Ada Ochi didalamnya dan... anak lo, Nuri."Bajiruttttt!!! Oke apa rencana lo! Cepetan!!! "Orlando akan berkendara ke a
"Adek mau langsung pulang ya ini? Atau mau singgah ke mall dulu beli kado untuk acara ulang tahun murid adek tanggal 16 nanti?"Orlando menyetir dengar hati-hati. Walaupun dia sedang berbicara, tapi pandangannya tetap lurus kedepan, berkonsentrasi penuh dijalur lalu lintas. Memang lah Orlando ini polisi yang lurus selurus-lurusnya."Oh iya, ke mall depan dulu ya, Bang. Adek mau beli boneka buat Deasy sebentar."Tanggal 16 besok, anak didiknya ada yang berulang tahun disalah satu gerai makanan siap saji. Sebagai gurunya tentu saja Ochi diundang dan dia pasti akan datang. Daisy berkali-kali mengingatkannya untuk datang, karena nanti ada badut sulap katanya.Badai dan Elang hari ini sangat sibuk karena kantor mereka akan mengadakan acara tahunan HUT TNI. Aneh bukan acara HUT TNI tapi diadakan dikantor polisi? Ternyata acara seperti ini memang sengaja diadakan sebagai bentuk apresiasi sinergi